• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCEPATAN PERKAWINAN CALON INDUK DOMBA LOKAL

ACHMAD MAULIDINA D24070275

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

iv Judul Skripsi : Hubungan Level Energi Ransum Terhadap Percepatan

Perkawinan Calon Induk Domba Lokal Nama : Achmad Maulidina

NRP : D24070275

Menyetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

( Ir. Kukuh Budi Satoto ) (Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan) NIP. 19490118 197603 1 001 NIP. 19610914 198703 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr NIP. 19670506 199103 1 001

iii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1988 di Bogor. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ujang Sjamsudin dan Ibu Titi Hayati.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN Bangka 3 Bogor, pendidikan lanjutan pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 3 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di MAN 2 Bogor. Pada tahun 2007 penulis diterima untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, Penulis tinggal dan aktif sebagai pengurus di Asrama Sylvasari sebagai staff Humas, pernah menjadi anggota bela diri Merpati Putih tahun 2008, kemudian aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D) diamanahkan sebagai kepala divisi kewirausahaan tahun 2009, lalu di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) menjadi staff biro ilmu dan teknologi (IT) tahun 2010, pernah mengikuti program praktek lapang di PT. Japfa Comfeed Divisi Pakan di Cikupa Tangerang, selanjutnya menjadi auditor di PT. Nielsen Company perusahaan yang bergerak di bidang survei kepuasaan konsumen suatu produk pada tahun 2010. Penulis bersama teman satu tim pernah mendapatkan dana hibah dari DIKTI untuk Program Kreativitas Mahasiswa Program Penelitian (PKM-P) yang berjudul “Pemberian Ransum Berkadar Energi Tinggi Pada Program “Flushing” Untuk Meningkatkan Jumlah Kelahiran Pada Domba Lokal” pada tahun 2010. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa BKM dari Pemerintah, Supersemar, Karya Salemba Empat pada tahun 2009-2011. Kemudian menjadi enumerator, kerja sama antara IPB dengan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor pada tahun 2011, lalu menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi pada tahun 2011.

iv KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Level Energi Ransum Dengan Percepatan Perkawinan Calon Induk Domba Lokal” yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Januari sampai dengan April 2011 di di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan level energi yang tepat untuk mempercepat estrus calon induk domba lokal.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Oktober 2011

Penulis

v DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... ABSTRACT ... i ii LEMBAR PERNYATAAN ... LEMBAR PENGESAHAN ... RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... iii iv v DAFTAR TABEL ... vii DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... viii ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba Murbei ... 3 Potensi Domba Lokal Indonesia... 4 Konsumsi... 4 Konversi Pakan... 5 Pertambahan Bobot badan Harian... 6 Bahan Pakan... 7 Rumput Lapang... Jagung... Bungkil Kelapa... Onggok... Molases... Urea... Mineral Mix... Income Over Feed Cost... Sifat Reproduksi Domba Betina... Pubertas... Siklus Birahi... Umur dan Bobot kawin pertama... Kebutuhan Zat Makanan Domba... Kebutuhan Energi ... Kebutuhan Protein ... 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 12 13 14 15 16

vi MATERI DAN METODE ... 17 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17 Materi Penelitian ... 17 Ternak Percobaan ... Pakan ... Kandang dan Peralatan ... Metode Penelitian ... 17 17 19 20 Prosedur Pemeliharaan ... Deteksi Birahi dan Perkawinan Domba ... Analisa Ransum ... Rancangan Percobaan ... Perlakuan ... Peubah yang Diamati ... Analisis Data ...

HASIL DAN PEMBAHASAN... Konsumsi Bahan Kering ... Pola Konsumsi Bahan Kering ... Konsumsi Zat Makanan ... Pertambahan Bobot Badan ... Pola Pertumbuhan ... Efisiensi Ransum ... Income Over Feed Cost (IOFC)... Penampilan Reproduksi Domba Dara ... Bobot dan Umur Pubertas ... Deteksi dan Tanda-tanda Birahi ... Hormon dan Perbedaan Timbulnya Pubertas ...

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ... UCAPAN TERIMA KASIH ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN... 20 21 22 22 22 22 23 24 24 25 26 28 29 30 31 31 32 33 34 36 36 36 37 38 43

vii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kondisi iklim UP3 Jonggol………... 3 2. Umur Dewasa Kelamin pada Berbagai jenis ternak ………. 10 3. Panjang Siklus Estrus pada Berbagai Jenis Ternak….…….. 13 4. Komposisi Bahan Pakan Ransum Perlakuan…….………… 18 5. Kandungan Ransum Perlakuan……….. 18 6. Konsumsi BK Ransum Perlakuan………... 24 7. Konsumsi dan Kandungan zat makanan berdasarkan

konsumsi BK…………...……….…... 27 8. Pertambahan Bobot Badan dan Efisiensi Penggunaan

Ransum... 28 9. Efisiensi dan Konversi Pakan... 30 10.Income Over Feed Cost... 31 11.Bobot dan Umur Kawin Pertama……...………... 32

viii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Domba Dara Penelitian………...……. 17

2. Pencampuran bahan baku pakan untuk dijadikan konsentrat... 19 3. Kandang domba penelitian (a), kandang individu (b)...…. 19 4. Tempat minum (c), tempat pakan (d), timbangan digital dengan

Kapasitas 5 kg (f), timbangan gantung dengan kapasitas 50 kg

(e)... 20 5. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering selama Pemeliharaan .. 26 6. Grafik bobot badan domba………..…... 30 7. Domba pejantan mendekati domba betina (7a); Perkawinan

ix DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering selama pemeliharaan... 43 2. Sidik Ragam Konsumsi Pertambahan Bobot Badan selama

pemeliharaan………... 43 3. Sidik Ragam Konsumsi Umur Kawin selama pemeliharaan... 43 4. Sidik Ragam Konsumsi Bobot Kawin Saat Pertama selama

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak domba merupakan salah satu di antara jenis ternak yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan daging. Populasi domba di Indonesia cukup tinggi, pada tahun 2005 mencapai sekitar 8,3 juta ekor yang sebagian besar tersebar di seluruh Pulau Jawa seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura serta Sulawesi Tengah (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006). Populasi domba di daerah Jawa mencapai 91,6% dari populasi domba yang ada dan sekitar 48,9% terdapat di daerah Jawa Barat (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006). Menurut Mulyaningsih (1990) domba di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Domba Ekor Tipis (javanese thin tailed), domba priangan (priangan of west java) dikenal juga dengan domba garut, dan domba ekor gemuk (javanese fat tailed). Di Indonesia, domba ekor tipis memiliki keistimewaan umur pubertas dicapai lebih awal (Sutama, 1992), tidak mengenal sifat kawin musiman sehingga sangat menguntungkan untuk kondisi tropis dan dapat beranak banyak (peridi) dan dapat bunting kembali setelah sebulan melahirkan (Diwyanto dan Inounu, 2001).

Salah satu hal penting yang mempengaruhi pengembangan ternak domba lokal adalah birahi atau estrus. Kebuntingan domba sangat dipengaruhi oleh ketepatan dan kebenaran dalam menentukan estrus, karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan perkawinan domba. Dengan memperbaiki efisiensi reproduksi diharapkan populasi ternak domba dapat ditingkatkan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2000). Peningkatan laju reproduksi induk tidak saja meningkatkan efisiensi biologis ternak, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi produksi usaha ternak (Dickerson, 1996) yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan peternak.

Calon induk domba dalam pertumbuhannya sangat bergantung pada tahap lepas sapih. Pemberian pakan dengan nutrisi yang sesuai dan seimbang akan mempengaruhi performanya. Kondisi performans calon induk domba mempengaruhi efisiensi reproduksinya dalam produksi bibit domba sebelum siap menjadi induk. Efisiensi produksi ini berdasarkan sifat prolifik domba, yaitu dapat beranak hingga 4 ekor tiap kelahirannya (Inounu dan Ignicius, 1993).

2 Percepatan kebuntingan adalah salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi usaha dan produk, terutama untuk mempecepat perputaran modal dan mempermudah pemeliharaan. Salah satu cara untuk meningkatkan percepatan kebuntingan yaitu dengan pemberian ransum yang cukup kandungan zat makanan terutama energi dan protein. Kekurangan protein mendorong terjadinya hipofungsi ovarium disertai anestrus. Menurut Tillman et al., (1991) bahwa penggunaan energi tinggi akan merangsang estrus dan memiliki efek positif pada tingkat konsepsi, akan tetapi kekurangan energi akan menghambat pertumbuhan pada hewan muda dan kehilangan bobot badan pada hewan dewasa, serta pencapaian dewasa kelamin. Pakan ruminansia secara umum terdiri dari hijauan dan konsentrat. Ternak yang diberikan konsentrat produksinya lebih tinggi namun akan menyebabkan kurangnya asupan utama yaitu serat yang berasal dari hijauan dan biaya pakan lebih mahal. Kombinasi antara pakan hijauan dan konsentrat akan lebih ideal untuk memenuhi nutrien pada ternak sesuai kebutuhan produksi untuk meningkatkan performans dan reproduksi domba. Berhubungan dengan hal-hal tersebut penelitian ini dilaksanakan untuk membandingkan level energi ransum yang berbeda terhadap percepatan estrus pada domba lokal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan level energi ransum yang tepat, pada program percepatan estrus calon induk hasil persilangan domba UP3 Jonggol, Fakultas Peternakan IPB dengan domba pejantan Garut.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa manajemen pemberian pakan yang tepat akan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, baik dari segi biaya maupun performans reproduksi dari domba tersebut.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Lokasi Asal Induk Domba

Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) dibawah pengelola Fakultas Peternakan yang terletak di desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor. UP3J disamping dikelola untuk tujuan komersil juga digunakan sebagai sarana pendidikan dan penelitian terutama pada bidang peternakan, sebagai tempat praktek kerja lapang bagi mahasiswa. UP3J memiliki luas areal 169 hektar, terdiri atas 20% kondisi lahan datar, 60% bergelombang dan 20% curam dan lembab, dilengkapi dengan padang penggembalaan dengan tanaman utama Brachiaria Humidicola, kebun rumput, sarana dan prasarana di UP3J-IPB dalam penunjang kegiatan peternakan.

Secara geografis UP3J terletak antara 60LU dan 106, 530BT pada ketinggian 70 m diatas permukaan laut. Kondisi iklim di UP3J secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu bulan basah dan bulan kering. Bulan kering terjadi antara Maret-Oktober dan bulan basah antara November-februari.

Tabel 1. Kondisi iklim UP3J

Kondisi iklim Bulan basah Bulan kering

Curah hujan (mm/bulan) 457,33 182,22

Suhu maksimum (0C) 30,77 33,63

Suhu minimum (0C) 22,15 21,78

Suhu basah (0C) 26,90 28,95

Suhu kering (0C) 25,81 26,29

Kelembapan (%) 92,36 91,54

Kecepatan angin (m/jam) 3479,33 1848,89

Sumber : UP3J (2007)

Domba ekor tipis yang terdapat di UP3 Jonggol sebanyak 670 ekor. Domba Jonggol diharapkan dapat dikembangkan menjadi domba lokal spesifik yang adaptif dengan lingkungan tropik. Selain itu UP3 Jonggol ditanami hijauan yaitu rumput

4 seperti rumput brachiaria humidicola dan legum dengan beraneka ragam spesies yang berpotensi sebagai sumber pakan domba.

Potensi Domba Lokal Indonesia

Domba Ekor Tipis merupakan domba umum di Propinsi Jawa Barat yang telah beradaptasi dengan baik dengan kondisi panas dan kelembapan tinggi. Biasanya dipelihara secara tradisional oleh keluarga petani dengan skala pemeliharaan kecil (Bradford dan Inounu, 1996).

Di Indonesia, domba ekor tipis memiliki keistimewaan umur pubertas dicapai lebih awal (Sutama, 1992), tidak mengenal sifat kawin musiman sehingga sangat menguntungkan untuk kondisi tropis dan dapat beranak banyak (peridi) dan dapat bunting kembali setelah sebulan melahirkan (Diwyanto dan Inounu, 2001).

Ternak domba di Indonesia sebagian besar dipelihara di pedesaan. Masalah produksi ternak domba di pedesaan adalah rendahnya tingkat reproduksi induk domba, hal ini diduga karena rendahnya tingkat kelahiran per tahun, panjangnya selang beranak, tipe kelahiran anak umumnya tunggal dan tingginya tingkat kematian.

Ternak yang memiliki mutu genetik tinggi, baik untuk sifat produksi maupun sifat reproduksi akan mempunyai tingkat produktivitas lebih tinggi dibandingkan rataan populasi. Domba ekor tipis ialah komoditas ternak yang akan ditingkatkan mutu genetiknya, karena domba ekor tipis mempunyai pertambahan bobot badan dan sifat prolifik lebih rendah daripada domba ekor gemuk.

Sumantri et al. (2007) menyatakan bahwa domba lokal mempunyai posisi yang sangat strategis di masyarakat karena mempunyai fungsi sosial, ekonomis, dan budaya serta merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa domba di Indonesia melalui persilangan antar bangsa domba lokal dengan domba impor. Selain itu, domba juga termasuk ternak penghasil daging yang sangat potensial.

Konsumsi

Menurut Tillman et al. (1998), konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Konsumsi merupakan faktor yang penting dalam

5 menentukan produktifitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak sangat mempengaruhi konsumsi pakan (Aregheore, 2000), karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi 1999). Semakin baik kualitas makanannya, semakin tinggi konsumsi ransum ternak (Parakkasi, 1998).

Konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam ternak itu sendiri seperti jenis kelamin, bobot badan, nafsu makan, kesehatan dan kondisi ternak. Faktor eksternal berasal dari pakan dan lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup, konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas. Menurut Parakkasi (1999), jumlah pakan yang diberikan pada ternak sehari-hari harus lebih banyak dari kebutuhan hidup pokok agar ternak tidak mengalami kesulitan produksi. Kebutuhan bahan kering untuk domba fase pertumbuhan atau dengan bobot badan sekitar 15-25 kg adalah 3% dari bobot badannya atau sekitar 400-500g/ekor/hari (NRC, 2006). Sitepu (2011) dalam penelitiannya melaporkan, pemberian rumput dan konsentrat secara terpisah dengan rasio 40:60 menghasilkan konsumsi bahan kering rumput berkisar 207,57-216,81 g/e/h dan konsumsi bahan kering konsentrat berkisar 311,36-325,21 g/e/h.

Sulistyowati (1999) dalam penelitiannya melaporkan bahwa ransum yang terdiri dari hijauan dengan jumlah yang rendah dan konsentrat dengan jumlah yang tinggi ternyata mampu meningkatan konsumsi bahan kering maupun bahan segar konsentrat. Konsumsi bahan kering rumput berbanding terbalik dengan konsumsi bahan kering konsentrat. Semakin tinggi konsumsi bahan kering konsentrat, menyebabkan konsumsi bahan kering rumput menurun. Freer dan Dove (2002) menyatakan bahwa konsumsi konsentrat melebihi 320 g/h pada domba yang digembalakan dapat menurunkan konsumsi hijauan. Forbes (2007) menyatakan bahwa tingginya propionat yang dihasilkan konsentrat dapat menurunkan kecernaan rumput, sehingga sulitnya rumput yang dicerna pada rumen menyebabkan konsumsi bahan kering rumput rendah.

Konversi Pakan

Konversi ransum adalah salah satu parameter untuk mengetahui efisiensi penggunaan makanan. Konversi pakan ialah banyak zat makanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit produk. Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang

6 dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup (Parakkasi,1998). Efisiensi dari penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang diukur dari konversi pakan atas bobot badan hidup domba. Konversi pakan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Konversi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim dan suhu dalam kandang.

Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam penggunaan pakan (Parakkasi, 1999). Faktor-faktor yang berpengaruh pada konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan juga berpengaruh terhadap konversi ransum. Semakin timggi nilai konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum semakin rendah, dan semakin rendah nilai konversi ransum berarti ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin sedikit.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran bobot badan. Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Menurut NRC (2006) pertambahan bobot badan harian domba sekitar 100 g/ekor/hari, sedangkan menurut Tomaszewska et al. (1993) pertambahan bobot badan harian domba untuk daerah tropis adalah 70 g/ekor/hari.

Pertumbuhan selanjutnya didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh termasuk perubahaan organ-organ dan jaringan tersebut berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno,1994). Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan.. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam laju pertambahan bobot badan adalah genetik dan lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan kecepatan dan sifat tumbuh yang diwariskan oleh tetuanya dan jenis ternak. Faktor lingkungan diantaranya adalah manajemen pemeliharaan dan pakan (Church, 1991).

7 Bahan Pakan

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1998). Adapun bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Rumput Lapang

Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrien yang rendah. Rumput lapang banyak terdapat di sekitar sawah, pegunungan , tepi jalan, dan semak-semak. Wiradarya (1989) menyatakan bahwa rumput lapang mudah diperiksa, murah, dan pengelolaannya mudah. Pemberian rumput lapang segar sebagai pakan cukup baik dalam produksi maupun reproduksi selama pemeliharaan.

Jagung

Jagung adalah bahan makanan yang sangat baik untuk ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan digunakan sebagai bibit. Dalam peternakan, jagung digunakan sebagai bahan utama pembuat konsentrat. Jagung digunakan sebagai bahan makanan sumber energi karena mengandung TDN sebesar 80,80% (Sutardi, 1981). Jagung kaya energi dan rendah dalam serat dan serta mineral. Jagung merupakan sumber energi tercerna yang unggul tetapi jagung rendah protein dan proteinnya berkualitas rendah (defisien lisin), protein jagung sekitar 8,5% (NRC, 1994).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa merupakan hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering (SNI, 1996). Bungkil kelapa dapat digunakan untuk mensuplai sebagian protein yang diperlukan untuk ternak (Pond et al., 1995). Tillman et al. (1998) menyatakan bungkil kelapa memiliki komposisi kimia yang bervariasi, akan tetapi kandungan zat makanan yang utama adalah protein kasar, yaitu sebanyak 21,6% sehingga bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Kandungan serat kasar dari bungkil kelapa cukup tinggi, yaitu sekitar 15%

8 dan ini merupakan sifat dari bungkil kelapa atau ampas bahan makanan yang berasal dari tumbuhan.

Onggok

Onggok merupakan bahan pakan ternak berupa padatan hasil sampingan dari proses pengolahan singkong atau ubi kayu menjadi tepung tapioka. Sebanyak dua per tiga, singkong dikonsumsi oleh manusia dan sisanya digunakan untuk pakan ternak (Nwokoro et al., 2002). Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi ubi kayu (Supriyati, 2003). Produksi singkong di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 21.756.991 (BPS, 2009). Sebagai sumber energi, onggok lebih rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi daripada dedak. Ditinjau dari komposisi zat makanannya, onggok merupakan pakan sumber energi dengan kandungan BETN 86,33%, namun kandungan protein yang rendah (2,21%) disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi (11,16%) (Lubis, et al., 2007).

Molases

Molases merupakan hasil sampingan pada industri pengolahan gula dengan wujud bentuk cair, atau dengan kata lain limbah utama dalam industri pemurnian gula (Cheeke, 1999). Molases atau yang biasa dikenal dengan tetes dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis, keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup, dan rasanya disukai ternak. Kadar kalium molases yang tinggi dapat menyebabkan diare jika konsumsinya terlalu banyak (Rangkuti et al., 1995).

Urea

Urea merupakan salah satu sumber nitrogen bukan protein (NBP) yang berbentuk kristal putih, bersifat mudah larut dalam air dan mengandung 45% nitrogen (Parakkasi, 1995). Urea dalam proses fermentasi akan diuraikan kembali oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida dan selanjutnya amonia akan digunakan untuk menbentuk asam amino. Dalam penggunaannya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penambahan urea yaitu ketersediaan karbohidrat

9 yang mudah dicerna, harus dicampur dengan baik dengan bahan pakan lain, diberikan pada waktu adaptasi dua sampai dengan tiga minggu, serta pemberiaanya disarankan disertai dengan penambahan mineral (Parakkasi, 1995).

Mineral Mix

Menurut Parakkasi (1999), kebutuhan Ca dan P untuk ternak ruminansia menjadi unsur yang sangat penting diperhatikan pada hampir semua kondisi pemberian pakan. Dari beberapa mineral makro yang dibutuhkan ternak, hanya garam (NaCl), kalsium (Ca), phospor (P), secara rutin ditambahkan ke ransum ternak. Garam merupakan salah satu bahan baku mikro yang dapat digunakan dalam ransum ternak. Garam paling umum terdapat dalam ransum, berasal dari satu sumber, tidak mahal dan relatif mudah diuji. Sifat fisik garam sebagai bahan uji adalah lebih padat, bentuk kubik dan lebih kecil dibanding partikel lain. Pengujian sampel yang mengandung garam dapat dilakukan dengan teknik pengujian Na+ atau Cl- . Garam dapur atau NaCl ini merupakan bahan alami yang di gunakan untuk melengkapi mineral-mineral lainnaya yang dibutuhkan oleh ternak. Dikalsium Fospat (Dicalsium Phospate / DCP) merupakan bahan untuk melengkapi kebutuhan kalsium dan phosphate bagi ternak, DCP yang dibutuhkan adalah 1-2%.

Income Over Feed Cost

Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha penggemukan domba, karena tujuan akhir dari penggemukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan dari pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama penggemukan. Faktor yang dapat berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan selain pemeliharaan, konsumsi pakan dan harga pakan (Mulyaningsih,

Dokumen terkait