• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stress

2.1.9 Akibat Stress

Menurut Beehr (dalam Freser 1992), stress akan mempunyai dampak terhadap individu maupun organisasi

a. Dampak terhadap individu :

Dampak stress terhadap individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang mengalami stress akan mudah terserang penyakit. Pada gangguan mental stress ber kepanjangan akan mengakibatkan ketegangan, hal ini cenderung akan mengganggu kesehatan. Pada gangguan interpersonal stress akan lebih sensitive terhadap hilangnya rasa percaya diri, menarik diri dan lain-lain. Reaksi terhadap stress dapat berupa reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja yang stress akan menunjukkan perubahan prilaku. Perubahan prilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stress (flight) atau berdiam diri (freeze). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stress. Perubahan-perubahan ini

ditempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stress antara lain:

1) Bekerja melewati batas kemampuan 2) Sering terlambat masuk kerja. 3) Ketidak hadiran tenaga kerja 4) Kesulitan membuat keputasan 5) Kesalahan yang sembrono

6) Kelalaian menyelesaikan pekerjaan.

7) Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri. 8) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.

9) Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat.

10)Menunjukkan gangguan fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.

Munculnya stress, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Cox (dalam Handoyo, 2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress, yaitu :

1) Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan ketidaksabaran, merasa rendah diri.

2) Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, perubahan nafsu makan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunya semangat untuk berolahrga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stress juga

terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, ditempat kerja atau dijalan.

3) Pengaruh kognitif, yaitu ketidak mampuan mengambil keputusan, kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

4) Pengaruh fisiologi, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit tertentu.

b. Dampak terhadap organisasi :

Pekerja yang mengalami stress akan berpengaruh pada kualitas kerja dan kesehatan nya akan terganggu, berupa kekacauan manajemen dalam operasional kerja sehingga meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan.

Schuller (2001), mengidentisifikasikan beberapa perilaku negatif tenaga kerja berkolerasi dengan prestasi kerja, peningkatan ketidak hadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa :

1) Terjadi kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.

2) Mengganggu kenormalan aktivitas kerja. 3) Menurunya tingkat produktivitas.

4) Menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian financial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa akibat stress pada pekerja dapat berdampak terhadap individu dan organisasi sehingga manajemen dan operasional kerja terhambat dan produktivitas kerja menurun.

2.2 Kondisi Lingkunga Kerja

Kondisi lingkungan kerja meliputi variabel lingkungan fisik seperti distribusi jam kerja, suhu, penerangan, suara dan ciri-ciri arsitektur tempat kerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan penelitian yang sesuai dengan situasi organisasi termasuk bagaimana biasanya pekerjaan dilakukan, karakteristik tenaga kerja yang terlibat, dan aturan standar eksternal yang sesuai. (Occupational Safety and Health Administration, dalam Pudjaatmaka, 1998 ). Kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stress psikologi dan menurunnya produktivitas kerja.

Kondisi lingkungan kerja psikis adalah lingkungan yang lebih bersifat batin yang dapat mempengaruhi pekerja. Lingkungan psikis ini terutama berhubungan dengan pimpinan dan rekan kerja dalam suatu organisasi ( Nitisemito,1996 ).

2.3 Beban Kerja

Beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stress. Beban kerja secara kuantitatif timbul akibat tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan secara kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu untuk melakukan tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan atau potensi dari tenaga kerja. Beban kerja selama jumlah jam kerja yang sangat banyak, hal ini merupakan sumber tambahan stress (Munandar, 2001).

Everly & Girdano (dalam Munandar, 2001), menambahkan katagori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, marupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah kondisi kerja, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat tertentu hal ini merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi, namun bila desakan waktu menyebabkan banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantatif.

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat

menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

Beban berlebihan kualitatif merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh menusia makin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk. Kemajemukan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi dari pada yang dimiliki. Pada titik tertentu kemajemukan pekerjaan tidak lagi produktif, tetapi menjadi destrutif. Pada titik tersebut kita telah melewati kemampuan kita untuk memecahkan masalah dan menalar dengan cara yang konstruktif. Timbullah kelelahan mental, sakit kepala, dan gangguan-gangguan pada perut merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban berlebihan kualitatif.

Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarahkan kesemangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju” dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan ketrampilannya Sutherlan & Cooper (dalam Munadar, 2001).

2.4 Pegawai Negeri Sipil

Tidak ada rumusan yang pasti tentang pengertian Pegawai Negeri Sipil, namun dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepegawaian terdapat penjelasan mengenai Pegawai Negeri Sipil, diantaranya adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 1952 Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1952, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1952, dirumuskan bahwa Pegawai Negeri adalah mereka yang bekerja sebagai pegawai dalam Badan Pemerintah baik tetap maupun sementara. Dan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 Pasal 1, Pegawai Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, ada dua pengertian tentang Pegawai Negeri. Pertama, Pegawai Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam per-aturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan digaji menu-rut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, Pegawai Negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ke-taatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, negara, dan pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

Sedangkan menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, pengertian Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian dalam pasal 2 ayat (1) Pegawai Negeri terdiri dari: a. Pegawai Negeri Sipil, b. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Pasal 2 ayat (2) Pegawai Negeri Sipil terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Lebih lanjut di dalam penjelasan pasal 2 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten-/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. Kemudian dalam pen- jelasan pasal 2 ayat (2) huruf b, dijelaskan yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibeban-kan pada anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bekerja pada Pemerintahan Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya.

Setiap pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan.

2.5 Jabatan

Sesuai dengan penjelasan Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah jabatan karier. Jabatan karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Jabatan karier dapat dibedakan kedalam 2 (dua) jenis, yaitu : 1. Jabatan Struktural, dan 2. Jabatan Fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter, Pustakawan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.

Kemudian dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang dimaksud dengan ;

1. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenganan

mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

2. Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnya

berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku,

3. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang,

4. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan, 5. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki

Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan,

6. Jabatan Organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu

satuan organisasi pemerintah.

2.6 Eselonering Dalam Jabatan Struktural

Dalam jabatan struktural dikenal adanya istilah Eselon yaitu tingkatan jabatan struktural. Eselon disusun berdasarkan berat ringannya tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak. Secara tegas jabatan struktural tercantum dalam struktur

organisasi yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Nainggolan, 1994).

Suatu organisasi secara struktural selalu berubah sesuai dengan dinamika organisasi itu sendiri. Perubahan tersebut terjadi untuk mendapatkan dan menjaga efektivitas pembagian tugas dan rentang kendali organisasi tersebut. Di lingkungan instansi pemerintah, distribusi tugas pada mulanya dibagi tuntas dalam struktur organisasi, kemudian berkem-bang menjadi dua jalur yaitu struktural dan fungsional yang semakin berimbang sesuai proporsinya masing-masing. Pada kondisi yang mapan dalam penerapan kedua jalur jabatan karier tersebut struktur organisasi akan semakin meramping sementara jalur fungsional semakin berkembang (Nainggolan, 1994).

Pengaturan tentang jenjang kepangkatan untuk setiap jabatan struktural telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Selanjutnya agar kenaikan pangkat agar benar-benar bisa dirasakan sebagai karir bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan perlu ada pola yang jelas yang menggunakan ukuran-ukuran obyektif sampai sejauh mana karier setiap Pegawai Negeri Sipil dalam rangka kepangkat- annya berkaitan dengan jenjang jabatan yang dipangku serta persyaratan-persyaratan yang dimiliki/dipenuhi (Prijodarminto, 1993 ).

Di lingkungan pemerintah Pusat, pemerintah Propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota, jenjang jabatan yang lebih banyak ditempuh oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam meniti kariernya adalah dalam Jenjang jabatan struktural.

Penentuan salah satu jenjang jabatan struktural dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil disebut dengan eselonering.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 pasal 3, disebutkan eselonering jabatan struktural terdiri dari sembilan jenjang jabatan, dengan tata urutan sebagai tersebut dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Eselon Dan Jenjang Pangkat Dalam Jabatan Struktural (dalam Himpunan Perundang-undangan PNS,2005)

Jenjang pangkat , golongan/ruang Terendah Tertinggi NO Eselon

Pangkat Gol.Ru Pangkat Gol.Ru 1. I.a Pembina Utama

Madya

IV/d Pembina Utama IV/e 2. I.b Pembina Utama

Muda

IV/c Pembina Utama IV/e 3. II.a Pembina Utama

Muda

IV/c Pembina Utama Madya

IV/d 4 II.b Pembina Tk.I IV/b Pembina Utama

Muda

IV/c 5. III.a Pembina IV/a Pembina Tk.I IV/b 6. III.b Penata TK.I III/d Pembina IV/a 7. IV.a Penata III/c Penata TK.I III/d 8. IV.b Penata Muda TK.I III/b Penata III/c 9. V.a Penata Muda III.a Penata Muda

TK.I

III/b

Sebelumnya di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000, jenjang jabatan hanya sampai dengan eselon IV.b, perubahan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dengan mencantumkan kembali eselon V.a adalah untuk mengakomodasi pejabat yang bertugas pada Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang

memang memerlukan pejabat setingkat eselon V.a, namun penetapan eselon V sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 dilaksanakan dengan memperhatikan:

a. Kebutuhan organisasi,

b. Rentang kendali,

c. Kondisi geografis,

d. Karakteristik tugas pokok dan fungsi jabatan yang berhubungan langsung dengan

pelayanan kepada masyarakat.

2.7 Pejabat Eselon III

Pejabat eselon III adalah suatu jabatan struktural yang hanya diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil yang sudah memenuhi syarat. Artinya seseorang yang berstatus calon Pegawai Negeri Sipil atau non Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural tersebut (Nainggolan, 1994).

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat dalam jabatan Eselon III, yaitu:

a. Memiliki kemampuan manajerial, kemampuan teknis fungsional, dan kecakapan, serta pengalaman yang diperlukan. Maksudnya adalah kemampuan untuk memimpin serta melakukan tindakan yang berhubungan langsung dengan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan seluruh sumber daya secara berdayaguna dan berhasilguna untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan teknis fungsional, yaitu kemampuan teknis dibidang tugas tertentu

yang diperlukan untuk dapat diangkat dalam jabatan tersebut. Sedangkan kecakapan dan pengalaman yaitu kecakapan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas.

b. Memiliki integritas yang tinggi dalam melaksanakan tugas organisasi.

c. Memperhatikan daftar urut kepangkatan.PNS yang mempunyai pangkat lebih tinggi haruslah dipertimbangkan lebih dahulu.

d. Telah memiliki tingkat dan jenis pendidikan formal,telah mengikuti dan lulus diklat struktural yang dipersyaratkan untuk eselon III.

e. Memiliki pangkat sekurang-kurangnya satu tingkat dibawah pangkat terendah yang ditentukan untuk eselon yang bersangkutan.

f. Masih dapat dikembangkan kemampuannya,dan sehat jasmani dan rohani. Hal ini sesuai dengan prinsip penempatan seorang Pegawai Negeri Sipil yang tepat pada tempatnya. Keseluruhan syarat diatas adalah merupakan syarat komulatif yang harus dipenuhi oleh Pegawai Negeri Sipi sebagai pejabat eselon III (Nainggolan, 1994).

Adapun tugas pokok setiap pejabat eselon III di setiap instansi adalah merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi semua kegiatan di bidangnya, ( Perda, 2001).

Ada 18 instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar yang didalamnya terdapat pejabat eselon III sebagai berikut : Sekretariat DPRD, Dinas Kelautan Dan Perikanan, Dinas Kimpraswil, Dinas Industri Dan Perdagangan, Dinas Pendidikan, Dinas Pendapatan, Dinas Perternakan, Dinas perkebunan, Badab Pemberdayaan

Masyarakat, Badan Pengawasan, Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata, Dinas Koperasi, Badan Kesbang Linmas, Badan Koordinator Kelg Sejahtera, Bappeda.

Sebagai salah satu contoh pejabat - pejabat eselon III pada Dinas Kimpraswil ( Permukiman dan Prasarana Wilayah ) sebagai berikut : Kepala Tata Usaha, Kasubdin Bina Program, Kasubdin Perumahan, Kasubdin Prasarana Jalan, Kasubdin Pengembangan Sumber Daya Air.

Tugas pokok pejabat eselon III sebagai contoh yaitu Kasubdin Pengembangan Sumber Daya Air sebagai berikut :

1. Merencanakan yaitu : Membuat perencanaan untuk perbaikan – perbaikan jaringan irigasi yang telah rusak dan memperhitungkan berapa biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan tersebut.

2. Melaksanakan yaitu : Setelah anggaran biaya untuk kegiatan tersebut disetujui melalui pembahasan dengan DPRD, maka kegiatan perbaikan jaringan irigasi yang dimaksud baru dapat dilaksanakan dan dilakukan secara swakelola maupun dikontrakkan kepada pihak ketiga.

3. Mengawasi yaitu : Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut harus diawasi supaya pekerjaannya sesuai dengan yang telah direncanakan.

4. Mengevaluasi yaitu : Melakukan peninjauan ulang terhadap pekerjaan dimaksud, apakah sudah tercapai target perbaikan yang diinginkan? dan apakah diperlukan perbaikan lanjutan? Atau sudah sempurna pekerjaan yang ditargetkan?

Selain tugas pokok diatas, pejabat eselon III juga dibebankan untuk melaksanakan tugas fungsional, yaitu sebagai Pejabat Pengelola Teknis Kegiatan ( PPTK ) untuk semua kegiatan yang berada dibawah bidang tugasnya ( Peraturan Pemerintah, 2007 ).

2.8 Landasaan Teoritis

Stress kerja adalah perasaan tertekan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan yang disebabkan oleh lingkungan kerja seperti faktor lingkungan fisik, sistim organisasi di tempat kerja (Leila, 2002).

Stress kerja dapat diakibatkan oleh faktor beban kerja eksternal yaitu berasal dari luar tubuh pekerja seperti tuntutan tugas atau pekerjaan,organisasi di tempat kerja dan lingkungan kerja, seperti lama waktu bekerja, limpahan tugas Manuaba (Wygnyosoebroto, 2000).

Teori lain mengatakan terdapat dua faktor penyebab stress yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Faktor personal berupa kepribadian, peristiwa pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga (Dwiyanti, 2001).

Beban kerja dapat mengakibatkan timbulnya stress kerja, hal ini tergantung bagaimana reaksi pekerja itu sendiri dalam menghadapi besarnya stress. Bila tidak ada stress sama sekali tantangan pekerjaan tidak ada sehingga performance cenderung rendah, karna stress dapat membuat individu menggerakkan sumber-sumber yang ada

pada dirinya untuk memenuhi tuntutan tugas nya. Tetapi bila stress kerja menjadi sangat besar performance kerja akan menurun, karena stress kerja mengganggu pelaksanaan tugas/pekerjaan (Frasser, 1992).

Demikian pula pegawai akan sukses dan bekerja dengan baik, apabila dalam menjalankan tugas tersedia fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan tugasnya ( Anoraga,2002 ).

Karakteristik usia dewasa mengalami perubahan bersifat fisik baik efisiensi, kesehatan dan kekuatan yang mencapai puncaknya, secara psikis muncul keinginan dan usaha pemantapan, sering mengalami ketegangan emosi karena kompleksitas persoalan, kemampuan mental seperti penalaran, mengingat dan kreaktif pada posisi puncak ( Murbin, 2006 ).

Karekteristik masa kerja memberi pengaruh terhadap kematangan pengalaman pejabat dalam suatu jabatannya, tetapi bila terlalu lama pada suatu jabatan akan menimbulkan kebosanan, terutama bila lingkungan kerja kurang menyenangkan, maka kondisi ini akan menimbulkan stres ( Andrew Goliszek 2005 ).

Karekteristik latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap kualitas dalam bekerja. Kualitas yang rendah dapat mengakibatkan beban kerja menjadi bertambah, dan akan menimbulkan stres ( Cooper, 1983 ).

2.9 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teoritis diatas, maka penulis dapat membuat kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

Variabel Indenpendent Variabel Dependent

Bebab Kerja

Kondisi lingkungan

Kerja

Fasilitas Kerja

Stres Kerja

Karakteristik -Usia -Masa Kerja -Pendidikan

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini bersifat analitik dengan design cross sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara factor-faktor penyebab stress kerja (beban kerja, kondisi lingkungan kerja, fasilitas kerja ) dengan stres kerja pada pejabat eselon III.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar, pada Dinas-Dinas yang terdapat pejabat eselon III.

Waktu penelitian dimulai dari penentuan masalah pada tempat penelitian serta penelusuran pustaka, dilanjutkan dengan survey awal dan mempersiapkan proposal penelitian, membuat materi instrumen lapangan berupa kuesioner (yang ditujukan untuk menilai beban kerja, kondisi lingkungan kerja, dan fasilitas kerja serta menilai stress kerja pada pejabat eselon III ), penelitian meliputi pengumpulan, pengolahan dan menganalisa data serta pembuatan laporan penelitian.

Perencanaan dan penyelesaian penelitian berlangsung selama 6 (enam ) bulan dimulai bulan Januari 2008 sampai bulan Juni 2008.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pejabat eselon III yang berada di wilayah PEMDA Aceh Besar di Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar, berjumlah 101 (seratus satu) orang pejabat eselon III.

3.3.2 Sampel

Mengingat jumlah populasi yang terbatas, maka penelitian ini mengambil seluruh

Dokumen terkait