Karakterisasi karakter agronomi dan fisiologis genotipe gandum introduksi merupakan salah satu kegiatan dalam program pemuliaan untuk mengetahui karakter yang berperan dalam peningkatan hasil, khususnya di agroekosistem tropis. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan karakter agronomi dan fisiologis yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi serta mendapatkan genotipe gandum adaptif di agroekosistem tropis khususnya cekaman suhu tinggi. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Seameo-Biotrop (< 400 m dpl) dan kebun percobaan Balithi-Cipanas (>1000 m dpl). masing masing dua musim tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi genotipe gandum introduksi di agroekosistem tropis memberikan respon yang berbeda untuk karakter agronomi, pada karakter fisiologis, genotipe yang memperlihatkan pengaruh nyata hanya terhadap karakter luas daun bendera, kehijauan daun dan kerapatan stomata. Terdapat tiga karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi yang diikuti dengan keragaman genetik yang luas yaitu karakter tinggi tanaman, jumlah spikelet, dan luas daun bendera. Karakter yang menunjukkan korelasi nyata dan positif dengan karakter bobot biji/tanaman adalah karakter jumlah biji/malai, bobot biji/malai dan jumlah biji/tanaman. Terdapat satu karakter yang berpengaruh langsung terhadap bobot biji/tanaman yaitu klorofil b, sementara empat karakter lainnya yaitu karakter jumlah biji/malai, jumlah biji/tanaman, klorofil a, dan klorofil total berpengaruh langsung namun nilainya bervariasi. Indeks kepekaan genotipe terhadap suhu tinggi sangat bervariasi berdasarkan karakter yang diamati, berdasarkan karakter hasil genotipe OASIS/SKAUZ //4* BCN Var-28 memiliki toleransi medium di dua musim. Genotipe G-21 dan LAJ toleransinya dapat diseleksi berdasarkan bobot biji/malai, klorofil b, dan hasil, sementara Oasis toleransinya dapat diseleksi berdasarkan panjang malai dan bobot biji/tanaman (2010). Genotipe Oasis, H-21, Basribey dan LAJ toleransinya dapat diseleksi berdasarkan bobot biji/tanaman dan bobot biji/malai.
Kata Kunci : karakterisasi, genotipe gandum, agroekosistem tropis
ABSTRACT
Characterization of agronomical and physiological characters of introduced wheat lines is one of the activities in breeding programs to know the characters that play a role in improving yields, particularly in tropical agro-ecosystems. The study aimed to obtain agronomical and physiological characters that can be used as selection criteria and to attain the adaptive lines of wheat in tropical agro- ecosystems, especially in high temperature stress. Research carried out in SEAMEO-BIOTROP (<400 m.asl) and Balithi-Cipanas experiment gardens (> 1000 m.asl), in two cropping seasons, respectively. The results showed that the characterization of introduced genotype in tropical agro-ecosystems provided
different response in agronomical and physiological characters but only the leaf area, leaf greenness and density of stomata characters gave different responses. The characters that have highly heritability value followed by highly genetic variability were plant height, number of spikelet and leaf area characters. The characters that showed significant and positive correlation with the character of seed weight/plant were the number of seeds/spike, seed weight/spike and number of seeds/plant. Only chlorophyl b affected directly to the weight of seed/plant in both elevations, while other four characters namely number of seed/spike, number of seed/plant, chlorophyl a and total chlorophyl gave different effect. Index genotipe sensitivity to high temperatures vary greatly based on the characters
were observed. Based on the character of yield of genotype
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 had a medium tolerance in two seasons. The tolerance of G-21 and LAJ genotype can be selected based on the weight of seeds/spike, chlorophyll b, and the yield, while Oasis tolerance can be selected based on the length of spike and seed weight/plant (2010).
Keyword : characterization, wheat lines, tropical agro-ecosystems
PENDAHULUAN Latar Belakang
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan salah satu tanaman subtropics yang banyak digunakan di Indonesia sebagai bahan baku pangan yang dapat diolah menjadi berbagai produk makanan seperti roti, kue kering, biskuit, krupuk, mie dan macaroni. Hasil sampingannya yaitu gabah dan dedak digunakan sebagai pakan dan jerami gandum dapat dipakai sebagai bahan kerajinan tangan. Tepung terigu sebagai produk olahan dari biji gandum sebagai bahan baku makanan yang tidak asing lagi di Indonesia, konsumsi terbesar adalah 35% konsumsi rumah tangga baik dalam bentuk mie basah atau mie kering, 25% industri roti, 20% industri mie instant, 15% industri cake dan biskuit, sisanya 5% untuk gorengan (Andyana et al. 2006). Hal ini menyebabkan volume impor biji gandum Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan, selain biji gandum, beberapa perusahaan telah mengimpor dalam bentuk tepung terigu.
Kebutuhan gandum dalam bentuk tepung terigu dalam negeri seluruhnya tergantung dari impor. Data BPS menunjukkan bahwa impor biji gandum tahun 2011 telah mencapai 5.4 juta ton berasal dari Australia sebanyak 3.7 juta ton, Canada 982.200 ton dan Amerika Serikat 747.900 ton. Sementara impor tepung
terigu tahun 2011, mencapai 680.100 ton dengan nilai 281.7 juta dolar AS (BPS 2012) dengan sumber utamanya berasal dari Turki sebanyak 387.400 ton dan Sri Lanka 207.800 ton serta sisanya dari Ukraina, Belgia, dan Australia. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memperkirakan permintaan tepung terigu dalam negeri pada 2012 naik 6 persen dibanding 2011 yang mencapai 4.7 juta ton (Aptindo 2012). Hal ini menyebabkan potensi pengembangan gandum di Indonesia masih sangat tinggi.
Kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan gandum di Indonesia adalah tanaman gandum berasal dari lingkungan subtropika dengan suhu 8 – 10oC. Daerah potensial untuk pengembangan gandum di Indonesia sebagian besar di daerah ketinggian di atas 1000 m dpl dengan suhu udara yang rendah yaitu 15 – 20oC. Pada ketinggian tersebut tanaman gandum bersaing dengan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis jauh lebih tinggi dari gandum. Tujuan pengembangan gandum ke depan adalah merakit varietas gandum yang dapat beradaptasi baik di dataran rendah dan toleran suhu tinggi dengan suhu rata- rata 25 – 35oC (Handoko 2007). Menurut Sastrosoemarjo et al. (2004), pengembangan areal pertanaman gandum di Indonesia diharapkan tidak menggunakan daerah – daerah berelevasi tinggi, karena akan bersaing dengan produksi komoditas hortikultura.
Cekaman suhu tinggi menjadi salah satu faktor pembatas dalam upaya pengusahaan gandum di daerah berelevasi rendah dan medium, karena pada dasarnya gandum merupakan tanaman subtropis yang menghendaki suhu 10 - 21oC sebagai suhu optimalnya untuk proses pertumbuhan dan perkembangan (Ginkel & Villareal 1996). Menurut Peet dan Willits (1998) cekaman suhu tinggi sering didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang melebihi ambang kerusakan untuk periode waktu yang cukup menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik (irreversibel) pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga batasan suhu tinggi untuk tiap tanaman akan relatif tergantung wilayah atau habitat asal tanaman.
Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda dan spesifik untuk tiap tipe cekaman. Pada dasarnya tanaman akan mengembangkan diri terkait dengan mekanisme adaptasi tanaman pada keadaan tercekam. Suhu tinggi yang bersifat
sementara maupun konstan menyebabkan perubahan morfo-anatomis, fisiologis dan biokomiawi pada tumbuhan. Hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan serta menyebabkan berkurangnya hasil yang bernilai ekonomi (Wahid et al. 2007).
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengembangan gandum ke depan, khususnya elevasi medium dan rendah adalah mengakarakterisasi karakter-karakter morfo-anatomis, fisiologis yang dapat memberikan kontribusi peningkatan hasil dari setiap genotipe yang toleran suhu tinggi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi karakter agronomi dan fisiologis, yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi dan mendapatkan genotipe gandum introduksi yang adaptif di agroekosistem tropis, khususnya cekaman suhu tinggi.
BAHAN DAN METODE