• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIRILITAS DALAM NOVEL SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS DAN O KARYA EKA KURNIAWAN: TEORI DOMINASI MASKULIN – PIERRE BOURDIEU

N/A
N/A
laella rahma

Academic year: 2023

Membagikan "VIRILITAS DALAM NOVEL SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS DAN O KARYA EKA KURNIAWAN: TEORI DOMINASI MASKULIN – PIERRE BOURDIEU"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 331

VIRILITAS DALAM NOVEL SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS DAN O KARYA EKA KURNIAWAN: TEORI

DOMINASI MASKULIN PIERRE BOURDIEU

Oleh:

Muchammad Bachrul Alam1), Tengsoe Tjahjono2), Darni3)

1,2,3Universitas Negeri Surabaya

1[email protected]

2[email protected]

3[email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan terkait virilitas yang dipahami sebagai kapasitas reproduktif yang bersifat seksual dan secara sosial, baik menggunakan kekerasan ataupun tidak pada novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan. Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif kualitatif. Penafsiran yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sekunder. Sumber data utama atau primer yaitu novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan. Sedangkan Sumber data yang sekunder berupa buku-buku penunjang dalam penelitian ini, seperti Dominasi Maskulin yang ditulis oleh Pierre Bourdieu.

Selain itu juga ada buku-buku penunjang lainnya untuk penelitian ini. Penulis juga mengumpulkan data dengan menggunakan teknik baca dan catat. Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian, maka penelitian dengan judul Virilitas dalam Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O Karya Eka Kurniawan: Teori Dominasi Maskulin – Pierre Bourdieu menemukan dua hal, antara lain virilitas seksual dan virilitas sosial.

Kata kunci : virilitas, seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas dan o, dominasi maskulin.

1. PENDAHULUAN

Fenomena yang terjadi dalam masyarakat sekarang adalah bahwa laki-laki yang bernilai maskulin jika memiliki bentuk tubuh yang proporsional. Proporsional berarti berbadan bidang (sixpack), tinggi, dan gagah. Maka dari itu, banyak sekali sekarang tempat-tempat GYM yang ada di kota-kota besar yang digunakan para lelaki untuk membentuk tubuhnya. Selain dapat dilihat dari bentuk fisik, fenomena yang terjadi dialami oleh seorang laki-laki adalah tren kejantanan yang berada dalam kemaluannya. Kemaluan yang tahan lama dan panjang dipahami sebagai salah satu hal penting bagi laki-laki. Maka dari itu, tak jarang iklan-iklan tentang obat untuk tahan lama dan terapi untuk memperpanjang diedarkan di halaman-halaman koran.

Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Kelahiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat yang tidak luput dari pengaruh sosial dan budaya. Pengaruh tersebut bersifat timbal balik.

Artinya, karya sastra dapat memengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat. Karya sastra adalah gambaran kehidupan sehingga menurut Plato (429- 347 SM), karya sastra merupakan mimetik atau tiruan, orientasi alam semesta. Pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat dan lingkungannya.

Dengan demikian, terciptanya sebuah karya sastra oleh seorang pencipta karya sastra secara langsung atau tidak langsung yang merupakan kebebasan sikap budaya terhadap realitas yang dialaminya. Tetapi dalam setiap penciptaan karya yang bersumber dari

realitas tersebut secara tidak sadar akan memunculkan realitas baru di dalam karya sastranya.

Maka dari itu, ada tanggapan dari Roland Barthes yang mengatakan bahwa pengarang telah mati.

Bentuk-bentuk karya sastra sangatlah beragam. Salah satunya ialah novel. Novel berbeda dengan cerpen. Salah satu perbedaannya yang kentara dilihat dari panjang-pendeknya cerita. Novel tersingkat terdiri atas tiga puluh ribu kata atau seratusan halaman (Stanton, 2012: 75). Novel tidak bergaya pada seperti cerpen, karena novel memiliki ruang lebih untuk menggambarkan sebuah situasi di dalamnya secara penuh dan karena novel menyulitkan pembaca untuk berkonsentrasi (lama waktu yang diperlukan seorang pembaca untuk membaca novel yang berpengaruh pada konsistensinya) (Stanton, 2012: 104—105)

Seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas dan O karya Eka Kurniawan adalah salah satu karya sastra yang berwujud novel. Novel ini bercerita tentang burung yang dimiliki seorang laki-laki yaitu Ajo Kawir yang tak mau berdiri akibat tragedi seksual. Hal ini membuat banyak konflik di dalam cerita yang dialami oleh Ajo Kawir. Novel yang menerapkan random-plot ini berhasil mengangkat hal yang sepele (kejantanan dan kekerasan menjadi sesuatu yang harus dipikirkan lagi oleh pembacanya.

Serasa menenggelamkan pembaca pada pertanyaan,

“bisa apa penulis laki-laki tanpa kejantanan dan kekerasan?”. Untuk alasan tersebut, penulis akan mengapresiasinya dengan teori yang diciptakan Pierre Bourdieu yaitu dominasi maskulin. Di dalam

(2)

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 332 teori yang diciptakan Bourdieu ini terdapat

pembahasan tentang virilitas. Penulis akan memfokuskan pengapresiasian novel seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas pada virilitas.

Virilitas dipahami sebagai kapasitas reproduktif yang bersifat seksual secara sosial, baik menggunakan kekerasan ataupun tidak (Bourdieu, 2010: 72—73). Dari pengertian tersebut, virilitas dibagi menjadi dua ranah, yaitu ranah seksual yang bersifat individu dan ranah sosial. Pertama, virilitas dalam ranah seksual ditunjukkan dalam bentuk tubuh yang serba besar. Tubuh yang besar dan kekar identik dengan maskulin. Tubuh adalah sesuatu yang masih global untuk lebih mengkhususkan penulis untuk mengincar burung laki-laki karena dalam novel yang akan dibahas berbicara tentang burung laki-laki.

Kedua, virilitas dalam ranah sosial yang ditunjukkan dalam bentuk penggunaan kekerasan dan pertarungan adalah maskulin. Dua hal inilah yang akan menjadi dasar dari pembahasan dalam novel Seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas dan O karya Eka Kurniawan.

2. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan data empiris karya sastra di balik fenomena secara mendalam, rinci, dan tuntas (Ratna, 2013:47).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang banyak menggunakan data berupa kata atau kalimat lalu dijabarkan dari pada data perhitungan.

Penafsiran yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa deskriptif.

Peneliti bermaksud mendeskripsikan terkait virilitas yang dipahami sebagai kapasitas reproduktif yang bersifat seksual secara sosial, baik menggunakan kekerasan ataupun tidak pada novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan.

Untuk pendekatan yang digunakan, penelitian ini menggunakan pendekatan objektif. Dikarenakan pendekatan objektif menganggap karya sastra itu sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas dari pengarang, pembaca dan dunia sekelilingnya.

Orientasi ini cenderung menerangkan karya sastra atas kompleksitas, koherensi keseimbangan integritas, dan saling hubungan antar unsur yang membentuk karya sastra.

B. Sumber Data

Sumber data dalam peneletian ini adalah sumber data tertulis atau kepustakaan. Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sekunder. Sumber data utama atau primer yaitu novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan.

Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan, bergenre fiksi dan cetakan pertama 1 Mei 2014. Penerbit novel tersebut

dari PT Gramedia Pustaka Utama dengan ISBN: 978- 602-03-0393-2 serta 252 halaman.

Novel O Karya Eka Kurniawan tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan penyelia naskah oleh Mirna Yulistianti. Desain sampul dan ilustrasi oleh Eka Kurniawan dan Proofreader oleh Angka dan Sasa. Novel tersebut tahun terbit pada Juni 2016, cetakan kedua dan ISBN : 978-602-03-2559-0.

Sumber data yang sekunder berupa buku-buku penunjang dalam penelitian ini, seperti Dominasi Maskulin yang ditulis oleh Pierre Bourdieu. Selain itu juga ada buku-buku penunjang lainnya untuk penelitian ini.

C. Data Penelitian

Data penelitian ini adalah (1) Virilitas dalam ranah seksual pada novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan.

(2) Virilitas dalam ranah sosial pada novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka (library research). Penulis menggunakan penelitian kepustakaan untuk mengumpulkan data dari banyak sumber agar lebih menguatkan analisis objek penelitian yang berupa virilitas seksual dan sosial dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O. Setelah membaca kedua novel tersebut penulis mendapatkan data dan selanjutnya data tersebut dicatat dan diklasifikasikan.

Penulis juga mengumpulkan data dengan menggunakan teknik baca dan catat. Teknik tersebut dibagi menjadi beberapa tahap diantaranya:

1. Pembacaan novel secara berulang-ulang untuk memeroleh pemahaman secara keseluruhan tentang isi cerita novel.

2. Inventarisasi data-data dengan cara mencatat serta memilih beberapa kutipan baik yang berupa kata, frasa, kalimat, atau penggalan paragraf.

3. Mengklasifikasi data untuk mengelompokkan data berdasarkan jenis yang dibutuhkan pada penelitian. Tahap pertama dengan pengelompokkan sesuai dengan struktur novel.

Tahap kedua pengelompokkan sesuai dengan struktur novel.

4. Mengidentifikasi aspek virilitas dalam ranah seksual, sosial, dan relasi virilitas.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Peneliti menjadi instrumen utama dalam mengumpul data dan penganalisis data. Peneliti berperan aktif dari tahap awal hingga tahap penyimpulan yang melibatkan kegiatan pembacaan, pengodean, pengklasifikasian, penganalisisan data, dan penyusunan simpulan sekaligus pelaporan hasil temuan.

Data penelitian ini juga diolah menggunakan pengodean untuk mempermudah penelitian. Teknik pengodean memberikan singkatan tiap-tiap data

(3)

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 333 misalnya (VSE/SD/88). Cara membaca kode pada

data yang disajikan sebagai berikut.

1. Kode singkatan untuk “VSE” adalah virilitas seksual.

2. Kode singkatan untuk “VSO” adalah virilitas sosial.

3. Angka “88” menunjukkan letak halaman kutipan tersebut.

4. Pemisah kode menggunakan tanda “/”.

Keterangan pengkodean

1) Novel Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas : SD

2) Novel “O”

: O Contoh penulisan data

…. Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati," kata Iwan Angsa sekali waktu perihal Ajo Kawir. (SD:VSE:1)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif analitis. Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2006) mengatakan teknik analisis data adalah mengurutkan data dengan mengelompokannya ke suatu pola atau kategori. Dalam tesis ini menggunakan teknik analisis data berupa identifikasi, interpretasi, analisis, dan pemberian kesimpulan. Terdapat tiga komponen utama dalam proses analisis kualitatif seperti reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan (Miles &

Huberman, 1984) dalam Sutopo, (2006: 133).

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengorganisasi dengan cara membuang yang tidak perlu sehingga mendapatkan simpulan akhir lalu diverifikasi. Selain pengertian tersebut, reduksi data mempunyai proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi. Satu kamponen dalam sajian data informasi lalu dideskripsikan dalam bentuk narasi lengkap yang dilanjutkan dengan penarikan simpulan penelitian dan verifikasi sebagai tahap akhir.

Teknik analisis data ini dibagi menjadi dua tahap. Tahapan ini bertujuan sebagai jenjang kegiatan untuk memperoleh data yang lebih objektif. Tahapan penelitian tersebut meliputi:

a) Mengidentifikasi aspek virilitas dalam ranah seksual.

b) Mengidentifikasi aspek virilitas dalam ranah sosial.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dominasi maskulin dibuat oleh Bourdieu berdasarkan penelitianya terhadap masyarakat Qubail yang kemudian dibagian akhir Bourdieu menganalisis struktur simbolik gender pada masyarakat modern. Permasalahan yang hendak diangkat oleh Bourdieu disini adalah bagaimana modal material (ekonomi) dan modal simbolik merepresentasi dan terus direproduksi dari golongan yang superior (laki-laki, maskulin) terhadap yang inferior (perempuan, feminin). Dominasi tersebut

menimbulkan kekerasan yang sangat halus. Dalam kaitanya dengan dominasi laki-laki adalah bagaimana konstruksi gender disekskan, yaitu bagaimana suatu konstruksi-konstruksi sosial menjadi suatu yang given, dari latar belakang yang telah dialamiahkan.

Bourdieu menemukan bahwa ada skema pikiran yang dimasukkan ke dalam sistem perbedaan yang terlihat natural yang kemudian diaplikasikan pada pemaknaan atas tubuh. Hal ini tampak pada pembagian kerja secara seksual dengan distribusi yang ketat. Maka perbedaan tubuh antara laki-laki dan perempuan kemudian menjadi identik dengan perbedaan antara maskulin dan feminin dimana perbedaan tersebut ditambatkan pada moralitas maupun etika sehingga tidak dipersoalkan lagi.

Menurut Bourdieu, konstruksi sosial atas dominasi maskulin yang dialamiahkan tersebut hadir dalam berbagai cara secara metafor dan tersembunyi.

Dominasi tersebut tidak berjalan secara searah, melainkan juga diterima oleh perempuan. Ketika pihak yang terdominasi mengaplikasikan sebagai produk dominasi, secara tidak terhindarkan tindakan pengetahuan mereka merupakan tindakan pengetahuan dan kepatuhan.

Untuk alasan tersebut, penulis akan mengapresiasinya dengan teori yang diciptakan Pierre Bourdieu yaitu dominasi maskulin. Di dalam teori yang diciptakan Bourdieu ini terdapat pembahasan tentang virilitas. Penulis akan memfokuskan pengapresiasian novel seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas pada virilitas.

1. Virilitas dalam Ranah Seksual

Virilitas dalam ranah seksual oleh kaum maskulin biasa ditandai dengan tubuh yang besar.

Bourdiue mencontohkan olahraga adalah salah satu produk yang menghasilkan tanda-tanda maskulinitas (Body-Building) (Bourdiue, 2010: 73). Tubuh adalah sesuatu yang lebih luas. Penulis di sini akan memfokuskan salah satu bagian tubuh yaitu kemaluan (burung) dikarenakan dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang membahas tentang burung. Dalam struktur masyarakat novel, burung sebagai simbol kejantanan seorang laki-laki. Tertera dalam kutipan berikut

‘... Mereka pikir Ajo Kawir mendengar nasihat yang salah dari seorang mengenai obat kuat. Bocah-bocah sekarang menginginkan kemaluan yang kuat dan besar, dan mereka bisa melakukan apa saja, tanpa tahu untuk siapa mereka akan mempergunakannya.

Mereka hanya berpikir kemaluan yang besar dan kuat merupakan hal terbaik yang bisa mereka miliki.’

(Kurniawan, 2014: 33).

Mitos yang dihasilkan struktur masyarakat novel mengatakan bahwa pemilik burung yang kuat dan besar adalah tanda dari virilitas. Maka dari itu, banyak sekali laki sejak dari bocah yang menginginkan kemaluan yang kuat dan besar.

Kutipan di atas juga menandakan pikiran yang sudah tertanam bahwa virilitas seksual dinilai dari kuat dan besarnya sebuah kemaluan meskipun tanpa tahu

(4)

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 334 untuk siapa kemaluan tersebut digunakan. Keyakinan

virilitas tersebut tidak semata-mata diakuisisi oleh bocah laki-laki di dalam struktur masyarakat novel tersebut, tetapi juga pelacur. Seperti pada kutipan berikut ini, “Tak ada yang lebih menghinakan pelacur kecuali burung yang tak bisa berdiri” (Kurniawan, 2014: 40).

Pelacur adalah pekerja dalam bidang seksual.

Pelacur tidak selalu perempuan tapi laki-laki pun ada menjadi pelacur. Di dalam struktur masyarakat novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, pelacur dimaksudkan seorang perempuan karena melayani burung. Pelacur yang melayani burung inilah yang bisa dikategorikan pelacur perempuan.

Kutipan di atas juga menandakan bahwa pelacur pun juga setuju bahwa virilitas seksual ditandai dengan fungsi kemaluan yang maksimal. Baginya kemaluan yang tidak dapat berdiri adalah sebuah hinaan.

Menurutnya pula tak ada kemaluan laki-laki yang tidak berdiri ketika dirangsang. Selain itu, dalam novel ini fungsi burung dalam virilitas seksual diperan pentingkan. Seperti kutipan berikut.

Meskipun agak tak yakin, si Tokek berkata, tentu dengan maksud menghibur sahabatnya, “Suatu ketika, burungmu akan berdiri lagi. Percaya saja.

Lagipula, kalau sekarang bisa berdiri, memangnya mau kamu pakai untuk siapa?”

“Benar juga, memangnya kalau berdiri sekarang, siapa yang mau pakai?” (Kurniawan, 2014:

41).

Burung yang bisa berdiri menguat dan mengeras adalah sesuatu yang penting bagi struktur masyarakat yang dibangun dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Hal tersebut adalah salah satu bentuk dominasi maskulin simbolik yang dibentuk oleh struktur masyarakat novel.

Kutipan di atas juga bentuk pelipur lara sahabat tokoh utama yang burungnya tak dapat berdiri agar tidak memikirkan mitos yang sudah dibangun oleh struktur masyarakat tentang virilitas seksual yang dinilai dari besar dan kuatnya burung. Kalimat dari sahabat tokoh tersebut seakan-akan mulai meruntuhkan bahwa mitos virilitas seksual yang dinilai dari burung. Pembongkaran virilitas seksual yang diciptakan struktur masyarakat novel juga dilakukan oleh kekasih tokoh utama yaitu Iteung dalam kutipan berikut ini.

Tak jauh dari kolam pak Labe, Iteung membungkuk memeluk Ajo Kawir erat, yang terbaring di pangkuannya. Ia menghapus darah dari hidung bocah itu. Ia mengusap pipinya. Ajo Kawir balas mengusap pipi Iteung yang penuh air mata.

Berkali-kali Iteung mengangkat kepala Ajo Kawir dan menciumnya “Apa yang akan kau lakukan dengan lelaki yang tak bisa ngaceng?” tanya Ajo Kawir. “Aku akan mengawininya.” (Kurniawan, 2014: 90).

Iteung adalah kekasih tokoh utama (Ajo Kawir) yang burungnya tak bisa ngaceng atau mengeras. Virilitas seksual dari awal mengatakan

bahwa laki-laki dikatakan jantan dalam bidang seksual jika kemaluannya dapat mengeras dan kuat.

Hal tersebut tak berlaku bagi Iteung, baginya Ajo Kawir yang berani menerima cintanya itulah tingkat virilitas seksualnya. Virilitas adalah produk dari dominasi maskulin, hanya cinta yang dapat mengatasi dominasi tersebut. Karena menurut Bourdiue virilitas adalah beban (2017: 73). Iteung datang kepada Ajo Kawir untuk mematahkan pemikiran virilitas seksual yang ada dalam pikiran Ajo Kawir bahwa kejantanan dinilai dari mengeras dan kuatnya kemaluan.

2. Virilitas dalam Ranah Sosial

Virilitas dalam ranah sosial dilakukan oleh kaum maskulin untuk meningkatkan kehormatannya di dalam struktur masyarakat sosial. Lelaki yang benar-benar laki-laki adalah lelaki yang merasa dirinya harus berada di puncak kemampuan yang bisa diberikan kepadanya guna meningkatkan kehormatannya dengan cara mencari kemuliaan distingsi atau perbedaan di kalangan publik (Bourdiue, 2010: 73). Peningkatan kehormatan ini dapat dilakukan dengan kekerasan dan petarungan.

Laki-laki melakukan kekerasan agar ditakuti oleh laki-laki dan perempuan. Dari itulah laki-laki dapat memperoleh kehormatan (dianggap jantan) dan dominasi. Virilitas dalam ranah sosial banyak ditujukan dari bagaimana cara-cara memperoleh pengakuan kejantanan di mata masyarakat dengan keberaniannya.

Konsep virilitas di atas selalu mengatakan yang dapat melakukan hal tersebut adalah laki-laki.

Seperti dua kutipan berikut ini. ‘Si Tokek membuka dan munutupkan kepalan tangannya, membiarkan jari jemarinya sedikit lentur. Ini akan menjadi sore yang dahsyat, pikirnya. Ini akan menjadi sore yang seru.

Ini akan menjadi perkelahian yang menyenangkan.’

(Kurniawan, 2014: 4).

“Tak usah memanggil gadis itu. Ia sedang sekarat di pinggir kebunmu.”

Ia mengirim satu pukulan lagi dan pak Labe terampas ke dinding, dengan pipi robek. Napasnya mulai tersengal-sengal. Darah mengucur dari hidungnya. Ajo Kawir mengibas-ngibaskan jemarinya, lalu berjongkok di samping pak Labe.

(Kurniawan, 2014: 55).

Bentuk kekerasan dalam kutipan pertama menunjukkan tokoh Si Tokek yang berkelamin laki- laki yang ditunjukkan dalam novel, memiliki burung.

Si Tokek adalah teman Ajo Kawir yang sama-sama senang bertarung dan mencintai kekerasan. Dalam novel ini pula secara tidak sadar memunculkan dominasi simbolik tentang virilitas dalam ranah sosial bahwa yang suka dalam kekerasan dan dapat mendominasi dalam kekerasan adalah laki-laki.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh kutipan kedua yaitu konflik antara Ajo Kawir dan Pak Lebe. Kutipan kedua ini seakan-akan mengiyakan bahwa virilitas dalam ranah sosial ditunjukkan dalam kekerasan.

(5)

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 335 Kekerasan tidak hanya diberikan kepada

sesama laki-laki untuk menunjukkan virilitasnya, tetapi laki-laki dengan perempuan. Seperti kutipan berikut ini.

‘Dengan langkah pelan, Iteung berjalan megampiri Pak Toto. Tangannya langsung disambar, dan ia ditarik. Iteung terhuyung an terduduk di pangkuan pak Toto. Kedua dada mungilnya menekan keras dada gurunya. Ia hendak berdiri, tapi Pak Toto memeluknya erat. Ia bisa merasakan, sesuatu mengacung keras di selangkangan Pak Toto. Seperti menusuk tepat ke celah selangakangannya sendiri.’ (Kurniawan, 2014: 165 – 166).

Kekerasan pak Toto terhadap Iteung yang belum belajar bela diri adalah bentuk dominasi simbolik tentang virilitas di ranah sosial bahwa laki- laki selalu menang dengan perempuan. Iteung mencoba melawan dengan berdiri tetapi pak Toto memeluknya erat sampai tidak bisa bergerak. Pak Toto serasa memiliki kekuasaan dan Iteung tak dapat berbuat apa-apa.

Berdasarkan kedua pembahasan virilitas ranah sosial, dapat diperoleh bahwa virilitas ranah sosial berupa kekerasan selalu dilakukan dengan objek, baik itu laki-laki maupun perempuan. Hal ini senada dengan pernyataan Bourdiue bahwa virilitas adalah suatu pengertian yang bersifat relasional (2010: 74).

Virilitas dalam ranah sosial dapat diperlihatkan juga dalam novel ini menggunakan tokoh Iteung dalam kutipan berikut.

‘Sore itu mereka bertarung. Iteung jelas menguasai ilmu bela diri. Di luar penampilannya yang tampak lembut, tenaga dan daya tahannya sangat kuat. Ajo Kawir berkali-kali menerima pukulan kerasnya, dan ia harus mengakui, rasanya seringkali lebih pedas daripada pukulan kebanyakan lelaki.

Meskipun tak pernah mempelajari satu pun ilmu bela diri, Ajo Kawir jelas bukan lawan yang gampang ditaklukkan. Ia kuat, dan terutama nekat. ’ (Kurniawan, 2014: 50).

‘Si Pemilik Luka tak pernah mengira maut akan datang demikian cepat. Perempuan itu telah berada di depannya. Ia tak mengenal perempuan itu, tapi perempuan itu menceritakan satu peristiwa di masa lalu. Peristiwa di satu malam ketika ia memerkosa perempuan gila itu. Ia tak tahu apa urusan perempuan itu dengan si perempuan gila, dan si perempuan tak ingin menjelaskan panjang lebar.’

(Kurniawan, 2014: 240).

Bentuk kekerasan tidak serta merta laki-laki saja yang dapat melakukannya. Tetapi juga perempuan. Iteung sebagai tokoh perempuan mendobrak pemikiran struktur masyarakat novel yang berpikir bahwa yang dapat melakukan kekerasan adalah laki-laki sehingga memunculkan budaya patriarki bahwa perempuan di bawah laki- laki.

Dalam kutipan pertama, Iteung seakan mengiyakan bahwa virilitas adalah beban bagi kaum laki-laki. Laki-laki harus menunjukkan kejantanan di hadapan wanita dengan kekerasannya, tapi Iteung tidak kalah dalam kekerasan. Apakah dapat diperoleh kesimpulan dari kutipan pertama bahwa Ajo Kawir tidak jantan atau tidak viril jika tidak dapat mengalahkan Iteung? Maka dari itu, Iteung seakan mendobrak pemikiran virilitas di ranah sosial tentang kekerasan yang semata-mata milik laki-laki saja.

Dalam kutipan kedua lebih jelas lagi bahwa virilitas yang diemban oleh laki-laki di dalam ranah sosial menjadi beban. Ditunjukkan bahwa bisa terbunuhnya polisi laki-laki oleh Iteung. Jadi, Si Pemilik Luka ini adalah polisi yang membuat burung Ajo Kawir (Suami Iteung) tak dapat berdiri. Iteung berusaha membalaskan dendam suaminya itu. Maka dari itu, ia membunuhnya. Dengan tindakan Iteung yang membalaskan dendam Ajo Kawir memunculkan sebuah pernyataan terhadap virilitas di ranah sosial.

Apakah Ajo Kawir tidak jantan sehingga dendamnya saja dibalas oleh istrinya? Padahal Ajo Kawir adalah pengabdi kekerasan.

4. KESIMPULAN

1. Virilitas dipahami sebagai kapasitas reproduktif yang bersifat seksual dan sosial, baik menggunakan kekerasan ataupun tidak. Dengan begitu virilitas dibagi menjadi dua ranah yaitu seksual dan sosial. Dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O karya Eka Kurniawan ini menunjukan virilitas ranah seksual dengan objek burung dan virilitas ranah sosial dengan objek kekerasan.

2. Virilitas Seksual yang Direpresentasikan melalui Tokoh dalam Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O. Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian, maka penelitian dengan judul Virilitas Dalam Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O Karya Eka Kurniawan: Teori Dominasi Maskulin – Pierre Bourdieu menemukan dua hal, antara lain virilitas seksual dan virilitas sosial. Kedua hal tersebut berkaitan serta bekerja mengalir untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia yang sangat bebas dan direpresentasikan pada kejantanan.

3. Virilitas Sosial yang Direpresentasikan melalui Tokoh dalam Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O. Virilitas dalam ranah sosial dalam Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas dan O dilakukan oleh kaum maskulin untuk meningkatkan kehormatannya di dalam struktur masyarakat sosial. Lelaki yang benar-benar laki-laki adalah lelaki yang merasa dirinya harus berada di puncak kemampuan yang bisa diberikan kepadanya guna meningkatkan kehormatannya.

(6)

Jurnal Education and development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan Hal. 336 5. SARAN

Saran yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk peneliti selanjutnya adalah perlunya penelitian serupa dengan dominasi maskulin yang berbeda. Penelitian tersebut tidak hanya meneliti dominasi maskulin saja melainkan kedua virlias dalam dominasi maskulin. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan maka perlu saran dan umpan balik dari pembaca agar tulisan ini menjadi lebih baik dan bermanfaat.

6. DAFTAR PUSTAKA

Bourdieu, Pierre. 1998. The Logic of Practice.

Translated by Richard Nice. California:

Stanford University Press.

Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin.

Yogyakarta: Jalasutra.

Christyani, Mareta Ika. 2013. Dominasi Maskulin dalam Cerpen-Cerpen Karya Gay De Maupassant. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Darwin, Muhadjir. 2014. MASKULINITAS; Posisi Laki-Laki dalam Masyarakat Patrisrkis.

Yogyakarta: Center for Population and Policy Studies, Gadjah Mada University.

Fakih, M. (2010). Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Cet. 4, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat.

Jakarta: Kompas Gramedia

J.Moleong, Lexy. 2014. Metode Penelitian Kualitatif.

Bandung: Edisi Revisi. PT Remaja Rosdakarya.

Kalpagam, U. 2014. “Life Experiences, Resistance and Feminist Consciusness.” Dalam Indian Journal of Gender Studies Edisi 7 hlm 167.

India: Sage Publication.

Kurnia, Novi. Representasi Maskulinitas dalam Iklan.

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 8 No.1 Juli 2004.

Kurniawan, Eka. 2014. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kurniawan, Eka. 2016. O. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Powell, Anastasia. 2015. “Amor Fati?: Gender Habitus And Young People’s Negotiation Of (Heero) Sexual Consent.” Dalam Journal of Sociology Edisi 44 hlm. 167. Australia: Sage Publication.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (CetakanVIII).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rusdiarti, S. R. (2004). “Bahasa, Pertarungan Simbolik dan Kekuasaan”, dalam Majalah Basis Nomor 11-12, Nopember-Desember.

Saraswati, Dian. 2011. “Kekerasan Terhadap Tokoh Perempuan Dalam Novel Wajah Sebuah Vagina Karya Sastra Naning Pranoto: Analisis

Kritik Sastra Feminis”. Yogyakarta: Gajah Mada University.

Stanton, Robert. 2012. An Introduction to Fiction.

London: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Sulkunen, Pekka. 2010. “Society Made Visible – on the Cultural Sociology of Pierre Bourdieu”

Dalam Jurnal Acta Sociologica Edisi 25 hlm.

103. Sage Publication.

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Surakarta: UNS

Thorton, Sharah. 1996. Club Cultures: Music, Media, and Subcultural Capital. Hannover.

Widyatama, Rendra. 2006. Bias Gender dalam Iklan Televisi. Yogyakarta: Media Pressindo.

http://media.isnet.org/kmi/iptek/100/Plato.html diakses pada 25 Februari 2020 pukul 11.05 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain tubuh tokoh Iteung dikonstruksi sebagai seorang perempuan justru tidak hanya ditempeli dengan atribut femininitasnya melainkan terdapat juga elemen

Dengan kata lain tubuh tokoh Iteung dikonstruksi sebagai seorang perempuan justru tidak hanya ditempeli dengan atribut femininitasnya melainkan terdapat juga elemen

Kutipan tersebut mewakili kebenaran absolut bahwa Ajo Kawir seorang remaja yang suka mengintip, mulai dari mengintip kepala desa bersama istrinya dapat dilihat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tekanan penyebab trauma yang dialami oleh tokoh Ajo Kawir, dampak trauma yang diderita, dan mendeskripsikan bentuk

Ketiga bentuk pengalihan akan hasrat seksual di atas menjelaskan bahwa hasrat seksual dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang yang dalam hal ini mengacu pada para tokoh yang