• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abd Kadir 21 dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan

Dalam dokumen DIRASAT ISLAMIYAH. (Halaman 32-50)

orang-orang yang shaleh. (QS: Yusuf:12:101).

Bagi N. Yusuf yang telah mendapatkan kekuasaan dan pengetahuan tentang tafsir mimpi iapun mereflek- sikan semua pemberian Tuhan itu dalam pengakuannya sebagai orang muslim dalam maknanya yang premor- dial. N. Sulaiman pun mempunyai prinsip dan panda- ngan yang sama dengan para nabi pendahulunya itu.

ﲔﻤﻠﺴﻣ ﱐﻮﺗأو ﻲﻠﻋ اﻮﻠﻌﺗ ﻻأ

Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang- orang berserah diri. (QS. al-Naml:27: 31)

Disamping itu secara tegas dan jelas N. Isa a.s. telah memberikan kesaksian pada dirinya sendiri, bahwa ia adalah seorang muslim.

نﻮﻳراﻮﳊا لﺎﻗ ﷲا ﱃإ يرﺎﺼﻧأ ﻦﻣ لﺎﻗ ﺮﻔﻜﻟا ﻢﻬﻨﻣ ﻰﺴﻴﻋ ﺲﺣأ ﺎﻤﻠﻓ

نﻮﻤﻠﺴﻣ ﺎﻧﺄﺑ ﺪﻬﺷاو ﷲﺎﺑ ﺎﻨﻣآ ﷲا رﺎﺼﻧأ ﻦﳓ

Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (shahabat-shahabat setia) menjawab: "Kami lah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. (QS. Ali Imran: 52).

Bukan hanya para nabi yang memeluk Islam, tetapi keturunan nabi dan umat-umatnya banyak yang mengikuti nabinya dan menjadikan Islam sebagai agama pelukannya.

D. Paham-paham ketuhanan

Sungguhpun eksistensi Tuhan dipahami mutlak adanya, tetapi setiap orang mempunyai keyakinan yang berbeda mengenai penjelasan tentang Tuhan, sehingga pro-kontra tentang Tuhan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Ateisme, yaitu paham-paham yang menyangkal adanya Tuhan. Keberadaan Tuhan dianggap tidak ada, karena secara empirik tidak ada bukti-bukti keberadannya. Kalau tuhan dianggap sebagai pencipta dan sumber segala yang ada, maka pada dasarnya dzat itu adalah materi pertama. Kalu tuhan dianggap sebagai pemelihara pada dasarnya alam itu mengikuti aturannya sendiri (hukum alam). Hukum alam ini telah menjaga keseimba- ngannya, sehingga alam itu teratur dan terpelihara. 2. Agnostisisme, yaitu paham-paham yang meragukan adanya Tuhan. Tuhan bagi mereka boleh ada atau sebaliknya. Keberadaan dan ketiadaan-Nya sama saja. Orang yang melakukan pengabdian karena percaya kepada-Nya, kemudian mendapatkan pahala di akhirat nanti hanyalah sebagai suatu kebetulan belaka, sebagaimana juga merupakan kebetulan bilamana seseorang tidak percaya kepada Tuhan dan ternyata tidak ada balasan

H. Abd. Kadir 23

akhirat. Bilamana orang percaya pada Tuhan dan ternyata tidak ada balasan di akhirat nanti, maka kepercayaannya sebagai sesuatu yang sia-sia, sebagaimana juga orang yang tidak percaya pada Tuhan dan ternyata balasan di akhirat nanti benar- benar ada, maka ketidakpercayaannya itu sebagai perbuatan yang sia-sia.

3. Teisme, adalah paham bagi orang yang meyakini adanya Tuhan. Tuhan itu harus (wajib) ada dan ketiadaannya akan menimbulkan kemustahilan dalam akal pikiran. Dalil-dalil kemaujudan Tuhan memberikan keyakinan bagi mereka bahwa kebera- daan-Nya adalah kebenaran yang tak terbantahkan. 4. Monotheisme, adalah faham yang beranggapan

bahwa keberadaan Tuhan itu esa. Tuhan bagi pemeluk Islam adalah wajib al wujud yang keberadaan-Nya tanpa permulaan dan tanpa akhir. Tuhan dengan kemutlakannya, tidak terikat oleh tempat dan waktu. Bagi-Nya tidak dipengaruhi yang duhulu, sekarang atau yang akan datang. Tuhan tidak memerlukan tempat, sehingga pertanyaan tentang dimana Tuhan hanya akan membatasi kemutlakannya. Kemutlakan Tuhan menyebabkan manusia -yang relatif- itu tidak dapat menjangkau hakikat Tuhan. Dengan demikian, informasi tentang Tuhan, tentunya berasal dari Sang Mutlak atau Tuhan itu sendiri.

E. Konsep Tuhan dalam Islam

Pokok utama yang menjadi perhatian orang Islam adalah Allah yang kadang-kadang orang Indonesia

menyebutnya dengan Tuhan. Kata Tuhan merujuk pada

sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, Maha

Esa dan sebagainya. Kata Tuhan umumnya dipakai

untuk merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, pencipta dan memelihara manusia dan alam semesta. Keberadaan-Nya membuat alam semesta ada. Dia sumber segala yang ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi. Nama Tuhan dikenal dengan banyak konsep yang kadang-kadang bertentangan antara satu dengan lainnya, maka kepercayaan kepada-Nya ada dalam semua agama, kebudayaan dan peradaban bahkan mempunyai nama yang sama, tetapi berbeda dalam konsep dan definisinya.

Secara filsofis pencarian tentang Tuhan hanya sam- pai pada konsep eksistensi Tuhan sebagai Dzat Mutlak, sehingga tidak ada bandingan apalagi yang menyamai- Nya. Memperbandingkan dan penyamaan Tuhan dengan sesuatu yang lain, akan menyalahi sifat kemutla- kannya. Oleh karena itu, Tuhan bersifat unik, dan Dia satu-satunya.

Walaupun demikian, gagasan tentang Tuhan telah menimbulkan spekulasi filosofis dalam rentang waktu yang panjang sepanjang sejarah pemikiran manusia. Sebagian orang beranggapan bahwa wujudTuhan dalam kemutlakannya tidak bisa dikenal oleh siapa pun, tidak bisa ditangkap oleh indera, dan tidak dapat dianalogkan

H. Abd. Kadir 25

dengan siapa pun dan apa pun, tidak bisa dipikirkan oleh nalar, tidak bisa dibayangkan oleh khayal. Kebera- dannya berbeda dengan yang selain-Nya, baik dari segi sifat apalagi dzat-Nya. Dia dikenal oleh Diri-Nya sendiri, sehingga tidak ada yang mengenal Tuhan kecuali diri- Nya sendiri. Pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan hanya melalui identitas diri-Nya yang tidak bisa dikenal. Ketinggian, kemutlakan, dan keesaan-Nya berada di atas jangkauan pengertian, pengetahuan, dan intuisi manusia, sehingga tidak seorang pun yang mampu mendeskripsikan dan memberikan definisi tentang Tuhan yang mutlak itu. Tuhan tidak memerlukan identitas dan realitas yang bisa didefinisikan.

Pada dasarnya pengenalan kepada-Nya sama sekali melampaui kemampuan kognitif dan manusia hanya mampu membentuk gagasan-gagasan yang amat kabur dan tidak sempurna. Manusia hanya memberikan gagasan awal melalui petunjuk-Nya yang bisa dimengerti oleh manusia bahwa wujud tunggal-Nya yang mandiri adalah esa, mendahului segala yang ada dan tanpa batas akhir.

Pengetahuan-Nya tentang diri-Nya sebagai sebab pengetahuannya tentang alam semesta adalah mutlak, satu, dan sama. Gagasan-gagasan itu pula yang ditam-

pilkan sebagai konsep bahwa Tuhan itu adalah Wajib

al Wujud (wajib ada), yaitu keberadaannya menjadi keharusan dan ketiadaannya menimbulkan kemustahilan dalam pkikiran. Kepastian ada-Nya disebabkan oleh Dzatnya sendiri, maka yang pasti ada oleh dzatnya sendiri mustahil tidak ada.

Pihak lain beranggapan bahwa Tuhan dapat dike- nal melalui atribut-atribut yang disandangnya. Pikiran manusia mencoba membedakan antara esensi dan eksistensi-Nya, walaupun dalam realitasnya adalah satu

dan sama.3 Melalui eksistensi-Nya itu manusia menge-

nal-Nya sebagai wujud mutlak. Wujud mutlak mengung- kapkan dan memanifestasikan dirinya sendiri. Pengeta- huan tentang diri-Nya oleh diri-Nya memanifestasikan wujud yang diciptakan, sehingga pada dasarnya semua wujud berasal dari-Nya. Wujud yang lain bersumber pada yang satu yang hanya dapat dilihat dari kesa- tuannya dan bukan dari keragamannya. Maka eksistensi alam semesta adalah efek pengetahuan-Nya.

Tuhan sebagai realitas sederhana dikenal melalui kebesaran-Nya yang memanifestasikan diri sebagai sumber wujud. Manifestasi diri-Nya pada wujud yang lain memungkinkan bisa dibayangkan oleh akal pikiran. Sifat dan dzat-Nya sesuai dengan kekekalan-Nya tanpa memerlukan individualitas-Nya mewujudkan diri-Nya melalui cahaya-Nya dalam bentuk objek fenomena. Hal ini merupakan entitas cerminan pengungkapan pengeta- huan-Nya yang dikaitkan dengan ciptaan fenomena.

Rasionalisasi sebagaimana tersebut di atas justeru ingin mendekatkan dan memastikan bahwa Tuhan

sebagai asal dan sumber segala sesuatu yang lain-Nya.4

Suatu konsep ketuhanan yang dielaborasi dari sebuah

3 Mir Valiudin,Tasawuf dalam Qur an, penterj.: Pustaka Firdaus,

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 58.

4 Hosen Nashr, An Introduction to Islamic Ontological Doctrines,

H. Abd. Kadir 27

pengertian dan pemahaman rasional menjadi dasar keimanan seseorang sebelum ia menemukan dasar keimanan yang lebih valid dan lebih tinggi. Keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan menjadi objek kepe- dulian dari orang yang mempercayai dan mengimani- Nya. Analisis singkat terhadap keimanan kepada-Nya dapat dimulai dari keberagamaannya. Asumsi dasar dari semua aktivitas dan sikap yang lahir dari seseorang dapat disebut sebagai prilaku dan sikap keberagamaan bilamana didasarkan pada keimanan karena keimanan

menjadi indikator penting tentang keberagamaannya.5

F. Dalil-Dalil Eksistensi ketuhanan

Konsep ketuhanan yang beraneka ragam dapat dirujuk pada dalil-dalil sifat eksistensi-Nya:

1. Dalil logik, yaitu sesuatu yang tidak dapat diketahui secara empirik bukan berarti tiada, hal ini terjadi karena keterbatasan indera. Sesuatu yang disaksi- kan oleh indera validitasnya sangat rendah, seperti fatamorgana dilihat sebagai realitas bendawi, walaupun wujudnya secara fisik tidak ada.

2. Dalil kejahatan di Dunia. Kejahatan yang melanda dunia sebagian adalah ulah manusia. Kejahatan terjadi karena tiada kebaikan, dan agama datang dengan misi menghilangkan kejahatan dan melipat- gandakan kebaikan. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas

5 Abd. Kadir, “Meningkatkan Keimanan kepada Tuhan Melalui

melainkan sebanding dengan kejahatan itu dan sebaliknya orang yang berbuat baik akan dibalas dengan pahalanya. Dengan kata lain bahwa orang yang berbuat jahat atau berbuat baik akan menanggung resikonya.

3. Dalil kesempurnaan. Tuhan adalah sempurna dari segala kekurangan. Sifat kesempurnaan-Nya meng- inspirasi manusia mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Banyak orang melakukan pendekatan kepada-Nya dalam amalan maupun doa.

4. Dalil kosmologis. Wujud Tuhan sebagai sebab kemawjudan alam, maka adalah tidak masuk akal bilamana alam ini mewujud tanpa sebab. Sebagai- mana telah diketahui banyak orang bahwa kebe- radaan alam ini lahir dari sebab-sebab tertentu. Satu sebab disebabkan oleh sebab yang lain, sehingga terjadi rangkaian sebab akibat yang tidak berkesudahan; dan hal ini mustahil bagi akal. Untuk mengatasi masalah seperti itu, maka sebab ini harus diakhiri pada sebab berakhir, yaitu Dzat yang kemaujudannya tidak memerlukan sebab. Dari dzat ini lahir sebab-sebab lain sebagaimana terjadi di alam ini, sehingga semuanya tersusun teratur melalui sebab-musabab.

5. Dalil keragaman dan kesatuan alam. Sesuatu yang terdapat dalam alam tidak mungkin memiliki kera- gaman tanpa keseragaman; dan adanya keseraga- man karena keragaman. Hukum keseragaman dan keragaman ini bukan merupakan sebuah kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Penyebabnya ini mesti

H. Abd. Kadir 29

sesuatu yang tidak dapat disebabkan, yaitu Tuhan. Wujud pengendali alam yang memeliharanya tentulah wujud yang tidak sama dengan yang di- kendalikannya. Jika alam dan hukum-hukum alam adalah baharu, maka pengendali tidaklah baharu. Jika alam dan hukum-hukumnya merupakan hasil ciptaan, maka pengendali alam ini bukanlah wujud yang diciptakan. Sesuatu yang mengendalikan mes- ti berbeda dengan yang dikendalikannnya, kesa- maan keduanya hanya akan melahirkan ketidak- teraturan. Tuhan yang mengatur dan mengendali- kan alam ini, sehingga pengendalian dan pemeliha- raan alam berjalan secara harmonis.

G. Islam sebagai Pandangan Hidup

Pandangan hidup seringkali dikenal dengan sebu- tan way of life atau world view dan merupakan elemen dasar bagi wawasan seseorang. Pandangan hidup mem- berikan titik tolak dan arah terhadap semua prilaku dan pola pikir seseorang termasuk dalam menyikapi sesuatu. Setiap orang atau kelompok orang mempunyai pandangan hidup tertentu yang diyakini sedemikian rupa dan dipegang secara konsisten untuk menjadi acuan dan tujuan hidup dan kehidupannya. Setiap gerak gerik, pemikiran dan sikapnya dapat diukur dan dikembalikan kepada pandangan hidupnya. Pandangan hidup yang diyakini kebenarannya itu masuk ke dalam diri seseorang yang paling dalam dan membentuk sifat dan karakter yang sulit untuk dirubah. Pandangan hidup itu mem-

pribadi pada diri seseorang, menjadi kata hati yang sulit diintervensi dari luar.

Kata hati adalah prinsip kebenaran yang diyakini dan dipegang teguh dan seseorang selalu memeganginya secara konsisten. Apa yang dirasakan oleh kata hatinya kemudian menjadi implementatif dalam prilaku, pemi- kiran dan sikapnya. Seseorang biasanya selalu mengukur segala sesuatu yang dikerjakan, dipikirkan dan disikapi

menurut kata hatinya.

Secara sederhana pandangan hidup dapat diartikan sistem kepercayaan dasar yang integral tentang hakikat, realitas dan makna eksistensi tentang diri manusia. Atau lebih sederhana lagi bahwa pandangan hidup itu adalah kepercayaan, perasaan dan apa yang terdapat dalam pikiran yang berfungsi sebagai motor penggerak bagi

keberlangsungan dan perubahan.6

Pandangan hidup Islam berarti sesuatu yang mendasari prilaku, pola pikir dan sikap seorang yang didasarkan kepada sesuatu wawasan yang menjadi miliknya dan diyakini kebenarannya menurut agama Islam. Seseorang selalu berorientasi dan berpedoman kepada padangan hidup itu dalam situasi dan kondisi apapun. Pandangan hidup muslim sangat beragam sesuai dengan aliran ataupun madzhab yang dianutnya. Maka kelompok aliran atau mdzhab seorang muslim dapat dilihat dari perspektif pandangan hidupnya.

Identitas seorang muslim bukan semata dilihat dari segi maupun fungsi biologis/fisikis maupun psikisnya

6 Didiek Ahmad Supadie dkk., Pengantar Studi Islam, (Jakarta:

H. Abd. Kadir 31

yang rata-rata sama antara seorang muslim dan lainnya. Namun dalam bentuk dan fungsi biologis dan psikis itu tertanam nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup dan doktrin Islam, sehingga seorang muslim mempunyai cara dan pola hidup yang berbeda dengan cara hidup dan pola hidup non muslim dalam berprilaku, berpikir dan bersikap. Nilai-nilai sebagaimana tersebut di atas perlu diapresiasi, diadopsi bahkan diinternalisasi ke dalam pribadi muslim supaya pola prilaku, berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai Islam. Kemampuan seseorang menginternalisasi nilai-nilai keislaman itu menjadi bagian dari dirinya supaya ia disebut mempunyai pandangan hidup Islam. Dengan demikian pandangan hidup Islam itu tidak berhubungan dengan kemampuan penguasaan ilmu-ilmu keislaman dalam teori maupun praktik, tetapi justru kemampuan seseorang mengapresiasi nilai-nilai yang termuat dalam ilmu dan amal keislaman itu dalam hati seseorang yang menyebabkan ia berpandangan hidup secara Islam. Orang yang ahli ilmu-ilmu keislaman dan bahkan ahli menjalankan ajaran Islam belum tentu mempunyai pandangan Islam secara luas dan mendalam, bilamana keahlian ilmunya itu sekedar sebagai pengetahuan. Demikian pula orang ahli menjalankan ajaran Islam belum bisa dikatakan sebagai orang yang mempunyai kedalaman dan keluasan pandangan Islam bilamana praktik (amaliyah) keislamannya itu hanya sebagai rutinitas. Pandangan hidup Islam itu adalah motor penggerak yang mengejawantahkan pribadi muslim, dan semua prilaku, pikiran dan sikapnya sesuai dengan padangan dan nilai-nilai Islam.

H. Islam sebagai Doktrin

Islam sebagai pengejawantahan kesempurnaan agama yang diturunkan melalui wahyu. Adalah suatu kewajaran bilamana Islam menjadi agama pilihan karunia-Nya. Sebagai agama pilihan, maka dengan sen- dirinya menjadi kewajiban bagi semua memeganginya dengan komitmen yang kuat. Walaupun demikian kon- sekwensinya adalah mendapatkan jaminan kenikmatan dan pencerahan kehidupan di dunia menuju kehidupan akhirat.

Bukan hanya Tuhan yang berperan aktif mendo- rong manusia menganut Islam melalui firman-firmannya, para nabi pun banyak mengajak dan mendorong umat manusia membangun komitmen kepada Islam. Perintah, pernyataan, ataupun ajakan sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an maupun hadits mendapat respon positif de- ngan kerelaan dan kesediaan manusia menerima Islam. Banyak sekali hamba-hamba-Nya menyatakan komit- men sebagai orang muslim. Ada sebagian orang menya- takan dalam do’anya dan lainnya sebagai pernyataan diri. Hal sebagaimana tersebut di atas terekam dalam al Qur-an.

Islam sebagai doktrin mengandung padangan hidup, norma, ritual dan etika. Islam sebagai pandangan hidup memberikan wawasan, bimbingan dan petunjuk yang menyeluruh kepada umatnya tentang segala yang ada (mawjud). Wawasan tentang mawjud itu berhu- bungan dengan dirinya sendiri, lingkungan material maupun lingkungan sosial, bahkan dalam hubungannya dengan pencipta-Nya. Lingkungan material berupa

H. Abd. Kadir 33

materi hidup maupun mati, serta lingkungan sosial dan non material seperti: kehidupan masyarakat dengan ber- bagai pranatanya, norma-norma, hukum-hukum, adat istiadat dan lain sebagainya. Wawasan itu membentuk suatu prilaku dan sikap muslim dalam kehidupannya. Namun demikian, prilaku dan sikap hidup itu tidak se- mata berasal dari hasil wawasan dan pemikiran manusia semata, tetapi juga berasal dari apresiasi seorang muslim terhadap ajaran Islam yang dikenal melalui berbagai pranata agama Islam maupun pranata sosial.

Seorang muslim dituntut untuk menjalankan ajaran Islam secara konsisten dan istiqamah, sehingga imple- mentasi ajaran Islam itu memberikan kontribusi terhadap wawasan, prilaku dan sikapnya. Seorang muslim harus mengenal ajaran-ajaran Islam yang tersebar dari ber- bagai wacana dan praktik keislaman masa lalu, masa kini bahkan memprediksi kemungkinan yang akan terjadi pada masa datang. Pengenalan ajaran Islam itu harus didekati dari segi proses maupun produk. Dari segi proses adalah bagaimana seorang muslim dapat menerima pandangan dan ajaran Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dirinya. Dalam hal ini seorang muslim mengenal Islam dari segi pendekatan, strategi, metode dan teknik memperoleh ajaran Islam. Dari segi produk seorang muslim seharusnya tahu bahan/materi apa saja yang bersangkut paut atau berhubungan dengan kewajiban dan tanggung jawabnya.

Pengenalan diskursus keislaman maupun Islam implementatif merupakan bagian dari kewajiban dan tanggung seorang muslim. Tanpa demikian, maka

seorang hanya mangaku sebagai muslim tanpa identitas pengenalan praktik Islam. Identitas seorang muslim ditandai dengan kemampuannya menjalankan ajaran Islam dan paling tidak sekedar mengetahui doktrin Islam dalam wacana. Namun identitas terakhir ini tidak menyebabkan ia sebagai seorang muslim yang esensial, kecuali hanya bisa disebut sebagai ahli agama Islam kalau kemampuan pengetahuannya melebihi rata-rata orang muslim. Doktrin Islam tidak berupa pengetahuan atau ilmu semata yang sudah banyak dikuasai oleh muslim sendiri bahkan orang non muslim, tetapi juga doktrin yang impelementatif atau amal. Hal terakahir ini yang membedakan antara seorang muslim dengan ahli agama Islam. Doktrin Islam itu tersebar di berbagai ilmu keislaman yang bersumber pada al Qur-an dan al-Hadist. Dalam rangka mengelaborasi nilai-nilai dan ajaran Islam dari segi pandangan hidup maupun doktrin, maka seorang muslim perlu mengenal skop dan sekuen ajaran Islam secara menyeluruh dan komprehensif.

I. Islam Demografis dan Geografis

Ketika N. Muhamad pulang dari Gua Hira, beliau menceritakan pengalaman barunya bertemu dengan malaikat Jibril. Isterinya yang dinikahinya 15 tahun sebelumnya memberikan respon positif terhadap berita itu, bahkan ia mengimani apa yang telah disampaikan oleh suaminya itu. Dengan demikian, isteri Nabi (Siti Khadijah) adalah orang yang pertama kali masuk Islam atas bimbingan N. Muhammad sendiri.

H. Abd. Kadir 35

Setelah itu Nabi melakukan kegiatan dakwah dengan mengajak orang-orang di lingkungannya untuk masuk dan memeluk Islam dengan cara sembunyi-sem- bunyi, sehingga Islam semakin berkembang di kalangan keluarga dan teman dekat Nabi, antara lain: Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr, Zaid (anak angkat Nabi), Ummu Ayman. Kemudian Abu Bakr membawa shahabat- shahabatnya untuk diislamkan di hadapan Nabi, seperti Utsman bin ‘Affan, Zubayr bin ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bib ‘Ubaidillah.

Dari jumlah pengikut Islam yang sedikit itu Nabi mencoba melaksanakan strategi da’wah dengan menga- jak keluarganya dari keturunan Abdul Muthallib. Namun sebagian keluarga itu menentang untuk masuk Islam seperti paman Nabi Abu Lahab. Bahkan respon Abu Lahab sangat sinis atas pertemuan yang digagas oleh Nabi itu dengan mengatakan: Hanya untuk persoalan yang tidak penting ini kau (Muhammad) mengumpulkan kita di sini?. Walaupun demikian strategi untuk menga- jak orang-orang untuk masuk dan memeluk Islam secara terang-terangan tetap dilakukan, sehingga pengikut Nabi dan orang yang masuk Islam semakin bertambah. Hal ini dilakukan dilakukan atas keteguhan dan keyakinan Nabi atas perintah Allah yang tersebut dalam al Qur-an.

َﲔِﻛِﺮْﺸُﻤْﻟا ِﻦَﻋ ْضِﺮْﻋَأَو َﻮُﻫ ﻻِإ َﻪَﻟِإ ﻻ َﻚﱢﺑَر ْﻦِﻣ َﻚْﻴَﻟِإ َﻲِﺣوُأ ﺎَﻣ ْﻊِﺒﱠﺗا

Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpaling- lah dari orang-orang musyrik. (QS: al An’am: 6: 106).

Pada tahun 8 kenabian/sebelum Hijrah beberapa orang dari Madinah (Madinah al-Munawwarah atau Madinah al-Nabi suatu kota yang terletak di utara Makah) datang kepadanya dan mengundang Nabi untuk hijrah ke Madinah. Kepergian Nabi ke Madinah kemu- dian diikuti oleh shahabat Nabi yang lain. Disamping itu kehadiran Nabi di kota itu telah memberikan suasana baru dan pencerahan bagi penduduknya; dan diantara mereka banyak yang memeluk Islam. Sedangkan pendu- duk kota Madinah lainnya tetap pada agama mereka masing-masing sebagaimana mereka anut sebelum Nabi datang, seperi: Yahudi, Majusi dan Nasrani. Pemeluk Islam semakin bertambah dari penduduk Mekah yang telah masuk Islam; baik yang tetap berada di Mekah maupun penduduk Mekah yang ikut hijrah ke Madinah (kemudian mereka yang ikut hijrah Nabi disebut dengan kaum Muhajirin) dengan masuknya sebagian penduduk Madinah untuk memeluk muslim.

Jumlah penduduk yang masuk Islam tidak bisa dipisahkan secara demografis dan geografis dengan tem-

Dalam dokumen DIRASAT ISLAMIYAH. (Halaman 32-50)

Dokumen terkait