• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN 1. Cakupan Rawat Jalan dan Rawat Inap

SITUASI UPAYA KESEHATAN

C. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN 1. Cakupan Rawat Jalan dan Rawat Inap

Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerjapada kurun waktu tertentu.

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena

penyakitnya penderita harus menginap. Kunjungan rawat jalan hanya bisa di cakup dalam pelayanan kesehatan dasar Puskesmas yang mana telah terdapat pelaporan yang rutin untuk kunjungan barunya.

Target renstra Kabupaten Boyolalai tahun 2015 untuk cakupan rawat jalan adalah 15% jumlah penduduk. Cakupan rawat jalan tahun 2013 di Kabupaten Boyolali untuk PPK tingkat 1 (Puskesmas) sebesar 18,33% dari seluruh penduduk Boyolali. Artinya kunjungan rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan Puskesmas masih melebihi standar cakupan rawat jalan. Cakupan total kunjungan rawat jalan di Kabupaten Boyolali tahun 2013 tercatat sebanyak 522.861 kunjungan. Berarti frekuensi tiap penduduk datang ke sarana pelayanan kesehatan selama tahun 2013 sebanyak 1,83 kali.

Cakupan kunjungan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Sedangkan cakupan total kunjungan rawat inap dihitung berdasarkan jumlah seluruh kunjungan baik lama maupun baru di wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pada tahun 2013, jumlah total kunjungan rawat inap di Kabupaten Boyolali tercatat sebanyak 71.812 kunjungan, Dengan demikian dapat dikatakan setiap penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun 2013 rata-rata sebanyak 0,07 kali datang ke sarana pelayanan kesehatan untuk memanfaatkan pelayanan rawat inap.

2. Kunjungan Kesehatan Jiwa

Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir dan perilaku, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya.

Cakupan kunjungan kasus gangguan jiwa tahun 2013 di Kabupaten Boyolali sebesar 5,153%.

Cakupan ini lebih tinggi dari tahun 2012 yang dilaporkan sebesar 4,25% .

3. Indikator Pelayanan Rumah sakit

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap.

a. BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.

Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% . BOR rumah sakit tahun 2013 sebesar 60,15%. Meskipun masih dalam kategori ideal, namun ternyata menurun dibanding tahun 2012 yang dilaporkan sebesar 65,95%. BOR tertinggi terdapat pada rumah sakit Umi Barokah yaitu sebesar 73,88%.

b. ALOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.

Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari. Nilai ALOS tahun 2013 sebesar 3,00 hari. Artinya, rata-rata lama rawat seorang pasien adalah 3 hari. Hasil ini belum ideal untuk lama rawat inap rumah sakit 6-9 hari sehingga ada kemungkinan pasien-pasien yang

0.66% 4.25% 5.13% 0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 2011 2012 2013 Gambar 4.21

CAKUPAN KUNJUNGAN KASUS GANGGUAN JIWA KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2011-2013

bukan indikasi rawat inap di rumah sakit , dilakukan rawat inap di rumah sakit.

c. TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.

Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. TOI tahun 2013 sebesar 1,99 hari . Hasil ini masih dalam taraf ideal, artinya rata-rata 2 hari tempat tidur tidak ditempati dari telah di isi ke saat terisi berikutnya.

d. NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.

Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar. NDR rumah sakit di Kabupaten Boyolali menunjukkan angka 9,41. Artinya terdapat 10 orang meninggal 48 jam setelah dirawat dalam tiap 1.000 penderita keluar. Semua rumah sakit di kabupaten Boyolali masih menunjukkan NDR dalam batas toleransi.

e. GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

Angka GDR yang dapat ditolerir maksimum 45. GDR rumah sakit tahun 2013 ini sebesar 16,69. Artinya terdapat 17 kematian pada setiap 1.000 penderita keluar. Nilai ini masih dalam batas toleransi.

4. Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

Jaminan pemeliharaan adalah upaya pembiayaan kesehatan baik sukarela maupun wajib yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah dan diselenggarakan dengan kendali biaya dan kendali mutu. Jaminan pemeliharaan kesehatan di Kabupaten Boyolali ada beberapa macam yaitu Jamkesmas, Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI PNS, POLRI PNS, asuransi perusahaan, asuransi swasta dan Jamkesda.

Target renstra Kabupaten Boyolali tahun 2015 untuk cakupan penduduk yang menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar adalah 50%. Tahun 2013, dilaporkan sebanyak 78,20% penduduk terlindungi jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Persentase ini menurun dibanding tahun 2012 dengan capaian sebesar 82,65% dan tahun 2011 yang dilaporkan sebesar 80,54%.

Target renstra Kabupaten Boyolali tahun 2015 untuk pemeliharaan kesehatan keluarga miskin dan masyarakat rentan adalah 90%. Jenis kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat untuk tahun 2013 terdiri dari peserta Askes PNS sebanyak 64.820 jiwa (6,8%), Jamsostek sebanyak 22.140 atau 2,3%, Jamkesmas sebanyak 339.138 jiwa atau 35,3%, jamkesda 323.257 jiwa atau 35,3%.Askes (6,8%), Jamsostek (2,3%), Jamkesmas (35,5%), Jamkesda (33,7%). Persentase yang besar pada kepesertaan Jamkesmas dan Jamkesda yang menunjukkan masih banyaknya masyarakat miskin dan hampir miskin di Kabupaten Boyolali.

ASKES, 6.80% JAMSOSTEK, 2.30% JAMKESMAS, 35.50% JAMKESDA, 33.70% Gambar 4.22 PROPORSI KEPESERTAAN

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2013

5. Ketersediaan Obat

Ketersediaan obat di Puskesmas untuk pelayanan primer, baik yang dibeayai oleh anggaran pusat (vaksin dan obat kesehatan ibu dan anak), maupun yang dibiayai oleh anggaran dinas kesehatan di tingkat kabupaten, kota dan propinsi dijamin oleh sistem supplai publik. Dengan sistem monitoring terpadu (LPLPO) ditingkat kabupaten dan propinsi, ketersediaan obat di Puskesmas diupayakan selalu di atas 90 % setiap waktu. Secara garis besar, ketersediaan, keterjangkauan dan supplai obat ditentukan oleh pemilihan rasional (rational selection), harga terjangkau (affordable pricing), pembiayaan yang cukup (adequate financing) dan sistem supplai yang handal (reliable supply system). Tidak semua obat yang beredar harus disediakan dalam sistem pelayanan. Penyediaan obat di unit pelayanan didasarkan pada jenis obat yang memenuhi kebutuhan pasien , yang memberikan manfaat klinik paling optimal, dengan efek samping paling minimal serta paling

“cost effective”.

Indikator yang digunakan dalam lingkup ketersediaan obat adalah ketersediaan obat itu sendiri ( stok obat), pemakaian rata-rata obat per bulan, tingkat kecukupan obat dan persentase tingkat kecukupan obat. Tiingkat kecukupan obat didefinisikan sebagai jumlah satuan waktu (bulan) dimana jenis obat tertentu tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai pemakaian untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah tertentu.

Ketersediaan obat di Puskesmas Kabupaten Boyolali tahun 2013 di tunjukkan pada lampiran Tabel 69.

Dokumen terkait