THE EFFECT OF STOCKING DENSITY ON THE SURVIVAL AND GROWTH OF POST LARVA OF SHRIMP VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) REARED
IN CONTROLLED CONTAINERS
Syahrul Usman1, Andi Masriah2, Ruqayyah Jamaluddin2*
1Mahasiswa Program Studi Akuakultur, Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar, Jl.
Perintis Kemerdekaan Km.11 Tamalanrea, Makassar, Sulawesi Selatan, 90245 Indonesia.
2Program Studi Akuakultur, Fakultas Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11 Tamalanrea, Makassar, Sulawesi Selatan, 90245 Indonesia.
Correspondence Author: [email protected]
Abstrak
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu sepesies udang yang bernilai ekonomis tinggi, menjadi salah satu produk perikanan yang dapat menghasilkan devisa bagi negara. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penggelondongan udang vaname adalah kapadatan penebaran. Padat tebar yang tinggi akan meningkatkan kandungan bahan organik akibat penumpukan sisa pakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh padat tebar dan padat tebar yang optimum terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup post larva udang vaname. Penelitian ini didesain degan meggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang tediri dari empat perlakuan dan 3 ulangan, perlakuan tersebut adalah 10 ekor/l; 15 ekor/l; 20 ekor/l dan 25 ekor/l. Bedasarkan hasil analisis ragam (anova) berbagai perlakuan dalam penelitian ini tidak memberikan pegaruh yang nyata (α>0,05) terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup post larva udang vaname. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah padat tebar 25 ekor/liter.
Kata Kunci: Vaname, post larva, padat tebar
Abstract
Vannamei shrimp (Litopenaeus vannamei) is a species of shrimp that has high economic value, becoming one of the fishery products that can generate foreign exchange for the country. One of the factors that affect the success rate of vannamei shrimp slinging is stocking density. High stocking densities will increase the organic content due to the accumulation of feed residues. The purpose of this study was to determine the effect of stocking density and optimum stocking density on the growth and survival of vaname shrimp post larva. This study was designed using a completely randomized design (CRD) consisting of four treatments and 3 replications, the treatments were 10 animals/l; 15 fish/l; 20 fish/l and 25 fish/l. Based on the results of analysis of variance (ANOVA) various treatments in this study did not give a significant effect (α> 0.05) on the growth and survival of vaname shrimp post larva. The best treatment in this study was a stocking density of 25 fish/liter.
Keywords: Vaname, post larva, stocking density
Email: [email protected]
22 PENDAHULUAN
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu sepesies udang yang bernilai ekonomis tinggi, menjadi salah satu produk perikanan yang dapat menghasilkan devisa bagi negara. Udang ini memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih tahan terhadap penyakit dan fluktuasi kualitas air, pertumbuhan relatif cepat, serta hidup pada kolom perairan sehingga dapat ditebar dengan kepadatan tinggi. Udang vaname memiliki peluang pasar dan potensial untuk terus dikembangkan. Untuk menanggapi permintaan pasar dunia, dilakukan intensifikasi budidaya dengan memanfaatkan potensi lahan yang sangat luas (Effendi, 2016).
Udang vaname (L. vannamei) merupakan udang introduksi yang secara ekonomis bernilai tinggi sebagai komuditi ekspor karena diminati oleh pasar dunia, udang vaname masuk ke Indonesia pada Tahun 2001 dan pada Bulan Mei 2002 pemerintah Indonesia memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang vaname sebanyak 2.000 ekor, induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dengan adanya pembenihan udang vaname, baik dalam bentuk skala kecil atau skala mini hatchery akan membantu pemerintah dalam penyediaan benur bermutu bagi pembudidaya udang vaname, sehingga target pemerintah meningkatkan produksi udang dalam negeri dapat tercapai (Lestari, 2009).Udang vaname merupakan komoditas air payau yang banyak diminati karena memiliki keunggulan seperti tahan terhadap penyakit, mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif cepat, dan sintasan pemeliharaan yang tinggi (Arifin dkk.,2012). Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru dengan Indonesia dalam ekspor udang terus bermunculan.
Saat ini udang vaname masih merupakan komoditas utama dalam usaha budidaya tambak.
Udang vaname berasal dari perairan Amerika dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Sampai saat ini komoditas vaname sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan telah berhasil dikembangkan oleh para pembudidaya vaname. Hal tersebut didukung oleh regulasi dan program kerja pemerintah terkait dengan didirikannya hatchery (pembenihan) udang di berbagai daerah untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan adanya hatchery (pembenihan) udang dapat membantu kebutuhan para petani tambak karena ketersediaan benur dari alam sangat terbatas (Yustianti dkk., 2013).
Petani tambak yang mengelola dengan system tradisionak plus dan semi intensif pada umumnya menebar benih udang vaname dari hasil penggelondongan untuk pembesaran.
Gelondongan udang vaname adalah benih udang vaname yang didapatkan dari suatu hatchery dari stadia PL6 - PL10 dan dipelihara oleh pengusaha penggelondongan selama 5-7 hari sehingga umur gelondongan udang vaname berkisar PL11 – PL17.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penggelondongan udang vaname adalah kapadatan penebaran. Padat tebar yang tinggi akan meningkatkan kandungan bahan organik akibat penumpukan sisa pakan dan sisa metabolisme sehingga udang akan stres dan mudah terinfestasi ektoparasit dan dapat berakhir dengan kematian. Selain itu factor lain yang mempengaruhi keberhasilan penggelondong adalah kualitas air, pakan dan ketersediaan oksigen. Dari berbagai metode yang dilakukan oleh penggelondong ini seringkali tidak diperhatikan karena kurangnya fasilitas dan pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan benur udang baik dari petak penggelondongan hingga ke petak pembesaran nantinya.
Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini akan sedikit membantu penggelondong tentang bagaimana perlakuan yang diberikan dalam pemeliharaan benur udang vaname khususnya dalam hal penentuan padat tebar baik dalam petak penggelondongan hingga petak pembesaran. Maka dari itu melihat latar belakang di atas penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sejauh mana pengaruh kepadatan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan post larva udang vaname yang dipelihara pada wadah terkontrol dan selanjutnya dapat menjadi rujukan atau rekomendasi bagi pengusaha penggelondongan benih udang vaname.
23 A. Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agutus 2022 bertempat di Kampus Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan.
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah past larva 8 udang vaname yang yang ukurannya seragam dan diperoleh dari Hatchery PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Kepadatan post larva udang vaname sebagai hewan uji pada wadah penelitian yaitu 10 - 25 ekor per liter.
Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pakan pabrikan flake bubuk.
Dosis pakan yang diberikan untuk ukuran >PL 8 yaitu 8,7 ppm., dengan rumus : dosis x volume wadah : frekuensi pemberian pakan (sumber PT. Central Proteina Prima). Pemberian pakan dilakukan selama 4 kali per hari, yaitu pada jam 07:00 Wita, 11:00 Wita, 15:00 Wita, 19:00 Wita.
Rancangan Penelitian
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah air laut bersalinitas berkisar 25 – 30 ppt yang diperoleh dari sekitar lokasi penelitian. Sebelum digunakan, air laut terlebih dahulu disucihamakan dengan kaporit 30 ppm dan diaerasi selama 24 jam.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan, dengan demikian terdapat 12 satuan percobaan yaitu ember plastic volume 60 liter sebanyak 12 buah yang ditempatkan secara acak lengkap dengan asumsi bahwa kondisi lokasi penelitian dianggap homogeny. Masing-masing wadah penelitian diisi air yang telah disucihamakan sebanyak 50 liter.
Perlakuan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah:
Perlakuan A = Kepadatan 10 ekor per liter Perlakuan B = Kepadatan 15 ekor per liter Perlakuan C = Kepadatan 20 ekor per liter Perlakuan D = Kepadatan 25 ekor per liter
Persiapan Wadah Penelitian
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember yang berukuran 60 liter sebanyak 12 buah. Sebelum digunakan ember dibersihkan dari kotoran dan dipastikan dalam kondisi yang baik, kemudian dikeringkan selama 1 hari agar dapat digunakan dalam proses pemeliharaan udang vaname. Wadah yang telah dibersihkan dan diberi label sesuai dengan masing-masing perlakuan diisi air sebanyak 50 liter dan dipasangi aerasi.
24 Pemeliharaan Hewan Uji
Udang uji yang digunakan dalam penelitian yaitu udang vaname stadia post larva yang terlebih dahulu diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan selama 30 menit. Setelah itu PL 8 dipelihara selama 10 hari di dalam wadah pemeliharaan. Setiap wadah pemeliharaan diisi air 50 liter.
Sampling Udang Vaname (L. vannamei)
Sampling dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan berat mutlak, laju pertumbuhan panjang mutlak dan kelulushidupan udang vaname Pengukuran atau sampling dilakukan dengan cara mengambil 10 ekor udang uji dari setiap perlakuan. Sampling dilakukan diawal dan diakhir penelitian. Sampling dilakukan pada pagi hari, yang mana bertujuan agar udang tidak mudah stres akibat perubahan suhu, pengambilan sampel udang di wadah dengan cara menggunakan serok. Setelah pengambilan sampling udang, maka udang ditimbang terlebih dahulu diatas timbangan analitik.
Manajemen Kualitas Air
Manajemen kualitas air dilakukan diantaranya : monitoring kualitas air dan pergantian air. Monitoring kualitas air dilakukan dengan cara melakukan pengukuran parameter kualitas air setiap pagi sebelum pemberian pakan. Parameter yang akan diukur adalah suhu, salinitas dan pH. Sedangkan untuk pergantian air dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 3 hari dengan presentase 50-80%.
Pertumbuhan
Perlakuan yang diamati dalam penelitian ini adalah kelangsungan hidup dan pertumbuhan post larva udang vaname.
Kelangsungan hidup post larva udang vaname dihitung dengan menggunakan rumus Efendy (1997) sebagai berikut:
Dimana:
KH = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah post larva yang hidup pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah tebar post larva (ekor)
Pertumbuhan post larva udang vaname dihitung dengan menggunakan rumus Effendi sebagai berikut:
a. Pertumbuhan berat mutlak dihitung dengan menggunakan rumus:
Dimana :
W = Berat Post Larva
Wt = Berat Post Larva ahir penelitian Wo = Berat Post Larva awal penelitian
b. Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus:
KH = 𝑁𝑡
𝑁𝑜
x 100
%
W = Wt - Wo
P = Pt - Po
25 Dimana:
P = Panjang mutlak
Pt = Panjang akhir penelitian Po = Panjang awal penelitia Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah data kelangsungan hidup, pertumbuhan post larva udang vaname dan parameter kualitas air. Data kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang diperoleh selanjutnya dianalisa ragam dengan menggunakan aplikasi SPSS dan data kualitas air dianlisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian pengaruh kepadatan Udang Vaname diperoleh gambaran mengenai pertumbuhan berat mutlak, pertambahan panjang total, dan kelangsungan hidup, seperti pada Tabel berikut:
Tabel 1. Tabel Hasil Pertumbuhan Berat Mutlak, Pertambahan Panjang Total, dan Kelangsungan Hidup post Larva Udang Vaname.
Perlakuan
Parameter ± std Pertumbuhan
Bobot Mutlak (g)
Pertumbuhan Panjang Total (mm)
Kelangsungan hidup (%) 10 ekor/liter 8,067 ± 2,597 a 0,980 ± 0,089 b 90,667 ± 8,083 c 15 ekor/liter 8,467 ± 4,957 a 0,937 ± 0,512 b 88,889 ± 3,849 c 20 ekor/liter 6,300 ± 1,229 a 0,617 ± 0,040 b 88,000 ± 7,937 c 25 ekor/liter 5,800 ± 2,800 a 0,780 ± 0,167 b 81,867 ± 8,992 c Keterangan : Huruf superscrift yang sama pada kolom yang sama megindikasikan perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan (α>0,05) pada taraf kepercayaan 95%
Berdasarkan hasil analisis ragam lampiran 5,6, dan 7 memperlihtakan bahwa perlakuan berbagai kepadatan dalam wadah terkontrol tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang maupun kelangsungan hidup pada post larva udang vanname. Hal ini diduga karena penggunaan aerasi, pakan dan kualitas air yang sangat mendukung untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan post larva udang vaname.
Pemeliharaan post larva udang vaname yang dipelihara dengan aerasi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dikarenakan pada perlakuan sistem aerasi memberikan semprotan gelembung udara yang dihasilkan rata sehingga pakan yang ditebar akan lebih merata menyebar dan benih udang lebih mudah menangkap pakan yang melayang-layang. Penyebaran pakan lebih merata akibat semprotan gelembung udara yang lebih merata pada aerasi sehingga benih udang vaname mudah menangkap pakan yang berdampak pada berkurangnya sifat kanibalisme benih udang vaname. Menurut Purba (2012), konsumsi pakan yang cukup dan kandungan nutrisi yang cukup dalam pakan dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan individu post larva udang vaname. Hal ini juga sesuai dengan Gunarto dan Hendrajat (2008) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan sangat mempengaruhi pertambahan bobot tubuh udang, karena konsumsi pakan menentukan masuknya zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya.
26 Laju Pertumbuhan Berat Mutlak
Hasil penelitian tentang laju pertumbuhan berat mutlak (mg) pada post larva udang vaname stadia PL8-PL18 yang diberi perlakuan padat tebar yang berbeda selama 10 hari pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Berdasarkan hasil analisis statistik, berpengaruh nyata (α<0.05) terhadap laju pertumbuhan berat mutlak pada udang vaname, dimana angka laju pertumbuhan berat mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan A (10 ekor/liter) yaitu rata-rata 8,067 mg/ekor, sedangkan pertumbuhan berat mutlak dari udang vaname terendah diperoleh pada perlakuan D (25 ekor/liter) yaitu 5,80 mg/ekor. Pada awal pemeliharaan bobot rata-rata post larva udang vaname adalah 0.1 mg sedangkan pada akhir penelitian bobot tertinggi adalah 8,4 mg. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi media dan pemberian pakan mendukung pertumbuhan udang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan berat tertinggi udang vaname dapat dicapai dengan perlakuan baik dalam air maupun pakan. Pertumbuhan post larva udang vaname pada perlakuan D lebih rendah dibanding dengan perlakuan C hal ini diduga karena padat tebar yang menyebabkan pergerakan post larva sempit sehingga persaingan pakan serta oksigen juga mempengaruhi. Pergerakan udang sempit dan susah untuk menyerap mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga udang cenderung berkulit tipis, nafsu makan berkurang dan mudah stress (Taqwaetal.,2010).
Faktor lain yang dapat mempengeruhi terjadinya pertumbuhan yaitu manajemen pakan yang baik seperti penggunaan pakan yang bernutrisi tinggi yang dapat menunjang pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Purba (2012) yang menyatakan bahwa apabila pakan yang diberikan kepada udang yang dipelihara mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi maka hal ini tidak hanya menjamin hidup dan aktivitas udang, tetapi juga mempercepat pertumbuhannya.
Selain faktor makanan juga dipengaruhi oleh padat tebar post larva yang dipelihara.
Semakin tinggi padat penebaran maka akan meyebabkan pertumbuhan semakin lambat karena adanya persaingan post larva dalam hal ruang gerak, oksigen maupun makanan. Purba (2012) juga menjelaskan bahwa pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya padat tebar udang yang dipelihara yaitu padat tebar udang dalam sebuah wadah pemeliharaan berhubungan dengan pemanfaatan ruang dan oksigen serta makanan untuk kebutuhan metabolisme dan pertumbuhan udang. Padat tebar pada penelitian ini yaitu 10-25 ekor/liter post larva pada stadia PL8 sedangkan menurut SNI 01-6144-2006 bahwa untuk padat tebar benur (PL10-PL20) untuk digelondongkan didalam bak 4.000 ekor/m2 – 5.000 ekor/m2.
Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak
Hasil penelitian tentang laju pertumbuhan panjang mutlak (cm) pada post larva udang vaname stadia PL8-PL18 yang diberi perlakuan padat tebar yang berbeda selama 10 hari pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Laju pertumbuhan panjang udang vaname selama penelitian, tertinggi terdapat pada A yaitu 0,980 cm sedangkan pertambahan panjang terendah yaitu pada perlakuan C yaitu 0,617 cm. Pertambahan rata-rata panjang total merupakan selisih antara panjang pada udang vaname antara rostrum hingga auropoda pada akhir pemeliharaan dengan panjang tubuh pada awal pemeliharaan. Perhitungan panjang udang vaname dilakukan pada saat post larva udang vaname memasuki stadia PL8 dan dilakukan sampai post larva udang vaname siap untuk dipanen.
Pada penelitian ini perlakuann A,B,C dan D menunjukkan bahwa pertumbuhan terendah terjadi pada perlakuan C dengan rata-rata 0,617 cm. Hal ini diduga karena udang pada perlakuan ini kurang mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan dengan kondisi yang kurang optimal masing-masing sehingga udang tidak dapat mengoptimalkan pakan
27 yang diberikan untuk laju pertumbuhannya (Yana Wulandari.2019). Hal ini juga dibuktikan dari data kualitas air pada tabel 2 menunjukkan data kualita air rata-rata paling rendah dari masing-masing perlakuan padat tebar yang diberikan.
Tingkat Kelangsungan Hidup Udang
Hasil penelitian tentang tingkat kelangsungan hidup (%) pada post larva udang vaname stadia PL8-PL18 yang diberi perlakuan padat tebar yang berbeda selama 10 hari pengamatan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pemberian dengan dosis berbeda tidak memberikan pengaruh nyata (α>0,05) terhadap tingkat kelulus hidupan post larva udang vaname. Nilai perhitungan yang diperoleh seperti yang dapat dilihat pada Table 4 selama pemeliharaan 10 hari kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan A (90,66%) kemudian kedua pada perlakuan B (88,88%), setelah itu pada perlakuan C (88,00 %) dan angka kelangsungan hidup terendah diperoleh pada perlakuan D (81,86%). Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa padat yang berbeda memberikan pengaruh terhadapat kelangsungan hidup post larva udang vaname.
Kelangsungan hidup udang vaname dapat dipengerahi oleh beberapa faktor. Menurut Fuady (2013) faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan hidup dalam budidaya adalah faktor abiotik dan biotik. Menurut Anggoro (1992), proses moulting yang tidak bersamaan diantara udang yang satu dengan lainnya cenderung menyebabkan terjadinya kanibalisme terhadap udang yang sedang moulting dan selanjutnya mengakibatkan kematian.
Kanibalisme terjadi pada udang yang berukuran kecil dan udang yang sedang mengalami pergantian kulit atau molting. Karena pada saat moulting udang akan mengeluarkan aroma yang khas sehingga menarik udang yang lain dan terjadi pemangsaan.
Menurut Iskandar (2003), saat terjadi pergantian kulit adalah saat yang sangat rawan bagi udang. Pada saat kulit luar terlepas udang akan terlihat lemah dan tidak memiliki pelindung tubuh yang akhirnya menyebabkan sangat mudah dimangsa oleh udang lain.Lebih lanjut dikatakan bahwa proses kanibalisme juga terjadi pada udang dewasa terhadap udang yang berukuran lebih kecil dan terhadap telur. Nainggolan (2008) menyatakan bahwa selama proses moulting tingkat kematian pada udang dapat mencapai 30 % yang salah satunya disebabkan oleh kanibalisme.
Selain disebabkan oleh sifat kanibalisme, mortalitas pada udang juga disebabkan karena pakan yang kurang memenuhi kebutuhan sehingga terjadi kompetisi dalam memperoleh makanan. Kebutuhan akan pakan yang tidak terpenuhi secara optimal akan memicu udang untuk saling memangsa dan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat kelangsungan hidup udang pada media pemeliharaan. Patasik (2005) menyatakan bahwa pengambilan dan perhitungan post larva, aklimatisasi atau adaptasi post larva serta pemindahan post larva kewadah pemeliharaan juga sangat mempengaruhi tingkat mortalitas udang vaname.
Berdasarkan hasil analisa statistic yang memperlihatkan bahwa berbagai padat tebar dalam wadah yang terkontrol tidak memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup post larva udang vanname, maka dapat ditentukan bahwa perlakuan atau padat tebar yang terbaik dalam penelitian ini adalah 25 ekor/liter, karena pada berbagai perlakuan pada tebar A,B,C dan D memberikan hasil data pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang selisihnya tidak terlalu jauh dengan ketentuan kondisi pakan, kualitas air dan aerasi harus diperhatikan dengan baik. Hal ini menujukkan bahwa kondisi uji pada penelitian ini dalam kondisi optimum dimana tidak terjadi persaingan ruang gerak, oksigen maupun makanan sehingga pertumbuhan udang dapat berlangsung dengan baik.
Parameter Kualitas Air
28 Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air selama penelitian perlakuan A, B, C dan D masih dalam kisaran yang layak untuk menunjang pertumbuhan maupun kelangsungan hidup larva udang vaname. Data pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama 10 Hari Pemeliharaan No Parameter Perlakuan Pengukuran SNI7311-2009
A 29-31.8
1 Suhu B 29.1-31.7 29-32
C 29-31.6
D 29.7-31.6
A 8.2-8.5
2 pH B 8.2-8.4 7.5-8.5
C 8.2-8.4
D 8.2-8.5
A 3.5-4.4
3 DO B 3.2-4.5 5
C 3.4-4.5
D 3.5-4.6
A 28-30
4 Salinitas(˚/oo) B 28-30 29-32
C 28-30
D 28-30
Sumber: Data Primer Setelah diolah,2022
Berdasarkan Tabel tersebut diketahui bahwa parameter kualitas air selama masa pemeliharaan tidak jauh berbeda dengan kisaran toleransi udang vaname sesuai dengan SNI 7311-2009 sehingga faktor ini tidak membatasi pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname selama masa pemeliharaan. Hasil pengukuran kualitas air ditampilkan dalam kisaran nilai terendah dan tertinggi, dimana hasil pengukuran menunjukkan nilai kisaran suhu selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 28-32ºC. Hal ini menunjukkan nilai suhu selama pemeliharaan pernah melewati nilai optimum yang berpotensi menyebabkan udang stres. Berdasarkan hasil penelitian dari Budidardi dkk.,(2008) menunjukkan bahwa udang vaname adalah varietas budidaya yang memiliki toleransi yang sangat baik pada lingkungan dan optimum tumbuh pada suhu 26-30ºC.
Suhu merupakan salah satu faktor penentu bagi kehidupan udang vaname, karena mempengaruhi kecepatan metabolism pada udang. Perubahan suhu mendadak dapat mengakibatkan udang mengalami stres. Sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan menurun dibandingkan pada suhu optimal. Suhu berpengaruh langsung pada metabolism udang, pada saat suhu tinggi metabolisme udang cepat, sedangkan suhu rendah metabolism udang lambat. Suhu yang optimal untuk pemeliharaan udang vaname berdasarkan SNI 7311:2009 berkisar antara 29- 32ºC. Suhu air dapat berpengaruh terhadap sistem kerja enzim dan derajat metabolisme dalam tubuh organisme air. Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen, metabolisme, dan berbagai reaksi kimia dalam air. Setiap kenaikan suhu 10ºC akan mempercepat laju reaksi kimia sebesar dua kali, sepertireaksi keseimbangan ammonia (NH3) Suhu yang melebihi kisaran suhu optimal dapat meningkatkan konsumsi O2 yang disebabkan
29 peningkatan suhu tubuh serta laju metabolisme. Selain itu suhu tinggi cenderung menyebabkan kadar oksigen terlarut menurun. Sedangkan menurut Effendi (2003) dalam Suastika (2013) menyatakan suhu sangat mempengaruhi kondisi salinitas perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak pada tingginya salinitas. Nilai kandungan oksigen terlarut selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 4,6-7,84 mg/l. Nilai oksigen terlarut ini merupakan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan udang vaname.
Oksigen terlarut yang optimal untuk pemeliharaan udang vaname berdasarkan SNI 7311:2009 berkisar antara >5 ppm. Oksigen terlarut merupakan jumlah mg/L gas O2 yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dianggap sangat penting karena merupakan kebutuhan primer dalam proses metabolisme. Oleh karena itu ketersedian oksigen bagi udang menentukan lingkungan aktifitasnya, konversi pakan yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan larva, periode moulting dan sistem kekebalan tubuh (Kordi, 2008). Selain untuk respirasi, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk menunjang kehidupan organisme, juga berperan penting dalam menetralisasi keadaana ir yang memburuk dengan cara mempercepat proses oksidasi gas-gas beracun seperti amonia dan hidrogen sulfida. Rendahnya kadar oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Semakin tinggi suhu dan salinitas, semakin kecil pula kelarutan oksigen didalamnya. Kandungan oksigen pada media pemeliharaan diperoleh dari difusi udara, aerasi, pergantian air dan proses fotosintesa pada fitoplankton (Kordi,2008).
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air yang dinyatakan dalam satuan permil (o/oo). Kisaran nilai salinitas selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 30-31 ppt. Salinitas yang optimal untuk pemeliharaan udang vaname berdasarkan SNI 7311:2009 berkisarantara 29-32 ppt. Pada kondisi tertentu, salinitas air dapat menjadi tinggi hal ini dapat menyebabkan proses osmoregulasi terganggu yang akhirnya menghambat pertumbuhan udang. Salinitas yang terlalu tinggi juga dapat meningkatkan kebutuhan energi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan dapat menyebabkan udang lemah.
Berdasarkan Tabel 2 Kisaran nilai derajat keasaman (pH) selama 10 pemeliharaan pada semua perlakuan berkisar antara 8-8,5. Nilai pH yang optimal untuk pemeliharaan udang vaname berdasarkan SNI 7311:2009 berkisar antara 7,5-8,5 ppt. Derajat keasaman merupakan salah satu sifat kimia perairan yang secara langsung berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Kesadahan diperairan perlu dianalisa, dikarenakan kesadahan merupakan gambaran garam-garam kalsium dan magnesium yang penting untuk kesuburan kualitas air. Ramdiani (2014), yang menyatakan bila total kesadahan terlalu rendah dapat ditingkatkan melalui penambahan kapur. Selain sebagai pendukung kesuburan, kesadahan juga berfungsi sebagai penyangga (buffer) terhadap fluktuasi pH perairan budidaya. Susanto dalam Ramdiani (2014), yang menyatakan kesadahan yang terlalu tinggi pada suatu perairan akan membahayakan biota yang hidup didalamnya. Kesadahan yang tinggi akan membentuk suatu kerak yang akan menempel pada insang, hal ini lah yang akan membuat udang susah untuk bernafas, hingga akhirnya mati. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawa perairan misalnya proses nitrifikasi akan berhenti jika Ph rendah. Tingkat keasaman padahakekatnya adalah negatif dari logaritma konsentrasi ion H+ meningkat maka nilai pH menjadi rendah. Demikian sebaliknya, apabila konsentrasi ion H+ menurun, pH meningkat.
Secara tidak langsung pH mempengaruhi kehidupan organism kultivan melalui efeknya terhadap parameter lain seperti tingkat toksik ammonia (Haliman dan Adijaya, 2005).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu 10 hari dapat disimpulkan bahwa berbagai jumlah padat tebar dalam wadah terkontrol tidak memberikan pengaruh yang nyata (α>0,05) terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup post larva
30 udang vanname. Padat tebar yang optimum untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan yaitu 25 ekor/liter.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2017. Molases. https://id.wikipedia.org/wiki/Molases. Diakses pada tanggal 15 Mei 2022.
Anggoro,S.1992.Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya Tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu, Penaeus monodon Fabricius. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, IPB. Bogor.127 hlm (tidak diterbitkan)
Badjoeri, M. dan T. Widianto. 2008. Penggunaan Bakteri Nitrifikasi untuk Bioremediasi dan Pengaruhnya Terhadap Konsentrasi Amonia dan Nitrit di Tambak Udang. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 34 (2) : 243-259.
Basahudin M S. 2009. Panen Lele 2,5 Bulan. Penebar Swadaya. Jakarta. 77 hal.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Co. New York. p: 6-50.
Darmawan, M.R., P. Andreas, B. Jos dan S. Sumardiono. 2013. Modifikasi Ubi Kayu dengan Proses Fermentasi Menggunakan Starter Lactobacillus casei untuk Produk Pangan.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2 (4): 137-145.
Ditjen Perikanan Budidaya. 2004. Pembenihan Nila Merah (Oreochromis sp) dalam bak Semen.
Departemen Perikanan dan Kelautan. Balai Budidaya Air Tawar Jambi. http://www.
dkp.go.id/content. PHP. 02 Maret 2014
Dong, H. 2011. The Immunomodulatory Effect of a Probiotic Strain Lactobacillus Casei Shirota on Human Volunteers. Reading. University of Reading.
Effendi, H., 2004, Telaah Kualitas Air, Kanisius, Yogyakarta.
Fitriani, N. 2013. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada Pakan Komersial terhadap Pertumbuhan dan Efesiensi Pakan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. 60 hal
Forteath, N., Wee L., and Frith M. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.).
Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia.
Fuady, Faid. M. 2013. Pengaruh Pengeloloan Kualitas Air Terhadap Kelulusan hidupan dan Laju Pertumbuhan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Gunarto dan E.A. Hendrajat. 2008. Budidaya Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) Pola
Semi Intensif dengan Aplikasi Beberapa Jenis Probiotik Komersil. J. Ris. Akuakultur, 3 (3): 339-349
Hermawan, .T. A., Iskandar dan U. Subhan. 2012. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) Di Kolam Kali Menir Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan, III (3) : 85-93.
Hidayat, N., M.C. Padaga dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. C.V Andi Offset.
Yogyakarta.
Iqbal, M. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele Clarias sp., pada Budidaya Intensif Sistem Heterotrofik. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 85 hal Joshi, S. A. 2002. Nutrition and Dietetics. New Delhi. Tata McGraw-Hil Publishing Company
Limited.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Jakarta. hal 5.
Khairuman H. dan K. Amri. 2011. Buku pintar Budidaya dan Bisnis 15 Ikan Konsumsi. Agromedia Pusaka. Jakarta. Hal 62 – 78.
31 Kusriningrum, R. S. 2012. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Universitas
Airlangga. Surabaya.
Madinawati, N. Serdiati dan Yoet. 2011. Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).
Media Litbang Sulteng, IV (2) : 83-87.
Mahyudin. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. hal 171.
Maryam, S. 2010. Budidaya Super Intensif Ikan Nila merah (Oreochromis sp.) dengan Teknologi Bioflok : Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 66 hal.
Mile, R. D., G. D. Butcher., P. R. Henry and R. C. Littel. 2006. Effect of Antibiotic Growth Promoters on Broiler Performance, Intestinal Growth Parameters, and Quantitative Morphology. Journal Poultry Science. 85: 476-485.
Minggawati, I dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius) di Karamba Sungai Kahayan, Kota Palangka Raya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika 1 (1) :
Nainggolan, 2008. Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Pada Pemberian Pakan Dengan Frekuensi Yang Berbeda.
Najamuddin, M. 2008. Pengaruh Penambahan Dosis Karbon yang Berbeda terhadap Produksi Benih Ikan Patin (Pangasius sp.) pada Sistem Pendederan Intensif. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 65 hal
Nurika, I. dan N. Hidayat. 2001. Pembuatan Asam Asetat dari Air Kelapa secara Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Biooksidasi (Kajian dari Tinggi Patikel dalam Kolom dan Kecepatan Aerasi). Jurnal Teknologi Pertanian. 2 (1): 51-57.
Paulette, G. 2012. Generally Recognized as Safe (GRAS) Determination for the Use of Lactobacillus casei Strain Shirota As a Food Ingredient. Jheimbach LLC. Port Royal VA Patasik, 2005. Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
padaPemberianPakandenganFrekuensiyangBerbeda
Prabowo, M. R. 2016. Pengaruh Variasi Dosis Probiotik Cair dengan Interval Waktu Pemberian Satu Hari Sekali pada Air Minum Ternak terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler (Gallus gallus domesticus). Disertasi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga Surabaya
Puspowardoyo, H. Dan A.S. Djariyah. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo Hemat Air. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Purba, C. Y. 2012. Performa Pertumbuhan, Kelulushidupan, Dan Kandungan Nutrisi Larva Udang Vanamei (Litopenaeus Vannamei) Melalui Pemberian Pakan Artemia Produk Lokal yang Diperkaya dengan Sel Diatom. Journal of Aquaculture Management and Technology. 1(1):102-115.
Radhiyufa, M. Dinamika Fosfat dan Klorofil dengan Penebaran Ikan Nila (Oreochromis sp) pada Kolam Budidaya Ikan Lele (Clarias sp) Sistem Heterotrofik. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 70 hal.
Rochani, A., S. Yuniningsih dan Z. Ma’sum. 2016. Pengaruh Konsentrasi Gula Larutan Molaes terhadap Kadar Etanol pada Proses Fermentasi. Jurnal Reka Buana. 1 (1): 43-49.
Samantha, S., S. Haldar., T.K. Ghost. 2010. Comparative Efficacy of and Organic Acid Blend and Bacitracin Methylene Disalicylate as Growth Promoters in Broiler Chickens: Effect of Performance, Gut Histology, and Small Intestional Milieu. Vet Med. Int; Articel ID 645150.
Soedhono. 2009. Sugar Factory. http://pg-soedhono.blogspot.co.id/2009/10/tetes- molasses.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2022.
Standar Nasional Indonesia. Produksi benih udang windu (fabricius 1798)
32 sesi sebar benur: http://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar
pendukung/DIT%20PERBENIHAN/SNI%20Perbenihan/SNI%20Udang%20Windu/SNI
%2001-6144-2006.pdf. Diakses pada tanggal 2 agustus 2022 pukul 11:20 WITA.
Suryaningrum, F.M. 2012. Aplikasi Teknologi Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila.
Skripsi. Universitas Terbuka. Jakarta. 89 hal.
Suyanto S R. 2007. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 92 hal.
Taqwa, F.H, M. Syaifudin, d. Jubaedah, O. Saputra. (2010). Tingkat stres dan kelangsungan hidup pasca panen udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama masa penurunan salinitas rendah dengan penambahan natrium dankalium. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengkajian. Hasilriset untuk Meningkatkan Kesejahteraan rakyat.ISBN 978-602-98295-0-1.Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumater Selatan Palembang.
Unisa, R. 2000. Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dalam Sistem Resirkulasi dengan debit Air 33 Lpm/m3. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 64 hal
Utami, D. 2001. Pengaruh Pemupukan Lanjutan Terhadap Sintasan dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) Pada Pendederan Pertama. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 62 hal
Widodo, W. 2016. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas.Malang: UMM Press.
Widodo. 2017. Bakteri Asam Laktat Strain Lokal. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Willet, D and Morrison C. 2006. Using Molasses to control inorganic Nitrogen and pH in Aquaculture ponds. Page 6
Yanuar, S. E. dan A. Sutrisno. 2015. Minuman Probiotik dari Air Kelapa Muda dengan Starter Bakteri Asam Laktat Lactobacillus casei. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (3): 909-917 Yuniasari, D. 2009. Pengaruh Pemberian Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi Serta Molase dengan C/N Rasio yang berbeda terhadap Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
78 hal