• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 PEMBAHASAN

6.2 Sosiodemografi Penderita Batu Saluran Kemih

6.2.2 Agama

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan agama di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.3 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Agama di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.3 diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar pada agama Islam yaitu 88,3%, sedangkan pada agama Kristen (Katolik dan Protestan) yaitu 11,7%. Hal ini bukan berarti bahwa agama Islam lebih berisiko untuk menderita BSK, namun hanya menunjukan penderita BSK yang datang berobat di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II adalah agama Islam.

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan pekerjaan di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.4 Diagram Bar Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.4 diketahui bahwa Proporsi penderita BSK lebih besar pada pekerjaan pegawai swasta yaitu 59,5%. Pegawai swasta tersebut merupakan karyawan PTPN II yang sesuai dengan wilayah kerja RS Tembakau Deli dan rujukan dari PTPN I,III,IV dan V. Hal ini bukan berarti bahwa pegawai swasta lebih berisiko untuk menderita BSK, namun hanya menunjukan penderita BSK yang datang berobat di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II paling banyak adalah pegawai swasta. Proporsi terbanyak selanjutnya adalah pekerjaan PNS/Pensiunan, dengan rincian PNS 3 penderita dan pensiunan 22 penderita. Dan terendah pada pekerjaan wiraswasta yaitu 0,9% dan pelajar/mahasiswa yaitu 2,7%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2000-2004) di RS Haji Medan diketahui bahwa proporsi kejadian BSK berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah PNS/POLRI/TNI/Pensiunan yaitu 32,5% dan paling sedikit adalah Pelajar/Mahasiswa yaitu 5,7%.16

Penyakit BSK sering dijumpai pada orang dengan jenis pekerjaan yang banyak duduk atau kurang aktifitas.3 Hasil penelitian Nur Lina (2008) di Semarang, diketahui bahwa lama duduk saat bekerja mempengaruhi risiko terjadinya BSK. Dimana hasil penelitian tersebut menunjukan dari 88 orang responden, dengan lama duduk saat bekerja lebih besar daripada rata-rata yaitu 3,69 jam/hari proporsi pada kelompok kasus 61,4% sedangkan pada kelompok kontrol memiliki proporsi yang lebih kecil yaitu 29,6%.13

Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya karena banyak duduk mengganggu proses metabolisme tubuh. Pasien yang terlalu banyak duduk atau hanya tidur saja, maka kalsium tulang akan dilepas ke darah selanjutnya akan terjadi hiperkalsiuri (kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam) yang dapat memacu timbulnya BSK, karena adanya supersaturasi elektrolit/kristal dalam air kemih. Dimana hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa factor lainnya seperti Ph air kemih, suhu lingkungan, jumlah air putih yang diminun minimal 2 liter perhari, kandungan mineral pada air putih yang diminum dan umur produktif untuk bekerja berada pada rentang umur 30- 50 tahun, pada rentang umur tersebut seseorang lebih berisiko menderita BSK terutama pada laki-laki.2

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan status perkawinan di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.5 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Status Kawin di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.5 diketahui bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan status perkawinan lebih besar dengan status kawin yaitu 96,4%, sedangkan status tidak kawin 3,6%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suwarni (2006-2007) di RS Martha Friska Medan diketahui bahwa penderita BSK paling besar dengan status kawin dengan proporsi 92,9%.17 Tingginya penderita BSK dengan status kawin dapat dikaitkan dengan faktor risiko kejadian BSK yaitu umur. Kejadian BSK paling sering diderita pada umur 30-50 tahun.3 Pada rentang umur tersebut biasanya si penderita telah berstatus kawin. Hal tersebut bukan berarti bahwa status kawin dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit BSK. Hanya menunjukan bahwa

umumnya penderita yang berstatus kawin berada pada rentang umur 30-50 tahun. Pada rentang umur tersebut seseorang memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita penyakit BSK.

6.2.5 Tempat Tinggal

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan tempat tinggal di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.6 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.6 diketahui bahwa proporsi penderita BSK paling besar yang tempat tinggalnya di luar kota Medan yaitu 73,9% sedangkan dari kota Medan 26,1%. Penderita BSK yang rawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan lebih banyak yang tinggalnya diluar kota Medan. Hal ini disebabkan karena lebih dari 50% penderita berasal dari luar kota Medan, umumnya merupakan pasien rujukan dari RS PTPN II kebun lainnya yaitu dari RS. GL. Tobing Tanjung Morawa,

pasien PTPN wilayah Sumatera yaitu PTPN I,III,IV dan V. Ada beberapa pasien yang merupakan pasien umum yang berasal dari daerah Langsa, Kota Cane,Tembung dan Bukit Lawang, dan lain-lain. Sedangkan pasien yang dari kota Medan paling banyak dari Sampali, Helvetia, Marendal, dan lain-lain.

6.3 Keluhan Utama

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan keluhan utama di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.7 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.7 diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar dengan keluhan utama >1 keluhan yaitu nyeri pinggang, nyeri waktu Buang Air Kecil (BAK) dan susah BAK, urine berpasir, urine berdarah, mual dan muntah, demam dan menggigil yaitu 74,8%, sedangkan proporsi dengan 1 keluhan yaitu 25,2%. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sayfrina (2005-2007) diketahui proporsi

penderita BSK berdasarkan keluhan utama yang rawat inap di RS Haji Medan adalah dengan >1 keluhan yaitu 72,3% sedangkan dengan 1 keluhan 27,7%.33

Keluhan yang dirasakan oleh penderita BSK tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh penderita adalah nyeri pinggang. Nyeri ini dapat berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi infeksi pada ginjal.3

6.4 Letak Batu

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan letak batu di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.8 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.8 diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar dengan letak batu pada saluran kemih atas (ginjal dan ureter) yaitu 84,7% sedangkan pada saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra) yaitu 15,3%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Trihoran (2001-2002) di RSUP. H. Adam Malik Medan, diketahui bahwa kejadian BSK berdasarkan letak batu tertinggi pada saluran kemih atas yaitu ginjal dan ureter dengan proporsi 66,7%.14 Hasil penelitian Dewi (2005) di RS Haji Medan diketahui bahwa proporsi penderita BSK dengan letak batu terbesar pada saluran kemih atas yaitu 92,30%.1

6.5 Riwayat Penyakit Terdahulu

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan riwayat penyakit terdahulu di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.9 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.9 diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar penderita BSK dengan riwayat penyakit BSK yaitu 24,3%, dan terendah pada riwayat penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) yaitu 5,4%. Sedangkan riwayat penyakit dan lain-lain terdiri dari penyakit Diabetes Militus (tipe II), Kencing manis, Gagal Ginjal Kronik, Hiperplasia Prostat Benigna ,dan sebagainya. Terdapat 49,5% penderita BSK dengan tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu, dimana pada kartu status tertulis bahwa si penderita baru pertama kali datang ke RS Tembakau Deli untuk berobat BSK.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suwarni (2006-2007) di RS Martha Friska Medan diketahui bahwa proporsi penderita BSK paling besar dengan riwayat penyakit BSK yaitu 43,7%, dan lain-lain 14,3%, dan ISK 10,3%.17 Tingginya proporsi penderita BSK dengan riwayat penyakit BSK merupakan pasien kambuhan yang datang berobat kembali ke RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan. Angka kekambuhan BSK rata-rata7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.3 6.6 Penatalaksanaan Medis

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan penatalaksanaan medis di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.10 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.10 diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar penderita BSK dengan penatalaksanan medis tanpa operasi yaitu 75,7%, sedangkan dengan tindakan operasi 24,3%. Penatalaksanaan medis yang dilakukan oleh RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan, tindakan operasi yaitu dengan bedah terbuka yaitu nefrolitotomi, ureterolitotomi, vesikolitotomi dan uretrolitotomi. Sedangkan tanpa operasi dilakukan dengan terapi medikamentosa, pengobatan selektif dengan pemberian obat-obatan, ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) dan Endourologi.

Dalam pemilihan tindakan penatalaksanaan medis terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan letak), faktor anatomi ginjal, dan faktor penderita BSK itu sendiri (adanya infeksi, obesitas, umur, penyakit lainnya).3

6.7 Proporsi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Lama Rawatan Rata- Rata

Lama rawatan rata-rata penderita BSK yang dirawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 adalah 10,3 hari atau 10 hari. Standar Deviasi (SD) 8,3 dengan Coeficient of Variation sebesar 69,4% yang menunjukkan bahwa lama rawatan rata-rata penderita BSK bervariasi. Lama rawatan minimum 2 hari dan lama rawatan maksimum 59 hari.

Lama rawatan rata-rata penderita BSK adalah 10 hari, hal ini disebabkan proses penyembuhan penderita BSK membutuhkan waktu yang cukup lama. Dibutuhkan pemeriksaan yang tepat untuk mengetahui letak, komposisi, jumlah dan ukuran batu. Terdapat dua penderita yang hanya menjalani dua hari perawatan, dimana 1 orang penderita pulang atas permintaan sendiri dan 1 orang lagi meminta rujuk ke RS lainnya.

Penderita BSK dengan lama rawatan 59 hari, merupakan penderita berusia 46 tahun yang mengalami BSK dengan letak batu di kandung kemih. Penderita memiliki riwayat penyakit Gagal Ginjal Kronik dan telah melakukan cuci darah sebanyak 13 kali. Penderita melakukan operasi vesikolitotomi, akibat dari kerusakan pada fungsi ginjal tersebut luka operasi penderita sulit kering. Sehingga penderita tidak dapat sembuh total dan pulang dengan status berobat jalan.

6.8 Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.11 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.11 diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar dengan keadaan pulang berobat jalan yaitu 68,5%, selanjutnya pulang sembuh yaitu 22,5% dan terendah pulang atas permintaan sendiri yaitu 9,0%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2000-2004) di RS Haji Medan diketahui bahwa proporsi kejadian BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang terbanyak adalah pulang berobat jalan yaitu 82,3.16 Hasil penelitian Suwarni (2006-2007) di RS Martha Friska Medan diketahui bahwa penderita BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang terbanyak adalah pulang berobat jalan yaitu 69,0%.17

6.9 Analisa Statistik

Proporsi Umur penderita BSK rawat inap berdasarkan letak batu di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.12 Diagram Bar Proporsi Umur Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.12 dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas pada rentang umur 10-19 tahun 3,2%, rentang umur 30- 50 tahun 55,3%, dan > 50 tahun 41,5%. Sedangkan pada saluran kemih bawah pada rentang umur 10-29 tahun 5,9%, rentang umur 30-50 tahun 70,6% dan > 50 tahun 23,5%. Dapat disimpulkan bahwa kejadian BSK berdasarkan letak batu yang rawat inap di RS. Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tertinggi pada kelompok umur 30-50 tahun. Menurut Basuki B. Purnomo (2011) menyatakan bahwa penyakit BSK lebih sering diderita pada rentang umur 30-50 tahun.3

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) expected count <5.

Proporsi jenis kelamin penderita BSK rawat inap berdasarkan letak batu di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.13 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.13 dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas pada jenis kelamin laki-laki 75,5% dan perempuan 24,5%. Sedangkan dengan letak batu saluran kemih bawah pada jenis kelamin laki- laki 82,4% dan perempuan 17,6%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25,0%) expected count <5. Dilanjutkan dengan uji

Exact Fisher’s diperoleh nilai p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara proporsi jenis kelamin penderita BSK berdasarkan letak batu.

Hal ini dapat dikatakan secara statistik tidak berbeda risikonya menderita BSK pada laki-laki dan perempuan dengan letak batu pada saluran kemih atas ataupun saluran kemih bawah. Namun dari gambar 6.13 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kejadian BSK pada laki-laki dan perempuan. Perbandingan proporsi

kejadian BSK berdasarkan letak batu saluran kemih atas pada laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Dan pada letak batu saluran kemih atas perbandingan proporsi kejadian BSK empat kali lebih banyak dibandingkan perempuan.

6.9.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu

Proporsi penatalaksanaan medis penderita BSK rawat inap berdasarkan letak batu di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.14 Diagram Bar Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.14 dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK, letak batu saluran kemih atas dengan tindakan operasi 23,4% dan tanpa operasi 76,6%. Sedangkan pada saluran kemih bawah dengan tindakan operasi 29,4% dan tanpa operasi 70,6%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25,0%) expected count <5. Dilanjutkan dengan uji

Exact Fisher’s diperoleh nilai p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara proporsi penatalaksanaan medis penderita BSK berdasarkan letak batu.

Hal ini dapat dikatakan bahwa tidak berbeda risikonya melakukan penatalaksanaan medis tindakan operasi ataupun tanpa operasi pada letak batu saluran kemih atas ataupun saluran kemih bawah. Namun dari gambar 6.14 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kejadian BSK dengan penatalaksanaan medis operasi atau tanpa operasi berdasarkan letak batu baik pada saluran kemih atas ataupun saluran kemih bawah dapat dilihat bahwa tertinggi dengan tanpa operasi. Dimana tanpa operasi yang dilakukan oleh RS. Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan adalah dengan tindakan terapi medikamentosa, pengobatan selektif dengan pemberian obat- obatan, ESWL ( Extracorporel Shockwave Lithotripsy) dan Endourologi. Hal tersebut diakibatkan mahalnya biaya operasi dan banyak penderita BSK yang rawat inap dengan pekerjaan karyawan swasta yang umumnya tingkat ekonomi menengah kebawah.

6.9.4 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan penatalaksanaan medis di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.15 Diagram Bar Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.15 dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK pada letak batu pada saluran kemih atas dengan 1 keluhan 23,4% dan > 1 keluhan 76,6%. Sedangkan letak batu saluran kemih bawah dengan 1 keluhan 35,3% dan >1 keluhan 64,7%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25,0%) expected count <5. Dilanjutkan dengan uji

Exact Fisher’s diperoleh nilai p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara proporsi keluhan utama penderita BSK berdasarkan letak batu.

Hal ini dapat dikatakan bahwa tidak berbeda risikonya 1 keluhan ataupun >1 keluhan dengan letak batu pada saluran kemih atas ataupun saluran kemih bawah. Namun dari gambar 6.15 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kejadian BSK dengan 1 keluhan dan > 1 keluhan, dimana tertinggi dengan > 1 keluhan baik pada saluran kemih atas ataupun saluran kemih bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.3 Umumnya apabila penderita hanya mengalami 1 keluhan yaitu nyeri

pinggang, penderita tidak langsung datang untuk memeriksakan diri baik ke dokter ataupun rumah sakit karena dianggap hanya penyakit ringan, dan pada saat keluhan > 1 yaitu nyeri pinggang, nyeri waktu Buang Air Kecil (BAK) dan susah BAK, urine berpasir, urine berdarah, mual dan muntah, demam serta menggigil, disaat seperti tersebut biasanya penderita timbul rasa ingin datang memeriksakan diri baik ke dokter ataupun rumah sakit.

6.9.5 Keluhan Utama Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu

Proporsi keluhan utama penderita BSK rawat inap berdasarkan riwayat penyakit terdahulu di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.16 Diagram Bar Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK pada riwayat ISK dengan 1 keluhan 33,3% dan >1 keluhan 66,7%. Riwayat penyakit BSK dengan 1 keluhan 29,6% dan > 1 keluhan 70,4%, riwayat dan lain-lain dengan 1

keluhan 4,3% dan > 1 keluhan 95,7%. Terdapat tidak adanya riwayat penyakit terdahulu dengan 1 keluhan 30,9% dan > 1 keluhan 69,1%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (25%) expected count <5. Dari gambar 6.16 dapat dilihat bahwa kejadian BSK tertinggi dengan > 1 keluhan baik dengan riwayat penyakit ISK, BSK, dan lain-lain dan juga dengan tidak ada riwayat penyakit. Keluhan utama dengan > 1 keluhan meliputi nyeri pinggang, nyeri waktu Buang Air Kecil (BAK) dan susah BAK, urine berpasir, urine berdarah, mual dan muntah, demam serta menggigil. Penderita BSK dengan riwayat penyakit ISK biasanya disebabkan oleh kuman E coli, Klebsiella, Enterobakter, Serattia, Pseudomonas dan

proteus. Dimana kuman Pseudomonas dan Klebsiella bersifat paling virulen sehingga seringkali menunjukan resistensi terhadap berbagai antibiotika. Sehingga si penderita kemungkinan lebih berisiko terbentuknya batu jenis Stuvit akibat adanya infeksi kuman golongan pemecah urea seperti kuman Klebsiella dan Pseudomonas dan gejala klinis adanya infeksi kuman adalah demam dan menggigil.3

Penderita dengan riwayat penyakit BSK umumya merupakan pasien kambuhan yang datang berobat kembali ke RS. Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan. Penderita dengan riwayat penyakit dan lain-lain seperti Gagal Ginjal Kronik,

Hiperplasia Prostat Benigna, Diabetes Militus (Tipe II) dan sebagainya, adalah jenis penyakit yang berhubungan dengan saluran kemih baik ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Adanya kerusakan tersebut dapaat mengakibatkan gangguan aliran urine, gangguan metabolik yang merupakan faktor terjadinya penyakit BSK dengan keluhan urine berdarah, nyeri Buang Air Kecil (BAK), susah BAK, mual dan muntah.

6.9.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Proporsi penderita BSK rawat inap berdasarkan penatalaksanaan medis di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Gambar 6.17 Diagram Bar Penderita BSK Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Lama Rawatan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.17 diatas dapat diketahui bahwa proporsi penderita BSK lebih besar dengan melakukan tindakan operasi dengan lama rawatan rata-rata selama 17,04 hari (SD= 12,299) dibandingkan penderita BSK yang melakukan tindakan tanpa operasi dengan lama rawatan rata-rata 8,15 hari (SD =5,022).

Hasil analisa statistik dengan t-test diperoleh nilai ρ<0,05, yang berarti ada

perbedaan bermakna proporsi penatalaksanaan medis dengan tindakan operasi dan tanpa operasi berdasarkan lama rawatan rata-rata penderita BSK.

Lama rawatan setiap penderita BSK sangat bervariasi, tergantung pada penatalaksanaan medis yang diberikan kepada penderita, terutama bila dilakukan tindakan operasi, maka lama rawatan juga akan semakin lama.

Dokumen terkait