• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

Penampilan yang diperlihatkan oleh suatu tanaman di sebut fenotipe yang merupakan hasil ekspresi dari penampilan genotipe tanaman pada suatu lingkungan tertentu dan interaksinya. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh interaksi genotipe x lingkungan dan stabilitas hasil genotipe gandum di agroekosistem tropika. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Seameo-Biotrop (< 400 m.dpl) dan kebun percobaan Balithi-Cipanas (>1000 m.dpl). masing masing dua musim tanam. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh interaksi musim x elevasi x genotipe terhadap karakter tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah spikelet, jumlah floret, bobot biji/malai, laju pengisian biji, hasil, luas daun bendera, kerapatan stomata, klorofil b dan kehijauan daun, sementara karakter yang tidak dipengaruhi oleh interaksi musim x genotipe x elevasi, tapi hanya interaksi genotipe x elevasi adalah karakter umur panen, persen floret hampa, jumlah biji/malai, bobot 1000 biji, jumlah malai/m2 dan bobot biji/tanaman. Penampilan karakter agronomi dan fisiologis umumnya mengalami penurunan dengan penurunan elevasi dari Cipanas (>1000 mdpl) ke Bogor (< 400 m dpl). Terdapat dua genotipe yang memiliki hasil lebih tinggi dari varietas pembanding Selayar yaitu Basribey (2.00 t.ha-1) dan Alibey (2.13 t.ha-1 ). Genotipe yang memperlihatkan hasil stabil adalah HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1) dan varietas Selayar (1.92 t.ha-1) , Menemen (1.82 t.ha-1) merupakan genotipe yang spesifik lingkungan

Kata Kunci : interaksi genetik x lingkungan, genotipe gandum, stabilitas hasil, agroekosistem tropis

ABSTRACT

The appearance shown by a plant called phenotype is a result of expression from genotipe of lines on ap articular environment and their interactions. The study aimed to obtain information about the influence of genetic x environment interactions and stability of the wheat lines yield in tropical agro-ecosystems. The research carried out in SEAMEO-BIOTROP (<400 m.dpl) and Balithi-Cipanas research stations (> 1000 m.asl), respectively, in two cropping seasons. The results showed that the interaction of genotype x season x elevation effected the plant height, days of flowering, spikelet number, floret number, seed weight per spike, seed filling rate, yield, flag leaf area, stomata density, chlorophyll b and green leaves characters, while some characters were not influenced by the interaction of season x genotype x elevation, but affected by the interaction of genotype x elevation namely harvesting time, percent of hollow floret, seeds number per spike, 1000 grains weight, spike number per m2 and seeds weight per plant characters. Appearance of agronomical and physiological characters generally decreased by the decreasing of elevation from Cipanas (> 1000 m.asl) to

Bogor (<400 m asl). There was no lines showed better yield than Selayar variety in Bogor, while in Cipanas there were two lines which higher yield than Selayar variety namely Basribey (4.31 t.ha-1) and Alibey (4.74 t.ha-1). The lines that showed a stable yield were HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1), while Selayar (1.92 t.ha-1) and Menemen (1.82 t.ha-1) varieties were the specific environmental lines

Key words: genetic x environment interaction, genotipes of wheat, yield stability, tropical agroecosystems

PENDAHULUAN Latar Belakang

Potensi pengembangan gandum di Indonesia sangat tinggi, dimana permintaan gandum setiap tahun sebagai bahan baku pangan sangat tinggi. Namun di sisi lain pengembangan gandum di Indonesia mengalami beberapa kendala yaitu adaptasi tanaman gandum yang berasal dari agroekosistem subtropika dengan suhu (8 – 10oC). Agroekosistem Indonesia dengan suhu yang mirip dengan agroekosistem subtropika adalah sebagian besar berada di daerah dengan ketinggian > 1000 m dpl dengan suhu udara yang rendah (15 – 20oC). Pada ketinggian tersebut tanaman gandum bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis jauh lebih tinggi dari gandum. Tujuan pengembangan gandum ke depan harus diarahkan dengan merakit varietas gandum yang dapat beradaptasi baik di dataran rendah dan toleran suhu tinggi dengan suhu rata-rata (25– 35oC) (Handoko 2007).

Faktor pembatas pengembangan tanaman gandum di dataran rendah adalah besarnya cekaman lingkungan. Dua jenis cekaman utama yang dihadapi tanaman gandum adalah kekeringan dan suhu tinggi. Efek suhu tinggi menyebabkan bunga rontok, aborsi, pengurangan viabilitas butir tepung sari, gangguan pembentukan tabung polen dalam tangkai putik dan mengurangi ukuran biji. Menurut Stone (2001) pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan bulir pada serealia meliputi laju perkembangan bulir yang lebih cepat, penurunan berat bulir, biji keriput, berkurangnya laju akumulasi pati dan perubahan komposisi lipid dan polipeptida.

Besarnya pengaruh penurunan elevasi terhadap pertumbuhan dan penurunan produksi gandum serta adanya respon yang berbeda dari tiap genotipe terhadap perubahan lingkungan, menyebabkan perlu adanya kajian khusus mengenai interaksi genetik x lingkungan. Penampilan fenotip tanaman merupakan hasil ekspresi dari penampilan genotipe tanaman pada suatu lingkungan tertentu dan interaksinya (Brennan & Byth 1979). Menurut Allard dan Bradsaw (1964), interaksi genotipe lingkungan tersebut bersifat kompleks karena bervariasinya komponen-komponen faktor lingkungan. Adanya pengaruh interaksi genetik x lingkungan menyebabkan sulit untuk menentukan genotipe yang stabil dan spesifik lingkungan.

Yang dan Baker (1991), menyatakan bahwa interaksi genotipe x lingkungan sebagai perbedaan yang tidak tetap diantara genotipe - genotipe yang ditanam dalam satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Macam interaksi tersebut penting diketahui karena dapat menghambat kemajuan seleksi dan sering mengganggu dalam pemilihan varietas-varietas unggul dalam suatu pengujian varietas (Eberhart-Russell 1966) dan seringkali menyulitkan pengambilan kesimpulan secara sahih jika suatu percobaan varietas/genotipe dalam kisaran lingkungan yang luas (Nasrullah 1981).

Mekanisme stabilitas secara umum dikelompokkan dalam empat hal yaitu heterogenitas genetik, kompensasi komponen hasil, ketenggangan terhadap deraan (stress tolerance) dan daya pemulihan yang cepat terhadap deraan. Stabilitas adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan daya hasil terhadap perubahan kondisi lingkungan. Stabilitas dapat bersifat dinamik artinya selalu berubah pada kisaran tertentu pada lingkungan yang berbeda atau bersifat statis artinya kondisi dimana daya hasil suatu genotipe selalu tetap pada berbagai lingkungan. Mekanisme stabilitas lebih dikendalikan oleh kompensasi dari komponen hasil jika genotipe tersebut mampu mempertahankan hasil yang tinggi di lingkungan yang optimal

Metode yang telah banyak digunakan untuk menganalisis stabilitas adalah model Eberhart dan Russell (1966) berdasarkan metode regresi, namun metode ini hanya mampu menggambarkan genotipe yang stabil dan tidak stabil. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganlisis stabilitas adalah model

AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction). Kelebihan model AMMI adalah mampu memetakan genotipe yang stabil dan tidak stabil, disamping itu dapat memetakan genotipe spesifik lingkungan. Model AMMI dapat menggambarkan struktur interaksi yang sangat kompleks sehingga hasilnya dapat menjelaskan pengaruh interaksi dengan lebih baik.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pengaruh interaksi genetik x lingkungan dan stabilitas karakter hasil genotipe gandum di agroekosistem tropis.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Seameo-Biotrop pada elevasi < 400 m dpl dan kebun percobaan Balithi-Cipanas pada elevasi >1000 m dpl. masing masing dua musim tanam. Penelitian berlangsung mulai bulan Mei 2010 - Juli 2011.

Rancangan Penelitian dan Bahan Genetik

Penelitian dimasing – masing musim dan lingkungan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 ulangan, ukuran plot 1.5 x 5 m. Materi evaluasi terdiri atas 10 genotipe (Oasis/Skauz//4*BCN, HP 1744, Laj/MO88, Rabe/MO88, Basribey, Alibey, Menemen, G-21, G-18, dan H-21) dan dua varietas nasional sebagai pembanding (Selayar, dan Dewata).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan lahan. Lahan dibersihkan dari gulma kemudian dicangkul untuk membalikkan tanah. Tanah digemburkan dan dibuat petakan sepanjang 5 m dengan lebar 1.5 m, jumlah petakan semua di setiap musim dan lokasi adalah 36 petakan.

Penanaman. Sebelum ditanam benih gandum diberi perlakuan pestisida atau seed treatment untuk menghindari semut dan lalat bibit di lokasi penelitian.

Insektisida seed treatment yang digunakan adalah karbaril 85%. Penanaman dilakukan dengan cara larikan. Setiap genotipe ditanam/petak terdiri dari 6 baris. Jarak antar barisan 25 cm, benih dilarik dalam baris. Jumlah benih yang digunakan untuk setiap baris 10 – 12 g sehingga total benih yang dibutuhkan dalam satu petak 60 – 72 g. Setelah penanaman ditaburi insektisida karbofuran 3%

Pemupukan. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 300, 200 dan 100 kg.ha-1. Pemupukan diberikan dua kali yaitu pemupukan pertama pada umut tanaman 10 HST dengan dosis 150, 200 dan KCl 100 kg.ha-1. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan sekaligus. Pemupukan kedua pada umut 30 HST dengan dosis 150 kg.ha-1 Urea.

Pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit. Intensitas penyiangan dilakukan tergantung dari kecepatan perkembangan gulma disekitar pertanaman. Penyiangan (weeding) dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul

atau sabit. Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan pertama (10 HST), penyiangan kedua sebelum pemupukan kedua (30 HST) dan

penyiangan selanjutnya dilakukan pada saat tanaman memasuki fase generatif. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida Deltamethrin 25 g/l untuk mengendalikan belalang, walang sangit dan aphids, sedangkan pengendalian penyakit menggunakan fungisida difekonazol 250 gr/l untuk mengendalikan cendawan.

Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi, fisiologi dan agronomi tanaman gandum. Karakter – karakter tersebut adalah : 1) Tinggi tanaman (cm) yaitu tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai, 2) Jumlah anakan produktif yaitu jumlah anakan yang membentuk malai, 3) Umur berbunga (Hari) yaitu Jumlah hari dari waktu tanam sampai lebih dari 50% tanaman telah mengeluarkan malai dalam setiap plot, 4) Umur panen (Hari) yaitu Jumlah hari dari waktu tanam sampai lebih dari 50 % tanaman telah menguning malainya dalam setiap plot, 5) Panjang malai (cm) yaitu diukur mulai dari lingkaran cincin sampai ujung malai tidak termasuk bulu, 6) Jumlah spikelet/malai, 7) Jumlah floret hampa/malai, 8) Persentase floret hampa/malai, 9) Bobot biji/tanaman, 10) Bobot biji/malai (g), 11) Jumlah

malai/m2 yaitu jumlah malai yang dihitung pada 4 baris tengah panjang 1 m, 12) Laju pengisian biji yaitu jarak antara umur berbunga hingga dan umur panen, 13) Bobot 1000 biji (g), 14) Jumlah biji/malai, 15) Jumlah biji/Tanaman, 16) Hasil biji (t.ha-1) yaitu hasil biji diperoleh dari hasil panen seluruh plot dengan menyisakan baris pinggir yang kemudian dikonversikan ke dalam t.ha-1.

Karakter fisiologis terdiri dari karakter 1) Kerapatan stomata yaitu menentukan jumlah stomata per satuan luas daun, pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel dari bagian tengah daun bendera dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku) pada bagian bawah daun untuk mencetak pola stomata pada permukaan daun. Kerapatan stomata dihitung dengan rumus *) :

Ǿok = Ǿol x pl /pk

Diameter bidang pandang ( 10 x 40) = 5 x 10-1mm = 0.5 mm

Dimana : Ǿ ok = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran

kuat

Ǿ ol = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran

lemah

pl = perbesaran lensa obyektif lemah pk = perbesaran lensa obyektif kuat

Luas bidang pandang = ¼ πd2

= ¼ (3.14) (0.5)2 = 0.19625 mm2 Jumlah stomata

Kerapatan stomata = ---

Luas bidang pandang

2) Luas daun bendera (LD) diukur dengan menggunakan leaf area meter. Luas daun diukur pada saat tanaman telah mengeluarkan malai dan daun bendera telah terbuka sempurna dengan cara destruktif tanaman pinggir, 3) Klorofil a, klorofil b, klorofil total dan nisbah klorofil a/b, metode disajikan pada lampiran 9, 5) Ketebalan daun, diukur dengan menggunakan metode mikro teknik, 6) Intensitas kehijauan daun yaitu di ukur menggunakan chlorophyl meter pada

Analisis Data

Data hasil pengamatan berupa karakter morfologi dan fisiologis di analisis dengan menggunakan analisis ragam, ragam gabungan dua musim dua lokasi, dan analisis stabilitas hasil dengan menggunakan model AMMI (Singh dan Chaudhary 1985; Falconer 1989; Gauch 1992).

Analisis Ragam dan Ragam Gabungan

Tabel 21. Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi gandum introduksi pada masing-masing lokasi

Sumber Keragaman Db KT KT Harapan

Ulangan Genotipe Galat r-1 g-1 (g-1)(r-1) KT1 KT2 2 + r2g 2

Keterangan : r = banyaknya ulangan, g = banyaknya genotipe, 2g = ragam genotipe,

2 = ragam galat

Tabel 22. Ragam gabungan musim, lokasi dan genotipe menggunakan model acak

Sumber

keragaman Derajat bebas

Kuadrat

tengah Kuadrat tengah harapan

Musim (M) (m-1) KT9 - Lokasi (L) (l-1) KT8 - M x L (m-1) (l-1) KT7 - Ulangan/ML (r-1) ml KT6 - Genotipe (G) (g-1) KT5 2+r 2glm+lr 2gm+rm 2gl+lrm 2g M x G (m-1) (g-1) KT4 2+ r 2glm + rm 2gl L x G (l-1) (g-1) KT3 2+ r 2glm + rl 2gm M x L x G (m-1) (l-1) (g-1) KT2 2+ r 2glm Galat (g-1) (r-1) ml KT1 2

Keterangan : r = ulangan, M = Musim, L = lokasi, G = genotipe, 2g = ragam genotipe,

2

m = ragam musim, 2l = ragam lokasi, 2gml = ragam interaksi, 2e = ragam

galat

Tabel 23. Analisis ragam gabungan lokasi dan genotipe model acak

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah KT Harapan

Lokasi (L) Ulangan/Lokasi Genotipe (G) Genotipe x Lokasi Galat l-1 l (r-1) (g-1) (g-1)(l-1) l (g-1)(r-1) KT5 KT4 KT3 KT2 KT1 2 + g 2 r / l + gr 2 l 2+ g 2 r / l 2 + r 2 gl + rl 2 g 2+ r 2 gl 2

Keterangan : r = banyaknya ulangan, l = lokasi, g = banyaknya genotipe, 2g = ragam

Analisis Stabilitas dengan Menggunakan model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction)

Analisis stabilitas model AMMI biasa diterapkan pada uji daya hasil. Model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda. Asumsi yang mendasari pengujian ini adalah perlakuan dan lingkungan bersifat aditif, ragam yang homogen dan galat bebas (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Gauch (1992) menggunakan model AMMI dengan menyatakan genotipe yang stabil berdasarkan gabungan antara analisis ragam dan analisis komponen utama, dan Yan (2000) dengan menyatakan genotipe yang stabil dengan model biplot. Model AMMI secara lengkap:

0 Ygen= +αg+βe+∑√ nφgnρen+ ge+ gen

Keterangan: g=1,2,…,a; e=1,2,…,b; n=1,2,…,m

Parameter n adalah nilai singular untuk komponen bilinier ke - n.

Pengaruh ganda genotipe ke - g melalui komponen bilinier ke-n dilambangkan dengan φgn, dan ρen merupakan pengaruh ganda lokasi ke-e melalui komponen

bilinier ke-n. Asumsi - asumsi yang mendasari analisis ragam adalah galat percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam homogen ( ijk ~ N (0, 2) (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Tabel 24. Analisis ragam gabungan model AMMI

Sumber keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

Genotipe a-1 JKGenotipe KTGenotipe

Lingkungan b-1 JKLingkungan KTLingkungan

Interaksi GxL (a-1)(b-1) JKGL KTGL

KUI-1 a+b-1-2 r1 KTKUI1

KUI-2 a+b-1-4 r2 KTKUI2

… … … …

KUI-r a+b-2r rr KTKUIr

Simpangan Substraksi JKS=JKGL-r1-…-rr KTS

Galat percobaan ab(r-1) JKG