• Tidak ada hasil yang ditemukan

73 akan mempengaruhi kemampuan pernafasan, fonasi dan terutama

Dalam dokumen TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (Halaman 83-87)

DAN IRAMA

73 akan mempengaruhi kemampuan pernafasan, fonasi dan terutama

kemampuan artikulasi dan resonansi.

Berdasarkan hal tersebut bahwa kelainan bicara pada disartria merupakan ketidakmampuan anak dalam memproduksi fonem, dan bukan ketidakmampuan dalam simbolisasi atau reseptif.

Disartria ada beberapa jenis, yaitu

a) Spastik disartria, yaitu ketidakmampuan berbicara akibat kekakuan otot-otot bicara. Ditandai dengan bicara lambat dan terputus-putus, karena anak tidak ammpu melakukan gerakan organ bicara secara otomatis.

b) Flaksid disartria, yaitu kelemahan otot-otot organ bicara yang mengakibatkan anak tidak mampu melakukan gerakan dengan kekuatan yang memadai seperti halnya gerakan normal. Kondisi ini menyebabkan mekanisme bicara menjadi lemah dan temponya lambat. Kelayuan juga menyebabkan terjadinya suara- suara sengau, hal ini disebabkan ketidakmampuan volume untuk mengangkat pada saat fonasi sehingga udara keluar tanpa halangan melalui hidung.Adanya kelemahan pada pita suara saat penutupan atau pembukaan.

c) Ataxia disartria, yaitu ketidakmampuan berbicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan fonasi, artikulasi dan resonansi, terutama pada saat memulai pengucapan kata atau kalimat. Hambatan ini menyebabkan adanya gerakan yang tidak tepat saat berbicara. Misalnya alat-alat artikulasi sudah bergerak tetapi fonasi belum terjadi, demikian juga sebaliknya, fonasi sudah terjadi tetapi gerakan belum ada. Kondisi ini juga mengakibatkan anak memberikan tekanan pada setiap suku kata, akibatnya terjadi ucapan yang monoton.

d) Hipokinetik disartria yaitu sebagai ketidakmampuan anak memproduksi bunyi bicara sebagai akibat penurunan gerak dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat atau kortex. Kesulitan ini ditandai dengan kekerasan dan nada yang monoton. Tekanan pada kata atau kalimat kurang tepat disertai dengan beberapa kesalahan artikulasi.

PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2017

74

e) Hiperkinetik disartria merupakan kebalikan dari hipokinetik disartria yaitu ketidakmampuan memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan untuk melakukan gerakan yang disengaja. Ditandai dengan abnormalitas tonus yaitu gerakan-gerakan yang berlebihan sehingga terdapat adanya gejala bicara yang khas berupa gangguan dalam kekerasan atau kenyaringan dan kadang-kadang fonasinya terputus-putus.

4) Disglosia

Disglosia merupakan satu jenis gangguan bicara yang disebabkan adanya kelainan bentuk struktur dari organ bicara yaitu artikulator. Artikulator adalah merupakan bagian akhir dari suatu rangkaian proses bicara yang sekaligus berfungsi sebagai resonator dalam memodifikasi suara yang diproses di daerah pangkal tenggorok pada saat fonasi sehingga menjadi suatu rangkaian fonem yang bermakna. Apabila dalam proses artikulasi dan resonansi mengalami kegagalan, maka simbol-simbol bunyi yang dihasilkan menjadi kurang atau bahkan tidak berarti.

Kegagalan tersebut dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya disebabkan karena adanya kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi, diantaranya:

a) palatoskisis (celah bibir atau celah langit-langit),

b) maloklusi (suatu kelainan struktur gigi atas dan gigi bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsinya. c) anomali yaitu kelainan bentuk organ yang berlebih atau kurang

dari kondisi normal seperti bentuk lidah yang tebal, tidak tumbuh velum, dan sebagainya.

5) Dislalia.

Adalah merupakan gejala kelainan bicara yang disebabkan oleh kondisi psikososial. Gejala yang terjadi karena ketidakmampuan anak dalam memperhatikan bunyi-bunyi bicara yang diterima. Kondisi tersebut menyebabkan anak tidak mampu membentuk konsep bahasa.

Gejala lainnya adalah ketidakmampuan anak dalam mengingat

PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2017

75

yang urut adalah “ba” “ju”, yang diucapkan hanya “ju” saja.

Kemampuan ingatan pendek ini terjadi pada saat mengucapkan kalimat. Anak hanya mampu mengucapkan kata, atau suku kata terakhir yang didengarnya.

Kesulitan bicara yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengamati bunyi bicara yang diterimanya dari lingkungannya. Anak mengalami kesulitan dalam membedakan antara objek dengan bunyi latar belakang, sehingga tidak mampu membentuk struktur bunyi yang didengarnya.

Berdasarkan uraian-uraian di atas tentang jenis-jenis gangguan bicara, dapat ditemukan pada anak mendengar dan anak tunarungu dengan kadar serta intensitas yang berbeda-beda. Secara lebih khusus tipe-tipe atau jenis-jenis gangguan bicara pada anak tunarungu dapat dijelaskan di bawah ini

Dari beberapa pendapat para ahli, ditemukan bahwa kemampuan berbicara anak tunarungu berbeda dengan anak mendengar atau

anak pada umumnya. Fellenddorf dan Black (1973)

mengungkapkan bahwa kesalahan-kesalahan yang paling sering muncul dari ucapan anak tunarungu adalah kesalahan sebagai

akibat terganggunya dalam proses pernafasan (respiration),

terganggunya dalam proses memproduksi suara (phonation), serta

yang berhubungan dengan kecepatan produksi suara (rate).

Menurut Berry dan Bisension, tipe kelainan bicara digolongkan menjadi: a) Defect of articulation or phonem production (kelainan artikulasi).

b) Distorsi (distortion), yaitu adanya pengubahan bunyi bahasa

(fonem) kepada bunyi yang tidak bisa digunakan. Contohnya “ lari”, huruf “r” diganti menjadi “l”, sehingga menjadi “lali” yang

mengandung makna berbeda.

c) substitusi (substitution), yaitu terjadinya penukaran suatu fonem

dengan fonem lainnya, sehingga mengubah arti atau membuat makna

berbeda. Contoh kata “dua” diubah menjadi “tua”, dan sebagainya.

d) Omisi (omition), yaitu terjadnya pengurangan atau penghilangan

fonem dari kata yang diucapkan. Contoh kata “mobil” berubah menjadi “mobi”, dan sebagainya.

PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2017

76

e) Adisi (adition) yaitu terjadinya penambahan fonem dari

pengucapan suatu kata. Sebagai contoh kata “bandung” menjadi “Mbandung”, dan sebagainya.

f) Defect of voice production, yaitu kelainan dalam produksi suara.

g) Kelainan kualitas suara (quality)

Kelainan kualitas suara antara lain berupa: aphonia brathness, hoarness, diplophonia, nasality, ataupun monotone. Kelainan-kelainan

itu berkaitan erat dengan irama (rhytme) suara yang dihasilkan.

h) Kelainan nasality.

Nasality (produksi suara sengau) adalah suara atau bunyi yang diucapkan anak ketika berbicara sengau. Morley (1975)

menyatakan bahwa suara sengau disebabkan adanya

penyempitan atau tidak berkembangnya lubang hidung sehingga pengeluaran udara menjadi tidak seperti biasa. Udara yang dikeluarkan melalui hidung lebih banyak daripada melalui mulut untuk keperluan ucapan. Akibatnya resonansi mulut akan berkurang sehingga ucapan anak akan sengau. Untuk itu diperlukan keseimbangan resonansi mulut dan hidung yang harus didapat oleh anak.

i) Kelainan nada tinggi (highpitch)

High pitch adalah suara yang diproduksi terdengar tinggi atau melengking. Hal ini disebabkan oleh laring yang kecil atau pita suara pendek, tipis atau ringan, atau disebabkan banyak hal tergantung dari keadaan sekelilingnya.

j) Kelainan nada tunggal/tidak ada irama (monopitch)

Kelainan ini ditandai dengan pengucapan kata-kata atau kalimat dengan nada tunggal, tidak berirama.

k) Kelainan nada keras (loudness)

Kelainan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu suara lembut (softvoice) dan suara keras (loudvoice)

l) Kelainan Alalia dan Dyslalia

Alalia adalah kelainan yang terjadi pada anak tunarungu pada masa pra bahasa atau masa sebelum anak mempunyai bahasa, sehingga anak sama sekali tidak dapat berbicara. Dislalia adalah

PPPPTK TK DAN PLB BANDUNG © 2017

77

Dalam dokumen TERINTEGRASI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (Halaman 83-87)