• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ajaran-ajaran Ahmadiyah di Surabaya

PENYAJIAN DATA

E. Ajaran-ajaran Ahmadiyah di Surabaya

53

E. Ajaran-ajaran Ahmadiyah di Surabaya

Ahmadiyah sebenarnya sama dengan Islam pada umumnya tidak ada penambahan maupun pengurangan, Ahmadiyah menggunakan dan mengimani Al-Qur’an sebagai kitab sucinya, menjalani sunnah Nabi Muhammad SAW serta mengimani rukun islam dan juga rukun iman.67Ahmadiyah di Surabaya termasuk ke dalam golongan Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang berarti mereka termasuk kedalam Ahmadiyah Qadian, yang menjadi perbedaan dengan Islam pada umumnya adalah pandangan Ahmadiyah mengenai pemahaman kenabian, pewahyuan, khalifah (pengganti pemimpin) dan juga tentang jihad yang semuanya ada kaitannya dengan Mirza Ghulam Ahmad. Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa pemahaman tersebut.

a. Paham Kenabian

Ahmadiyah Qadian mempunyai tiga klasifikasi terkait masalah kenabian, hal ini tentu saja berbeda dengan pandangan Islam pada umumnya. Dimana dalam pandangan Islam pada umumnya tidak ada beberapa istilah mengenai pemahaman kenabian. Tetapi didalam Ahmadiyah Qadian ada beberapa istilah tersendiri dalam kenabian.

1) Nabi shahib asy–syari’ah dan mustaqil

Nabi shahib asy-syari’ah adalah nabi dengan pembawa syari’at dan hukum-hukum untuk manusia. Sementara nabi mustaqil merupakan hamba Allah yang menjadi nabi dengan tidak mengikuti nabi-nabi sebelumnya, seperti contohnya

54

adalah nabi Musa a.s beliau menjadi nabi bukan atas dasar mengikuti nabi atau syari’at sebelumnya, ia langsung menjadi nabi dan membawa ajaran yang diutus oleh Allah berupa kitab Taurat. Begitu pula seperti nabi Muhammad SAW, nabi semacam ini dapat juga dikatakan sebagai nabi Tasyri’i dan Mustaqil sekaligus.

2) Nabi mustaqil ghair at– Tasyri’i

Yakni hamba Allah yang menjadi nabi dengan tidak mengikuti para nabi sebelumnya. Nabi Harun, Daud, Sulaiman, Zakariya, yahya, dan nabi Isa a.s. beberapa nabi tersebut adalah nabi yang tergolong atau masuk kedalam nabi mustaqil ghair at-tasyri’I. semuanya menjadi nabi secara langsung (Mustaqil), tidak karena hasil dari mengikuti para nabi yang sebelumnya, tetapi mereka secara langsung diutus dan diangkat oleh Allah SWT menjadi nabi dan ditugaskan menjalankan syari’at Nabi Musa yang ada dalam kitab Taurat.

3) Nabi Zhilli Ghair at-Tasri’I

Yakni hamba Tuhan yang mendapat anugerah dari Allah SWT menjadi nabi semata-mata karena hasil dari kepatuhan dan ketaatan kepada nabi sebelumnya dan juga karena mengikuti sunnah-sunnahnya dan juga syari’atnya. Karena itu, tingkatannya berada dibawah kenabian sebelumnya dan ia juga tidak membawa syari’at baru. Hamba Tuhan yang masuk

55

kedalam golongan nabi Zhilli Ghair at-Tasri’I adalah Mirza Ghulam Ahmad yang mengikuti syari’at nabi Muhammad SAW.68

b. Pewahyuan

Ahmadiyah Qadian yang tergabung dalam JAI, mengaku dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah al-Mahdi yang tidak dapat dipisahkan dengan al-Masih karena al-Mahdi dan al-Masih adalah satu kesatuan dan satu pribadi. Al-Masih seperti yang diberitahukan dalam hadis shahih, akan turun ke bumi dan kembali ke dunia dan ketika dia turun saat itu dia adalah seorang Nabi yang ditugaskan oleh Allah untuk membunuh Dajjal di akhir zaman.

Menurut Basyiruddin Mahmud Ahmad, khalifah ke-2 Ahmadiyah Qadian, wahyu akan masih tetap terbuka dan akan terbuka terus menerus untuk selama-lamanya. Meskipun tidak ada lagi syariat baru yang akan turun atau diturunkan. Dengan demikian Ahmadiyah Qadian mempercayai bahwa bukan hanya wahyu saja yang akan datang terus-menerus setelah Nabi Muhammad SAW.

Menurut versi Ahmadiyah Qadian, bahwa Mirza Ghulam Ahmad yang diangkat Tuhan sebagai al-Masih dan al-Mahdi, melalui ilham yang ia diterima, dan secara tegas Ghulam Ahmad diyakini sebagai duplikat Nabi Isa a.s.69

68Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah…, 102-104

56

Menurut Bashiruddin Mahmud Ahmad (Khalifah II Ahmadiyah Qadian) menurutnya, bahwa kata khalifah (penganti) yang ada dalam Al-Qur’an dapat dipahami dan dipergunakan dalam dua pengertian, pertama, kata khalifah dipergunakan untuk nabi-nabi yang disinyalir sebagai penganti Allah SWT di dunia (bukan dalam artian sebagai pengganti yang mutlak), seperti Nabi Adam disebut sebagai khalifah (Q.S. Al Baqarah : 31-32)

Khalifah pada pengertian ini aalah para pengganti Nabi yang dipilih oleh kaum dan umatnnya sendiri, seperti pada contoh Abu Bakar yang mengantikan Nabi Muhammad SAW. Kedua, kata khalifah dipergunakan untuk menjelaskan para pengganti Nabi. Khalifah dengan pangkat Nabi ini berkedudukan sebagai pengganti bagi nabi yang sebelumnya atau pada masanya.

Bahwa tidak semua nabi dan rasul yang disebutkan didalam Al-Qur’an menjabat sebagai seseorang pemimpin rohani, juga sekaligus pemimpin dalam pemerintahan. Para rasul dan nabi yang dimaksudkan tersebut antara lain ialah Nabi Yahya, Isa, Zakariya, dan Harun. Sementara itu, Nabi Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul yang sekaligus pemegang kepemimpinan dalam suatu pemerintahan. Para khalifah yang menggantikan beliau, adalah sahabat yang mengikuti jejak beliau semasa nabi Muhammad masih hidup yakni, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib mereka adalah khalifah setelah masa Rasulullah dan juga pemimpin pemerintahan pada masa itu, tetapi

57

sistem khalifah ini berakhir sejak masa Mu’awiyah mengambil alih kekuasaan, karena penguasa yang datang berikutnya hanya berdasarkan keturunan nasab dari pemimpin sebelumnya atau pengangkatan diri sendiri. Hal ini berbeda dengan makna khalifah sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur’an.70

c. Tentang Jihad

Menurut Ahmadiyah, jihad merupakan suatu tindakan untuk mencurahkan segala macam kesanggupan, kemampuan, dan juga kekuatan, yang dimiliki pada diri individu dalam menghadapi sebuah pertempuran maupun pertarungan, dan menyampaikan suatu pesan kebenaran, atau lebih singkatnya jihad adalah tidak menahan apapun. Tindakan mengangkat senjata untuk membela diri juga dinamakan jihad, dalam Al-Qur’an istilah yang tepat sering disebut dengan qital.71

Ahmadiyah membagi pengertian jihad menjadi tiga kategori, yaitu pertama, jihad Shagir adalah perjuangan dalam membela agama, nusa, dan juga bangsa dengan mempergunakan senjata sebagai alat perlindungan terhadap musuh-musuh yang memulai mengunakan kekerasan. Kedua, jihad kabir adalah jihad dengan mempergunakan dalil-dalil atau keterangan, baik berupa lisan maupun tulisan untuk menebarluaskan ajaran Islam kepada kaum kafir dan musyrik. Jihad dalam bentuk ini adalah jihad yang kini sedang dilakukan oleh Ahmadiyah pada saat ini.

70

A. Fajar Kurnia, Teologi Kenabian Ahmadiyah, (Jakarta : PT. Wahana Semesta Intermedia, 2008), 76.

71Asep Burhanudin, Ghulam Ahmad: Jihad Tanpa Kekerasan, (PT. LKis Pelangi Aksara, 2005),

58

Ketiga, adalah jihad akbar yakni jihad melawan godaan setan dan hawa nafsu yang ada pada setiap individu, jihad yang ketiga ini merupakan bentuk jihad yang paling berat untuk dilaksanakan, kar ena menghadapi setan dan terutama hawa nafsu akan terus dilakukan setiap saat dan setiap waktu.72

BAB IV

Dokumen terkait