BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Metode Pemisahan
2.5.3 Kromatografi
2.5.3.4 Adsorben
Adsorben adalah partikel padat yang mempunyai aktifitas permukaan dalam kromatografi.Adsorben harus mempunyai luas permukaan dan mempunyai aktivitas kimia.Adsorben dapat bersifat polar atau non polar.Silika gel dan alumina adalah
adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi, keduanya bersifat polar.Sebagai contoh adsorben yang nonpolar adalah arang.Perlu diketahui bahwa silika gel bersifat asam, sedangkan alumina bersifat basa. Oleh karena itu senyawa yang bersifat asam harus dipisahkan oleh silika gel, sedangkan yang bersifat basa harus dipisahkan dengan alumina sebagai adsorben. Urutan adsorben dari yang mempunyai kemampuan adsorbsi besar ke yang kecil yaitu alumina, arang, silika gel, magnesium, kalium karbonat, sukrosa, serbuk pati, dan serbuk selulosa (Adnan, 1997).
Berikut ini merupakan beberapa jenis adsorben yang sering digunakan untuk kromatografi kolom:
1. Selulosa
Selulosa digunakan untuk memisahkan glikosida yang satu dari glikosida yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar.
2. Silika
Silika digunakan untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavanon, metil flavon, dan flavonol.
3. Poliamida
Poliamida digunakan untuk memisahkan semua flavonoida, juga untuk memisahkan glikosida.
4. Gel Sephadex (deret G)
Gel sephadex digunakan untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada ukuran molekul; molekul besar terelusi lebih dahulu. Gel sephadex untuk memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot molekulnya.
5. Gel Sephadex (LH-20)
Sephadex LH-20 dirancang khusus untuk digunakan memakai pelarut organik, dan dapat digunakan dua cara. Sephadex LH-20 digunakan untuk pemurnian akhir aglikon flavonoida dan glikosida yang telah diisolasi dari kertas, selulosa, silika, atau poliamida. Umumnya pelarut yang cocok adalah metanol (Markham, 1988).
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu:
a. Silika gel G
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13% kalsium sulfat sebagai zat perekat. Jenis silika ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi.
b. Silika gel H
Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak mengandung perekat kalsium sufat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral.Dengan menggunakan silika gel ini dapat dipisahkan berbagai digliserida.
c. Silika gel PF
Jenis silika gel ini ditemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik yang terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan didalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek (Adnan, 1997).
2.5.4 Teknik Spektroskopi
Spektroskopi adalah suatu studi mengenai interaksi cahaya dan atom dan molekul.Radiasi cahaya dapat dianggap menyerupai gelombang. Beberapa sifat fisika cahaya paling baik diterangkan dengan ciri gelombangnya sedangkan sifat lain diterangkan dengan sifat partikel. Jadi cahaya dapat dikatakan bersifat ganda. Radiasi elektromagnet dibagi dalam beberapa daerah gelombang radio,gelombang mikro, sinar tampak, ultraviolet dan sinar-X.
Beberapa gelombang cahaya berinteraksi dengan dan terabsorpsi oleh atom atau molekul yang terdapat dalam sel. Panjang gelombang yang hilang dapat dideteksi dengan menjatuhkan sinar yang keluar dari sel sampel pada pelat fotografi.
Prosedur ini disebut dengan spektroskopi absorpsi dan gambar yang tercatat disebut dengan spektrum.Suatu garis spektrum adalah panjang gelombang dimana cahaya telah diabsorpsi (Cresswell, 2009).
Dikenal dua kelompok utama spektroskopi yaitu spektroskopi atom dan spektroskopi molekul.Dasar dari spektroskopi atom adalah tingkat energi elektron
terluar suatu atom atau unsur, sedangkan dasar dari spektroskopi molekul adalah tingkat energi molekul yang melibatkan energi elektronik, nergi vibrasi dan energi rotasi (Bintang, 2010).
Data spektrum, seperti spektrum Ultraviolet-Visible (UV-Vis), spektrum inframerah (FT-IR), spektrum massa, spektrum resonansi magnetik inti proton (1 H-NMR)dan spektrum magnetik inti karbon (13C-NMR) dapat digunakan untuk menentukan struktur atau rumus bangun sebuah senyawa organik. Data spektrum spektroskopi saling mendukung satu sama lain (Harmita, 2009).
2.5.4.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)
Spektroskopi UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini.Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.Konsentrasi dari analit didalam larutan ini biasa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
Bila cahaya UV-Vis dikenakan pada senyawa maka sebagian dari cahaya tersebut akan diserap oleh molekul yang mempunyai tingkat energi yang spesifik.
Setiap molekul mempunyai tingkat energi dasar yang spesifik.Sinar yang diserap adalah untuk menaikkan elektron ikatan ketingkat energi eksitasi. Karena level energi dasar ke energi eksitasi setiap molekul spesifik maka sinar yang diserap juga spesifik yang merupakan dasar analisa kualitatif (Sitorus, 2009).
Kegunaan utama spektroskopi UV-Vis adalah untuk identifikasi jumlah ikatan rangkap/konjugasi aromatik.Misalnya untuk membedakan diena terkonjugasi dan tidak dan sebagainya. Spektrum UV biasanya diukur dalam larutan yang sangat encer, dengan syarat pelarut harus tidak menyerap pada λ, dimana dilakukan pengukuran,agar tidak ada serapan. Hal ini berarti ada batas λ terendah untuk pelarut tertentu, misalnya pelarut air memiliki λ min = 250 nm; etanol 95% dan etanol absolut, λ min = 210 nm; heksan, λ min = 210 nm; dan sebagainya (Panji, 2002).
Spektroskopi UV-Vis merupakan teknik yang umum untuk deteksi senyawa fenolik dan juga untuk melihat kemurnian dalam pemisahan kromatografi.Semua senyawa fenol, tanpa terkecuali menunjukkan satu atau lebih karakteristik maksimum dalam daerah UV antara 230 dan 290 nm (Harbone, 1989).
2.5.4.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)
Spektoskopi inframerah merupakan spektroskopi vibrasional.Spektroskopi IR merupakan teknik analisis yang sangat popular untuk analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan biologis, maupun sampel lingkungan. Spektrum IR merupakan jenis spektrum yang bersifat (1) spesifik terhadap suatu molekul; yang akan memberikan informasi tentang gugus fungsional yang ada dalam molekul; (2) sidik jari; (3) kuantitatif; (4) non destruktif dan (5) bersifat universal, dalam persyaratan pengambilan sampelnya, baik sampel padat, cair, gas, sampel antara padat dan cair atau gas. Salah satu keunggulan utama spektroskopi IR dengan spektroskopi lainnya adalah karena sifatnya sebagai spektrum sidik jari, dimana tidak ada dua senyawa yang berbeda mempunyai spektrum IR yang sama (Rohman, 2014).
Spektroskopi inframerah pada umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik
2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya
Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampe senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa tersebut.
Banyaknya frekuensi yang melewati suatu senyawa akan diukur sebagai persen transmitan. Persen transmitan 100 berarti tidak ada frekuensi IR yang diserap oleh senyawa.Transmitan 5% berarti bahwa hamper seluruh frekuensi yang dilewatkan diserap senyawa. Serapan yang sangat tinggi ini akan memberikan informasi penting tentang ikatan dalam senyawa ini (Dachriyanus, 2004).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi vibrasi : 1. Penggandengan vibrasi
Penggandengan vibrasi adalah gejala yang biasa dihubungkan dengan sistem AX2(-CH2, -NH2, -NO2, SO2, dan sebagainya. Syarat terjadi penjodoan
vibrasi yaitu untuk vibrasi-vibrasi dengan frekuensi yang mirip, penjodohan makin mudah dan letak didalam molekul harus tidak terlalu jauh.
2. Ikatan hidrogen
Senyawa dengan gugus –OH dan –NH dapat mengadakan ikatan hidrogen.Hal ini harus diperhatikan dalam memeriksa spektrum IR. Untuk meniadakan
Ikatan hidrogen dapat dilakukan dengan cara menyeleksi pelarut yaitu menggunakan pelarut non polar dengan konsentrasi larutan serendah mungkin.
3. Efek elektron
Efek elektron meliputi efek resonansi dan efek induksi dalam suatu ikatan.
4. Efek sudut ikatan 5. Efek medan
Efek medan adalah efek listrik dengan mekanisme induksi melalui ruang atau pelarut (Panji, 2012).
Sinar inframerah mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan UV-Vis, sehingga energinya lebih rendah dengan bilangan gelombang 600-4000 cm-1.Sinar inframerah dapat menyebabkan vibrasi pada ikatan baik berupa rentangan maupun bengkokan.Interpretasi terhadap spektra biasaya disajikan dalam bentuk narasi dan analisis yang dimulai dari kiri ke kanan.Analisis difokuskan pada gugus-gugus fungsi utama.Daerah sidik jari yaitu daerah dibawah 1000 cm-1 digunakan sebagai konformasi gugus-gugus fungsi utama (1000-4000 cm
-1).Serapan yang kurang spesifik seperti C-C tunggal dan C-H juga digunakan sebagai pelengkap karena hampir semua senyawa organik mempunyai serapan tersebut (Sitorus, 2009).
2.5.4.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (
H-NMR)
1H-NMR) didasarkan pada kenyataan bahwa setiap kelompok proton dalam molekul organik akan beresonansi pada frekuensi yang spesifik. Hal ini disebabkan kelompok proton suatu molekul organik dikelilingi oleh elektron yang berbeda. Karena setiap atom proton suatu
molekul organik mempunyai lingkungan kimia berbeda maka akan menyebabkan frekuensi resonansi yang berbeda (Sitorus, 2009).
Spektroskopi 1
Hal yang paling penting dalam mengidentifikasi atau elusidasi struktur molekul suatu senyawa organik adalah asal usul senyawa sedapat mungkin diketahui.Hal ini sangat membantu dalam menentukan jenis atau golongan senyawanya, misal flavonoid, xanton, kumarin atau streroid.
H-NMR dapat memberikan informasi adanya gugus-gugus fungsi yang dinyatakan dalam bentuk yang khas seperti jumlah dan posisi gugus fungsi (orho, meta, para) dengan melihat nilai pergeseran kimia (δ) dan konstanta koplingnya (J). Jumlah proton dapat dilihat dari hasil integrasinya dan dapat menentukan bentuk konformasinya.
Pergeseran kimia (δ) suatu inti adalah perbedaan resonansi suatu inti terhadap standar, dengan satuan ppm.Perbedaan frekuensi diukur dari resonansi suatu senyawa standar.Tetrametilsilen (TMS) digunakan sebagai standar karena larut dalam semua pelarut organik, bersifat inert, mudah menguap dan mempunyai 12H dan 4C yang ekuivalen.
Nilai δ disebabkan oleh adanya elektron dalam suatu molekul yang membentuk shielding effect pada spin inti karena mempunyai arah medan magnetik yang berlawanan dengan Bo sehingga mempunyai nilai δ yang rendah. Suatu atom yang mempunyai nilai δ daerah rendah (dekat TMS) disebut dengan shielded ( high shielded field) dan sebaliknya bila nilai δ nya semakin jauh dari TMS maka disebut deshielded ( low shielded field) (Jenie dkk, 2014).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Sampel yang digunakan diperoleh dari desa Sei Kepayang, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Hayati dan Laboratorium Pascasarjana, FMIPA , Universitas Sumatera Utara (USU) pada bulan Desember sampai Juni 2018. Analisis Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM pada bulan Juli 2018, Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) pada bulan Juli 2018 dan Analisis Spektrofotometer UV-Visible dilakukan di Laboratoriun Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM Jl. Kaliurang Km. 4 Sekip Utara Yogyakarta pada bulan Agustus 2018.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Penelitian
Nama Alat Ukuran Merek
1. Spektroskopi UV-VIS 2. Spektroskopi 1
3. Spektroskopi FT-IR Shimadzu
H-NMR 500MHZ Jeol/Delta2NMR
4. Rotarievaporator Bűchi R-114
5. Labu Rotarievaporator 1000ml Shoot/Duran
6. Ekstraktor 5000ml Schoot/Duran
7. Kolom Kromatografi Pyrex
8. Alat destilasi
9. Lampu UV 254/356nm UVGL 58
10. Neraca Analitis Mettler AE 200
11. Corong Kaca Pyrex
12. Corong Pisah 1000ml Pyrex
13. Gelas Ukur 100ml/10ml Pyrex
14. Labu Takar 250ml Pyrex
15. Tabung Reaksi Pyrex
11. Plat KLT Preparatif
E.Merck.Art 554
3.3 Penyedian Sampel
Sampel yang diteliti adalah daun tumbuhan Putat yang diperoleh dari desa Sei Kepayang, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.Daun tumbuhan Putat dikeringkan,
diudara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk kering halus daun Putat sebanyak 1700 g.
3.4 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Putat
Serbuk kering halus daun tumbuhan Putat diidentifikasi dengan menggunakan cara Skrinning Fitokimia. Untuk membuktikan adanya senyawa fenolik yang terdapat dalam daun tumbuhan Putat maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :
1. Dimasukkan 10 g serbuk kering halus daun tumbuhan Putat kedalam gelas Erlenmeyer
2. Ditambahkan 50 ml metanol kedalam gelas Erlenmeyer 3. Didiamkan selama 1 malam
4. Disaring
5. Dimasukkan kedalam tabung reaksi 6. Ditambahkan dengan pereaksi FeCl3
7. Dilakukan perlakuan yang sama dengan menggunkan pelarut etil asetat dan diperoleh hasil yang sama
5% menghasilkan larutan berwarna hitam
3.5 Ekstraksi Daun Tumbuhan Putat
Serbuk kering halus daun tumbuhan Putat ditimbang sebanyak 1700 g, kemudian dimaserasi ±10 L sampai semua sampel terendam dan dibiarkan selama 24 jam. Perendaman dilakukan sampai sampel negatif terhadap FeCl3 5%.Maserasi ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan dengan penangas air hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemisahan tanin dengan cara melarutkan ekstrak pekat metanol dengan aquadest lalu dipartisi berulang-ulang dengan etil asetat, hingga negatif senyawa fenolik diuji dengan FeCl3 5%. Filtrat kemudian dirotarievaporator lalu diuapkan dengan penangas air hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu ekstrak pekat etil asetat diuji dengan FeCl3 5%.Ekstrak pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi berulang-ulang dengan n-Heksan sampai lapisan n-Heksan bening. Lapisan metanol
dipisahkan dari lapisan n-Heksan, lalu diuji dengan FeCl3
.
5% dan dipekatkan kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga diperoleh ekstrak pekat lapisan metanol sebanyak 15,11 g
3.6 Analisis Kromatografi Lapis
Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fase diam silika gel 60F254
Sebanyak 10 ml campuran larutan fase gerak kloroform : metanol 90:10 (v/v) dimasukkan kedalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat kedalam bejana yang telah berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi.
Plat yang telah dielusi, dikeluarkan dari bejana,lalu dikeringkan. Diamati noda yang terbentuk dibawah sinar UV, Kemudian difiksasi dengan pereaksi FeCl
Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari sistem dan perbandingan pelarut yang sesuai untuk kromatografi kolom.
Fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v).
3 5%.
Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v).
3.7 Isolasi Senyawa Fenolik dengan Kromatografi Kolom
Isolasi senyawa fenolik dilakukan dengan kolom kromatografi terhadap ekstrak pekat metanol. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dan fasa gerak yaitu kloroform 100%, campuran pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40 (v/v).
Dirangkai alat kromatografi kolom.Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dengan menggunakan kloroform, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan kloroform 100% hingga silika gel padat dan homogen. Sebanyak 6,25 g ekstrak pekat metanol ditambahkan dengan 15 g silika gel kemudian ditambahkan dengan pelarut metanol, lalu dikeringkan sampai berbentuk bubuk.
Kemudian dimasukkan kedalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika
gel, lalu ditambahkan fase gerak kloroform : metanol 90:10 (v/v) secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak kloroform : metanol dengan perbandingan 80:20; 70:30; dan 60:40 (v/v).Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap ± 10 ml, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%. Kemudian diuapkan sampai terbentuk gum.
3.8 Pemurnian
Pasta yang diperoleh dari isolasi dengan kromatografi kolom dilarutkan kembali dengan metanol lalu dianalisis KLT untuk mengetahui apakah senyawa yang diperoleh sudah murni atau belum sekaligus mencari fasa gerak yang sesuai untuk KLT preparatif.Kloroform : etil asetat 40:60 (v/v) adalah fasa gerak yang menunjukkan pemisahan yang paling baik untuk selanjutnya digunakan untuk menjenuhkan bejana KLT preparatif. Sedangkan pasta yang telah dilarutkan tadi ditotolkan secara perlahan-lahan dan sama rata disepanjang tepi bawah plat KLT yang telah diaktifkan. Plat dimasukkan kedalam bejana yang berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, dan hasilnya diperiksa dibawah sinar UV . Tiap zona diberi tanda dan dikeruk lalu dielusi dengan metanol : etil asetat 1:1 (v/v). Hasil elusi diuapkan lalu dikristalisasi menggunakan pelarut aseton dan n-Heksan hingga diperoleh pasta kuning.
3.9 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Uji kemurnian pasta dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254
Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak kedalam bejana kromatografi lapis tipis, lalu dijenuhkan. Ditotolkan pasta yang sebelumnya dilarutkan dengan metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut kedalam bejana kromatografi lapis tipis,lalu dijenuhkan. Setelah pelrut fasa gerak merembes sampai batas atas, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, diamati dibawah sinar UV, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl
dengan fasa gerak etil asetat : kloroform 70:30 (v/v).
3 5% dalam metanol menghasilkan bercak
berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa fenolik dan dihitung harga Rf yang diperoleh.
3.10 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
Analisis kemurnian senyawa hasil isolasi dilakukan dengan uji tiga jenis spektroskopi yaitu Spektrofotometer UV-Visible, Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR), dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1HNMR).
3.10.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis
Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari di Laboratoriun Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM Jl. Kaliurang Km. 4 Sekip Utara Yogyakarta dengan menggunakan pelarut metanol.
3.10.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)
Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik UGM FMIPA Jl. Kaliurang Km. 4 Sekip Utara Yogyakarta dengan menggunakan plat KBr.
3.10.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1
Analisis dengan alat Spektrofotometer HNMR)
1HNMR diperoleh dari di Laboratoriun Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM Jl. Kaliurang Km. 4 Sekip Utara Yogyakarta dengan menggunakan pelarut metanol.
3.11 Bagan Skrining Fitokimia
3.11.1 Maserasi Dengan Menggunakan Pelarut Metanol
3.11.2 Maserasi dengan Menggunakan Pelarut Etil Asetat
3.11.3 Bagan Penelitian
Lanjutan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol dan etil asetat dari dari daun tumbuhan putat (Planchonia valida Blume) menggunakan pereaksi FeCl3
Hasil elusi pada fraksi 139-210, dilakukan KLT Preparatif dengan eluen kloroform : etil asetat (40:60)v/v untuk mendapatkan senyawa hasil isolasi yang lebih murni. Sehingga diperoleh senyawa hasil isolasi berupa pasta berwarna kuning , seberat 11 mg, dengan Rf = 0,27.
5% menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat positif mengandung senyawa fenolik (Lampiran 1.a).
Spektrum UV-Visibel senyawa hasil dengan menggunakan pelarut metanol ditunjukkan pada gambar 4.1 dibawah ini :
Gambar 4.1 Spektrum UV-Visibel Senyawa Hasil Isolasi
Dari hasil karakterisasi dan elusidasi menggunakan Spektrofotometer UV-Visibel pada gambar 4.1 senyawa hasil isolasi menunjukkan dua serapan panjang gelombang maksimum (λ maks) yang ditunjukkan pada table 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Panjang Gelombang UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi
Panjang gelombang (nm) Absorbansi
270 215
1,019 2,977
Spektrum FT-IR dari pasta hasil isolasi menghasilkan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) ditunjukkan pada Gambar 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.2 Spektrum Infra Merah (FT-IR) Senyawa Hasil Isolasi
Hasil analisis Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) dari pasta hasil isolasi menghasilkan pita serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1
Tabel 4.2 Hasil Analisis Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi
) ditunjukkan pada
Tinggi Vibrasi ulur -OH 3200-3600
1697,36 Sedang Vibrasi ulur –C=O 1630-1740
1450,47-1543,05
Sedang Vibrasi ulur–C=C aromatis 1400-1600
1249,87 Sedang Vibrasi ulur –C-O 1000-1300 871,82 Rendah Vibrasi ulur =C-H benzena 675-1000
Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) terhadap senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut metanol dan TMS pergeseran kimia pada daerah (ppm) sebagai standart seperti Gambar 4.3 sebagai berikut:
Gambar 4.3 Spektrum1H-NMR Senyawa Hasil Isolasi
Hasil Analisis Spektroskopi 1H-NMR senyawa hasil isolasi memberikan satu sinyal pada pergeseran kimia 7,044 ppm dengan puncak singlet yang menunjukkan adanya 2 proton yaitu H-2 dan H-6 pada lingkungan kimia yang sama.
4.2 Pembahasan
Dari hasil isolasi senyawa fenolik dari daun tumbuhan putat (Planchonia valida Blume) mulai dari proses ekstraksi maserasi diperoleh ekstrak pekat metanol sebanyak 134,16 g. Kemudian dilarutkan dengan menggunakan pelarut aquadest (Lampiran 1.b) untuk pemisahan senyawa-senyawa yang bersifat non polar lalu dipartisi dengan menggunakan pelarut etil asetat (Lampiran 1.c ) untuk pemisahan senyawa-senyawa yang diduga merupakan tanin dan diperoleh ekstrak pekat etil asetat sebanyak 15,11 g. Ekstrak pekat etil asetat yang diperoleh lalu dipartisi kembali dengan n-Heksan. Dari Hasil analisis kromatografi lapis tipis sebelum kolom didapat bahwa perbandingan pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa fenolik dari daun tumbuhan putat adalah kloroform : metanol 70:30 (v/v) yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari noda yang dihasilkan (Lampiran 3).
Setelah pemisahan dengan kromatografi kolom kemudian dilakukan analisis KLT untuk penggabungan fraksi dengan menggunakan eluen kloroform : etil asetat 70:30 (v/v) dan didapatkan 5 fraksi (Lampiran 4), dimana noda yang dihasilkan pada plat kromatografi lapis tipis untuk fraksi 139-210 dengan pereaksi FeCl3
Dari hasil interpretasi spektrum UV-Vis dengan pelarut metanol (Gambar 4.1) memberikan serapan dengan panjang gelombang (λ maks) 270 nm. Hasil isolasi
5%
menghasilkan pemisahan noda yang paling baik dengan jarak Rf adalah 0,34 dengan berat 590 mg, lalu dianalisis KLT kembali dengan kloroform : etil asetat 40:60 (v/v) (Lampiran 5), yang selanjutnya dikromatografi lapis tipis preparatif dengan sistem pelarut yang sesuai adalah kloroform : etil asetat 40:60 (v/v), diamati dengan lampu UV, lalu diambil noda kedua dari batas atas, kemudian silika gel digerus dan dielusi dengan perbandingan metanol : etil asetat 1:1 (v/v). Senyawa yang diperoleh dilakukan pemurnian kembali dengan rekristalisasi menggunakan pelarut aseton dan n-Heksan, kemudian diuji kemurniannya dengan KLT menggunakan eluen kloroform: etil asetat 30:70 (v/v) yang menunjukkan hanya satu noda yang dihasilkan dengan Rf sebesar 0,27 (Lampiran 6).
sesuai dengan spektrum UV-Visible dari senyawa pembanding asam galat (Lampiran 7). Asam galat atau asam 3,4,5-trihidroksibenzoat dimana pada Dachriyanus (2004)
sesuai dengan spektrum UV-Visible dari senyawa pembanding asam galat (Lampiran 7). Asam galat atau asam 3,4,5-trihidroksibenzoat dimana pada Dachriyanus (2004)