• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Agregat

Agregat menempati 65 – 80 % volume total dari beton, sifat-sifatnya sangat mempengaruhi kualitas beton. Agregat yang baik seharusnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. keras dan kuat 2. bersih

3. tahan lama 4. massa jenis tinggi 5. butir bulat

6. distribusi ukuran butir yang cocok.

Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari sifat batuan induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan, kekuatan, stabilitas fisika dan kimia, struktur pori, warna dan lain-lain. Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel, tekstur dan absrobsi permukaan.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan. Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya. Yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat kasar dan agregat halus berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4,80 mm atau 4,75 mm (standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 – 40 mm disebut kerikil beton yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kesil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk

pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jaln, tanggul-tanggul penahan tanah, bendungan dan lain-lain. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya.

2.2.1. Agregat Kasar

Jenis agregat kasar yang umum adalah sebagai berikut :

1. Batu pecah alami : bahan ini di dapat dari batu cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini dapat berasal dari gunung api, jenis sedimen, atau jenis metamorf. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, betu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.

2. Kerikil alami : kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan yang lebih rendah dari pada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan pengerjaan yang lebih tinggi.

3. Agregat kasar buatan : terutama berupa slag atau shale yang biasanya digunakan untuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan hasil dari proses lain seperti blast-furnace dan lain-lain.

4. Agregat untuk perlindungan nuklir dan berbobot berat : dengan adanya tuntutan yang sfesifik pada zaman atau sekarang ini, juga untuk pelindung dari radiasi nuklir sebagai akibat dari semakin banyaknya pembangkit atom dan stasiun tenaga nuklir, maka perlu adanya beton yang dapat melindungi dari sinar x, sinar gamma, dan neutron.

2.2.2. Agregat Halus

Agregat halus atau pasir adalah material yang dapat lolos dari saringan nomor 4, yaitu saringan yang setiap 1 inci panjang mempunyai 4 lubang. Material yang kasar dari ukuran ini dapat digolongkan sebagai agregat yang kasar atau koral. (George

Ukurannya bervariasi antara ukuran No.4 dan No.100 saringan estándar Amerika. Agregat halus yang baik harus bebas organik, lempung, partikel, yang lebih kecil dari saringan No.100, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton. Variasi usuran dalam statu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, yang sesuai dengan estándar analisis saringan dari ASTM (American Society of Testing and

Materials).

Tabel 2.2. Syarat mutu kekuatan agregat sesuai SII.0052-08 Kelas dan mutu

beton

Kekerasan dengan bejana Rudelloff, bagian hancur menembus ayakan 2 mm,

persen % maksimum

Kekerasan dengan bejana geser Los

Angelos, bagian hancur menembus ayakan 1,7 mm, % maksimum Fraksi batir 9,5 - 19 mm Fraksi batir 19 – 30 mm I 2 3 4

Beton kelas I dan mutu Bo dan B1

22-30 24-32 40-50

Beton kelas II dan mutu 125,

K-175 dan K-225

14-22 16-24 27-40

Beton kelas III dan mutu > K-225

atau beton pratekan

Kurang dari 14 Kurang dari 16 Kurang dari 27

(sumber : Tri Mulyono,2005)

2.3.Semen

Semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan kliker ( bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai bahan tambahan. Bahan baku

pembuatan semen adalah bahan-bahan yang mengandungkapur, silika, alumina, oksida besi, dan oksida-oksida lainnya. (Wuryati samekto,2001).

Fungsi utama semen adalah sebagai perekat. Bahan-bahan semen terdiri dari batu kapur yang mengandung senyawa : Calsium Oksida(CaO), lempung atau tanah liat (clay) adalah bahan yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleh, sebagian untuk membnetuk klinker kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum). (Abdul

rais,2007).

2.3.1. Semen Portland

Semen Portland diperoleh dengan membakar suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat) dan algillacaus (yang mengandung alumina) dengan suatu berbandingan tertentu serta silikat-silikat kalsium. Bahan-bahan tersebut dibakar dengan suhu 1550oC dan menjadi klinker kemudian didinginkan dan dihaluskan menjadi bubuk. Pada campuran ini umumnya ditambahkan lagi gips atau kalsium sulfat kira-kira 2 - 4% sebagai bahan pengontrol waktu ikat. Bahan-bahan lain juga ditambahkan untuk membuat semen dengan sifat-sifat khusus. Sifat-sifat semen tergantung dari bahan kimia penyusunnya. Bila ditinjau dari susunan oksida semen portland maka bahan dasar semen terdiri dari kapur (CaO), silika (SiO2), alumina (AlO3) dan oksida besi (Fe2O3). Karena umumnya bahan dasar semen diambil dari alam (batu kapur dan tanah liat) maka oksida lain yang tidak penting harus dibatasi sehingga susunan unsur semen yang dihasilkan seperti tabel 2.1. berikut ini:

Tabel 2.3. Susunan Unsur Semen Biasa

Nama Unsur Rumus Kimia Jumlah (0%)

Oksida Kapur CaO 60 - 65

Alumina Al2O3 3 - 8

Besi Fe2O3 0,5 - 6

Magnesium MgO 0,5 - 4

Sulfur SO3 1 - 2

Soda/Potash Na2O + K2O 0,5 – 1

Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dengan pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. (Tri

Mulyono,2005).

Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM semen portland dapat dibedakan menjadi lima tipe :

a. Tipe I ( semen penggunaan umum)

Sifat dari semen portland tipe I yaitu MgO dan SO3 hilang pada saat pembakaran. Kehalusan dan kekuatannya secara berturut-turut juga ditentukan. Secara umum mempunyai sifat-sifat umum dari semen. Digunakan secara luas sebagai semen untuk teknik sipil dan konstruksi arsitekstur misalnya pembangunan jalan, bangunan beton bertulang, jembatan dan lain-lain.

b. Tipe II (semen pengeras pada panas sedang)

Semen portland tipe II mempunyai C3S kurang dari 50 % dan C3A kurang dari 8 %. Kalor hidrasi 70 kal atau kurang 7 hari dan 80 kal atau kurang 28 hari pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan. Secara umum dipakai untuk mencegah serangan sulfat dan lingkungan sistem drainase dengan kadar konsentrat tinggi didalam tanah.

c. Tipe III (semen berkekuatan tinggi awal)

Semen portlan tipe III mengandung C3S maksimum. Kekuatan awal (1 hari dan 3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan diatas 40 kg/cm2 selama penekanan 1 hari dan di atas 90 kg/cm2 selama penekanan 3 hari. Kegunaannya yaitu untuk menggantikan semen penggunaan umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan pembuatan jalan, dan produk semen.

d. Tipe IV (semen jenis rendah)

Pada semen portland tipe IV, kalor hidrasi lebih rendah 10 kal dari pada semen pengeras pada panas sedang, ditentukan dibawah 60 kal atau 7 hari dan dibawah 70 kal yaitu 28 hari (ASTM). Memberikan kalor hidrasi minimum seperti semen untuk pekerjaan bendungan. Kegunaannya yaitu digunakan pada struktur- struktur dam dan bangunan massif. Dimana panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan factor penentu bagi kebutuhan beton atau mortar.

e. Tipe V ( semen tahan sulfat)

Semen portland tipe V mempunyai C3S dibawah 50 % dan C3A dibawah 50 % (ASTM). Diusahakan agar kadar C3A minimum untuk memperbesar ketahanan terhadap sulfat. Biasanya dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang mengandung banyak sulfat dan yang berhubungan dengan air tanah dan pelapisan dari saluran air dalam terowongan. (Chu-Kia Wang,1993).

2.3.2. Faktor Air Semen (FAS)

Air merupakan bahan penyusun beton yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen pada proses hidrasi semen dan juga berfungsi sebagai pelumas agar adukan dapat dikerjakan dan dipadatkan dengan baik. Dalam pemakaian air untuk beton air harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur atau benda terapung lainnya lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak (asam,zat organik dan

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan untuk bahan campuran beton seperti air minum (tetapi tidak berarti air percampuran beton harus memenuhi standar persyaratan air umum). Secara umum air yang dapat dipakai untuk bahan percampuran beton adalah air yang dipakai akan dapat menghasilkan beton yang kekuatan lebih dari 90% kekuatan beton yang memakai air suling.

Tabel 2.4. Batas dan izin air untuk campuran beton

Kandungan air Batas yang diizinkan Ph Bahan Padat Bahan Terlarut Bahan Organik Minyak Sulfat (SO3) Chlor (Cl) - 8,5 2000 ppm 2000 ppm 2000 ppm 2% berat semen 10000 ppm 10000 ppm (kardiyono Tjokrodimuljo,1996)

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton, namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan masimum 0,65. Rata-rata ketebalan lapisan yang memisahkan antar patikel dalam beton sangat tergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya. (Tri Mulyono,2005).

Dokumen terkait