• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of POLA PERTUMBUHAN DAN BAGIAN YANG DAPAT DIMAKAN DARI TEREBRALIA PALUSTRIS (GASTROPODA:POTAMIDIDAE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of POLA PERTUMBUHAN DAN BAGIAN YANG DAPAT DIMAKAN DARI TEREBRALIA PALUSTRIS (GASTROPODA:POTAMIDIDAE)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PERTUMBUHAN DAN BAGIAN YANG DAPAT DIMAKAN DARI T

EREBRALIA PALUSTRIS

(GASTROPODA:POTAMIDIDAE)

GROWTH PATTERN AND EDIBLE PARTS OF TEREBRALIA P

ALUSTRIS

(GASTROPODA:POTAMIDIDAE)

Sendy Lely Merlya,*, Rosa D. Pengaribuanb, Lindon R. Panec, Obet Burbed

aJurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Musamus Jl. Kamizaun Mopah Lama, Merauke, Indonesia

*Koresponden penulis: [email protected] Abstrak

Gastropoda memegang peranan yang penting bagi ekosistem hutan mangrove, karena berasal dari famili Potamididae yang merupakan organisme asli dari hutan mangrove. Perubahan pada ekosistem ini telah meningkatkan aktivitas manusia mengancam keberadaan ekosistem mangrove termasuk gastropoda. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 Bulan yakni Juni sampai Juli tahun 2021 di Ekosistem Hutan Mangrove di Muara Sungai Maro Pesisir Pantai Lampu Satu Kabupaten Merauke, Papua yang bertujuan untuk menganalisis pola pertumbuhan serta Bagian Yang Dapat Dimakan dari gastropoda spesies Terebralia palustris. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel yakni Purposive sampling method dengan jumlah sampel yang dikumpulkan sebanyak 75 individu/stasiun penelitian dan terdapat 3 stasiun penelitian. Hasil penelitian menunjukkan spesies Terebralia palustris memiliki pola pertumbuhan pada ketiga stasiun penelitian yakni Allometrik Negatif dengan pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan berat. Sementara itu, analisis terhadap Bagian Yang Dapat Dimakan (BYDD) spesies Terebralia palustris di muara Sungai Maro Pantai Lampu Satu dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori yakni Kategori I (16,34 -19,99 g) presentase BYDD berkisar antara 5-29%, Kategori II (12,70-16,33 g) presentase BYDD berkisar antara 3-46%, Kategori III (9,05-12,69 g) presentase BYDD berkisar antara 4-42%, dan Kategori IV (5,40-9,04 g) presentase BYDD berkisar antara 15-58%. Berdasarkan hal tersebut, kategori ke-IV merupakan kategori dengan nilai persentase tersebar dibandingkan dengan ketiga kategori lainnya.

Kata kunci: Bagian yang dapat dimakan, Gastropoda, Mangrove, Merauke, Pola pertumbuhan Abstract

Gastropods have playing an important role at mangrove forest ecosystem, belong to family of Potamididae which is known as original species in mangrove forest. Changing in this ecosystem couldn’t be denied through the increasing of anthropogenic activity threatened the existences of mangrove ecosystem including gastropods.

This research was carried out for 2 months from June to July 2021 at the Mangrove Forest Ecosystem at the Estury of Maro River Pantai Lampu Satu at Merauke Regency, Papua. The aims of this study were to analyze the growth pattern and edible parts of Terebralia palustris. Purposive Sampling method used obtain and collect the sample. Moreover, the number of samples collected was 75-76 individuals at each sampling site and there are 3 stations in totals. The result elucidates that the growth pattern of Terebralia palustris in every research station showed a negative allometric growth pattern, where gain the length was more fast compare with the gain of weight. Furthermore, for the Edible Parts analysis of Terebralia palustris was devided info 4 (four) categories there are (16,34-19,99 g) with edible parts percentage ranged from 5-29%, Second category (12,70-16,33 g) with edible parts percentage ranged from 3-46%, Third category (9,05-12,69 g) and the ranged of edible parts percentage starts from 4 until 42%, and lastly the forth category (5,40-9,04 g) ranged percentage 15-58% of edible parts. Based on that, the forth category was the highest category of edible parts compared to the other three categories.

Keywords: Edible parts, Gastropods, Growth pattern, Mangroves, Merauke

(2)

PENDAHULUAN

Potensi Sumberdaya Alam di Kabupaten Merauke Provinsi Papua sudah tidak diragukan lagi, dengan luas area 46.791,63 km2 dan luas perairan mencapai 5.089,71 km2 serta terletak antara 1370-1410 BT dan 50-90 LS [1]

menjadikan Kabupaten memilki prospek pengembangan ekonomi. Pemerintah Provinsi Papua [2] menambahkan keunggulan Kabupaten Merauke lainnya berupa letak geogafis yaitu berbatas dengan tetangga seperti PNG, Autralia dan Negara-negara di kawasan Pasifik Selatan seperti Nauru, Tuvalu, Tonga, Vanuatu dan lainnya.

Potensi perikanan laut di Kabupaten Merauke sangat menjanjikan baik itu perikanan onshore dan juga offshore [3].

Muara Sungai Maro di Kabupaten Merauke merupakan kawasan perairan yang memiliki berbagai manfaat potensial yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi. Selain untuk dikonsumsi, masyarakat sekitar muara Sungai Maro di Pantai Lampu Satu juga melakukan pecarian beberapa spesies dari filum moluska untuk dijual baik pasar maupun dipinggir jalan.

Masyarakat yang mencari moluska di sekitar muara Sungai Maro Pantai Lampu Satu mencari berbagai macam hasil perikanan laut seperti Ikan, Udang, Kerang dan Siput.

Siput atau dikenal dengan Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Filum Moluska yakni sekitar 70.000 spesies [4] dan diketahui memiiki peran penting bagi kelangsungan kehidupan [5]. Potamididae sebagai salah satu famili dari Kelas Gastropoda diketahui sebagai organisme atau hewan yang mudah ditemukan, mempunyai cangkang (rumah) dan membentuk kerucut terpilin (spiral).

Ukurannya yang relatif lebih besar dibanding dengan famili dari Kelas Gastropoda lainnya menjadikan jenis ini mudah dikenali oleh masyarakat sekitar dimana dikenal dengan nama Lokal Batata [6]. Potamididae memiliki peran strategis dari sisi ekologi maupun ekonomi. Dari sisi ekologi Potamididae ini diketahui memiliki peran dalam mengurai daun mangove dikenal sebagai famili khas yang ditemukan pada ekosistem mangove [7,8], serta umumnya berperan dalam melakukan mekanisme daur ulang serta perputaran hara dari kandungan hayati perairan [5], sedangkan

dari sisi ekonomi siput ini dapat dikonsumsi, diperdagangkan oleh masyarakat di wilayah pesisir, bahkan cangkangnya dapat dijadikan sebagai hiasan.

Berbagai penelitian tentang gastropoda di sekitar lokasi muara sungai pernah dilakukan diantara tentang korelasi bahan organik dan gastropoda, dimana terdapat 13 spesies gastropoda yang berhasil diidentifikasi [9], analisis ekologi mangove sebagai dasar rehabilitasi berhasil mengidentifikasi 14 spesies gastropoda di Pesisir Pantai Payum dan Lampu Satu [10], analisis pengaruh lingkungan terhadap keberadaan Gastropoda pada Ekosistem Mangove di Dermaga Lantamal berhasil mengidentifikasi sebanyak 8 spesies gastropoda [11], dan sebaran 8 spesies gastropoda ditemukan pada ekosistem Mangove Pantai Payum dan Lampu Satu [12].

Penelitian yang telah banyak dilakukan masih terpusat pada inventarisasi dan mencari informasi dasar tentang keanekaragaman jenis dari Gastropoda itu sendiri. Kesamaan yang dimiliki dari hampir semua penelitian terdahulu ialah pada spesies Gastropoda yang diperoleh yakni dengan ditemukan beberapa spesies dari Famili Potamididae seperti Terebralia sp.. Belum banyaknya informasi dasar dari setiap spesies Gastropoda yang ditemukan di muara Sungai Maro pada khususnya dan Kabupaten Merauke pada umumnya, sehingga penelitian ini oleh peneliti dirasakan sangat penting untuk dilakukan.

Dengan meneliti tentang peran Famili Potamididae di muara Sungai Maro Pantai Lampu Satu besar harapan akan mampu untuk memberikan informasi potensi perikanan diluar ikan yang dimiliki di Kabupaten Merauke melalui penelitian dengan Judul Studi Pola Pertumbuhan dan Bagian Yang Dapat Dimakan dari Spesies Terebralia palustris (Gastropoda: Potamididae) di Muara Sungai Maro Pantai Lampu Satu.

METODOLOGI

Pengambilan sampel berlangsung di Muara Sungai Maro Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Juli 2021. Pengambilan sampel berlangsung pada 3 stasiun penelitian menggunakan Metode Purposive Sampling dan jumlah sampel yang dikumpulkan

(3)

sebanyak 75 sampel di setiap stasiun. Sehingga pada setiap stasiun dengan 3 kali pengambilan sampel jumlah sampel 225 sampel, sehingga untuk total 3 stasiun mencapai 675 sampel.

Menurut Zabarun dkk.. [13] dan Manalu dkk., [14] mengungkapkan minimal sampel untuk penelitian sebanyak 225 sampel dan maksimal mencapai 1200 sampel.

Analisis data menggunakan Metode Walpole dengan pengukuran baik panjang maupun lebar dari cangkang T. palustris, untuk selanjutnya ditimbang berat total cangkang dan berat daging siput untuk memperoleh presentase bagian yang dapat dimakan dari T.

palustris. Selengkapnya dapat dilihat melalui rumus berikut ini:

a. Hubungan Panjang dan Berat [15]

W= aL

b

(1) Dimana:

W = berat total (g)

L = panjang cangkang (cm) a = intercept

b = slope

Persamaan linier yang digunakan adalah Log W = Log a + b Log L, dimana parameter a dan b, digunakan analisis regesi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x, maka akan didapatkan persamaan regesi : y = a + bx.

Data-data panjang dan berat siput yang dianalis selanjutnya dijelaskan melalui hipotesis berikut ini (Sukimin dkk., 2006 dalam Noersativa, dkk., 2015) :

Apabila b = 3, maka pertumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat) Apabila b ≠ 3, maka hubungan yang

terbentuk adalah allometrik (pertambahan panjang tidaks sebanding dengan pertambahan berat)

Selanjutnya Jika b > 3, artinya hubungan yang terbentuk bersifat allometrik positif dalam artian pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan bentuk panjangnya, sebaliknya Jika b < 3, maka hubungan bersifat allometrik negatif, yang mana pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya.

[16]

b. Bagian Yang Dapat Dimakan (BYDD)

[12]

BYDD = A x 100 (%)

(2)

B

Dimana :

BYDD = Berat Yang Dapat Dimakan (%) A = Berat Daging Siput (g)

B = Berat Total Siput (cangkang) (g) HASILDANPEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh diketahui bahwa keragaman vegetasi mangrove yang ditunjukkan pada ketiga stasiun relatif sama dengan tipe substrat pasir berlumpur. Stasiun I memiliki pengaruh yang paling besar terhadap fluktuasi pasang surut air laut, serta adanya aliran ait tawar yang sangat berperan terhadap ekosistem mangove itu sendiri bahkan pada organisme yang berasosiasi didalamnya. Mangove yang tumbuh relatif tinggi, jika dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya. Beberapa jenis mangove yang ditemukan , dan diantaranya Rhizophora sp., Bruguiera sp. Avicennia sp., dan Sonneratia sp. Hal ini juga ditunjang dengan pernyataan Sianturi dan Choesin [17]

yang berhasil mengidentifikasi sebanyak 3 spesies mangove di pesisir Pantai Payum yakni Avicennia alba, Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba serta Masiyah dan Sunarni [18] yang mengidentifikasi sebanyak 14 jenis mangove di pesisir laut Arafura Distrik Merauke yakni Rhizhopora mucronata, R.

stylosa, Sonneratia alba, Bruguiera hainessii, B. gymnorhiza, B. cylindrical,Ceriops candra, Avicennia officinalis, A. marina, A. alba, Aegialitis annulata dan Osbornia oktodonta.

Karakteristik yang dimiliki setiap stasiun pada lokasi penelitian substratnya cenderung pasir berlumpur, dimana jenis mangrove yang dominan yaitu Rhizophopora. Meskipun demikian, keberadaan mangrove pada stasiun I cenderung kurang dari sisi kepadatan jika dibandingkan dengan Stasiun II dan III, dimana lokasinya yang sangat rentan terhadap makin meningkatnya aktivitas masyarakat pada lokasi tersebut.

(4)

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

1. Analisis Panjang dan Berat

Hasil analisis pengukuran panjang T.

palustris secara umum dikelompokkan ke dalam 4 kategori berdasarkan ukurannya mulai dari yang paling besar sampai yang terkecil yakni kategori I dengan kisaran panjang 6,3- 7,6cm, kategori II 5,0-6,2 cm, kategori III 3,7- 4,9 cm, dan kategori IV 2,3-3,6 cm.

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pada bulan Mei hanya terdapat 2 kategori pada ketiga stasiun pengamatan yang ditemukan yaitu kategori II (5,0-6,2 cm) dan kategori III (3,7-4,9 cm). Hal ini kemungkinan Terebralia palustris berada pada masa juvenile, dimana kisaran panjang cangkang kategori II berjumlah antara 38-68 individu sementara kategori III sebanyak 7-37 individu.

Sedangkan pada bulan Juni dan Juli penyebaran panjang cangkang sudah mulai nampak pada keempat kategori. Pada bulan Juni pada ketiga stasiun penelitian Kategori I (6,3-7,6 cm) sejumlah 4-40 individu, kategori II sebanyak 20-31 individu, kategori III 2-21 individu dan kategori IV antara 5-30 individu.

Kemudian pola sebaran panjang cangkang pada bulan Juli untuk masing-masing stasiun sama halnya dengan yang ditunjukkan pada bulan Juni dimana ditemukan pada semua kategori, dengan kategori I antara 8-12 individu, kategori II 23-24 individu, kategori III 21-26 individu dan kategori IV 16-24 individu.

Dari sini dapat kita lihat pada dari bulan Mei sampai bulan Juli dapat terpantau adanya pertumbuhan dari Terebralia palustris, individu yang masih juvenile menjadi dewasa (kategori III), sementara yang dewasa (kategori II) kemudian melakukan perkembangbiakan sehingga akan ditemukan individu baru dengan ukuran panjang cangkang pada kategori IV. Sehingga baik pada bulan Juni maupun Juli, penyebaran

panjang cangkang individu pada keempat kategori dapat ditemukan.

Gambar 2. Sebaran Panjang Cangkang T. palustris

Sejalan dengan hal tersebut mengungkapkan bahwa kelas ukuran panjang Terebralia sp. berkisar antara 13-50 mm, ukuran ini lebih kecil jika dibandingkan dengan sampel yang diperoleh yakni antara 2,3 cm – 7,6 cm. Lebih lanjut melalui penelitiannya diperoleh ukuran panjang dominan berada pada kelas antara 25-31 mm.

Dimana hal tersebut sama dengan sebaran panjang cangkang yang mendominasi pada ketiga stasiun penelitian. [15]

Penelitian Wells & Keesing [19]

mengungkapkan bahwa spesies T.palustris dewasa yang berumur 10-12 tahun memiliki panjang tubuh diatas 19 cm. Berdasarkan perolehan sampel pada ketiga stasiun nampak bahwa individu yang ditemukan kemungkinan besar masih berusia dibawah 10 tahun. Hal berbeda diungkapkan Fratini et al. [20] dimana mereka mengungkapkan bahwa T. palustris dengan ukuran yang berukuran lebih dari 6 cm sudah merupakan ukuran dewasa dan diketahui secara aktif menjadikan serasah daun mangrove [21] sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Sehingga dilihat dari penelitian ini Kategori I merupakan individu yang sudah mencapai stadia dewasa akan tetapi jumlahnya ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Hal ini diindikasikan bahwa ukuran dewasa dari spesies T. palustris telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Hal positif yang dimiliki masyarakat pantai Lampu Satu yaitu mereka sudah memiliki kesadaran yang baik untuk tidak mengambil dan memanfaatkan spesies T.palustris yang ukurannya masih kecil. Hal ini dibuktikan dengan temuan sampel yang baik panjang cangkangnya berukuran sedang sampai kecil dalam jumlah yang melimpah.

St.1 St.2 St.3

(5)

Selanjutnya untuk pengukuran berat cangkang pun di kategorikan menjadi 4 kategori yakni kategori I 16,34-19,99 g, kategori II 12,70-16,33 g, kategori III 9,05- 12,69 g, dan kategori IV 5,40-9,04. Pada gambar 3 terlihat bahwa di bulan Mei kategori III (9,05-12,69 g) menempati rata-rata jumlah individu terbanyak baik pada Stasiun I, II maupun III yang ditemukan dengan kisaran antara 35-51 individu, kemudian diikuti kategori II (12,70-16,33 g) yakni 9-29 individu, kategori I (16,34-19,99 g) antara 4-9 individu dan terakhir kategori IV (5,40-9,04 g) yang hanya ditemukan pada Stasiun I dan II masing-masing sebanyak 6 individu.

Berbeda halnya dengan pola sebaran berat cangkang yang ditunjukkan pada bulan Juni dan Juli dimana pada seluruh stasiun sama sekali tidak ditemukan individu T. palustris kategori IV. Periode bulan Juni, kategori I berkisar antara 15-24 individu, kategori II antara 38-47 individu dan kategori III sedikit jika dibandingkan dengan I dan II yakni antara 5-8 individu. Tren yang sama ditunjukkan pula pada sebaran berat cangkang di bulan Juli dimana kategori II paling tinggi yakni 32-46 individu, diikuti kategori I 23-32 individu dan kembali lagi kategori III hanya berkisar antara 6-11 individu. Menurut Noersativa, dkk.,[15], panjang bobot rata-rata dari Terebralia sp. di Kabupaten Demak berkisar antara 2,76-2,91 gram.

Adapun pengukuran hubungan panjang dan berat pada spesies T. palustris tidak lepas dari keingintahuan untuk mengetahui pertumbuhan dari spesies ini. Pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah dan ukuran) yang dihitung persatuan waktu baik yang dihitung pada individu maupun komunitas.

Sehingga jelaslah bahwa spesies yang ditemukan pada ekosistem mangrove pantai akan sangat dipengaruhi oleh semua parameter lingkungan yang ada [22].

Gambar 3. Sebaran Berat Cangkang

Selanjutnya Moyle & Cech [23]

menambahkan pertumbuhan juga menjadi indikator yang baik dalam upaya melihat kondisi kesehatan dari individu, populasi dan lingkungan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan itu sendiri yakni pertama internal berupa faktor keturunan, jenis kelamin, parasite dan penyakit, serta umur dan maturitas, dan yang kedua yakni faktor eksternal berupa jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah biota yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kadar ammonia di perairan dan salinitas.

2. Analisis Pola Pertumbuhan

Berdasarkan data panjang dan berat cangkang selanjutnya akan dianalisis hubungan antara keduanya untuk mengetahui pola pertumbuhan dari siput Terebralia palustris pada masing-masing stasiun penelitian.

Gambar 4. Hubungan Pola Pertumbuhan Panjang Berat T. palustris di Stasiun I

Pada gambar 4 menunjukkan hubungan panjang berat dari T. palustris pada Seluruh stasiun Stasiun I. Dimana pola pertumbuhan

(6)

yang didapat sebesar 1,799192 dengan persamaan W = 16,027L-0,4206 sehingga dikategorikan memiliki sifat allometrik negatif, dalam artian pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan berat.

Dengan nilai persamaan y = 0,4206x + 16,027 dan nilai R2 sebesar 0,024. Berdasarkan kontribusi panjang cangkang terhadap berat cangkang berdasarkan nilai r2 mencapai 2,4 %.

Persentase ini sangat kecil jika dibandingkan dengan spesies gastropoda lainnya seperti untuk spesies T. sparverius di Manokwari sebesar 84,7%, di Teluk Wondama 55,3% dan di Sorong sebesar 99,6%. [24]

Gambar 5. Hubungan Pola Pertumbuhan Panjang Berat T. palustris di Stasiun II

Pada gambar 5 terlihat nilai hubungan panjang berat dari T. palustris pada Stasiun II, dengan pola pertumbuhan yang didapat sebesar 2,168261 dengan nilai persamaan W

= 17,224L-0,6295sehingga dikategorikan memiliki sifat allometrik negatif, dalam artian pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan berat. Dengan nilai persamaan y = -0,6295x + 17,224 dan nilai R2 sebesar 0,0687. Berdasarkan kontribusi panjang cangkang terhadap berat cangkang berdasarkan nilai r2 mencapai 6,87%. Pola pertumbuhan yang ditunjukkan spesies L.

scabra, L. intermedia dan L. pallences pada ekosistem mangrove di pantai payum juga menunjukkan pola pertumbuhan yang sama yakni Allometrik Negatif. [25, 26]

Gambar 6. Hubungan Pola Pertumbuhan Panjang Berat T. palustris di Stasiun III

Pada gambar 6 diatas menunjukkan nilai hubungan panjang berat dari T. palustris di Stasiun III menunjukkan pola pertumbuhan yang didapat sebesar 2,324256 dengan persamaan W = 14,81L-0,0353 dan dikategorikan memiliki sifat Allometrik Negatif, dalam artian pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan berat. Dengan nilai persamaan y = -0,0353x + 14,81 dan nilai R2 sebesar 0,0002. Berdasarkan kontribusi panjang cangkang terhadap berat cangkang berdasarkan nilai r2 mencapai 0,02%. Pola pertumbuhan ini sama dengan yang ditunjukkan oleh spesies T. setosus yang juga menunjukkan pola pertumbuhan yang allometrik negatif dimana pola pertambahan berat lebih lambat dari pertambahan panjang.

[27, 28]. Pola pertumbuhan dengan pertambahan panjang cangkang diduga berhubungan dengan tahapan dalam perkembangan hidup gastropoda T. palustris.

Cangkang dibutuhkan untuk sistem perlindungan diri sehingga penebalan cangkang pada akhirnya akan mempengaruhi berat dari gastropoda.

3. Analisis Presentasi Bagian Yang Dapat Dimakan (BYDD)

T. palustris memiliki banyak kegunaan dan dapat dimanfaatkan, dimana satu diantaranya yakni sebagai bahan makanan non- ikan, yang berpotensi menjadi sumber protein lain yang berasal dari laut selain ikan, udang, kepiting dan hasil perikanan ekonomis penting lainnya. Melihat hal tersebut, perhitungan Bagian Yang Dapat Dimakan (BYDD) untuk menghitung sebesar apa potensi kandungan daging yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Hasil penelitian terhadap pada BYDD pada stasiun I, II dan III lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(7)

Table 1. BYDD berdasarkan Berat Total Cangkang di Stasiun I [1]

Kategori (gr) Rerata Berat Daging Konsumsi (g)

Presentase BYDD (%) I

(16,34-19,99)

2,977 5-29

II

(12,70-16,33)

2,954 3-46

III

(9,05-12,69)

2,477 4-34

IV (5,40-9,04)

1,838 17-32

Pada tabel diatas, dapat dilihat pengelompokkan individu didasarkan pada berat total cangkang, dimana Kategori I dengan berat cangkang 16,34-19,99 g, diikuti oleh Kategori II 12,70-16,33 g, kategori III antara 9,05-12,69 g, dan kategori IV yang paling kecil bobot berat T. palustris yakni 5,40-9,04 g.

Berdasarkan jumlah individu terbanyak yang diperoleh yaitu pada kategori II dengan jumlah individu sebanyak 93 dengan berat rata-rata daging yang dapat dikonsumsi sebesar 2,954 g dan presentase BYDD berkisar antara 3-46%.

Jumlah presentase ini paling tinggi jika dibandingkan dengan berat bobot cangkang pada kategori lainnya. Pada posisi kedua diikuti oleh kategori III sebanyak 74 individu dengan berat rata-rata daging sebesar 2,526 g dan presentase BYDD berkisar antara 7-34%.

Kategori selanjutnya yaitu kategori I dengan jumalh individu sebsar 46 individu, dimana berat rerata daging T.palustris ini mencapai 2,977 dengan presentase BYDD antara 5-29%. Sedangkan kategori terakhir yaitu kategori keempat meskipun memiliki jumlah individu paling sedikit yaitu hanya 4 individu dengan rerata 1,838 akan tetapi presentase BYDD-nya lebih besar dibandingkan dengan kategori I, II maupun III yaitu 17-32%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada gastropoda presentase berat cangkangnya lebih kecil jika dibandingkan dengan berat daging, pertumbuhan cangkangnya belum maksimal atau setebal cangkang dewasa dengan ukuran cangkang yang lebih besar dan berat, sehingga memiliki organ lunak di dalam tubuh yang jauh lebih besar presentasenya dibandingkan dengan cangkang dari T, palustris yang dewasa. Adapun menurut Wulandari [29]

karakteristik morfometri yang paling berpengaruh terhadap berat daging siput unam (Pugilina conchlidium) yang meliputi berat total, berat tutup aperture, panjang aperture, lebar aperture dan panjang cangkang.

Table 2. BYDD berdasarkan Berat Total Cangkang di Stasiun II [2]

Kategori (gr) Rerata Berat Daging Konsumsi (g)

Presentase BYDD (%) I

(16,34-19,99)

3,178 9-29

II

(12,70-16,33)

2,969 10-35

III

(9,05-12,69)

2,782 4-42

IV (5,40-9,04)

2,188 15-58

Pada stasiun II ini, kategori II mendominasi dari segi jumlah individu yang masuk dalam kategori ini yaitu sebanyak 122 individu dengan rata-rata berat daging yang dikonsumsi sebesar 2,969 g, dimana presentase BYDD mencapai 10-35%. Kategori berikutnya yaitu kategori I dan III dengan jumlah individu 48- 49 individu, dimana rata-rata berat daging 3,178 g untuk kategori I dan 2,782 g untuk kategori III. Sedangkan kategori IV diketahui merupakan kelompok sebaran berat cangkang T. palustris yang jumlah individunya paling sedikit yakni 6 individu dengan rerata berat daging 2,188 akan tetapi presentase BYDD berkisar antara 15-58%.

Table 3. BYDD berdasarkan Berat Total Cangkang di Stasiun III [3]

Kategori (gr) Rerata Berat Daging Konsumsi (g)

Presentase BYDD (%) I

(16,34-19,99)

3,012 6-2

II

(12,70-16,33)

3,026 9-23

III

(9,05-12,69)

2,747 9-39

IV (5,40-9,04)

0 0

Selanjutnya presentase BYDD untuk stasiun III yang ditunjukkan pada tabel 3 diatas ini relatif sama untuk ketiga kategori dimana

(8)

individu diperoleh. Sama halnya dengan stasiun I dan II, pada stasiun III ini kategori II mendominasi dengan jumlah individu mencapai 104 individu dengan rerata berat daging 3,026 g dan presentase BYDD berkisar antara 9-38%. Sementara untuk kategori I dan III memiliki jumlah individu yang relatif seimbang yaitu jumlah individu sebanyak 61 individu dengan rata-rata berat daging 2,747 g dan presentasi BYDD 9-39% untuk kategori III, sedangkan untuk kategori I berjumlah 60 individu rerata berat daging 3,012 g, dan BYDD presentasinya antara 6-23%.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Merly [12] mengungkapkan bahwa presentase bagian yang dapat dimakan untuk Terebralia sp. antara 18-19% dari berat total tubuhnya.

Selanjutnya spesies yang diketahui memiliki presentase BYDD yang lebih besar antara lain Nerita sp. 43% dan C. angulifera sebesar 35%.

Selanjutnya hasil penelitian terkait rendemen keong Kowoe oleh Haslianti dkk., [22]

menunjukkan bahwa rendemen cangkang mencapai 73,16%, cairan tubuhn sebanyak 14,96% sedangkan rendemen daging yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan sebesar 11,86%. Sementara itu untuk spesies Telescopium telescopium jumlah rendemennya lebih tinggi yakni 78,50% untuk rendemen cangkang, 10,16% untuk rendemen daging dan 11,34% untuk jeroan [30]

Potensi yang dimiliki gastropoda yakni sumber protein dan mineral seperti halnya yang dimiliki oleh T. setosus atau keong mata lembu, dimana berdasarkan analisis proksimat diketahui kandungan protein sebesar 70,34%, lemak 2,30%, abu 6,78%, karbohidrat 10.06%

dan air 10,15%, sementara kandungan mineral makro seperti kalium senilai 8225,29 pp, dan kandungan mikro tinggi sebanyak 98,68 ppm [31]. Berdasarkan hasil penelitian Merly et al., [25] diketahui bahwa beberapa spesies gastropoda termasuk T. palustris dikonsumsi oleh masyarakat lokal di Pesisir Pantai Payum, hal ini ditunjang juga dengan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar pantai Lampu Satu yang memanfaatkan spesies ini untuk dikonsumsi dengan beberapa cara pengolahan.

KESIMPULAN

Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan dari gastropoda

Terebralia palustris dengan nilai persamaan yang diperoleh secara berturut-turut St. I sebesar 1,799192 St. II senilai 2,168261;

St.

III yakni

2,324256, sehingga secara keseluruhan b<3 dan menunjukkan pola Allometrik Negatif.

Selanjutnya untuk Bagian Yang Dapat Dimakan (BYDD) dari spesies Terebralia palustris yang dibagi ke dalam 4 (empat) kategor menunjukkan bahwa Kategori I (16,34 -19,99 g) presentase BYDD berkisar antara 5- 29%, Kategori II (12,70-16,33 g) presentase BYDD berkisar antara 3-46%, Kategori III (9,05-12,69 g) presentase BYDD berkisar antara 4-42%, dan Kategori IV (5,40-9,04 g) presentase BYDD berkisar antara 15-58%.

UCAPANTERIMAKASIH

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Pimpinan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Pertanian Unmus yang telah mendukung dalam pelaksanaan analisis penelitian yang bertempat di Laboratorium Jurusan MSP.

DAFTARPUSTAKA

[1] Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Merauke, “Kabupaten Merauke Dalam Angka 2020” BPS Kabupaten Merauke Publisher., ISSN:0215-7004, Merauke., 369 hal., 2020.

[2] Pemerintah Provinsi Papua, “Gambaran Umum Kabupaten Merauke,”

www.papua.go.id., 21 April 2021.

[3] B. Lantang dan S.L. Merly, “Analisis daerah penangkapan udang penaeid berdasarkan faktor fisika, kimia, dan biologi di perairan pantai payum-lampu satu Kabupaten Merauke Papua,” Jurnal Agricola., vol. 7, no. 2, hal. 109–120, Okt 2019.

[4] S.P. Dance, “Bruggennea, n. gen., proposed for recent Streptaxids from Borneo,” Archiv fȕr Molluskenkunde.

vol. 102, hal. 131–132, 1972.

(9)

[5] B. Mardika, S. Utami, dan J. Widiyanto,

“Identifikasi keanekaragaman gastropoda sebagai bioindikator kualitas air sungai Nogosari Pacitan,” Prosiding Seminar Nasional Simbiosis V, Madiun, 2020.

[6] S.L. Merly, N. Mote, B. Basik Basik,

“Identifikasi jenis dan kelimpahan moluska yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan pada ekosistem hutan mangrove, Merauke,” Jurnal Triton., vol.

18, no. 1, hal. 55–65, April 2022.

[7] U.Y. Arbi, “Family Potamididae:

Kelompok gastropoda yang berasosiasi eksklusif pada ekosistem mangrove,”

Jurnal Oseana, vol. 27, no. 2, hal. 24–44, Jan 2013.

[8] M.P. Patria, dan S.A. Putri, “The role of Terebralia (Gastropoda:Potamididae) in carbon deposits at mangrove forest Pulau Panjang, Serang-Banten,” The 7th International Conference on Global Resources Conservation AIP Conf.Proc.

AIP Publishing., 1844, 040002-1- 040002-7; doi: 10.1063/1.4983438, Mar 2017.

[9] S. L. Merly, dan S. Elviana, “Korelasi sebaran gastropoda dan bahan organik dasar pada ekosistem mangrove di perairan pantai Payum, Merauke,”

Journal Agricola., vol 7, no. 1. 210, hal.

56–67, Mar 2017.

[10] S. Masiyah, dan N. Monika, “Analisis ekologi mangrove sebagai dasar rehabilitasi di pesisir Arafura Samkai Distrik Merauke Kabupaten Merauke Provinsi Papua,” Jurnal Agrican Ummu, Ternate, vol.10, no. 2, hal. 29–35, Okt 2017.

[11] R. S. Mathius, B. Lantang, dan M. R.

Maturbongs, “Pengaruh faktor lingkungan terhadap keberadaan gastropoda pada ekosistem mangrove di dermaga lantamal Kelurahan Karang Indang Distrik Merauke Kabupaten Merauke,” Musamus Fisheries and

Marine Journal., vol. 1, no. 1, hal. 33–48, Okt 20018.

[12] S. L. Merly, “Study of abundance and edible parts (Bydd) of the sea snail (gastropoda) in mangrove ecosystem at lampu satu beach and payum beach, Merauke District,” International Joint Conference on Science and Technology Okt 17th-19th 2019, Trunojoyo University, 2020.

[13] A. Zabarun, Bahtiar, dan Haslianti.

“Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan ratio berat daging kerang pasir Modiolus modulaides di Perairan Bungkutoko Kota Kendari” Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, vol.

2, no.1, hal. 21–32, Nov 2016.

[14] C. L. J. Manalu, F. Lestari, dan W.R.

Melani, “Pola pertumbuhan siput gonggong (Strombus canarium) di perairan Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau” Universitas Maritim Raja Ali Haji., 2018.

[15] F.B. Noersativa, S. Anggoro, dan B.

Hendrarto. “Sumberdaya perikanan bentos: Terebralia sp. di ekosistem hutan mangrove (studi kasus di kawasan mangrove Desa Bedono, Kec. Sayung, Kab. Demak” Diponegoro Journal of Maquares. Management of Aquatic Resources, vol. 4, no.1, hal. 82–90, Nov 2015.

[16] A. Wudji, Suwarso, dan Wudianto,

“Hubungan Panjang Bobot, Faktor Kondisi dan Struktur Ukuran Ikan Lemuru (Sardinella lemuru, Bleeker, 1853) di perairan Selat Bali,” Jurnal Bawal., vol. 4, no. 2, hal. 83–89, Okt 2019.

[17] R. Sianturi, dan N.C. Devi, “Vegetation structure and carbon stock in the mangrove community of Payumb coast, Merauke Regency, Papua,” E3S Web of Conferences - ICENIS. 73, 08012., 2018.

(10)

[18] S. Masiyah, dan Sunarni, “Komposisi jenis dan kerapatan mangrove di pesisir Arafura Distrik Merauke Kabupaten Merauke Provinsi papua,” Jurnal Agrican: Jurnal Agribisnis Perikanan, vol. 8, no. 1 , hal 60-68 https://doi.org/10.29239/j.agrikan.8.1.60 -68., May, 2015.

[19] F. E. Wells, dan J. Keesing, “Growth rates of potamidid snails in mangroves in Northern Australia,” Molluscan Research, Taylor & Franscis Online., vol. 39, hal. 333–340, 09 Jul 2019.

[20] S. Fratini, V. Vigiani, M. Vannini, and S.

Cannicci, “Terebralia palustris (gastropoda:potamididae) in a Kenyan mangal: size structure, distribution and impact on the consumption of leat litter,”

Marine Biology Journal, vol. 2004, no.

144, hal. 1173–1182, doi:

10.1007/s00227-003-1282-6, Mar 2004.

[21] Jacqualine L. Raw, R. Perissinotto, N.A.F. Miranda, and N. Peer, “Feeding Dynamics of Terebralia palustris (Gastropoda: Potamididae) from a Subtropial Mangrove Ecosystem”, Molluscan Research Journal., vol. 37, no. 4, May 2017.

[22] Haslianti, M.G. Inthe, dan E.Ishak,

“Karakteristik keong kowoe dan aktivitas antioksidannya,” Jurnal Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia (JPHPI)., vol. 20, no. 1, hal. 74-83, Apr 2017.

[23] P. B. Moyle, and J. J. Jr. Cech, “Fishes an introduction to ichthyology,” Prentice Hall, Upper Saddle River., 2004.

[24] D. Saleky, Setyobudiandi, H.A. Toha, M. Takdir, dan H.H. Madduppa, “.

Length-weight relationship and population genetic of two marine gastropods species (Turbinidae: Turbo sparverius and Turbo bruneus) in the Bird Seascape Papua, Indonesia,” Jurnal Biodiversitas., vol. 17, no. 1, hal. 208–

217, 2016.

[25] S. L. Merly, dan L. R. Pane, “Studi kelimpahan, hubungan panjang berat, pola sebaran dan faktor kondisi L, internmedia (gastropoda),” Jurnal Acropora., vol. 4, no. 2, hal. 74–81, Des 2021.

[26] D. E. Pramayanti, S. L. Merly, S.

Elviana, dan D. Saleky, “Analisis hubungan panjang berat, faktor kondisi dan pola sebaran Littorina scabra (gastropoda:littorinidae),” Musamus Fisheries and Marine Journal., vol. 4, no. 2, hal. 111–119, Mei 2022.

[27] D. Saleky, F. E. Supriyatin, dan M.

Dailami, “Pola pertumbuhan dan identifikasi genetik Turbo setosus Gmelin, 1791 (turbinidae, gastropoda)”

Jurnal Kelautan Tropis, vol. 23, no.3, hal. 305–315, 2020.

[28] S. L. Merly, dan D. Saleky, “DNA barcoding of gastropods Terebralia

semistriata (Mörch,

1852)(potamididae:gastropoda)”

International Conference on Biodiversity Conservation IOPS Conf. Series: Earth and Environmental Science., 805 (2021)

012011 doi:10.1088/1755-

1315/805/1/012011, hal 1-8, Des 2021.

[29] F. F. Wulandari, “Korelasi morfometri cangkang terhadap berat daging siput unam (Pugilina conhlidium) di perairan belawan Sumatera Selatan,” Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Medan, Des 2019.

[30] Hafiluddin, “Analisa kandungan gizi dan senyawa bioaktif keong bakau Telescopium telescopium di sekitar perairan Bangkalan,”

Seminar Nasional Perikanan Universitas Diponegoro Semarang. Okt 2012.

[31] D. Merdekawati, T. Nurhayati, dan A.M.

Jacoeb, “Kandungan mineral dan proksimat keong mata lembu (Turbo setosus Gmelin, 1791),” Jurnal Mina Sains. vol. 3, no. 1 , hal.

47–53, 2017.

Referensi

Dokumen terkait