• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agenda Adil dan Demokratis

IV. 11). Kelima departemen

4.3 Keterkaitan Antara Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009 Dengan Rancangan Anggaran Belanja

4.3.1 Masalah dan Tantangan Pokok Pembangunan 2009

4.3.1.3 Agenda Adil dan Demokratis

Sebagaimana digariskan dalam RPJMN Tahun 2004–2009, ada 5 (lima) sasaran pokok dalam agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, yaitu: (1) meningkatnya keadilan dan penegakan hukum; (2) meningkatnya kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan yang tercermin dalam berbagai peraturan perundangan, program dan kegiatan pembangunan, dan kebijakan publik; (3) meningkatnya pelayanan kepada

masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik; (4) meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat; dan (5) terlaksananya pemilihan umum tahun 2009 secara demokratis, jujur dan adil, dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan hasil pemilihan umum secara langsung pada tahun 2004.

Pelaksanaan agenda adil dan demokratis hingga tahun 2008 telah membawa banyak kemajuan ke arah yang diinginkan. Namun, masih dijumpai beberapa permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dalam tahun 2009, diantaranya adalah:

Pertama, Menindak dan Mencegah Tindak Pidana Korupsi. Dalam kaitannya dengan

upaya untuk meningkatkan keadilan dan penegakan hukum, permasalahan pokok yang harus dihadapi di antaranya adalah: (1) masih perlunya berbagai upaya untuk menekan tindak pidana korupsi, keterbatasan ketersediaan pelayanan publik, serta masih perlunya penyempurnaan iklim demokrasi; dan (2) kurang optimalnya penanganan kasus korupsi, sehingga masih terdapat kesan adanya tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Oleh sebab itu, tantangan yang dihadapi adalah menindak dan mencegah tindak pidana korupsi.

Kedua, Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi.

Tantangan ini muncul, terutama karena pemberantasan korupsi harus mengikutsertakan semua lapisan masyarakat yang ada. Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya tergantung dalam hal penanganan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum saja, akan tetapi juga perlu adanya dukungan dari masyarakat luas dalam mendorong upaya pemberantasan korupsi. Dalam upaya untuk mempercepat pemberantasan korupsi, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang kemudian diimplementasikan dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan

Korupsi (RAN PK) 2004

2009 sebagai Living Document, yang disusun oleh 92 instansi

Pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi. Masing-masing kementerian negara/lembaga diharapkan dapat segera menyusun Rencana Aksi Instansi (RAI) PK, dan masing-masing pemerintah daerah diharapkan dapat segera menetapkan Rencana Aksi Daerah (RAD) PK. Hingga saat ini, pelaksanaan RAN PK pada tingkat kementerian negara/lembaga, maupun RAD PK pada tingkat pemerintahan daerah belum dilaksanakan secara efektif. Oleh sebab itu, tantangan yang harus dihadapi adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Ketiga, Menyempurnakan Peraturan Perundang-undangan Untuk Mendorong

Upaya Pemberantasan Korupsi. Tantangan ini muncul, karena peraturan perundang-undangan untuk mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia masih masih sangat terbatas dan perlu disempurnakan. Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC (United

Nation Convention Against Corruption) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006,

namun langkah-langkah tindak lanjut dari ratifikasi tersebut belum dilakukan secara optimal. Selain itu, dalam kaitannya dengan perlindungan saksi dan korban, serta keterbukaan informasi publik, beberapa peraturan pelaksanaan dalam undang-undang nasional belum lengkap, sehingga menyebabkan masih adanya hambatan keterlibatan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Karena itu, upaya untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi menjadi tantangan yang harus ditanggapi dalam tahun 2009.

Keempat, Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik. Tantangan ini mengemuka,

karena dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi, kualitas pelayanan publik masih menjadi permasalahan tersendiri. Beberapa permasalahan yang dihadapi di bidang pelayanan publik, diantaranya adalah: (1) belum selesainya proses pembahasan RUU Pelayanan Publik yang merupakan landasan hukum dan kebijakan pelayanan publik secara lebih komprehensif; (2) belum optimalnya pelayanan publik di bidang investasi, perpajakan dan kepabeanan dan pengadaan barang dan jasa publik/pemerintah; (3) belum dikembangkannya secara maksimal sistem pelayanan informasi dan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu secara on line di daerah (provinsi dan kabupaten/kota); (4) belum efektif dan efisiennya pelayanan publik kepada masyarakat karena belum adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sudah disahkan, sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM; (5) belum memadainya kompetensi aparat pemerintah di daerah dalam penerapan SPM; (6) masih rendahnya kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk pelayanan penduduk perkotaan akibat pesatnya pertambahan penduduk yang harus dilayani; (7) belum meratanya penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik pada instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah; dan (8) belum terintegrasinya sistem koneksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan sistem informasi kementerian negara/lembaga karena masih terbatasnya dukungan dana dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), dan masih perlu ditingkatkannya keakuratan atau validitas data kependudukan nasional. Dengan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka tantangan bagi pemerintah adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Kelima, Meningkatkan Kinerja dan Kesejahteraan PNS. Hal ini terutama karena

pegawai negeri sipil (PNS) merupakan ujung tombak dalam menyediakan dan memberikan pelayanan pada masyarakat, sehingga kinerja dan kesejahteraannya masih perlu terus untuk ditingkatkan. Karena itu, tantangan yang dihadapi ke depan adalah meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS, dengan antara lain: (1) menyempurnakan sistem diklat, kurikulum dan pengembangan strategi pembelajaran untuk mendorong peningkatan kualitas kinerja dan profesionalisme PNS; (2) mengembangkan sistem remunerasi pegawai negeri sipil, termasuk TNI dan Polri, yang mencerminkan sistem reward and punishment yang adil, layak dan berbasis kinerja; dan (3) melakukan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kepegawaian, khususnya Undang-Undang Nomor 43/1999.

Keenam, Meningkatkan Penataan Kelembagaan, Ketatalaksanaan dan

Pengawasan Aparatur Negara. Tantangan ini muncul terutama karena kelembagaan, ketatalaksanaan, dan pengawasan aparatur negara masih perlu dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan di berbagai bidang secara efektif dan efisien. Beberapa permasalahan yang masih dihadapi di bidang ini, diantaranya adalah: (1) pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah, belum didasarkan atas road map atau grand design yang sifatnya komprehensif, sehingga menimbulkan penilaian publik bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi masih bersifat parsial, terbatas dan belum fokus; (2) masih perlu ditingkatkannya pemahaman

aparat pemerintah tentang pelaksanaan sistem manajemen kinerja instansi pemerintah, sebagai pedoman bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme birokrasi pemerintah; (3) kelembagaan dan ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah masih ditandai tumpang tindih kewenangan, kedudukan dan fungsi, sehingga berpotensi pada inefisiensi penyelenggaraan pemerintahan; serta (4) perlunya diupayakan sinergi pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan di lingkungan instansi pemerintah, agar lebih efektif dan mendukung fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunan. Karena itu, tantangan yang harus dihadapi adalah meningkatkan penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan pengawasan aparatur negara.

Ketujuh, Memperkuat Lembaga Penyelenggaraan Pemilu dan Meningkatkan

Partisipasi Aktif Masyarakat dalam Pemilu 2009. Pemantapan demokrasi pada tahun 2009 diperkirakan masih menghadapi sejumlah permasalahan dan tantangan. Di satu pihak, masayarakat sangat mengharapkan terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil sehingga dapat mencerminkan secara jernih aspirasi politik rakyat. Di lain pihak, tantangan KPU untuk memenuhi jadwal pelaksanaan Pemilu dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pemilu juga tidak kecil mengingat waktu yang terbatas. Oleh karena itu, kapasitas transparansi dan akuntabilitas kelembagaan penyelenggara Pemilu perlu ditingkatkan agar mampu bekerja profesional bersih dan efisien. Pada Pemilu 2009, partisipasi politik diharapkan semakin aktif berdasarkan kesadaran politik yang lebih tinggi bukan berdasarkan mobilisasi kelompok masyarakat.

Kedelapan, Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Pemilu 2009. Dalam rangka

meningkatkan efektivitas pelaksanaan Pemilu 2009, tantangan yang dihadapi dalam tahun