• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 KEPRIBADIAN, TIPE AGRESIVITAS, FAKTOR PENCETUS DAN

4.1.1 Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi

Agresi rasa benci atau emosi adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Agresi emosi ini dialami d’Artagnan pada saat dia tiba di Meung. Dia bertemu dengan pria asing. Namun, pria ini membuat d’Artagnan merasa marah atau emosi karena pria tersebut menghina kuda yang dimilikinya di depan orang-orang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (1) dan (2) berikut ini.

(1) Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à tout moment. Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,’. (TM/I/13)

Pria asing tersebut menguraikan fakta perihal kuda itu pada pendengarnya satu per satu, dan dua pria lainnya tampak setuju dengannya. Dan setiap kali si pria berbicara, pendengarnya tertawa

39

terbahak-bahak terus-menerus. Padahal, hanya senyuman sinis saja cukup menimbulkan amarah si anak muda itu, ‘

Dari kalimat ‘…Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,’ (…Padahal, hanya senyuman sinis cukup

menimbulkan amarah si anak muda (d’Artagnan)’) penulis dapat mengetahui bahwa d’Artagnan menjadi marah akibat senyuman dari pria asing itu. D’Artagnan merasa bahwa senyuman tersebut secara tidak langsung menghina dirinya. Selain itu, d’Artagnan juga merasa marah akibat gelak tawa dari orang-orang yang mendengar ejekan pria asing tersebut berkenaan dengan kudanya.

Dari kutipan (1) tersebut, penulis menyimpulkan bahwa agresivitas marah yang terjadi pada d’Artagnan dipengaruhi oleh trait kepribadian antagonisme, yakni mudah terganggu (Lihat kembali teori Wade dan Carol 2007:205). Sebelum d’Artagnan mengalami agresivitas emosi, dia merasa terganggu terlebih dahulu dengan kelakuan pria asing tersebut dan orang-orang di sekitarnya yang melecehkan kudanya serta mentertawakannya. Kepribadiannya yang antagonisme membuat dia merasa mudah tersinggung atas sikap mereka terhadap dirinya. Ini membuktikan bahwa kepribadian antagonisme mempengaruhi timbulnya agresi emosi yang dialaminya.

Setelah memperhatikan kelakuan orang-orang di Meung yang menghina dirinya, d’Artagnan pun tidak dapat menahan emosinya lagi. Dia menghampiri pria asing tersebut. Kutipan (2) di bawah ini akan membuktikan hal tersebut.

(2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant:

« Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière. (TM/I/16)

Tetapi d’Artagnan bukan seorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak: “ Kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’

Dari kalimat ‘…Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière’(…kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya

tusuk Anda dari belakang) membuktikan bahwa d’Artagnan menantang pria asing itu untuk bertarung. D’Artagnan melakukan itu karena dia marah dan sudah tidak dapat mengendalikan emosinya atas penghinaan yang dilakukan pria asing tersebut. Oleh karena itu, ketika pria asing tersebut akan meninggalkan tempat, d’Artagnan pun menarik pedangnya dan menantang pria itu.

Agresivitas emosi yang terjadi pada kutipan (2) dipengaruhi oleh trait kepribadian neurotisisme (mudah marah) yang diimiliki oleh d’Artagnan. Kemarahan d’Artagnan atas hinaan dari pria asing di Meung, membuktikan bahwa kepribadian neurotisisme yang dimilikinya muncul, yaitu ketidakstabilan emosi. Ketidakstabilan emosi tersebut dapat dilihat kembali dalam kutipan (1). Dari kemarahan inilah, maka d’Artagnan melakukan agresivitas emosi, yakni menantang pria asing tersebut untuk bertarung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepribadian neurotisisme mempengaruhi agresivitas emosinya (d’Artagnan).

Selain dari dua kutipan tersebut, d’Artagnan juga mengalami agresivitas rasa benci (Hostile Agression) terhadap Milady (wanita yang dicintainya selain

41

Madame Bonacieux). Misalnya, ketika pulang dari misa, d’Artagnan bertemu gadis cantik bernama Milady. D’Artagnan pun merasa jatuh cinta dengan kecantikan yang dimiliki oleh Milady. Setelah mereka berkenalan, akhirnya d’Artagnan memberanikan diri untuk menyatakan cintanya. Namun, cinta d’Artagnan dimanfaatkan oleh Milady untuk membunuh kakak iparnya, Lord de Winter, karena Milady ingin memiliki kekayaan mendiang suaminya. Pada kenyataannya, Milady mencintai pria lain(Comtes de Wardes). Hal ini membuat d’Artagnan marah dan membenci dia. Kutipan (3) di bawah ini akan membuktikan peristiwa tersebut.

(3) Non, Ketty, tu te trompes, je ne l’aime plus; mais je veux me venger de ses mépris. (TM/XXXIII/521)

Tidak, Ketty, kamu keliru, aku tidak mencintainya lagi; tetapi aku ingin balas dendam atas penghinaan-penghinaannya.

Dari kutipan (3) di atas, penulis dapat melihat bahwa d’Artagnan merasa sangat marah kepada Milady. Kalimat “…mais je veux me venger de ses mépris”’ (‘…tetapi aku ingin balas dendam atas penghinaan-penghinaan dia’) membuktikan bahwa d’Artagnan membenci Milady dan dia ingin membalas dendam kelakuan Milady terhadap dirinya. Agresivitas rasa benci ini dipengaruhi oleh kepribadian neurotisisme, yakni ketidakstabilan emosi d’Artagnan.

Dalam hal ini, ketidakstabilan emosi yang dialami d’Artagnan berupa kemarahan. Kemarahan ini muncul akibat penghinaan-penghinaan Milady terhadap dirinya. Hal ini dapat dibuktikan pada kalimat bercetak tebal pada kutipan (3) di atas. Penghinaan-penghinaan tersebut terdengar oleh dirinya tanpa

sengaja ketika dia berada di kamar Ketty (pembantu Milady). Kemarahan tersebut juga dapat dilihat pada kalimat yang dicetak tebal di atas (kutipan 3). Dari rasa marah inilah yang menyebabkan agresivitas rasa benci pada d’Artagnan.

Selain itu, d’Artagnan juga merasakan kebencian yang mendalam kepada Milady, pada saat dia mengetahui kekasihnya, yaitu Madame Bonacieux, dibunuh oleh wanita itu (Milady) dengan racun yang dicampurkan ke dalam gelas anggur yang diminumnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada kutipan (4) berikut ini.

(4) Ami, sois homme: les femmes pleurent les morts, les hommes les vengent !

– Oh ! oui, dit d’Artagnan, oui ! si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre ! “ (TM/LXIII/916)

Teman, jadilah laki : para wanita menangisi kematian, para laki-laki membalas dendam!

Oh, ya, kata d’Artagnan, ya! Jika ini untuk balas dendam, aku siap untuk ikut denganmu!

Kebencian d’Artagnan ditunjukkan pada kalimat ‘…si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre !’ (…Jika ini untuk balas dendam, aku siap untuk

ikut denganmu!). Keinginan d’Artagnan untuk membalas dendam kepada Milady membuktikan bahwa dia sangat membenci Milady. D’Artagnan merasa tidak rela kekasihnya dibunuh oleh wanita itu. Oleh karena itu, dia ingin membalas dendam atas kematian kekasihnya.

Agresivitas rasa benci yang terdapat pada kutipan (4) dipengaruhi juga oleh kepribadian d’Artagnan yang neurotisisme. Kepribadian ini mencakup tentang ketidakstabilan emosi d’Artagnan. Dia merasa sangat marah saat

43

mengetahui kekasihnya telah dibunuh oleh Milady. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat ‘si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre !’ (Jika ini untuk balas dendam, aku siap untuk ikut denganmu!). Kemarahan inilah yang mendorong agresivitas rasa benci pada dirinya untuk membalas dendam atas kejadian tersebut.

4.1.2 Agresi Antarjantan

Agresi antarjantan sering muncul akibat kehadiran seseorang yang mengganggu kehidupan seseorang. Gangguan tersebut dapat berupa ejekan, makian dan tantangan. Agresi ini hanya terjadi pada laki-laki. Dalam hal ini, d’Artagnan pun mengalami bentuk agresivitas antarjantan. Agresivitas ini dapat dilihat pada kutipan (2), (5) sampai dengan kutipan (9). Kutipan-kutipan tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.

Ketika tiba di Meung, d’Artagnan mengalami agresivitas antarjantan dengan pria asing yang ditemuinya. Perkelahian itu terjadi karena pria tersebut menghina kuda yang dimilikinya di depan orang-orang. Peristiwa tersebut dapat dilihat kembali pada kutipan (2) berikut ini.

(2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant :

« Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière. (TM/I/16)

Tetapi d’Artagnan bukan seseorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak ‘kembali, kembali, Tuan pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’

Kalimat ‘…Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière’ (…kembali, kembali, Tuan pencemooh, atau saya tusuk

Anda dari belakang) diucapkan oleh d’Artagnan kepada pria asing yang telah menghina dirinya. Dari kalimat ini, diketahui bahwa d’Artagnan menantang pria tersebut untuk bertarung. Tantangan d’Artagnan merupakan awal dari agresi antarjantan yang akan terjadi diantara mereka. Hal ini dikarenakan d’Artagnan sudah tidak dapat menahan rasa emosinya.

Rasa emosi yang muncul merupakan pengaruh dari kepribadian neurotisisme yang dimilikinya. Kepribadian ini mencakup ketidakstabilan emosi

(mudah marah) yang terjadi akibat cemoohan dari pria asing tersebut. Rasa emosi ini yang mendorong d’Artagnan melakukan agresivitas antarjantan dengan pria tersebut, yakni bertarung. Tindakan tersebut dilakukan pada saat pria itu akan meninggalkan tempat, dimana d’Artagnan mengeluarkan pedangnya.

Akibat dari tantangan-serangan d’Artagnan, maka terjadilah pertarungan diantara mereka yang membuat d’Artagnan kelelahan dan hampir tidak sadarkan diri. Pertarungan inilah yang menggambarkan agresi antarjantan d’Artagnan yang terjadi diantara mereka. Pertarungan ini dapat dibuktikan pada kutipan (5) di bawah ini.

(5) Mais l’inconnu ne savait pas encore à quel genre d’entêté il avait affaire; d’Artagnan n’était pas homme à jamais demander merci. Le combat continua donc quelques secondes encore; enfin d’Artagnan, épuisé, laissa échapper son épée qu’un coup de bâton brisa en deux morceaux. Un autre coup, qui lui entama le front, le renversa presque en même temps tout sanglant et presque évanoui. (TM/I/17)

45

Tetapi ia belum tahu sosok apa yang harus ia hadapi; d’Artagnan bukanlah pria yang menyerah tanpa perlawanan. Perkelahian berlangsung beberapa saat; akhirnya, d’Artagnan kelelahan, menjatuhkan pedangnya yang patah menjadi dua bagian karena hantaman dari tongkat. Sebuah tinju mendarat di dahinya, membuatnya terjatuh ke tanah dalam keadaan telungkup, berdarah, dan nyaris tak sadarkan diri.’

Selain dengan pria asing di Meung, d’Artagnan juga mengalami agresi antarjantan dengan salah satu pengawal Kardinal yang bernama Jussac. D’Artagnan melawan Jussac karena pada saat itu dia ingin membuktikan bahwa dirinya hebat di depan Athos, Porthos dan Aramis. Kutipan (6) di bawah ini akan membuktikan hal tersebut.

(6) Quant à d’Artagnan, il se trouva lancé contre Jussac lui-même.Le cœur du jeune Gascon battait à lui briser la poitrine, non pas de peur, Dieu merci ! il n’en avait pas l’ombre, mais d’émulation; il se battait comme un tigre en fureur, tournant dix fois autour de son adversaire, changeant vingt fois ses gardes et son terrain.’ (TM/V/79)

Sementara itu, d’Artagnan, dia berhadapan dengan Jussac. Jantung pemuda Gascon (d’Artagnan) itu berdebar kencang, bukan karena takut, tetapi berterima kasih kepada Tuhan! Dia tidak memiliki rasa takut itu, tetapi perasaan tidak mau kalah; dia berkelahi seperti harimau yang mengamuk, berputar sepuluh kali di sekeliling musuhnya, berpindah tempat dua puluh kali,’

Dengan melihat kutipan di atas, diketahui bahwa d’Artagnan bertarung dengan Jussac, salah satu pengawal Kardinal. Hal ini dapat dilihat dari kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il se trouva lancé contre Jussac lui-même’(Sementara itu, d’Artagnan, dia berhadapan dengan Jussac). D’Artagnan bertarung dengan sekuat

tenaga untuk melawan Jussac. Dia bertarung bagaikan harimau yang mengamuk. Hal ini dapat dibuktikan melalui kalimat terakhir pada kutipan di atas, yakni ‘…il se battait comme un tigre en fureur, tournant dix fois autour de son adversaire,

changeant vingt fois ses gardes et son terrain’(dia berkelahi seperti harimau yang

mengamuk, berputar sepuluh kali disekeliling musuhnya, berpindah tempat dua puluh kali).

Selain dari kutipan (5) dan (6), kutipan (7) di bawah ini juga menunjukkan agresivitas antarjantan yang dilakukan d’Artagnan saat berada di benteng La Rochelle. Dia berkelahi dengan tentara La Rochelle saat dia menyerang benteng

tersebut.

(7) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée ; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618)

Sementara itu, d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama, kemalangan ini hanya untuk melindungi dari tembakan senapannya; pedang d’Artagnan bertahan melawan serangan musuh yang menggunakan laras senapan yang rusak, dan menyerang paha pembunuh (tentara) yang jatuh. D’Artagnan meletakkan ujung pedang yang tajam ke arah leher pembunuh itu.’

Dari kalimat ‘…d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée ; la lutte ne fut pas longue’(…d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke

atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama) dapat diketahui bahwa d’Artagnan menyerang tentara kedua, dan

47

menusuknya dengan pedang. D’Artagnan memilih untuk menyerang tentara kedua karena tentara itu sudah tidak mempunyai senjata lagi, sehingga memudahkan d’Artagnan untuk melawannya.

Dari kutipan (5), (6) dan (7), dapat diketahui bahwa agresivitas antarjantan terjadi, akibat pengaruh dari kepribadian d’Artagnan yang antagonisme, yakni memiliki hubungan yang penuh ketegangan dengan orang lain. Ini dapat dilihat dari pertarungan-pertarungan yang terjadi. Pertarungan-pertarungan tersebut membuktikan adanya ketegangan yang terjadi di antara mereka. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepribadian antagonisme dan agresivitas antarjantan yang dilakukan oleh d’Artagnan saling berkaitan.

Agresi antarjantan juga dialami oleh d’Artagnan saat bertemu Athos di tempat para musketri berkumpul. Pada saat itu, dia tidak sengaja menabrak Athos yang akan pulang ke rumahnya. Hal ini membuat Athos marah dan menghina d’Artagnan. Kutipan (8) di bawah ini membuktikan hal tersebut.

(8) « Monsieur, dit Athos en le lâchant, vous n’êtes pas poli. On voit que vous venez de loin. »

D’Artagnan avait déjà enjambé trois ou quatre degrés, mais à la remarque d’Athos il s’arrêta court.

« Morbleu, monsieur ! » dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens. ’ (TM/IV/58)

Tuan, kata Athos sambil melepaskannya, tingkah laku Anda buruk, seperti pendatang dari desa.

D’Artagnan baru saja menuruni tiga atau empat anak tangga, tetapi pernyataan Athos membuatnya marah.

“ Dengar, Tuan!” katanya, mungkin saya datang dari desa, tapi Anda tidak perlu mengajarkan saya kesopanan, saya memberitahu Anda.’

Kalimat ‘…Morbleu, monsieur ! dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens.’

(…Dengar, Tuan! Katanya, mungkin saya pendatang dari desa, tapi Anda tidak perlu mengajarkan saya kesopanan, saya memberitahu Anda) membuktikan bahwa d’Artagnan sangat marah kepada Athos. D’Artagnan merasa terganggu dengan perkataan Athos yang menyebut dirinya datang dari desa. Ini membuktikan bahwa d’Artagnan memiliki kepribadian neurotisisme (mudah marah) dan antagonisme (mudah terganggu). Kepribadian inilah yang mengakibatkan agresivitas antarjantan di antara d’Artagnan dan Athos yang akan dibahas dalam kutipan (10).

Dari perkataan yang diucapkan oleh d’Artagnan pada kutipan (8), Athos pun menjadi marah. Akhirnya, antara d’Artagnan dan Athos terjadi ketegangan yang menyebabkan pertarungan. Peristiwa ini dapat dibuktikan pada kutipan (9) berikut ini.

(9) Et où cela, s’il vous plaît ? – Près des Carmes-Deschaux. – À quelle heure ?

– Vers midi.

– Vers midi, c’est bien, j’y serai.

– Tâchez de ne pas me faire attendre, car à midi un quart je vous préviens que c’est moi qui courrai après vous et vous couperai les oreilles à la course.

– Bon ! lui cria d’Artagnan; on y sera à midi moins dix minutes. » (TM/IV/58)

49

Dan dimana?

-Dekat Carmelite Convent -Pukul berapa?

-Sekitar pukul 12 siang

-Pukul 12 siang, baik, saya akan pergi ke sana

-Jangan membuatku menunggu, karena pukul 12 lebih seperempat, saya memberitahu Anda bahwa saya yang akan memotong kuping Anda.

-Baik, teriaknya kepada d’Artagnan; kita akan di sana pukul 12 kurang sepuluh menit.’

Dari kalimat di atas, yang berbunyi ‘…Tâchez de ne pas me faire attendre, car à midi un quart je vous préviens que c’est moi qui courrai après vous et vous

couperai les oreilles à la course.’(…jangan membuatku menunggu, karena tengah

hari lebih seperempat, saya memberitahu Anda bahwa saya yang akan memotong kuping Anda) penulis dapat mengetahui bahwa akan terjadi pertarungan antara d’Artagnan dan Porthos. Pertarungan ini membuktikan bahwa adanya agresi antarjantan yang terjadi diantara keduanya.

Selain empat orang yang telah disebutkan di atas, d’Artagnan juga mengalami agresi antarjantan dengan Lord de Winter, yakni adik ipar dari Milady. Hal ini terjadi ketika d’Artagnan melihat Milady sedang bertengkar dengan Lord de Winter. Awalnya, d’Artagnan mengira bahwa Lord de Winter adalah laki-laki yang mengganggu Milady. Oleh karena itu, d’Artagnan menolong Milady dan menantang Lord de Winter untuk bertarung. Hal ini dapat dilihat dari kutipan (10) di bawah ini.

(10) Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu défensif ; puis, lorsqu’il avait vu son adversaire bien fatigué, il lui avait, d’une vigoureuse flanconade, fait sauter son épée. Le baron, se

voyant désarmé, fit deux ou trois pas en arrière; mais, dans ce mouvement, son pied glissa, et il tomba à la renverse.

D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…(TM/XXXI/488)

Ada pun d’Artagnan, bermain begitu saja dan secara sederhana dengan permainan pertahanan; kemudian, ketika dia melihat lawannya kelelahan, dia menendangnya dengan sekuat tenaga, melucuti pedangnya. Bangsawan itu nampak tak berdaya, mundur dua atau tiga langkah kebelakang; tetapi, dalam gerakan itu, kakinya tergelincir, dan dia jatuh terjungkir. D’Artagnan melompat ke atasnya, dan menodongkan pedangnya ke leher bangsawan itu...

Dari kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu defensive… ’(Ada pun d’Artagnan, dia bermain begitu saja dan sederhana

dengan permainan pertahanan…) diketahui bahwa d’Artagnan bertarung melawan Lord de Winter. Dia bertarung dengan hati-hati dan santai. Ketika d’Artagnan bertarung menunggu Lord de Winter merasa kelelahan. Ketika d’Artagnan melihat stamina Lord de Winter menurun, akhirnya dia menyerangnya dan menudingkan pedangnya ke leher Lord de Winter. Hal ini dapat dibuktikan dari kalimat ‘D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…’(D’Artagnan melompat ke atasnya, dan menudingkan pedangnya ke leher

bangsawan itu…)

Pada kutipan (10) dapat diketahui juga bahwa agresivitas antarjantan yang terjadi, dipengaruhi oleh kepribadian d’Artagnan conscientiousness, yakni pantang menyerah. Ini dapat dilihat dari kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu defensive… ’(Ada pun d’Artagnan, dia

51

“pertahanan” mengandung arti bahwa d’Artagnan selalu bertahan. Ini menunjukkan bahwa d’Artagnan tidak mudah menyerah pada saat bertarung dengan Lord de Winter.

4.1.3 Agresi Ketakutan

Agresi ketakutan muncul akibat adanya ancaman yang datang kepada seseorang atau perasaan ketakutan. D’Artagnan mengalami agresi ketakutan saat dia mendengar Athos bercerita tentang kisah masa lalu Milady, gadis yang dicintainya. Athos menceritakan hal tersebut karena ia ingin memberitahukan tentang jati diri Milady kepada d’Artagnan. Kutipan (11) di bawah ini membuktikan hal tersebut.

(11) Et que fit le comte ?

- Le comte était un grand seigneur, il avait sur ses terres droit de justice basse et haute: il acheva de déchirer les habits de la comtesse, il lui lia les mains derrière le dos et la pendit à un arbre.

- Ciel ! Athos ! un meurtre ! s’écria d’Artagnan.

-Oui, un meurtre, pas davantage, dit Athos pâle comme la mort. Mais on me laisse manquer de vin, ce me semble. »

Et Athos saisit au goulot la dernière bouteille qui restait, l’approcha de sa bouche et la vida d’un seul trait, comme il eût fait d’un verre ordinaire.

Puis il laissa tomber sa tête sur ses deux mains ; d’Artagnan demeura devant lui, saisi d’épouvante. (TM/XXVII/439-440)

Dan apa yang dia lakukan?

-Dia seorang pemimpin, dia memiliki wewenang berkenaan dengan kejahatan dan keadilan; dia menelanjangi perempuan itu, mengikat tangannya ke belakang dan menggantungkannya di pohon.

-Astaga! Athos! Itu pembunuhan! Teriak d’Artagnan.

-Ya, sebuah pembunuhan, kata Athos pucat seperti orang mati. Tetapi kita kehabisan anggur, sepertinya.

Dan Athos duduk mengambil botol terakhir, mendekatkan ke mulut dan menenggaknya seolah-olah minum dari gelas. Ia lalu menunduk dan membenamkan wajahnya di kedua tangannya; d’Artagnan

Dokumen terkait