9 Gigaspora sp B13 ; B22 ; B23* ; B24* ; B28 ; ; B56 ; B62 ; B81 ; C84 ; D23* ; D25* ; D47 ; D48 ; D53* ; D91* ; D102 ; E94
Keterangan : Nomor kultur yang dicetak tebal dan bertanda (*) menunjukkan kultur yang bersporulasi. B11 = spora berasal dari jalur B pada petak nomor 1 dan kultur nomor 1.
Pada akhir kegiatan diperoleh tiga isolat yang berhasil diperbanyak. Ketiga
isolat tersebut adalah Glomus sp.-2, Acaulospora sp.-1 dan Gigaspora sp. Dilihat
dari kode-kode kultur spora tunggal yang berhasil diperbanyak tampak bahwa ketiga
isolat yang diperoleh berasal dari petak ukur yang cukup menyebar, mulai dari petak
ukur 1 sampai petak ukur 10. Isolat Glomus sp.-2 (pot kultur B11 ; B14 ; B17 ; C37 ;
C54 ; D102) berasal dari petak 1, 3, 5, dan 10. Isolat Acaulospora sp-1 ( pot kultur
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Tabel 4. Kultur-kultur yang diperbanyak sampai tahap kedua
Kultur yang diperbanyak No Jenis spora CMA
Tahap I Tahap II 1 Glomus sp.-2 B11 ; B12 ; B14 ; B16 ; B17 ; C37 ; C54 ; C57 ; D102 B11 ; B14 ; B17 ; C37 ; C54 ; D102 2 Glomus sp.-3 B34 --- 3 Glomus sp.-5 B18 ; C105 --- 4 Glomus sp.-6 --- --- 5 Glomus sp.-7 --- ---
6 Acaulospora sp.-1 A42 ; A43 ; B55 ; C31 ; C57 ; D35 ; D38 ; E23 A43 ; B55 ; C57 ; D35 ; E23 7 Acaulospora sp.-2 C73 ; E64 ; --- 8 Acaulospora sp.-3 --- --- 9 Gigaspora sp. B23 ; B24 ; D23 ; D25 ; D53 ; D91 B23 ; B24 ; D23 ; D25 ; D53
A43 ; B55 ; C57 ; D35 ; E23) berasal dari petak 2 ; 3 ; 4 dan 5 sementara isolat
Gigaspora sp. (pot kultur B23 ; B24 ; D23 ; D25 ; D53) berasal dari petak 2 dan 5.
Ini berarti bahwa isolat-isolat tersebut adalah isolat yang mampu berkembang pada
konsentrasi NaCl 5.000 ppm meskipun berasal dari petak-petak ukur dengan
konsentrasi NaCl yang beragam (3440,63 - 6509,06 ppm). Pada Gambar 10
ditampilkan gambar ketiga isolat yang berhasil dikulturkan.
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
A-1
B-1 B-2
A-2
C-1 C-2
Gambar 10. Tiga jenis spora hasil seleksi dan perbanyakan, yaitu Glomus
sp.-2 (A-1 dan A-2), Acaulospora sp.-1 (B-1 dan B-2) dan
Gigaspora sp. (C-1 dan C-2).
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
ULASAN
Kultur Trapping
Pemberian asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan P. javanica
dengan peningkatan berkisar antara 75,4% – 105,9%. Terjadinya perbedaan respon
pertumbuhan ini berhubungan dengan pengaruh asam humik terhadap peningkatan
penyerapan hara, baik hara makro maupun mikro. Tan (1978) menyatakan bahwa
senyawa humik dapat mempengaruhi penyerapan unsur hara melalui pengaruhnya
terhadap laju pelepasan unsur hara dari komponen tanah. Pemberian senyawa
humik dapat meningkatkan sintesis protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan
laju fotosintesis, dan mempengarhui aktivitas enzim (Chen dan Aviad, 1990; Ayuso
et al., 1996). Semua ini akan meningkatkan pertumbuhan tajuk, berat kering tajuk
dan akar, jumlah akar-akar lateral dan dapat mempengaruhi inisiasi akar-akar baru.
Di samping itu senyawa humik juga mempengaruhi kelarutan hara mikro
dari bentuk-bentuk anorganik, terutama Fe, Zn dan Mn. Sebelumnya MacCarthy et
al. (1990), telah melaporkan bahwa senyawa humik tidak hanya meningkatkan
kelarutan Fe dalam larutan tanah, tetapi juga mempengaruhi translokasi Fe dari akar
ke tajuk. Diketahui bahwa Fe adalah unsur yang berperan penting untuk mencegah
klorosis (Chen dan Stevenson, 1986) dan pembentukan klorofil (Marschner, 1995)
yang sangat penting bagi proses fotosintesis. Fotosintesis yang berlangsung
dengan baik pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah energi yang dihasilkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lulakis dan Petsas (1995) menegaskan
bahwa mekanisme utama dari pengaruh senyawa humik terhadap peningkatan
pertumbuhan tanaman adalah melalui peningkatan penyerapan hara makro dan
mikro, baik melalui proses metabolik (aktif) maupun non-metabolik (pasif).
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Pada kultur-kultur trapping yang tanpa pemberian asam humik berat kering
tanaman berkisar antara 7,1-31,1 gram per tanaman, sedangkan dengan pemberian
asam humik berkisar antara 12,4-51,2 gram per tanaman. Rendahnya pertumbuhan
P. javanica pada kultur tanpa pemberian asam humik mungkin disebabkan dua hal,
yaitu tanaman mengalami kekurangan hara dan keracunan unsur mikro terutama Cl
dan Na yang berasal dari contoh tanah dalam konsentrasi yang tinggi. Pada kultur
dengan pemberian asam humik yang terjadi justeru sebaliknya dimana ketersediaan
hara menjadi lebih baik dengan meningkatnya kapasitas tukar kation (MacCarthy et
al., 1990a) dan penyerapan Na dapat ditekan (Chen dan Aviad, 1990).
Peningkatan serapan hara oleh tanaman berhubungan dengan perubahan
permeabilitas membran sel akar tanaman. Chen dan Schnitzer (1978) menyatakan
bahwa senyawa humik dapat meningkatkan permeabilitas membran sel yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penyerapan hara. Bentuk hubungan antara senyawa
humik dengan permeabilitas membran sel ini belum jelas. Chen dan Schnitzer
(1978) menduga hal ini berkaitan dengan aktivitas permukaan senyawa humik yang
dihasilkan dari adanya tapak yang hidrofilik dan hidrofobik. Dengan demikian
senyawa humik dapat berinteraksi dengan struktur fosfolipid dari membran sel dan
berperan sebagai pembawa unsur hara bagi tanaman.
Dalam hubungannya dengan tingkat salinitas tanah, tampak bahwa
penurunan tingkat salinitas tanah menyebabkan terjadinya peningkatan
pertumbuhan tanaman. Seperti diketahui bahwa salinitas tanah yang tinggi, salah
satunya ditentukan oleh konsentrasi NaCl, akan memberikan dampak negatif bagi
pertumbuhan tanaman. Salinitas yang tinggi menyebabkan terjadinya beberapa
perubahan, antara lain jumlah dan ukuran stomata, penghambatan diferensiasi dan
menekan pertumbuhan tanaman (Poljakoff-Mayber dan Gale, 1975). Seiring dengan
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
adanya penurunan tingkat salinitas tanah maka pertumbuhan tanaman pun menjadi
semakin baik.
Di samping itu dengan pemberian asam humik akan makin mengurangi
dampak negatif dari tingginya tingkat salinitas tanah. Dengan kapasitas tukar kation
yang tinggi, asam humik dapat membentuk suatu kompleks dengan ion-ion yang
bersifat toksik, terutama ion-ion logam, sehingga memberikan suasana rizosfir yang
kondusif bagi pertumbuhan tanaman. MacCarthy et al. (1990) menyatakan bahwa
adanya senyawa humik dapat menekan penyerapan Na oleh perakaran tanaman.
Sedangkan Badura (1965) menyatakan bahwa dengan kapasitas tukar kation yang
tinggi asam humik dapat mempengaruhi konsentrasi dan ketersediaan garam-garam
dalam tanah.
Untuk varaibel jumlah spora, pemberian asam humik ternyata mampu
meningkatkan jumlah spora yang terbentuk. Banyaknya jumlah spora yang
terbentuk ini tidak terlepas dari respon pertumbuhan tanaman inang yang lebih baik
dengan pemberian asam humik. Pada kondisi yang demikian proses-proses
metabolisme tanaman, seperti fotosintesisi, akan berlangsung secara maksimal
sehingga fotosintat yang dihasilkan menjamin proses pertumbuhan tanaman dan
kelangsungan simbiosis antara tanaman dan mikoriza. Dengan terjaminnya suplai
karbon dari tanaman bagi perkembangan mikoriza maka sporulasi juga akan
berlangsung dengan baik. Sebaliknya perkembangan mikoriza yang baik ini akan
menjamin suplai air dan hara bagi pertumbuhan tanaman.
Peranan asam humik dalam meningkatkan jumlah spora CMA yang
dihasilkan dalam kultur ini diperkuat oleh hasil analisa salinitas media pertumbuhan
pada akhir penelitian. Perubahan salinitas media selama pemeliharaan kultur pada
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
kedua perlakuan (dengan dan tanpa pemberian asam humik) hanya berkisar antara
13,89-20,00%.
Selain daripada itu pemberian asam humik ini dapat mempengaruhi
pembentukan akar-akar baru dan meningkatkan permeabilitas membran akar (http :
//www.horizonag.com). Banyaknya akar-akar yang baru dengan permeabilitas
membran yang tinggi akan menguntungkan bagi proses kolonisasi akar oleh
mikoriza. Seperti diketahui bahwa kolonisasi mikoriza umumnya terjadi pada
akar-akar muda (Sieverding, 1991) dan proses kolonisasi akan lebih mudah terjadi pada
akar-akar dengan permeabilitas membran yang tinggi (Cooper, 1984).
Dengan demikian jika pada satu sisi kolonisasi sudah terbentuk dengan
baik dan pada sisi lain pertumbuhan tanaman juga baik, maka akan terjadi simbiosis
yang mutualistik bagi perkembangan tanaman dan mikoriza. Salah satu ukuran
perkembangan mikoriza yang lebih baik dengan pemberian asam humik ini adalah
peningkatan jumlah spora yang terbentuk.
Respon pertumbuhan dan perkembangan setiap jenis CMA terhadap
pemberian asam humik ini adalah variatif. Pembentuk spora Acaulospora akibat
pemberian asam humik jauh melebihi peningkatan spora dari jenis Glomus dan
Gigaspora. Hal ini sangat menarik karena beberapa studi melaporkan bahwa
Glomus spp. adalah jenis CMA yang paling banyak ditemukan pada tanah-tanah
salin (Allen dan Cunningham, 1983; Pond et al., 1984; Ho,1987). Apakah
Acaulospora lebih respon terhadap pemberian asam humik dibandingkan dengan
Glomus. Tentu saja ini suatu yang memerlukan pengkajian lebih lanjut. Akan tetapi
dibandingkan dengan Gigaspora jumlah spora Glomus masih jauh lebih banyak.
Dilihat dari sudut hubungan antara salinitas tanah dengan asam humik
terhadap jumlah spora yang dihasilkan, tampak bahwa pada semua tingkat salinitas
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
jumlah spora yang terbentuk dengan pemberian asam humik jauh lebih banyak
dibandingkan tanpa pemberian asam humik. Beberapa fungsi penting dari asam
humik antara lain adalah: dapat mempengaruhi konsentrasi dan ketersediaan
garam-garam dalam tanah (Badura, 1965) dan mempertahankan pH tanah (Lee dan
Bartlett, 1976). Selain itu senyawa humik bersifat amfoter, yaitu mempunyai kisi
positif dan kisi negatif (Huang dan Schnitzer, 1997) sehingga akan mengikat
senyawa-senyawa atau unsur-unsur yang tidak atau belum diperlukan tanaman.
Dengan demikian maka sifat-sifat tanah dapat dipertahankan sebagaimana halnya
kondisi di lapangan. Hal ini memberikan keuntungan bagi perkembangan mikoriza
indogen.
Kultur Spora Tunggal dan Perbanyakan Kultur
Teknik pembuatan kultur spora tunggal dengan metoda PDOC memberikan
peluang untuk dapat mempelajari pola perkembangan dan kolonisasi hifa-hifa CMA.
Menurut Mansur (2000) dengan metoda PDOC tahap awal dari perkembangan
simbiosis CMA dengan tanaman dapat dipelajari. Di samping itu perkecambahan
spora, perkembangan hifa eksternal dan tahapan perkembangan spora (spore
ontogeny) sampai menjadi spora matang akan lebih mudah diamati.
Dari keseluruhan kultur spora tunggal yang berasal dari 3 genus diketahui
bahwa Glomus lebih cepat berkecambah (masa dormansinya lebih pendek)
dibandingkan Gigaspora dan Acaulospora. Alasan untuk terjadinya perbedaan umur
berkecambah dari setiap genus CMA ini berhubungan dengan adanya dormansi
yang terjadi pada spora-spora CMA (Tommerup, 1983; Gazey et al., 1993).
Tommerup (1983) mendapatkan bahwa spora-spora dari isolat CMA Acaulospora
laevis, Scutellospora calospora, Glomus caledonium, dan glomus monosporum
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
telah mempunyai sifat dorman secara genetik. Selanjutnya, panjang periode
dormansi akan bervariasi antara isolat-isolat CMA. Menurut Ocampo et al. (1986)
perbedaan waktu berkecambah spora dari setiap jenis CMA berhubungan dengan
faktor intrinsik dari jenis itu sendiri.
Secara umum Glomus lebih cepat berkecambah dibandingkan Gigaspora
dan Acaulospora. Hasil ini sejalan dengan Clark (1997) yang mempelajari
perkecambahan dari 5 jenis Glomus, 4 jenis Scutellospora dan 4 jenis Gigaspora,
dimana rata-rata waktu perkecambahan spora Glomus, Scutellospora dan
Gigaspora secara berurutan adalah 6 minggu, 14 minggu dan 21 minggu. Apakah
kecepatan berkecambah spora CMA juga ditentukan oleh kecepatan proses hidrasi
yang merupakan tahap awal dari proses perkecambahan (Tommerup, 1984) dan
ukuran spora? Secara hipotetis spora-spora Glomus yang berukuran lebih kecil dari
genus-genus lainnya akan mempunyai fase hidrasi yang lebih cepat sehingga
aktivitas enzim-enzim yang berhubungan dengan perkecambahan akan berlangsung
llebih awal. Pada akhirnya proses perkecambahan juga akan terjadi lebih awal dari
genus lainnya.
Dalam studi ini spora langsung diinokulasikan pad akar tanaman inang
tanpa diinkubasi atau dikecambahkan terlebih dahulu. Ini mungkin menjadi alasan
lain untuk lamanya waktu perkecambahan spora. Suhu dan kelembaban adalah
faktor lingkungan paling penting untuk perkecambahan spora CMA (Daniels dan
Trappe, 1980; Smith dan Read, 1997). Lebih lanjut Haugan dan Smith (1992) dalam
Mansur (2000) yang bekerja dengan Glomus intraradices yang merupakan isolat dari
tropis menyatakan bahwa perkecambahan akan lebih cepat dengan persentase
yang lebih tinggi jika spora-spora diinkubasi pada 30 0C. Berarti perkecambahan
spora akan lebih lama dengan persentase yang rendah pada kondisi lingkungan
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
kultur yang tidak terkendali. Mansur (2000) melaporkan bahwa perkecambahan
Glomus manihotis BEG112, Gigaspora rosea BEG111 dan Scutellospora
heterogama BEG40 yang diinokulasikan langsung pada akar tanaman akan lebih
lama dibandingkan jika spora-spora tersebut diinkubasi terlebih dahulu pada 30 0C.
Untuk pembentukan spora-spora baru dari setiap genus CMA tampaknya
mempunyai pola yang sama dengan perkecambahan spora. Spora-spora yang
telah berkecambah masih dipengaruhi oleh kecocokan dengan eksudat tanaman
untuk dapat mengkolonisasi akar sampai akhirnya nanti membentuk spora-spora
baru (Ocampo et al., 1986). Dalam penelitian ini pembentukan spora baru terjadi
lebih awal pada Glomus diikuti oleh Gigaspora dan Acaulospora. Perbedaan waktu
pembentukan spora-spora baru ini mungkin berhubungan dengan terlambatnya
perkecambahan spora dan kolonisasi akar (Mansur, 2000). Akibatnya terjadi
kekurangan atau ketiadaan karbon (C) untuk perkembangan hifa eksternal dan
pembentukan spora.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan spora-spora baru
adalah tingkat ketersediaan hara dalam media tumbuh (kultur). Doud Jr. dan
Schenck (1990) menyatakan bahwa pembentukan spora CMA akan meningkat jika
ketersediaan hara dimanipulasi sehingga tercipta kondisi yang kondusif untuk
transpor bilateral P dari CMA ke inang dan C dari inang ke CMA. Rasio dan jumlah
N dan P dalam larutan hara yang dibutuhkan adalah bervariasi (Johnson, 1984).
Ketersediaan P yang rendah akan menjaga kolonisasi akar tetap tinggi dan
meningkatkan manfaat dari transfer P ke inang, sedangkan unsur-unsur lain yang
tinggi akan meningkatkan ketersediaan fotosintat yang penting untuk pembentukan
spora.
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Setiap spesies CMA membutuhkan rasio dan jumlah hara yang berbeda
(Doud Jr. dan Schenck, 1990). Glomus intraradices Schenck dan Smith
(INVAM-208) akan menghasilkan spora lebih banyak jika hanya diberi air daripada perlakuan
lainnya. Sementara Glomus clarum (INVAM-204) lebih cocok dalam larutan
Hoagland tanpa P daripada perlakuan lainnya. Perbedaan ini mungkin disebabkan
oleh kebiasaan (habit) dari suatu jenis CMA saat pembentukan spora pada akar.
Dalam penelitian ini semua kultur mendapatkan larutan hara dalam rasio
dan jumlah yang sama. Hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya jumlah kultur
spora tunggal yang berhasil membentuk spora-spora baru. Bahkan mungkin untuk
jenis CMA yang sudah membentuk spora, komposisi dan konsentrasi hara yang
diberikan belum merupakan komposisi dan konsentrasi terbaik bagi proses
pembentukan spora. Ini ditunjukkan dengan kepadatan spora yang masih relatif
rendah. Dengan demikian harus ada studi khusus untuk mendapatkan komposisi
dan konsentrasi larutan hara terbaik bagi perkembangan CMA, khususnya untuk
pembentukan spora-spora baru. Hal ini tidak saja bermanfaat dalam meningkat
produksi spora tetapi juga dapat meningkatkan jumlah jenis CMA yang mampu
membentuk spora dalam pembuatan kultur murni.
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang
sehingga jumlah spora yang terbentuk juga akan meningkat.
2. Tipe spora Glomus mempunyai kecepatan berkecambah dan pembentukan
spora paling tinggi yang diikuti oleh Gigaspora dan Acaulospora.
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
DAFTAR PUSTAKA
Abbott LK dan Gazey C. 1994. An ecological view of the formation of VA mycorrhizas. Plant and Soil 159 : 69-78
Allen EB. dan Cunningham GL. 1983. Effects of vesicular-arbuscular mycorrhizae on Distichlis spicata under three salinity levels. New Phytol. 93 : 227-236.
Ayuso M, Hernandez T, garcia C, dan Pascual JA. 1996. Stimulation of barley growth and nutrient absorption by humic substances originating from various organic materials. Bioresource Technology 57 : 251-257
Badura L. 1965. On the mechanism of stimulating influence of Na-Humate upon the process of alcoholic fermentation and multiflication of yeasts. Acta. Soc. Bot. Pol. 34 : 287-328.
Brundrett MC. 1991. Mycorrhizal in natural ecosystems. Adv. Ecol. Res. 21 : 171-313
Brundrett MC, Melville L and Peterson L. 1994. Practical Methods in Mycorrhiza Research. Mycologue Publications. Ontario, Canada. 161 pp.
Brundrett MC dan Abbott LK. 1991. Roots of jarrah forest plants. I. Mycorrhizal associations of shrubs and herbaceous plants. Aust. J. Bot. 39 : 445-457
Chen Y dan Schnitzer M. 1978. The surface tension of aqueous solutions of soil humic substances. Soil Sci. 125 : 7-15.
Chen Y dan Aviad T. 1990. Effect of humic substances on plant growth. Di Dalam : maccarthy P, Clapp CE, Malcolm RL, dan Bloom PR (Eds.). Humic substances in soil and crop science: selected readings. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Hal. 161-186
Clark RB. 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and hoast plant growth and mineral acquisition at low pH. Plant and Soil 192 : 15-22
Cooper KM. 1984. Physiology of VA mycorrhizal associations. Di Dalam : Powell CL dan Bagyaraj DJ (Eds.) VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 155-186
Daniels BA and Trappe JM. 1980. Factors affecting spore germination of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus, Glomus epigaeus. Mycologi. 72 : 457-463.
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Douds Jr. DD dan Schenck NC. 1990. Increased sporulation of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi by manipulation of nutrient regimens. Applied and Environmental Microbiology. Feb. : 413-418
Ferguson JJ dan Woodhead SH. 1991. Increase and maintenance of vesicular-arbsucular mycorrhizal fungi. Di Dalam : Schenck NC. (Ed.). Methods and principles of mycorrhizal research. The American phytopathological Society (APS) Press. Hal. 47-54
Gazey C, Abbott LK dan Robson AD. 1993. VA mycorrhizal spores from three species of Acaulospora : germination, longevity and hyphal growth. Mycol. Res. 97 (7) : 785-790
Graham JH, Leonard RT dan Menge JA. 1982. Interaction of light intensity and soil temperature with phosphorous inhibition of vesicular-arbuscular mycorrhiza formation. New Phytol 91 : 683
Hayman DS. 1981. Praction aspect of vesicular-arbuscular mycorrhizae. Di Dalam : Rao NS (Ed.). Advances in agricultural mycrobiology. Oxford V.J.B.H. Publing. Nrew Delhi.
Harley JL dan Harley EL. 1987. A check list og\f mycorrhiza in the British flora. New Phytol. (Suppl). 105 : 1-102
Hernandez AP, El-Sharkawy, Sieverding E, dan Toro S. 1986. influence of water stress on growth and formation of VA mycorrhiza of 20 cassava cultivars. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 717-720
Ho I. 1987. Vesicular-arbuscular mycorrhizae of halophytic grasses in the Alvard Desert of Oregon. Northwest Sci. 61 : 148-151.
Huang PM dan Schnitzer M. 1997. Interaksi mineral tanah dengan organik alami dan mikroba. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. 920 hal.
Johnson CR. 1984. Phosphorus nutrition on mycorrhizal colonization, photosynthesis, growth and nutrient composition of Citrus aurantium. Plant Soil : 80 : 35-42
Johnson CR, Menge JA, Schwab S, dan Ting IP. 1982. Interaction of photoperiod and vesicular-arbuscular mycorrhizae on growth and metabolism of sweet orange. New Phytol 90 : 665
Kim CK and Weber DJ. 1985. Distribution of VA Mycorrhiza on Halophytes on Inland Salt Playas. Plant Soil. 83 : 207-214.
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Koske RE. 1987. Distribution of VA mycorrhizal fungi along a latitudinal temperature gradient. Mycologia 79(1) : 55-68
Lee YS dan Bartlett RJ. 1976. Stimulating of plant growth by humic substances. Soil Sci. Soc. Am. J. 40 : 876-879.
Lulakis MD dan Petsas SI. 1995. Effect of humic substances from vine-canes mature compost an tomato seedling growth. Bioresource Technology 54 : 179-182
MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm RL, dan Bloom PR. 1990. Humic substances in soil and crop science: selected readings. American Society of agronomy, Inc. Soil Science Society of america, Inc. Madison, Wisconsin, USA. 281 hal.
Mansur I. 2000. Diversity of rhizobia nodulating the tree legumes Acacia mangium
and Paraserianthes falcataria and their interaction with arbuscular mycorrizal fungi in young seedling. PhD Dissertation, University of Kent at Canterbury, Kent, Inggris.
Marschner H. 1995. Mineral nutrition of higher plants. Second Edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company, Publisher. London.
Menge JA. 1984. Inoculum production. Di Dalam : Powell CL dan Bagyaraj DJ (Eds.) VA Mycorrhiza. Florida. CRC Press. Hal. 187-203
Meyer FH. 1973. Distribution of ectomycorrhizae in native and man-made forest. Di Dalam : Mark GC dan Kozlawasky TT (Eds.). Ectomycorrhizae : their ecology and physiology. Academic Press. New York. Hal. 19-105
Ocampo JA, cardona FL dan El-Atrach F. 1986. Effect of root extracts of non host plants on VA mycorrhizal infection and spore germination. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 721-724
Pacioni G. 1986. Sporulation of the VAM fungi stimulated by water stress in natural conditions. Di Dalam : Gianinazzi-Pearson V dan Gianinazzi S (Eds). Physiological and genetical aspect of mycorrhizae. Proceeding of the 1st Europens Symposium on Mycorrhizae. Hal. 713-716
Poljakoff-Mayber A dan Gale J. 1975. Plants in saline environments. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. New York. 213 p.
Pond EC, Menge JA dan Jarrell WM. 1984. Improved growth of tomato in silinized soil by vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi collected from salinie soils. Mycologia 76 : 74-84
Delvian: Koleksi Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskula , 2006 USU Repository©2006
Ragupathy S and Mahadevan A. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in a coastal tropical forest. pp. 91-97. Di Dalam : Soerianegara and Supriyanto (Eds). Proceeding of second Asian Conference on Mycorrhiza. BIOTROP Special Publication. No. 42. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Hal. 91-97
Raschen I dan von Alten H. 1992. Examination of single spore culture of VA fungi by isoenzyme patterns after polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE). . Di Dalam : Read DJ, Lewis DH, Fitter AH, dan Alexander IJ. (Eds.). Mycorrhizas in ecosystems. CAB International. Cambridge. Hal. 398
Sieverding E. 1991. Vesicular-arbuscular mycorrhiza management in tropical agrosystems. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit, Germany. 371 hal.
Smith SE and Read DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace & Company Publisher. London. pp. 32-79.
Tan KH. 1978. Effects of humic and fulvic acids on release of fixed potassium. Geoderma. 21 : 67-74.
Tommerup IC. 1983. Spore dormancy in vesicular-arbsucular mycorrhizal fungi. Trans. Br. Mycol. Soc. 81 : 37-45
Tommerup IC. 1984. Effect of Soil Water Potential on Spore Germination by Vesicular-Arbuscular Fungi. Trans. Br. Mycol. Soc. 83 : 193-202.
Trouvelot A, Abdel-Fattah GM, Gianinazzi S, dan Gianinazzi-Pearson V. Differential