Available online at journal.unhas.ac.id/index.php/HJS
HASANUDDIN JOURNAL OF SOCIOLOGY (hjs)
Volume 5, Issue 1, 2023
P-ISSN: 2685-5348, E-ISSN: 2685-4333
Urgensi Penerapan E-Tilang Sebagai Upaya Penegakan Hukum Berlalu Lintas di Kota Surabaya
(The Urgency of Implementing E-Tickets as an Effort for Traffic Law Enforcement in the City of Surabaya)
Elina Nurrohmah 1, Agus Machfud Fauzi 2
1Universitas Negeri Surabaya, Indonesia, Email: [email protected]
2Universitas Negeri Surabaya, Indonesia, Email: [email protected]
ARTICLE INFO ABSTRACT How to Cite:
Nurrohmah, E., & Fauzi, A.
M. (2023). Urgensi Penerapan E-Tilang Sebagai Upaya Penegakan Hukum Berlalu Lintas di Kota Surabaya.
Hasanuddin Journal of Sociology (HJS), 5(1), 13-24.
Keywords:
e-tilang, peraturan lalu lintas Kata Kunci :
e-tilang, peraturan lalu lintas
Violation of traffic regulations is a very common thing, especially in big cities like Surabaya. As long as road users' awareness of the law is still low, traffic violations that have the potential to cause accidents will continue to occur. Therefore, the Surabaya City government is collaborating with the Surabaya City Transportation Service (Dinas Perhubungan Kota Surabaya) and Surabaya City Resort Police (Poltestabes Kota Surabaya) to carry out traffic law enforcement efforts through the application of e-ticketing or ETLE (Electronic Traffict Law Enforcement). ETLE is an electronic-based ticketing system innovation that is carried out by installing CCTV in the traffic light area and monitoring the road for 24 hours. This is done in the hope of reducing the number of accidents and traffic violations in the city of Surabaya.
This research is a type of qualitative research. Data collection techniques used in the form of interviews and literature studies, namely collecting various literature sources, such as journal articles, previous research, and other secondary sources that can support this research.
After the data is collected, an analysis will be carried out using the data analysis technique of the Miles and Huberman model which consists of three stages, including data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of this study indicate that e-ticketing need to be implemented, especially in big cities such as Surabaya because of the high number of traffic violations and the widespread practice of extortion on manual tickets. Therefore, e-tilang are present as a new innovation that adapts to the times.
ABSTRAK
Pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas merupakan hal yang sangat umum terjadi, terutama di kota-kota besar seperti Surabaya. Selama kesadaran pengguna jalan terhadap hukum masih rendah, selama itu pula pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menyebabkan kecelakaan masih akan terus terjadi. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Surabaya dan
14
Poltrestabes Kota Surabaya untuk melakukan upaya penegakan hukum berlalu lintas melalui penerapan e-tilang atau ETLE (Electronic Traffict Law Enforcement). ETLE merupakan suatu inovasi sistem tilang berbasis elektronik yang dilakukan dengan cara memasang CCTV di area lampu lalu lintas dan melakukan pemantauan jalan selama 24 jam.
Hal ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi jumlah kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas di Kota Surabaya. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara, observasi, dan studi kepustakaan. Setelah data terkumpul, akan dilakukan analisis menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman yang terdiri atas tiga tahap, di anataranya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa e-tilang perlu diberlakukan khususnya di kota besar seperti Surabaya karena tingginya angka pelanggaran lalu lintas dan maraknya praktik pungli pada tilang manual. Maka dari itu, e-tilang hadir sebagai sebuah inovasi baru yang menyesuaikan perkembangan zaman.
1. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, Surabaya tentu juga memiliki jumlah pengguna jalan raya terbanyak. Dilansir dari databoks.kadata.co.id, kendaraan roda dua atau sepeda motor masih mendominasi jumlah kendaraan di Indonesia dengan presentase sebanyak 80,5 persen dari total kendaraan bermotor. Jawa timur menduduki peringkat keempat dalam kepemilikan sepeda motor. Oleh karena itu, jumlah pengguna jalan yang banyak juga harus diiringi dengan pemahaman terhadap kesadaran hukum berlalu lintas yang tinggi. Berdasarkan pernyataan Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya pada Kompas.com 4 Oktober 2022, jika kesadaran terhadap kepatuhan hukum berlalu lintas masih terbilang rendah, maka berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan, mulai dari kemacetan hingga kecelakaan lalu lintas (Kurniawan, 2022). Hal ini menuntut kepolisian untuk lebih ekstra dalam menjalankan tugasnya dalam hal melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Atas dasar persoalan tersebut, ETLE (Electronic Traffict Law Enforcement) atau yang selanjutnya disebut e-tilang hadir sebagai salah satu upaya dalam mengurangi potensi kecelakaan akibat pelanggaran peraturan lalu lintas dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Sebelum diterapkan untuk kali pertamanya, e-tilang sudah melalui uji coba terlebih dahulu pada 18 Oktober 2018. Pemberlakuan e-tilang secara nasional dimulai pada 23 Maret 2021, termasuk di Kota Surabaya.
Meskipun e-tilang baru dilaksanan di beberapa kota tertentu dalam kurun waktu kurang
dari lima tahun terakhir, tetapi beberapa penelitian sudah pernah dilakukan terkait penerapan e-tilang ini. Penelitian pertama yang ditemukan oleh peneliti adalah sebuah penelitian yuridis empiris yang dilakukan oleh Sari & Hendriana. Subjek penelitian ini adalah pihak yang berwenang dalam menindak pelanggaran peraturan lalu lintas dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat, meliputi kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyumas dan Satlantas Polres Banyumas. Penelitian ini difokuskan pada penerapan e-tilang yang berlaku di Banyumas, mulai dari kesiapan masyarakat dan aparat penegak hukum hingga faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan e-tilang di Banyumas (Sari & Hendriana, 2018).
Penelitian lain juga dilakukan oleh Fanani, dkk yang mengambil lokasi di Surabaya.
Penelitian ini didasarkan pada fenomena sosial yang ada di masyarakat yang senantiasa berubah setiap waktunya. Berfokus pada strategi yang digunakan dalam penegakan e-tilang di Kota Surabaya, subjek penelitian ini adalah masyarakat Surabaya yang menggunakan e-tilang.
Terdapat tiga sub bab utama yang menjadi pokok pembahasan, yakni mulai dari perumusan strategi yang dipaparkan menggunakan analisis SWOT, pelaksanaan startegi meliputi sumber daya yang terlibat dalam penegakan e-tilang, dan evaluasi strategi guna mengetahui kekurangan, kelemahan, dan hambatan-hambatan yang dihadapi selama pelaksanaan e-tilang di Kota Surabaya (Fanani, Sigit, & W, 2020).
Penelitian ketiga adalah penelitian terkait penerapan e-tilang di Kota Surabaya yang dilakukan oleh Arifin, dkk. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kesadaran masyarakat Surabaya terhadap penerapan sistem tilang elektronik. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, peneliti menyebarkan kuisioner kepada 209 responden yang didapatkan melalui teknik random sampling. Untuk mengukur tingkat kesadaran masyarakat, digunakan indikator yang meliputi empat bagian, yakni pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku. Pengetahun berhubungan dengan pengetahuan masyarakat terkait kebijakan e-tilang, pemahaman berkaitan dengan sejauh mana masyarakat memahami hukuman-hukuman yang yang diberikan pada pelanggar e-tilang, sikap melihat bagaimana reaksi atau respons masyarakat terhadap kebijakan ini, dan perilaku adalah bagaimana tingkat kepatuhan masyarakat terhadap inovasi peraturan tilang elektronik ini (Arifin, Prasetyo, Sander, Khotimah, & Ardana, 2020).
Dari ketiga penelitian terdahulu di atas, dapat diketahui bahwa penelitian pertama berlokasi di Kabupaten Banyumas dan dua penelitian selanjutnya dilakukan di Kota Surabaya.
14
Meski demikian, isi pembahasan penelitian terdahulu lebih ditekankan pada bagaimana penerapan e-tilang itu sendiri, mulai dari segi kesiapan, hambatan-hambatan selama pelaksanaannya, perumusan stretegi, hingga mengetahui tingkat kesadaran masyarakat terhadap kebijakan e-tilang ini. Belum ada yang mengkaji tentang urgensi diberlakukannya tilang elektonik di Kota Surabaya secara khusus, baik dari kalangan masyarakat atau pun aparat kepolisisan sehingga subjek penelitian ini adalah masyarakat Kota Surabaya pengguna jalan raya dan aparat penegak hukum lalu lintas. Dengan demikian, terlihat jelas perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui urgensi diberlakukannya e-tilang di Surabaya. Teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons digunakan dalam penelitian ini karena e-tilang memiliki fungsi tersendiri dalam masyarakat, yaitu menegakkan kesadaran hukum berlalu lintas. Mengingat tilang manual memiliki banyak kekurangan sehingga diperlukan suatu sistem yang baru yang dapat mengisi kekurangan sistem yang lama tersebut. Menurut Parsons, setiap elemen atau struktur masyarakat pasti memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi ini kemudian saling membentuk keseimbangan atau yang disebut sebagai ekuilibrium. Masyarakat diibartkan sebagai organ tubuh biologis, yang mana setiap organ saling ketergantungan. Sehingga apabila ada kerusakan pada salah satunya akan memberikan efek pada seluruh tubuh. Sistem tilang konvensional memiliki ‘kerusakan’
tersebut. Akibatnya, struktur di dalamnya ikut ‘rusak’, seperti adanya praktik pungli dan hukum yang pandang bulu.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, yang mana penelitian kualitatif lebih mengutamakan pada analisis mendalam. Subjek mempunyai kebebasan menentukan pilihan atas dasar sistem makna. Oleh karenanya, subjektivitas diperlukan untuk memperkaya perspektif dalam penelitian. Dengan pendekatan studi kasus, teori yang digunakan adalah teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons. Agar dapat memperoleh hasil yang akurat, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi sebagai sumber primer. Subjek yang diwawancarai adalah pengguna jalan raya dan merupakan warga
Surabaya, merujuk pada orang-orang yang tinggal di Kota Surabaya. Berdasarkan data dari databoks.kadata.co.id, Provinsi Jawa Timur berada di urutan nomor dua provinsi dengan pelanggaran lalu lintas terbanyak pada tahun 2021 (Ahdiat, 2022). Kota surabaya yang merupakan ibukota Jawa Timur sekaligus kota metropolitan terbesar menjadi alasan peneliti untuk menggunakan Surabaya sebagai lokasi penelitian.
Metode studi kepustakaan juga diperlukan untuk menunjang data-data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun literatur yang digunakan adalah buku, laporan, artikel yang dimuat dalam jurnal, dan penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian.
Sumber-sumber tersebut dikumpulkan guna menemukan jawaban terkait topik yang diteliti.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga tahap di anataranya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Agar hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, maka landasan teori digunakan sebagai acuan. Hasil yang diperoleh kemudian akan dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif dengan konsep umum ke khusus.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Konsep E-tilang
Seiring kemajuan zaman, teknologi pun semakin canggih. Teknologi digital telah menguasai hampi seluruh sendi kehidupan masyarakat. E-tilang atau tilang elektronik menjadi salah satu inovasi tersendiri dalam digitalisasi hukum di Indonesia. Apabila inovasi ditolak oleh masyarakat hanya karena inovasi tersebut dianggap menganggu sistem yang lama maka itu adalah tindakan yang kurang bijak (Ihsan, 2021). Dengan memanfaatkan teknologi digital, sistem tilang yang baru ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak berwenang maupun masyarakat umum dalam hal penegakan hukum berlalu lintas. Masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi e-tilang dalam hal pembayaran denda yang telah disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Setelah semuanya tercatat di aplikasi, pelanggar bisa menentukan memakai manual atau tilang elektronik yang terdapat di aplikasi.
Aplikasi e-tilang digolongkan menjadi dua pengguna, yaitu dari pihak kepolisian dan pihak kejaksaan. Sistem pada kepolisian dioperasikan dengan komputer, tablet, atau android.
Sementara itu, kejaksaan berperan sebagai eksekutor seperti pada sidang manual dan sistem
16
dapat diakses melalui website. Untuk dapat digunakan secara luas, korlantas polri telah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mengunduh aplikasi e-tilang pada android.
Saat seseorang melakukan pelanggaran, e-tilang akan mengirimkan pengingat kepada pelanggar yang berisikan ID tilang. Seluruh data meliputi catatan dan kronologi penilangan dapat dilihat menggunakan ID tilang tersebut, yang juga terhubung dengan pihak pengadilan atau kejaksaan. Selanjutnya, dibutuhkan waktu kurang lebih satu hingga dua minggu untuk menunggu keputusan hakim. Keputusan tersebut kemudian akan dieksekusi oleh jaksa. Bagi masyarakat yang tidak menggunakan ponsel berbasis android dapat melakukan pembayaran denda secara manual (Setiyanto, Gunarto, & Wahyuningsih, 2017).
Pada dasarnya, denda merupakan suatu sanksi berupa keharusan membayar dalam bentuk uang karena telah melanggar aturan. Untuk sistematika pembayaran denda e-tilang, pelanggar dipersilakan untuk membayar melalui transfer bank, misalnya e-banking, ATM, atau melalui teller bank. Pelanggar dapat mengetahui nominal denda melalui notifiksasi yang dikirim lewat ponselnya. Besaran nominal denda tergantung pada pasal yang dilanggar dan jenis pelanggarannya. Petugas yang menilang juga dapat mengetahui ketika pelanggar telah menyelesaikan pembayaran denda. Selanjutnya, pelanggar sudah bisa mengambil kembali atau menebus surat-suratnya yang disita dengan cara menunjukkan bukti pembayaran denda dari bank. Pada tilang elektronik, pelanggar tidak perlu datang ke pengadilan untuk melakukan sidang seperti halnya tilang manual. Hal ini memberikan kemudahan bagi masyarakat yang tidak ingin ribet atau memiliki jadwal yang padat sehingga tidak bisa menghadiri sidang.
Namun, satu hal yang perlu diketahui, pada tilang elektronik, pelanggar diharuskan membayar denda dengan jumlah maksimal. Kemudian apabila ternyata nominal denda yang diputuskan oleh pengadilan lebih kecil, pelanggar dapat menerima kembali sisa uang yang telah dibayarkan.
Pemberlakuan e-tilang didasarkan pada tiga peraturan perundang-undangan, di antaranya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai landasan utama, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Transaksi Elektronik, dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dibandingkan tilang konvensional, e-tilang lebih unggul dalam berbagai hal. Dari segi kualitas pelayanan, server e-tilang lebih cepat dalam memproses pelanggaran lalu lintas sehingga menjadikannya sangat praktis dan efisien. Selain itu, e-tilang juga memberikan keterbukaan atau transparasi dalam pelaksanaan proses tilang. Pelanggar bisa langsung mengetahui jumlah nominal denda yang harus dibayar. Hal ini bisa menjadi terobosan baru yang positif mengingat maraknya praktik pungli di kalangan oknum-oknum kepolisian.
Kehadiran e-tilang juga memaksa pengguna jalan untuk patuh terhadap peraturan. Dengan demikian, e-tilang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas masyarakat.
b. Urgensi Penerapan E-tilang
Baru-baru ini, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri menurun. Sebuah survei dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia (IPI) pada tanggal 6-11 Desember 2021 dengan seluruh responden yang tersebar secara proporsional di 34 provinsi. Hasil survei menyatakan tingkat penurunan kepercayaan masyarakat terhadap polri merosot sebanyak 6 persen selama satu bulan, yakni dari 80,2 persen pada November 2021 menjadi 74,1 persen pada Desember 2021. Dua dari sekian alasan ketidakpercayaan masyarakat yang paling banyak diungakapkan oleh responden adalah karena adanya oknum pungli (pungutan liar) dan oknum asal tilang (Anggrainy, 2022). Praktik pungli memang sebuah persoalan yang tidak jarang terjadi di Indonesia. Bahkan sudah menjadi rahasia umum adanya praktik suap-menyuap dalam operasi lalu lintas. Namun, bukan berarti hal itu dibiarkan begitu saja tanpa adanya perbaikan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Surabaya dan Poltrestabes Kota Surabaya untuk melakukan upaya penegakan hukum berlalu lintas melalui penerapan e-tilang atau ETLE (Electronic Traffict Law Enforcement).
Peneliti telah melakukan serangkaian wawancara dengan beberapa informan. Informan pertama yang berusia 21 tahun mengaku pernah terkena tilang (masih tilang konvensional pada waktu itu) karena tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Sebelum pemberian surat tilang oleh polisi, polisi memberikan tawaran untuk menyelesaikannya lewat jalur ‘damai’. Terlebih apabila pelanggar peraturan lalu lintas memiliki kerabat atau sanak saudara yang juga merupakan anggota polisi atau tentara, maka peluang bebas dari sanksi semakin terbuka lebar.
Faktanya di masyarakat, fenomena semacam ini bukan terjadi sekali-dua kali, melainkan sudah menjadi rahasia umum. Hal ini semakin memperkuat narasi hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
18
Karena tidak ingin rugi membayar ke polisi yang mana itu adalah pungutan liar (jumlah nominalnya bisa lebih tinggi daripada denda yang asli), ia memilih untuk diberi surat tilang saja. Informan beberapa kali mencoba kembali ke kantor polisi untuk melakukan negosiasi, akan tetapi semuanya nihil, tidak membuahkan hasil. Ia merasa dipersulit karena semua usahanya menemui jalan buntu, informan memutuskan meminta bantuan tetangganya yang merupakan seorang polisi untuk memberikan backing-an.
Adapun informan kedua seorang supir truk. Ia yang sering kali dihentikan di pinggir jalan oleh aparat kepolisian dengan alasan pemeriksaan. Ia diminta surat-surat kendaran, SIM, dicek kelengkapan bagian-bagian kendaraan, seperti spion, ban kempes atau tidak, dan lain sebagainya. Polisi akan terus mencari kesalahannya sampai dapat agar bisa membuat alasan penilangan atau menyelesaikannya secara ‘damai’. Saking seringnya menjumpai dan mengalami hal ini, hampir semua supir truk dan kendaraan besar lainnya sudah hafal prosedurnya di luar kepala. Untuk mempercepat ‘prosedur’, para supir biasanya memberikan uang ‘tip’ terlebih dahulu kepada polisi karena menurutnya itu jauh lebih efisien daripada harus berhenti di pinggir jalan dan berujung penilangan. Fenomena ini juga bisa disebut sebagai asal tilang, yang menjadi satu dari sekian alasan kepercayaan masyarakat kepada polri menurun.
Selain praktik pungli, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum itu sendiri juga menjadi urgensi diterapkannya e-tilang. Kesadaran hukum masyarakat yang rendah dapat memicu terjadinya kecelakaan yang berpotensi memakan korban jiwa. Pada Operasi Lilin 2021 yang dilaksanankan pada 24 Desember 2021 sampai dengan Januari 2022, Polri mencatat sebanyak 722 kecelakaan lalu lintas. Jumlah ini 31 persen lebih besar dibandingkan dengan Operasi Lililin 2020 (Rohman, 2022). Seperti yang dilansir dari laman suarasurabaya.net, menindak pelanggaran lalu lintas dengan tegas merupakan merupakan cara yang paling efektif untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas merupakan awal dari kecelakaan lalu lintas. Ketika tidak ada pengawasan, masyarakat cenderung merasa bebas.
Padahal seharusnya masyarakat sadar bahwa mereka patuh aturan karena itu adalah kebutuhan demi keselamatan, bukan karena paksaan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di beberapa jalan raya di Kota Surabaya, masih banyak pengendara roda dua yang tidak memakai helm, baik itu remaja
maupun orang dewasa. Sebagian masyarakat masih meremehkan penggunaan helm, menggap helm merupakan sesuatu yang ribet dan merepotkan. Padahal, dampak yang didapat jika tidak menggunakan helm akan jauh lebih buruk, misalnya berpotensi terjadinya kecelakaan.
Meskipun penggunaan helm tidak menjamin keamanan dan keselamatan seluruh organ tubuh, akan tetapi penggunaan helm saat berkendara sangat diperlukan untuk meminimalisir risiko terjadinya benturan pada kepala apabila terjadi kecelakaan. Helm berfungsi melindungi kepala bilamana pengendara terjatuh dari kendaraan hingga membahayakan nyawa. Itulah pentingnya pemakaian helm Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tidak jarang dijumpai oleh peneliti anak-anak atau remaja di bawah umur yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) tetapi tetap memaksa untuk berkendara di jalan raya.
Hal ini sangat berbahaya, terutama jika pendara belum bisa mengoperasikan kendaraan bermotor dengan benar. Pengendara di bawah umur masih sangat memerlukan bimbingan mengenai kesadaran hukum berlalu lintas sehingga mereka dapat memahami dampak atau akibatnya jika melanggar peraturan tersebut.
Pelanggaran terhadap rambu, lampu lalu lintas, dan marka jalan merupakan jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pengendara di Jawa Timur (Syarief, 2022).
Sebagian besar orang pasti pernah melakukan pelanggaran ini karena merupakan pelanggaran yang sangat umum terjadi, terutama menerobos lampu merah. Tindakan menerobos lampu lalu lintas sering dianggap remeh. Adapun beberapa alasan pelanggar yang sengaja menorobos, yaitu karena sedang terburu-buru, karena melihat pengemudi lain menrobos sehingga dirinya terdorong untuk melakukan hal yang sama, karena jalanan sepi sehingga merasa tidak diawasi, dan ada pula yang sekadar ingin menerobos tanpa alasan tertentu. Padahal, tindakan ini amat berbahaya karena mayoritas kecelakaan di jalan terjadi di sekitar traffic light. Sementara itu, alasan sebagian pelanggar menerobos marka jalan adalah karena tidak memahami maknanya.
E-tilang mampu mendeteksi berbagai macam pelanggaran, seperti menggunakan ponsel saat berkendara dan tidak menggunakan sabuk pengaman dengan benar. Penggunaan sabuk pengaman adalah wajib hukumnya baik bagi pengemudi maupun penumpang. Kelalaian dalam memasang sabuk pengaman dapat berakibat fatal. Sabuk pengaman berfungsi meminimalisir risiko yang dihadapi penumpang jika mobil menalami kecelakaan. Sama halnya dengan penggunaan ponsel saat berkendara yang sangat sering dijumpai. Menggunakan ponsel saat menyetir dapat memecah konsentrasi pengemudi karena perhatiannya akan terbagi
20
menjadi dua, yaitu ke layar ponsel dan jalanan. Oleh sebab itu, apabila itu memang sesuatu yang mendesak, alangkah lebih baik untuk berhenti dan menepi terlebih dahulu untuk menggunakan ponsel atau tindakan tersebut tertangkap CCTV.
Biasanya di jalan raya terdapat batas kecepatan yang harus dipatuhi oleh seluruh pengguna jalan. Namun, tidak jarang terdapat pengendara yang acuh tak acuh terhadap tanda petunjuk ini. Pelanggaran ini kerap dijumpai di jalan tol dan jalan raya. Selain melanggar batas kecepatan, juga terdapat pengemudi yang suak melawan arus lalu lintas. Adapun alasannya adalah tidak mau ribet putar balik atau jarak melakukan putar balik terlalu jauh.
Kehadiran suatu aturan pasti memiliki fungsi, sehingga pelanggaran terhadap aturan tersebut juga menimbulkan konsekuensi tersendiri. Konsekuensi ini tidak hanya merugikan dirinya sendiri, melainkan juga berpotensi merugikan orang lain, misalnya kecelakaan.
Beberapa contoh aturan lalu lintas yang peneliti sebutkan di atas kerap kali dilanggar oleh pengguna jalan. Melihat bahwa pelanggaran seperti ini merupakan hal yang sangat umum, menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat memiliki kesadaran hukum yang tergolong rendah.
Selama tidak diawasi, mereka merasa bebas untuk melanggar. E-tilang mampu mendeteksi pelanggaran ganjil-genap, tidak memakai sabuk pengaman, dan penggunaan ponsel saat berkendara. Selain itu, e-tilang juga memapu mendeteksi kendaraan yang jalan melebihi batas kecepatan (Sugiharto, 2021). Oleh karenanya, kehadiran e-tilang sangat dibutuhkan guna memaksa masyarakat untuk patuh terhadap hukum demi meningkatkan mutu kelancaran dan keamanan lalu lintas.
c. Manfaat E-tilang
E-tilang merupakan suatu bentuk inovasi baru dari kemajuan teknologi, sehingga penerapannya mengikuti perkembangan zaman. Menurut Parsons, setiap elemen masyarakat memiliki hubungan saling ketergantungan. Oleh karenanya, jika terjadi perubahan pada satu elemen akan berdampak pada seluruh sistem. Bergantinya tilang konvensional ke tilang elektronik ini juga membawa perubahan pada masyarakat, khususnya perilaku masyarkat dalam menyikapi hukum tersebut. Sistem tilang elektronik diharapkan dapat mengganti kekurangan yang ada pada sistem tilang konvensional menjadi suatu kelebihan.
Beberapa manfaat diterapkannya e-tilang, di antaranya:
a. Transparasi
Banyaknya praktik pugli menjadi salah satu alasan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Pada tilang konvensional, praktik pungli sangat marak terjadi. Biasanya oknum polisi atau petugas meminta uang kepada pelanggar dengan dalih ‘damai’.
Pelanggar yang terkena pungli tidak akan ditilang dan menghadiri sidang karena sudah bebas lewat jalur damai tersebut. Ketika tilang elektronik diberlakukan, diharapkan perilaku oknum-oknum tidak bertanggung jawab seperti ini dapat diminimalisir. Aplikasi e-tilang memberikan transparasi kepada penggunanya. Segala informasi sangat udah dijangkau. Pelanggar akan tahu jenis pelanggarannya, berapa dendanya, dan mekanisme pembayarannya. Apliaksi e-tilang memudahkan penggunanya untuk mengetahui proses dan regulasi lalu lintas. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap polisi dapat meningkat.
b. Responsivitas
Pihak berwenang akan lebih responsif dalam menangani kasus pelanggaran peraturan lalu lintas berkat adanya aplikasi e-tilang. Petugas akan semakin tanggap dalam merespons pengaduan masyarakat.
c. Keadilan
Satu hal yang sudah menjadi rahsia umum adalah keluarga polisi atau tentara seakan ‘kebal’
tilang. Hal ini menjadikan hukum tumpul ke batas dan tajam ke bawah. Pada tilang elektronik, persoalan seperti ini dapat dicegah. Sistem e-tilang telah diatur oleh pihak yang berwenang, sehingga tidak ada lagi tawar menawar antara pelanggar dan petugas tilang.
Semua pengendara yang melanggar peraturan akan tercatat namanya secara otomatis pada sistem e-tilang. Semua yang melanggar diharuskan membayar denda, baik dari kalangan pejabat maupun rakyat biasa. Hukum menjadi tidak pandang bulu. Denda harus dibayar sesuai nominal maksimum yang tertera di apliasi e-tilang. Setiap pelanggar yang melakukan pelanggaran yang sama akan membayar denda dengan jumlah yang sama pula.
d. Efektifitas dan efiesiensi
Keefektifan bisa disebut juga kemanjuran, kemujaraban, atau keberhasilan. Penerapan e- tilang dianggap efektif mencapai sasaran dalam menciptakan suasana lalu lintas yang aman.
22
Pelayanan aplikasi e-tilang jauh lebih cepat dibandingkan tilang konvensional sehingga sangat praktis. Pembayaran denda e-tilang dapat dilakukan melalui transfer. Setelah melakukan pembayaran, pelanggar dapat langsung mengambil kembali surat-suratnya yang disita dengan cara menunjukkan bukti pembayaran denda, tidak perlu menghadiri sidang (Nanda, 2021). Hal ini sangat memudahkan masyarakat. E-tilang merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi biaya operasional sehingga sangat efisien. Namun, sosialisasi penerapan e-tilang masih sangat diperlukan khususnya bagi masyarakat yang belum melek teknologi.
e. Patisipasi masyarakat
Dalam penerapan e-tilang, partisipasi masyarakat dapat dikatakan cukup baik.
Pengambilan keputusan kebijakan tidak hanya didasarkan pada satu pihak saja, melainkan konsensus bersama. Pihak-pihak yang dilibatkan, di antaranya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan Bank sebagi pihak penitipan denda tilang. Birokrasi mengalami pemangkasan berkat adanya e-tilang, sehingga prosesnya ridak lagi berbelit-belit. Dengan dikeluarkannya sistem ini, tentu memunculkan berbagi reaksi dari masyarakat. Ada yang menyetujuinya dengan harapan dapat mempermudah pelayanan masyarakat, ada juga yang memberikan kritik dan saran demi keberlangsungan sistem yang lebih baik. Karena hukum tidak lagi pandang bulu, maka masyarakat menjadi lebih peka dalam menyikapi hukum. E- tilang meningkatkan kepedulian masyarakat akan keselamat berkendara, sehingga diharapkan dapat menekan jumlah pelanggaran peraturan lalu lintas.
4. KESIMPULAN
Penerapan e-tilang sangat diperlukan di Surabaya. E-tilang menawarkan kelebihan- kelebihan yang tidak dimiliki oleh tilang manual. Jika pada tilang manual marak terjadinya praktik pungli, maka e-tilang dapat membantu mengurangi praktik pungli karena memiliki sifat transparan. Selain itu, kehadiran e-tilang juga diharapkan dapat menekan angka kecelakan lalu lintas karena sistemnya memasang CCTV di sekitar traffic light. Bagi sebagian orang, selama tidak diawasi mereka merasa bebas untuk melanggar. Dengan adanya CCTV, pengguna jalan merasa diawasi dan hal itu memaksa mereka untuk patuh terhadap aturan. Namun satu hal yang
masih menjadi kekurangan, e-tilang membuat masyarakat semata-mata lebih patuh terhadap hukum hanya karena takut terhadap sanksi, bukan karena memang sadar akan pentingnya hukum atau aturan tersebut.
Adapun kekurangan penelitian ini adalah terbatas pada urgensi penerapan e-tilang di Kota Surabaya. Mengingat Provinsi Jawa Timur berada di urutan nomor dua provinsi dengan pelanggaran lalu lintas terbanyak pada tahun 2021, penelitian ini hanya berfokus pada ibukota provinsi tersebut. Dengan demikian penelitian yang berfokus di daerah-daerah lain di Jawa Timur dapat menjadi saran untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrainy, F. C. (2022, Januari 9). Survei Indikator Politik: Tingkat Kepercayaan ke Polri Drop Tajam 6%. Diambil kembali dari detiknews: https://news.detik.com/berita/d-5890477/survei- indikator-politik-tingkat-kepercayaan-ke-polri-drop-tajam-6#aoh=
Arifin, M., Prasetyo, K., Sander, J. V., Khotimah, K., & Ardana, R. (2020). Tingkat Kesadaran Masyarakat Terhadap Penerapan Sistem E-Tilang di Kota Surabaya. Student Journal of Public Management, 1-17.
Fanani, M. I., Sigit, N. C., & W, K. E. (2020). Strategi Penegakan E-Tilang di Kota Surabaya. Jurnal Sosial Ekonomi dan Politik, 1(3), 11-18.
Nanda, A. M. (2021, Maret 22). Kena Tilang Elektronik, Cukup Bayar Denda dan Tidak Perlu Sidang. Diambil kembali dari Kompas:
https://otomotif.kompas.com/read/2021/03/22/112200715/kena-tilang-elektronik-cukup- bayar-denda-dan-tidak-perlu-sidang#aoh=
Rohman, B. (2022, Januari 2). Polri Catat Angka Kecelakaan Lalu Lintas Naik 31 Persen Sepanjang 2021. Diambil kembali dari Kompas:
https://www.kompas.tv/amp/article/247613/videos/polri-catat-angka-kecelakaan-lalu-lintas- naik-31-persen-sepanjang-2021?page=all
Sari, D. P., & Hendriana, R. (2018). Penerapan E-Tilang Berbasis CCTV di Kabupaten Banyumas.
Pengembangan Sumber Dasa Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VIII (hal. 93- 102). Purwoketo: Fakults Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Setiyanto, Gunarto, & Wahyuningsih, S. E. (2017). Efektivitas Penerapan Sanksi Denda E-Tilang Bagi Pelanggar Lalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan (Studi di Polres Rembang). Jurnal Hukum Khaira Ummah, 12(4), 742-766.
Sugiharto, J. (2021, Maret 30). Pakar Beberkan Manfaat Penerapan Tilang Elektronik: Bikin Tertib Lalu Lintas. Diambil kembali dari Tempo.co: https://otomotif.tempo.co/read/1447644/pakar- beberkan-manfaat-penerapan-tilang-elektronik-bikin-tertib-lalu-lintas#aoh=
Syarief, I. S. (2022, Februari 26). Setiap Hari Sepuluh Orang Meninggal Dunia karena Kecelakaan Lalu Lintas di Jawa Timur. Diambil kembali dari suarasurabaya.net:
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2022/setiap-hari-sepuluh-orang-meninggal-dunia-
24 karena-kecelakaan-lalu-lintas-di-jawa-timur/
Wulandari, A. S. (2020). Inovasi Penerapan Sistem E-tilang di Indonesia. Al-Mabsut, 14(1), 1-10.