• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi akurasi terhadap hasil akhir klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Accuracy Assessment. Metode ini akan mengevaluasi seluruh piksel hasil klasifikasi berdasarkan data referensi hasil ground-check, peta rupa bumi, atau dari sumber-sumber lain yang dapat dipercaya. Parameter yang diukur sama dengan yang digunakan dalam matriks kontingensi, yaitu User’s Accuracy, Producer’s Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy.

Adapun prinsip dasar dalam Accuracy Assessment adalah

asumsi bahwa data referensi yang digunakan merupakan data yang sebenarnya. Data referensi ini digunakan untuk mendeterminasi keakuratan hasil klasifikasi. Congalton (1991) dalam ERDAS Inc. (1999) mensyaratkan pemilihan piksel referensi harus secara random untuk menghindari bias akibat pemilihan piksel referensi yang sebelumnya telah digunakan dalam proses penentuan Training Area. Adapun jumlah piksel referensi yang digunakan setidaknya lebih dari 250 titik.

Pada prakteknya, penggunaan piksel referensi yang ditentukan secara random sangat sulit untuk dilakukan akibat keterbatasan pengetahuan terhadap areal penelitian. Dalam penelitian ini, data referensi yang digunakan merupakan hasil dari kegiatan ground-check, ekstraksi informasi dari peta rupa bumi, pengetahuan analis pribadi, dan sumber informasi lainnya. Untuk menghindari bias terhadap hasil akurasi, titik-titik referensi yang masuk ke dalam wilayah Training Area diabaikan.

Langkah-langkah dalam kegiatan Accuracy Assessment ini bisa dijabarkan sebagai berikut :

1. Input data referensi. Informasi yang diperlukan adalah koordinat UTM dan jenis tutupan lahan pada tahun yang diteliti. Data bisa diekstrak dari GPS hasil ground-check dan peta rupa bumi. Penyusunan data ini dilakukan di Microsoft Excel supaya bisa di simpan dalam format *.txt (tab delimited). Titik-titik referensi yang dipilih merupakan titik-titik di luar Training Area.

2. Proses pada ERDAS Imagine 8.4. Pada item Classifier, pilih Accuracy Assessment. Setelah terbuka kotak dialognya, Open citra hasil klasifikasi yang akan dievaluasi. Masih di kotak dialog Accuracy Assessment, pilih menu Edit Æ Import User-defined Points. Pilih file *.txt hasil tabulasi di Excel tadi. Selanjutnya akan terbuka kotak dialog Import Options. Pada tab Separator Character, pilih Tab kemudian klik OK. Setelah itu kembali ke kotak dialog Accuracy Assessment dan isi pada kolom Reference-nya berdasarkan jenis tutupan lahannya. Kolom Reference diisi oleh nomor kelas mengacu kepada kolom Order pada kotak dialog Signature Editor. Setelah selesai, pada menu Report, pilih Accuracy Report untuk mendapatkan hasil akurasinya.

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra Landsat TM multiwaktu melalui metode kemungkinan maksimum, selanjutnya dilakukan analisis perubahan tutupan lahan. Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan cara menumpangtindihkan (overlay) citra hasil klasifikasi pada tiap waktu, yaitu tahun 1994 – 2000 dan 2000 – 2003. Overlay matriks dari dua citra hasil klasifikasi ini akan menghasilkan matriks transisi yang menyatakan besarnya luas atau jumlah piksel suatu kelas tutupan lahan pada citra tahun pertama yang berubah menjadi kelas tutupan lahan lain pada tahun berikutnya.

Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Kappa Acc. < 85 % Kappa Acc. > 85 % TD > 1700 Penyiapan data Pra-pengolahan citra (koreksi geometrik dan radiometrik)

Evaluasi Training Area

(Analisis Separabilitas)

Klasifikasi

Metode Kemungkinan Maksimum

(Maximum Likelihood Method)

Analisis Akurasi/ Accuracy Assessment Penyekatan Area Penelitian (Cropping) Overlay Seleksi Training Area TD < 1700 Penggabungan kelas Mulai Selesai Data citra Landsat

TM belum terkoreksi,

path/row 122/65

tahun 1996 dan Landsat ETM+ tahun 2000 dan 2003 Peta digital terkoreksi daerah Bogor Data lapangan (Ground-Check)

Data referensi : Data

Ground-check, Peta

Rupa Bumi, dll.

Citra tematik tutupan lahan per

sub-DAS pada tiap tahun liputan

Citra hasil klasifikasi

Peta perubahan

tutupan lahan

AOI (Area Of Interest)

batas sub-DAS : Cisadane Hulu, Ciapus,

Ciampea-Cihideung, Cianten-Cikaniki, dan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas

Secara geografis DAS Cisadane bagian Hulu terletak di antara 106o28’40” BT – 106o56’19” BT dan 06o27’45” LS – 06o46’55” LS. Daerahnya dibatasi oleh DAS Ciliwung di sebelah timur, DAS Cimandiri di sebelah selatan, DAS Cimanceuri di sebelah barat, dan DAS Cisadane bagian Tengah di sebelah utara. DAS Cisadane bagian hulu terdiri dari 5 sub-DAS, yaitu sub-DAS Cisadane Hulu, sub-DAS Ciapus, sub-DAS Ciampea-Cihideung, sub-DAS Cianten-Cikaniki, dan sub-DAS Citempuan yang secara administratif melingkupi kecamatan Kota Bogor Barat dan Kota Bogor Tengah (Kotamadya Bogor), Caringin, Ciomas, Darmaga, Ciampea, Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang, Cigudeg, Cijeruk, Ciawi, Tamansari, Rumpin, dan Nanggung (Kabupaten Bogor). Menurut Arwindrasti (1997), cakupan wilayah yang termasuk ke dalam DAS Cisadane bagian Hulu sebesar 85.555 Ha. Lokasi yang dijadikan sebagai area penelitian bisa dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Penelitian.

Tanah dan Topografi

Sebagian daerah puncak Gunung Salak pada ketinggian sekitar 2500 mdpl didominasi oleh tanah-tanah andosol dengan bahan induk dari abu volkan intermedier hingga basis. Sedangkan di bagian lembah berkembang tanah-tanah angkutan dari Gunung Salak seperti regosol dan lateritik. Pada bagian sepanjang aliran sungai Cisadane berkembang tanah aluvial yang terbentuk karena adanya pengendapan tanah yang terangkut oleh aliran sungai dengan bahan induk berupa endapan liat dan pasir (Puslittanak, 1996 dalam Arwindrasti, 1997). DAS Cisadane bagian Hulu mempunyai ketinggian yang bervariasi dari 300 – 3000

mdpl dengan kondisi topografi datar, landai, agak curam sampai sangat curam (Tabel 9).

Tabel 9. Kondisi Topografi di DAS Cisadane Bagian Hulu.

No. Kondisi Topografi (%) Luas (Ha)

1. Datar 0 – 8 8.090 2. Landai 8 – 15 22.750 3. Agak curam 15 – 45 17.810 4. Sangat curam > 45 22.815 Sumber : Arwindrasti, 1997. Iklim

Curah hujan bulanan berkisar antara 195 – 609 mm/bulan. Bulan basah terjadi selama 8 – 10 bulan yang dimulai sejak Agustus sampai Mei dengan bulan terbasah terjadi pada bulan Desember. Bulan lembab terjadi selama 2 – 4 bulan sejak bulan Juni sampai September dengan bulan terkering terjadi pada bulan Juni (DPMA, 1988; RLKT, 1989 dalam Arwindrasti, 1997). Tipe iklim yang dominan di Bogor menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson adalah iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian selatan dan tipe B (basah) di bagian utara (Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, 2007). Temperatur harian berkisar antara 23,3 ºC sampai 31,7 ºC dengan kelembaban udara berkisar antara 61 % – 89 % dan lamanya penyinaran matahari berkisar antara 18 % – 85 % (DPMA, 1988; RLKT, 1989 dalam Arwindrasti, 1997).

Vegetasi

Vegetasi yang terdapat di lokasi penelitian adalah rasamala, saninten, dan salam (Arwindrasti, 1997). Sedangkan vegetasi yang tumbuh di sepanjang Sungai Cisadane di antaranya adalah damar (Agathis alba), jeunjing (Albizzia chinensis), angsana (Diptherocarpus indicus), karet (Ficus elastica), alang-alang (Imperata cylindrica), kaliandra (Caliandra sp.), dan lain-lain (Biological Science Club, 1991 dalam Umiyati, 2002). Selain itu juga dapat dijumpai tanaman yang menghasilkan buah-buahan seperti nangka, pisang (Arwindrasti, 1997); mangga (Mangifera indica L.), pepaya (Carica papaya L.), durian (Durio zibethinus), dan kelapa (Cocos nucifera) (Sari, 2001 dalam Umiyati, 2002).

Tanaman budidaya yang dijumpai adalah tanaman budidaya tegalan seperti jagung (Zea mays), kentang (Solanum tuberosum), talas (Colocassia asculenta), ubi jalar (Ipomoea batatas), ubi kayu (Manihot esculenta), dan lain- lain (Sari, 2001 dalam Umiyati, 2002). Jenis tanaman budidaya lain yang luas

ditanam adalah padi, diikuti oleh palawija antara lain kol, bawang, tomat, dan wortel (Arwindrasti, 1997).

Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan data hasil registrasi penduduk akhir tahun 2003 bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor adalah sebanyak 3.408.810 jiwa dan jumlah ini merupakan yang terbesar di antara kabupaten/kota di Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki mencapai 1.728.631 jiwa dan perempuan mencapai 1.680.179 jiwa dengan ratio jenis kelamin sekitar 103 (Biro Pusat Statistik [BPS], 2003).

Tingkat kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 450 jiwa/Km² sampai dengan 3.817 jiwa/Km². Daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Cibinong, sementara daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Cariu. Sementara itu, dilihat dari rata-rata jiwa per rumah tangga maka satu keluarga di Kabupaten Bogor memiliki sekitar 4 jiwa/KK dengan total rumah tangga sebanyak 845.800 KK.

Bilamana jumlah penduduk Kabupaten Bogor dirinci berdasarkan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, maka didapat data angkatan kerja sebanyak 1.547.330 jiwa yang terdiri dari yang telah bekerja sebanyak 1.266.496 jiwa sedangkan yang mencari kerja sebanyak 280.834 jiwa. Sementara itu, sisanya yang bukan angkatan kerja (ibu rumah tangga, sekolah dan kuliah) adalah sebanyak 1.318.689 jiwa (BPS, 2003).

Perekonomian

Bilamana sektor lapangan usaha dikelompokan kedalam kategori sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas dan air minum) serta sektor tersier (bangunan, perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa) terlihat adanya kontribusi yang menyolok antara satu sektor lapangan usaha dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya terhadap perekonomian Kabupaten Bogor. Untuk tahun 2000, kontribusi sektor primer adalah sekitar 19,12 %, sektor sekunder 54,57 % dan sektor tersier sekitar 26,31 %. Data ini mengindikasikan bahwa struktur perekonomian Kabupaten Bogor sudah bergeser dari dominasi sektor primer

(sektor tradisional) ke dominasi sektor sekunder maupun tersier (sektor modern), meskipun selama krisis ekonomi, ternyata sektor primer masih menjadi andalan bagi sebagian besar penduduk Kabupaten Bogor.

Kontribusi dari setiap sektor lapangan usaha terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor sekitar 2,80 % pada tahun 2000 itu adalah sebagai berikut :

(1) pertanian memberikan kontribusi sekitar 12,00 %;

(2) pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sekitar 7,12 %; (3) industri pengolahan memberikan kontribusi sekitar 45,38 %;

(4) listrik, gas dan air minum memberikan kontribusi sekitar 4,21 %; (5) lapangan usaha bangunan memberikan kontribusi sekitar 4,98 %; (6) perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi sekitar 11,94 % (7) pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi sekitar 3,89 %; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memberikan kontribusi

sekitar 3,29 % dan

(9) lapangan usaha jasa-jasa memberikan kontribusi sekitar 7,18 %.

Bilamana dibandingkan dengan data pada tahun 1999, terlihat bahwa kontribusi dari lapangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami penurunan, yaitu semula 7,18 % tahun 1999 berubah menjadi 7,12 % pada tahun 2000. Hal ini terkait juga dengan kontribusi dari lapangan usaha bangunan yang mengalami penurunan dari 5,01 % pada tahun 1999 berubah menjadi 4,98 % pada tahun 2000. Menurunnya kedua lapangan usaha tersebut diakibatkan terjadinya kemacetan dunia bisnis properti dan rendahnya daya beli masyarakat untuk kedua lapangan usaha tersebut.

Sejalan dengan terjadinya pemulihan ekonomi pada tahun 2000 itu, maka pendapatan per kapita Kabupaten Bogor (yang dihitung berdasarkan data PDRB atas dasar harga berlaku) juga mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk tahun 1995, pendapatan per kapita Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp. 1,3 juta, berubah menjadi Rp. 1,6 juta pada tahun 1997, tetapi menurun kembali pada tahun 1998, yaitu sebesar Rp. 1,22 juta dan Rp. 1,20 juta pada tahun 1999. Namun demikian, setelah terjadinya pemulihan ekonomi, maka pendapatan per kapita pada tahun 2000 meningkat menjadi Rp. 2,1 juta pada tahun 2000 (dihitung berdasarkan PDRB harga berlaku) (Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Citra tahun 1994 1. Area Contoh (Training Area).

Pada pembuatan area contoh untuk citra tahun 1994 ini, karakteristik nilai rata-rata piksel (Digital Number) kelas tutupan lahan padang rumput mendekati karakteristik DN rata-rata tanah kosong. Vegetasi hijau seperti semak, kebun campuran, kebun karet, kebun teh, tegakan pinus dan hutan daun lebar mempunyai grafik menaik pada band 4. Hal ini menandakan adanya kandungan klorofil dalam daun yang berinteraksi dengan panjang gelombang inframerah dekat. Grafik menurun ditunjukkan oleh kelas awan, badan air dan bayangan awan yang rata-rata tidak memantulkan panjang gelombang inframerah dekat sekuat vegetasi hijau berklorofil daun. Sementara itu, karakteristik DN rata-rata pemukiman mengikuti karakteristik tanah kosong. Hal yang sama terjadi pada badan air yang mengikuti bayangan awan. Secara umum, DN rata-rata awan yang mencerminkan nilai reflektansi terhadap panjang gelombang, lebih tinggi dibanding kelas tutupan lahan lain pada semua panjang gelombang. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 4.

Keterangan Kelas Tutupan Lahan (KLS) :

BDA = Badan Air; SWH = Sawah; TKG = Tanah Kosong; PDR = Padang Rumput; PMK = Permukiman; SMK = Semak; KCP = Kebun Campuran; KRT = Kebun Karet; TEH = Kebun Teh; PNS = Tegakan Pinus; HDL = Hutan Daun Lebar; AWN = Awan; BYA = Bayangan Awan.

Gambar 4. Grafik Nilai Rata-rata DN Area Contoh untuk Masing-masing Kelas Tutupan Lahan pada Tiap Band Citra Tahun 1994.

2. Analisis Separabilitas

Analisis tingkat keterpisahan (separabilitas) diperlukan untuk menunjukan keterpisahan statistik antar kelas berdasarkan rata-rata digital number tiap kelas tutupan lahan untuk melihat apakah kelas tersebut layak digabung atau tidak. Pengelompokan menjadi 13 kelas secara visual ternyata dapat memberikan keterpisahan kelas yang optimal berdasarkan DN rata-rata masing-masing kelas. Dari 13 kelas pada klasifikasi awal tersebut tidak terdapat kelas-kelas yang secara statistik tidak terpisahkan dan kurang baik keterpisahannya (poor), yaitu kelas yang memiliki tingkat keterpisahan < 1700 berdasarkan ukuran jarak keterpisahan transfomed divergence, di mana hal ini dapat mengurangi nilai akurasi dalam proses klasifikasi. Kombinasi band terbaik untuk citra tahun 1994 ini dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kombinasi Band Terbaik Analisis Separabilitas Citra Landsat TM Tahun 1994. Tingkat kombinasi Kombinasi Band terbaik Nilai minimum terbaik Kombinasi band terbaik Nilai rata-rata terbaik Rata- rata Minimum Rata- rata Minimum 1 band 5 1856 66 5 1856 66 2 band 3 5 1985 1596 3 5 1985 1596 3 band 1 4 5 1992 1803 1 3 5 1994 1714 4 band* 1 2 4 7 1997 1942 1 2 4 7 1997 1942 5 band 1 2 3 4 7 1992 1715 1 2 3 4 7 1992 1715 6 band 1 2 3 4 5 7 1986 1657 1 2 3 4 5 7 1986 1657

Tabel diatas memperlihatkan bahwa kombinasi band yang memberikan nilai rata-rata terbaik untuk analisis tingkat keterpisahan adalah kombinasi dari 4 band yang terdiri dari saluran tampak (band 1 dan band 2), inframerah dekat (band 4) dan inframerah sedang II (band 7) dengan nilai rata-rata tingkat keterpisahan 1997 (Tabel 11). Selanjutnya, tingkat keterpisahan masing-masing kelas ini akan mempengaruhi tingkat akurasi terhadap piksel-piksel yang diklasifikasi.

Tabel 11. Matriks Separabilitas Citra Landsat TM Tahun 1994 Menggunakan Kombinasi Band 1-2-4-7.

KLS BDA SWH TKG PDR PMK SMK KCP KRT TEH PNS HDL AWN BYA

BDA 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 SWH 0 2000 2000 2000 1957 2000 1998 2000 2000 2000 2000 2000 TKG 0 2000 1963 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 PDR 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 PMK 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 SMK 0 1966 1942 2000 2000 2000 2000 2000 KCP 0 1975 2000 2000 2000 2000 2000 KRT 0 2000 2000 2000 2000 2000 TEH 0 2000 2000 2000 2000 PNS 0 1954 2000 2000 HDL 0 2000 2000 AWN 0 2000 BYA 0

Keterangan Kelas Tutupan Lahan (KLS) :

BDA = Badan Air; SWH = Sawah; TKG = Tanah Kosong; PDR = Padang Rumput; PMK = Permukiman; SMK = Semak; KCP = Kebun Campuran; KRT = Kebun Karet; TEH = Kebun Teh; PNS = Tegakan Pinus; HDL = Hutan Daun Lebar; AWN = Awan; BYA = Bayangan Awan.

Berdasarkan tabel 11, nilai TD terendah adalah 1942 yaitu nilai kelas semak - kebun karet, yang menandakan adanya karakteristik nilai digital yang dekat dibandingkan dengan pasangan kelas tutupan lahan lainnya. Pasangan kelas terdekat selanjutnya adalah tegakan pinus - hutan daun lebar dengan nilai TD = 1952, sawah - semak (TD = 1957), tanah kosong - permukiman (TD = 1963), semak - kebun campuran (TD = 1966), dan kebun campuran - kebun karet (TD = 1975). Hal ini akan memungkinkan terjadinya piksel-piksel yang teridentifikasi ke dalam kelas yang salah. Selanjutnya, kombinasi band yang memberikan nilai rata-rata terbaik untuk analisis keterpisahan antar kelas (kombinasi band 1-2-4-7), diuji untuk melihat akurasinya. Hasil uji akurasi terhadap area contoh dengan kombinasi band 1-2-4-7 dapat dilihat dalam bentuk matriks kontingensi pada Tabel 12.

Tabel 12. Matriks Kontingensi dari Area Contoh pada Citra Tahun 1994.

KLS BDA SWH TKG PDR PMK SMK KCP KRT TEH PNS HDL AWN BYA Total PA(%)

BDA 555 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 557 99,64 SWH 1 766 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 778 98,46 TKG 0 0 568 0 6 0 0 0 1 0 0 0 0 575 98,78 PDR 0 0 0 111 0 0 0 2 0 0 0 0 0 113 98,23 PMK 0 0 0 0 545 0 0 0 0 0 0 0 0 545 100,00 SMK 0 0 0 0 0 125 13 69 0 0 0 0 0 207 60,39 KCP 0 1 0 1 0 6 323 13 0 9 1 0 0 354 91,24 KRT 0 0 0 0 0 4 1 521 0 0 0 0 0 526 99,05 TEH 0 0 0 0 0 0 0 0 317 0 0 0 0 317 100,00 PNS 0 0 0 0 0 0 2 0 0 432 3 0 7 444 97,29 HDL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 453 0 0 469 96,59 AWN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 266 0 266 100,00 BYA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 340 340 100,00 Total 556 769 568 112 551 135 350 605 318 457 457 266 347 5491 UA(%) 99,82 99,61 100 99,11 98,91 92,59 92,29 86,12 99,69 94,53 99,12 100 97,98 96,92 Kappa 96,62

Keterangan Kelas Tutupan Lahan (KLS) :

BDA = Badan Air; SWH = Sawah; TKG = Tanah Kosong; PDR = Padang Rumput; PMK = Permukiman; SMK = Semak; KCP = Kebun Campuran; KRT = Kebun Karet; TEH = Kebun Teh; PNS = Tegakan Pinus; HDL = Hutan Daun Lebar; AWN = Awan; BYA = Bayangan Awan.

Uji akurasi terhadap area contoh dengan kombinasi band 1-2-4-7 menghasilkan overall accuracy sebesar 96,92 % dan Kappa accuracy sebesar 96,62 %. Hal ini menunjukkan bahwa dari seluruh piksel yang digunakan pada area contoh, sebesar 96,92 % dari piksel-piksel tersebut dapat terkelaskan dengan benar. Pada nilai producer’s accuracy, kelas yang memiliki nilai akurasi sebesar 100 % adalah kelas permukiman, kebun teh, awan, dan bayangan awan. Ini menunjukkan bahwa pada kelas-kelas tutupan lahan tersebut tidak terjadi kesalahan klasifikasi dengan tidak mengambil piksel dari kelas lain. Kelas semak

merupakan kelas yang memiliki nilai producer’s accuracy yang paling kecil bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang lainnya yaitu sebesar 60,39 %. Hal ini terjadi karena pada kelas semak terdapat piksel dari kelas lain yang masuk ke dalam kelas ini, yaitu piksel dari kelas kebun campuran sebanyak 13 piksel dan kelas kebun karet sebanyak 69 piksel. Kelas kebun campuran sendiri mempunyai producer’s accuracy sebesar 91,24 % dikarenakan masuknya piksel-piksel dari kelas lain ke kelas kebun campuran. Piksel yang masuk ke kelas kebun campuran terdiri dari 13 piksel dari kelas kebun karet, 9 piksel dari kelas tegakan pinus, 6 piksel dari kelas semak, dan masing-masing 1 piksel dari kelas sawah, padang rumput, dan hutan daun lebar.

Pada user’s accuracy, kelas awan dan tanah kosong mempunyai nilai user’s accuracy sebesar 100 %. Hal ini menandakan bahwa piksel area contoh dari kedua kelas tutupan lahan ini tidak ada yang masuk ke kelas lain. Sementara itu kelas yang mempunyai nilai user’s accuracy terkecil adalah kelas kebun karet sebesar 86,12 %. Hal ini terjadi karena sebanyak 69 piksel dari kelas ini masuk ke kelas semak, 13 piksel masuk ke kelas kebun campuran, dan 2 piksel masuk ke kelas padang rumput. Dengan nilai akurasi area contoh di atas 85 % maka piksel-piksel yang digunakan sudah cukup mewakili karakteristik masing-masing kelas tutupan lahan.

Dokumen terkait