204
Peran Tri Pusat Pendidikan dalam Mengimplementasikan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Lia Nurlaila
Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Darussalam (IAID), Ciamis-Jawa Barat Email: [email protected]
Reni Ropikoh
Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Darussalam (IAID), Ciamis-Jawa Barat Email: [email protected]
Abstrak
Pendidikan multikultural merupakan sebuah ide atau gagasan yang memandang seluruh manusia, termasuk peserta didik, tanpa diskriminasi atau membeda-bedakan dari berbagai sudut, sisi, atau status seseorang. Dalam perspektif ini, semua memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
pertama, proses pendidikan multikultural di lingkungan keluarga seyogyanya diimplementasikan melalui integrasi konten, proses pemberian pengetahuan, dan pendidikan kesetaraan yang proporsional. Kedua, pendidikan multikultural dapat diimplementasikan kepada peserta didik, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Lima karakteristik pendidikan multikultural dengan praktik yang beragam perlu mendapat perhatian yang tinggi dalam studi saat ini. Metode pendidikannya lebih terfokus pada program pengembangan diri, kegiatan rutin, dan keteladanan. Ketiga, pendidikan multikultural di lingkungan masyarakat dapat dilakukan melalui strategi dan langkah konkret yang dapat dilakukan agar pendidikan multikutural ini dapat terlaksana. Strategi itu antara lain: (a) mengimplementasikan diskusi terbuka di antara berbagai kelompok untuk mengkaji perlunya pendidikan multikultural, cara menerapkannya, dan media yang tepat untuk diaplikasikan; (b) mengimplementasikan kegiatan-kegiatan praktis diantaranya melaksanakan riset, penyusunan modul, kurikulum, buku, pelatihan- pelatihan, simulasi, kampanye media dan lainnya.
Abstract
Multicultural education is a concept that regards all individuals, including pupils, without prejudice or distinction based on their origins, backgrounds, or social standing. Everyone has an equal opportunity to partake in the learning process, according to this viewpoint.
Determining the impact of the family, school, and community environment on the implementation of multicultural education is the purpose of this study. This investigation employs qualitative methodology and analytical descriptive techniques. The findings of the study indicate that in order to initiate the multicultural education process within the family setting, it is essential to incorporate content integration, knowledge transfer, and proportional equality education. Furthermore, it is possible to incorporate multicultural education into the curriculum for students ranging from kindergarten to college. Five attributes of multicultural education that incorporate a variety of practices require significant emphasis in contemporary research. More emphasis is placed on self- improvement programs, routine activities, and leading by example in the educational approach. Furthermore, the implementation of multicultural education within the
205
community can be accomplished through the development of strategies and the execution of tangible measures. The proposed strategies encompass the following: (a) organizing collaborative dialogues among diverse groups to assess the necessity of multicultural education, determine the most effective methods of its implementation, and identify suitable media platforms to promote it; (b) conducting practical exercises such as research, curriculum development, book production, training, simulations, media campaigns, and more.
Keywords
Multicultural education, family, educational institutions
Pendahuluan
Pendidikan multikultural merupakan sebuah ide atau gagasan yang memandang seluruh manusia termasuk peserta didik dengan tanpa diskriminasi atau membeda- bedakan dari berbagai sudut, sisi atau status seseorang, sehingga semua memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti proses pembelajaran. Pendidikan multikultural dari perspektif gerakan merupakan sebagai upaya untuk mereformasi lembaga-lembaga pendidikan sehingga siswa-siswa yang berasal dari kelas sosial, etnis, gender, dan kelompok budaya yang berbeda memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Pendidikan multikultural disebut sebagai metode untuk mencapai tujuan pemerataan pendidikan, kesetaraan di segala bidang yang berasaskan keadilan dan kebebasan. (Supriyadi et al., 2022)
Di Eropa dan Amerika Serikat, pendidikan multikultural telah berkembang cukup lama. Sebagaimana menurut Gollnick dan Chinn yang dikutip oleh Hanafiah, strategi pendidikan multikultural adalah pengembangan studi antar budaya dan multikulturalisme. Seiring berkembangnya pendidikan multikultural, kajian ini berkembang menjadi kajian khusus dengan tujuan politik sebagai alat kontrol sosial.
(Hanafiah et al., 2022)
Dari pemaparan di atas memberikan pemahaman yang senada dengan pandangan yang disampaikan James Banks, yang disebut-sebut sebagai pelopor pendidikan multikultural, bahwa “Pendidikan multikultural memiliki semangat kesetaraan, menghargai perbedaan, toleransi, dan keadilan.” Menurut Banks, pendidikan multikultural adalah gerakan, pembaharuan, dan konsep dalam pendidikan yang menerima, mengakui, dan menghargai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam cara hidup masyarakat pada tingkat sosial, pribadi, kolektif, dan nasional.. (Musyadad et al., 2022)
Alasan mengapa pendidikan multikultural Indonesia berbeda dengan yang dipraktikkan oleh negara-negara Barat adalah karena budaya negara yang beragam dan keadaan lain yang jelas berbeda. Berbeda dengan pendidikan multikultural di Barat yang berpijak pada prinsip persamaan dan kebebasan (liberalisme) yang merupakan warisan sejarah peradaban Barat yang sekuler, Adapun pendidikan multikultural di Indonesia itu, bersifat Humanis-Religius, khususnya pada prinsip-prinsip nilai-nilai Pancasila.
(Rukiyati, 2012) Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, adil, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, pendidikan multikultural telah
206
diakui dalam konteks Indonesia. Dari undang-undang ini dapat disimpulkan bahwa ada benang merah antara nilai agama, nilai budaya, dan pluralisme.
Menurut pandangan Arifudin, Setiap orang berhak memperoleh pendidikan, karena merupakan kebutuhan setiap orang dalam hidupnya. (Arifudin, 2021) senada dengan pandangan tersebut, Amin Abdullah sebagai pencetus gagasan integratif- interkonektif di UIN Sunan Kalijaga memandang bahwa betapa pentingnya menghilangkan dikotominya antara “ilmu pengetahuan” dengan “agama”, karena untuk memajukan kehidupan masyarakat, khususnya dalam proses pendidikan. Ini juga termasuk mengimbau masyarakat untuk bekerja sama tanpa mempertimbangkan perbedaan asal-usul budaya atau agama. (Supriyadi et al., 2022) Menurut Amin Abdullah yang dikutip Irwansyah, bahwa proses pelestarian tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya, dari satu zaman ke zaman berikutnya, yang lebih efektif dilakukan adalah melalui pendidikan karena hal tersebut merupakan langkah ke arah itu. Dari sudut pandang efektivitas, lebih lanjut Amin Abdullah memiliki anggapan bahwa untuk mencapai tujuan yang ideal tersebut, yaitu “mengalih generasikan kebudayaan”, pendidikan menjadi salah satu cara yang paling efektif.
Dalam hal ini, pendidikan merupakan wahana yang dapat melahirkan generasi- generasi yang siap menghadapi kenyataan hidup. Pendidikan merupakan kegiatan yang sistematis dan merata di seluruh wilayah khususnya wilayah negara Indonesia. Di sebagian besar wilayah Indonesia, lembaga pendidikan yang para peserta didiknya berasal dari berbagai jenis, jenjang, dan jalur sudah tersebar luas. Menurut pandangan Amin Abdullah, pendidik harus mengutamakan dan memusatkan perhatiannya pada dua hal. Pertama, seorang pendidik harus mampu menjelaskan, memberikan pemahaman, dan mentranspormasikan tradisi yang dianggap benar. Kedua, seorang pendidik harus mampu membantu anak didiknya mampu memahami, mengidentifikasi, menghargai, dan mengakui keberadaan berbagai kelompok yang berbeda-beda. (Supriyadi et al., 2022)
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik dokumentasi yaitu mengadakan survey bahan kepustakaan untuk mengumpulkan bahan-bahan, dan dan data dengan studi literatur yakni mempelajari bahan-bahan yang berkaitan dengan objek penelitian, teknik pengumpulan data menurut Bahri, merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Terdapat beberapa cara atau teknik dalam mengumpulkan data, diantaranya adalah observasi dan dokumentasi, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder.(A. S. Bahri, 2021) Menurut Hanafiah, data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari individu-individu yang diselidiki atau data tangan pertama, sedangkan data sekunder adalah data yang ada dalam pustaka-pustaka. (Hanafiah et al., 2021)
Adapun dalam analisis data dalam penelitian ini tidak saja dilakukan setelah data terkumpul, tetapi sejak tahap pengumpulan data proses analisis telah dilakukan. Menurut Tanjung, bahwa penelitian yang menggunakan strategi analisis “kualitatif”, dimaksudkan untuk menganalisis yang bertolak dari data-data dan bermuara pada kesimpulan- kesimpulan umum, berdasarkan pada strategi analisis data ini, dalam rangka membentuk kesimpulan-kesimpulan umum yang analisisnya dapat dilakukan menggunakan kerangka
207
pikir “induktif”. (Tanjung et al., 2022) Data pada penelitian ini dicatat, dipilih dan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kategori yang ada, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif analitis, menurut Sulaeman, bahwa deskriptif analitis (descriptive of analyze research), yaitu pencarian berupa fakta, hasil dari ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan. (Sulaeman et al., 2022) Adapun Arifudin, dkk., mengemukakan bahwa setelah melakukan analisis isi suatu teks, teknik penelitian kualitatif melibatkan pembuatan data deskriptif berupa data tertulis. Penulis mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, kemudian menganalisis dan menceritakan informasi tersebut untuk mencapai kesimpulan. (Arifudin et al., 2020)
Hasil dan Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai Peran Tri Pusat Pendidikan mulai dari lingkungan keluarga, ligkungan sekolah dan lingkungan masyarakat dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural.
1. Peran Lingkungan Keluarga dalam Mengimplementasikan Pendidikan Multikultural
Dalam Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan keluarga merupakan jalur Pendidikan informal, kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. (3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Jika melihat pada butir-butir pasal diatas bahwa keberadaan pendidikan keluarga telah diakui, hanya saja bentuk pendidikan yang dilakukan merupakan pendidikan mandiri, dengan demikian, maka tidak ada standar baku seperti pada pendidikan formal.
Namun demikian, jika ada pendidikan yang dilakukan di lingkungan kelurga, kemudian ingin disamakan hasilnya, maka ia harus mengikuti kelulusan ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dalam praktiknya, pendidikan multikultural telah ada dilakukan di dalam keluarga, sebagai contoh adalah penelitian Handika yang dikutip oleh Asep. Menurutnya, bahwa pendidikan multikultural di lingkungan kelurga dapat dilakukan dengan beberapa strategi yang sesuai dengan dimensi pendidikan multikultural yaitu integrasi konten, proses penyusunan pengetahuan, mengurangi prasangka dan pedagogi kesetaraan, ditemukan juga contoh nyata praktik pembelajaran pendidikan di keluarga pada masyarakat Dayak dengan penerapan filosofi Huma Betang. Filosofi Huma Betang dapat diartikan secara singkat sebagai kebersamaan di dalam perbedaan, seperti diketahui di dalam Huma Betang ditinggali oleh banyak keluarga inti yang menganut kepercayaan yang berbeda-beda diantaranya Islam, Kristen, Hindu Kaharingan dan animisme, menariknya walaupun berbeda keyakinan namun keluarga besar tersebut tetap dapat hidup rukun dan tentram (Supriyadi et al., 2022).
2. Peran Lingkungan Sekolah dalam Mengimplementasikan Pendidikan Multikultural
Adapun peran Sekolah dalam implementasi pendidikan multikultural, James Banks yang dikutip oleh Na’im, telah mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru untuk mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan peserta didik, diantaranya:
208
Pertama, dimensi integrasi isi/materi (content integration), dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan ‘poin kunci’ pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam, salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok, di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah, dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
Kedua, dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction), suatu dimensi di mana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki, dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri;
Ketiga, dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok, sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti, dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus.
Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya, penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
Keempat, dimensi pendidikan yang sama, atau adil (equitable pedagogy), dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok.
Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
Kelima, dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure), dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda, di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staff dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah. (Na’im, 2021)
209
Sebagai salah satu contoh implementasi pendidikan multikultural di Taman kanak-kanak adalah melalui a) Program Pengembangan diri Kegiatan rutin, Adapun contoh kegiatan rutin adalah Upacara pada hari senin, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, gigi, dan lain-lain) dan Shalat bersama (bagi yang beragama Islam), dan lain-lain.
b) Keteladana. Pendidik diharapkan dapat memberikan contoh dan bimbingan kepada orang yang berbeda umur. Sebagai contohnya adalah pendidik harus dapat memberikan perhatian yang sama terhadap peserta didiknya tanpa membedakan anak yang lebih tua dengan yang lebih muda. Selain itu, Pendidik juga memberikan perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada. (Hasanah, 2018)
Pada jenjang Sekolah Dasar, berdasarkan hasil penelitian di SD Negeri Sangiang Pulau Kabupaten Bima bahwa implementasi nilainilai pendidikan multikultural dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan intrakurikuler dan kegiatan eksatrakurikuler. Kegiatan yang sangat beragam, disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik, hal itu dilakukan agar peserta didik dapat mempraktikan secara langsung sesuai dengan dunia nyata, kegiatan intrakurikuler disekolah dapat dilakukan dengan penguatan materi tentang keberagaman yaitu tentang beragam suku, budaya, agama dan adat istiadat. Sementara dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dengan kegiatan kemah kebudyaan, karnaval pakaian adat istiadat tiap-tiap daerh yang ada di Indonesia dan pendalaman mengenai bhineka tunggal ika dan pancasila, dalam proses implementasi pendidikan multukultural tersebut juga tidak terlepas dari peran penting dari kepala sekolah, guru. (Hermanto et al., 2021) Dari sisi konten, pendidikan multikultural dapat diwujudkan dengan adanya integrasi materi nilai demokrasi, nilai keadilan dan toleransi, serta nilai kemanusiaan dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam seperti yang dilakukan di SMP Negeri 21 Bulukumba. (Rahman, 2019)
Adapun contoh implementasi pendidikan multikultural di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto (Pu Hua School). Menurut Tri, (Hani, 2020) bahwa Sekolah ini menerapakan konsep lima dimensi pendidikan multikultural yakni sebagai berikut: a) Integrasi Konten, yaitu mengintegrasikan materi yang ada kaitannya dengan isu atau permasalahan multikultural dalam setiap bidang mata pelajaran seperti dalam kegiatan diskusi di kelas dengan suasana belajar siswa yang berbeda latar belakang agar mampu memfasilitasi semua pendapat dan pemikiran yang berbeda. b) Proses Penyusunan Pengetahuan yaitu sekolah merancang program di luar kelas agar siswa menemukan makna dan nilai dari pendidikan multikultural itu sendiri, seperti pada bakti sosial yang berlangsung secara rutin diikuti semua siswa secara bergantian mengunjungi panti asuhan anak-anak muslim dan panti asuhan anakanak non muslim, Kegiatan lainnya seperti Winter/Summer Camp yaitu kunjungan ke Negeri China untuk mengenal lebih dalam budaya dan tradisi Tiong Hoa dan di sana mereka dapat langsung mempraktekan Bahasa Mandarin secara langsung c) Mengurangi Prasangka yaitu menanamkan pengertian bahwa setiap siswa tidak seharusnya menjadikan perbedaan yang ada sebagai suatu hal yang negatif tetapi justru menjadi hal yang positif seperti dengan kegiatan yang menuntut kekompakkan dan persatuan tim dalam perayaan HUT RI dan Pu Hua Olimpic Games yang mereka itu berlomba berprestasi dan bekerjasma dalam tim yang sudah dibagi secara acak. d) Pedagogi Kesetaraan yaitu sikap guru dalam menjadi fasilitator dan pendidik mampu seimbang dan tidak ada perilaku membedakan siswa satu dengan lainnya mereka semua mendapat perlakuan sama dalam hak menerima ilmu pengetahuan, pendampingan belajar, serta dukungan meraih prestasi baik akademik maupun nonakademik e) Budaya Sekolah dan Struktur Sekolah yang Memberdayakan yaitu
210
penerapan nilainilai pendidikan multikultural pada setiap kegiatan yang disusun dan dilaksanakan seperti nilai demokrasi, Humanisme, dan Pluralisme.
Begitupun pada tingkatan Universitas, pernah dilakukan penelitian tentang Implementasi nilai-nilai pendidikan multikultural di Universitas PGRI prodi PGSD yang didasari tiga prinsip, antara lain prinsip demokrasi, prinsip kesetaraan dan prinsip keadilan. Implementasi nilai-nilai pendidikan multikultural dilasanakan melalui pendidikan formal yakni proses belajar di kampus dan juga pendidikan non formal yakni diluar proses belajar di kelas, antara lain lewat organisasi intra dan ekstra kampus, selain itu juga dilakukan dilingkungan asrama mahasiswa, pelayanan akdemik yang prima menjadi wilayah penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural (Husni, 2019).
3. Peran Lingkungan Masyarakat dalam Mengimplementasikan Pendidikan Multikultural Kajian pendidikan multikultural di masyarakat telah ada dengan polanya tersendiri. Hal itu terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Fajrussalam, menurutnya bahwa terdapat strategi dan langkah konkret yang dapat dilakukan agar pendidikan multikutural ini dapat terlaksana, diantaranya;
pertama, brainstorming (tukar gagasan) terbuka yang melibatkan berbagai kalangan untuk membedah mengapa pendidikan multikultural ini penting, cara menerapkannya hingga media apa saja yang perlu digunakan.
Kedua, kegiatan yang bersifat praktis (seperti riset, penyusunan modul, penyusunan kurikulum baru, pembuatan buku, pelatihan-pelatihan, simulasi, kampanye media dan lainnya. Menurut MF AK, bahwa peran media sangat besar dalam mengoptimalkan pendidikan multikultural. (MF AK., 2021) Penelitian yang dilakukan oleh Pradana, sudah menunjukan bahwa diperlukan strategi yang tepat untuk menjaga integrasi nasional. Simbol dan semangat persatuan dan keragaman harus ditegakkan dan diimplementasikan, salah satu contohnya adalah apa yang terjadi di kabupaten Banyuwangi. Kabupaten ini memiliki berbagai keragaman budaya dan kelompok suku diantaranya di Desa Patoman dan Aliyan di mana masyarakatnya terdiri dari berbagai suku dan agama tetapi hidup berdampingan, maka pendidikan multikultural yang berbasis kearifan lokal harus diajarkan kepada siswa dengan pembelajaran terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. (Pradana & Susanti, 2020)
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pertama, proses pendidikan multikultural di lingkungan keluarga seyogyanya diimplementasikan melalui integrasi konten, proses pemberian pengetahuan, dan pendidikan kesetaraan yang proporsional. Kedua, Dari tingkat taman kanak-kanak hingga universitas, pendidikan multikultural lebih lazim di lingkungan pendidikan. Lima karakteristik pendidikan multikultural dengan praktik yang beragam mendapat perhatian yang tinggi dalam studi saat ini. Metode pelaksanaannya lebih terfokus pada program pengembangan diri, kegiatan rutin, dan keteladanan di tingkat taman kanak-kanak.
Ketiga, pendidikan multikultural di lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan strategi dan langkah konkret yang dapat dilakukan agar pendidikan multikutural ini dapat terlaksana, diantaranya; a), mengimplementasikan diskusi terbuka di antara berbagai kelompok untuk mengkaji perlunya pendidikan multikultural, cara menerapkannya, dan media yang tepat untuk diaplikasikan. b), mengimplementasikan kegiatan-kegiatan praktis diantaranya melaksanakan riset, penyusunan modul, kurikulum, buku, pelatihan- pelatihan, simulasi, kampanye media dan lainnya.
211
DAFTAR PUSTAKA
A. S. Bahri. (2021). Pengantar Penelitian Pendidikan (Sebuah Tinjauan Teori dan Praktis). Widina Bhakti Persada.
Arifudin, O. (2021). Implementasi Balanced Scorecard dalam Mewujudkan Pendidikan Tinggi World Class. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(2).
Arifudin, O., Sofyan, Y., Sadarman, B., & Tanjung, R. (2020). Peranan Konseling Dosen Wali dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta.
Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam, 10(2).
https://doi.org/10.29080/jbki.2020.10.2.237-242
Hanafiah, H., Sauri, R. S., Mulyadi, D., & Arifudin, O. (2022). Penanggulangan Dampak Learning Loss dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran pada Sekolah Menengah Atas. JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 5(6).
https://doi.org/10.54371/jiip.v5i6.642
Hanafiah, Sauri, R. S., Mulyadi, D., & Arifudin, O. (2021). Pelatihan Software Mendeley Dalam Peningkatan Kualitas Artikel Ilmiah Bagi Mahasiswa. Jurnal Karya Abdi, 5(2).
Hani, T. N. (2020). Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Multikultural di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto (Pu Hua School). Matan : Journal of Islam and Muslim Society, 2(1). https://doi.org/10.20884/1.matan.2020.2.1.2213
Hasanah, U. (2018). Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini. Golden Age: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1).
https://doi.org/10.29313/ga.v2i1.3990
Hermanto, Marini, A., & Maksum, A. (2021). Implementasi Nilai Pendidikan Multikultural di SD Negeri Sangiang Pulau Kabupaten Bima. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 6(2). https://doi.org/10.29407/jpdn.v6i2.15205
Husni, M. (2019). Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di Perguruan Tinggi (Studi Kasus di Prodi PGSD Universitas PGRI Palembang Sumatera Selatan). Ar-Riayah : Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2).
https://doi.org/10.29240/jpd.v3i2.1185
MF AK. (2021). Pembelajaran Digital. Widina Bhakti Persada.
Musyadad, V. F., Hanafiah, H., Tanjung, R., & Arifudin, O. (2022). Supervisi Akademik untuk Meningkatkan Motivasi Kerja Guru dalam Membuat Perangkat Pembelajaran.
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 5(6). https://doi.org/10.54371/jiip.v5i6.653 Na’im, Z. (2021). Manajemen Pendidikan Islam. Widina Bhakti Persada.
Pradana, D. A., & Susanti, H. D. (2020). Penerapan Model Pendidikan Multikultural Melalui Pemberdayaan School Culture Dan Struktur Sosial. … Konsorsium Untag Se ….
Rahman, N. W. (2019). Implementasi Pendidikan Multikultural Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 21 Bulukumba Kec. Kajang Kab. Bulukumba. In Universitas Muhammadiyah Makassar (Vol. 126, Issue 1).
Rukiyati, R. (2012). Landasan dan Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia.
Humanika, 12(1). https://doi.org/10.21831/hum.v12i1.3651
Sulaeman, D., Yusuf, R. N., Damayanti, W. K., & Arifudin, O. (2022). Implementasi Media Peraga dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1). https://doi.org/10.33487/edumaspul.v6i1.3035
Supriyadi, A., Alawi, D., Ruswandi, U., Erihadiana, M., Al-Azhary Cianjur, S., &
Cianjur, S. (2022). Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Praktik
212
Pendidikan pada Tri Pusat Pendidikan. In JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan (Vol.
5, Issue 6). http://jiip.stkipyapisdompu.ac.id
Tanjung, R., Supriani, Y., Mayasari, A., & Arifudin, O. (2022). Manajemen Mutu dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jurnal Pendidikan Glasser, 6(1).
https://doi.org/10.32529/glasser.v6i1.1481