KEBENARAN DAN KEPASTIAN ILMU Nama : Zaki Azmirrijali
NIM : 23201021004
Tugas : Resume
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Pengetahuan dikatakan selalu memiliki kebenaran di dalamnya. Lantas, kebenaran seperti apakah yang ada dalam pengetahuan? Pengetahuan selalu mengandung kebenaran mengenai apa yang diketahui. Kemudian muncul sebuah pertanyaan, apakah kebenaran itu?
Dalam hal ini, filsafat mencoba untuk menjawabnya dengan membagi kebenaran menjadi empat teori yaitu kebeneran sebagai kesesuaian, kebenaran sebagai keteguhan, pragmatism kebenaran, dan performative kebenaran.
Pertama adalah teori kebenaran sebagai kesesuaian. Dalam hal ini kebenaran adalah kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan realitas. Jadi, suatu pernyataan dianggap benar jika memiliki keterkaitan dengan kenyataan dalam pernyataan tersebut. Benar dan salah adalah soal kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan. Kebenaran ini terletak pada kesesuaian anara subjek dan objek. Dalam teori ini, objek kedudukannya lebih kuat dari subjek. Kebenaran sebagai persesuaian ini disebut juga dengan kebenaran empiris.
Berdasarkan pernyataan diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teori ini. Pertama, teori ini sangat didukung oleh aliran empirisisme. Kedua, teori ini menegaskan tentang dualism antara subjek dan objek, antara si pengenal dan yang dikenal. Ketiga, teori ini sangat menekankan pada bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan juga bahwa teori ini memiliki persoalan sendiri. Dimana berdasarkan teori ini, maka semua pernyataan, proposisi, dan hipotesa yang tidak didukung dengan kenyataan yang factual maka tidak bisa dianggap benar.
Teori kebenaran kedua adalah sebagai keteguhan. Disini berbanding terbalik dengan teori yang pertama. Teori ini lebih banyak dianut oleh aliran rasionalis. Dalam hal ini, kebenaran bukan dinilai dari kesesuaian antara pernyataan dan kenyataan. Akan tetapi, kebenaran dilihat dari proposisi baru yang meneguhkan proposisi yang lama. Maka dalam hal ini terdapat beberapa hal terkait teori ini. Pertama, teori ini lebih menekankan kepada rasional- logis dan berfikir deduktif. Kedua, lebih menekankan kepada kebenaran dan pengetahuan apriori.
Teori selanjutnya adalah teori pragmatis. Pada teori ini, kebenaran dinilai dari kegunaannya. Jika suatu pernyataan atau pengetahuan tidak memiliki kegunaan, maka tidak dianggap benar. Menurut teori ini, pengetahuan mencari kebenaran bukanlah untuk sekedar memuaskan rasa ingin tahu akan pertanyaan-pertanyaan, namun kebenaran harus berguna dan dapat memuaskan kebutuhan manusia. Kebenaran pragmatis sendiri sebenarnya juga mengandung kebenaran empiris. Hanya saja bersifat lebih radikal dari kebenaran empiris itu sendiri.
Teori terakhir dalam pembahasan ini adalah teori kebenaran performative. Cukup berbeda dengan teori-teori diatas, dalam teori ini, tolak ukur kebenaran adalah ketika suatu
pernyataan dapat membentuk sebuah realitas. Pada teori ini tentu terdapat dua sisi yaitu positif dan negative. Sisi positifnya, dengan pernyataan tertentu, orang berusaha mewujudkan apa yang dinyatakan. Secara negative, pernyataan ini bisa membuat seseorang terlena seakan menyamakan pernyataannya dengan realitas.
Berdasarkan teori-teori diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebenaran logis memerlukan kebenaran empiris. Dan begitu juga sebaliknya. Kebenaran ini kemudian dapat kita sebut dengan kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah memiliki tiga sifat dasar yaitu struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan. Struktur rasional logis maksudnya adalah bahwa kebenaran ilmiah selalu dapat dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi atau premis tertentu. Sifat rasional ini berbeda ddengan sifat masuk akal.
Sedangkan isi empiris adalah pengujian terhadap preposisi-preposisi yang ada. Selanjutnya, sifat pragmatis atau kegunaan menggabungkan dua sifat diatas. Sehingga lengkap dan dapat digunakan dalam kehidupan.
Setelah membahas kebenaran, kemudian muncul kembali sebuah pertanyaan. Apakah kebenaran ini bersifat pasti atau hanya sementara? Berdasarkan sudut pandang orang-orang rasionalis, kebenaran bersifat pasti. Maksudnya adalah pasti benar dan bukan hanya sementara sifatnya, melainkan terus menerus. Berbeda dengan kaum empiris yang berpendapat bahwa pengetahuan berbeda dengan agama yang berambisi dalam keimanan. Artinya bahwa kebenaran dari suatu pengetahuan sifatnya hanya sementara. Tidak ada pengetahuan yang memberikan gambaran yang adekuat dan pasti tentang objek penelitiannya. Pengetahuan tidak akan pernah memberikan jawaban final atas sesuatu dan absolut. Pengakuan ini disebut juga dengan falibilisme. Falibilisme bukan menyalahkan atau menganggap pengetahuan salah sama sekali, namun seorang peneliti atau ilmuwan harus bersifat kritis terhadap pengetahuan.
Falibilisme berasal dari dua sumber yaitu sebagai konsekuensi metode ilmiah dan dari objek ilmu pengetahuan yaitu universum alam. Dalam hal ini, metode ilmiah tidak menghasilkan kebenaran absolut, bahkan bisa saja metode ilmiah salah. Beberapa indikasi metodoligis bisa dilihat sebagai alasan dari falibilisme. Pertama, peneliti tidak pernah merasa yakin dengan yang dicapainya. Kedua, fokus utama penelitian adalah verifikasi terhadap sebuah hipotesa. Ketiga, karena metode induksi tidak pernah lengkap. Keempat, pada dasarnya, setiap hipotesis tidak pernah memiliki kepastian. Dari alasan-alasan ini maka dapat kita simpulkan bahwa pengetahuan tidak lepas dari kesalahan dan selalu terbuka terhadap kritikan dan perbaikan, sehingga pengetahuan dapat terus berkembang. Falibilisme dalam hal ini didasarkan kepada perkembangan alam. Hal ini berkaitan dengan objek ilmu pengetahuan adalah peristiwa-peristiwa alam.