• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Aktivitas Antibakteri Ekstraksi Komponen Bioaktif

Hasil ekstraksi karang lunak Sinularia sp dan Lobophytum sp dengan perbandingan sampel karang lunak dan volume pelarut metanol yaitu 1:3 didapatkan hasil rendemen pada tabel 5 berikut :

Tabel 5. Rendemen Ekstrak karang lunak

Berat

Sampel Karang Lunak

Sinularia sp (3m) Lobophytum sp (3m) Sinularia sp (9m) Lobophytum sp (9m) Awal (gr) Rendemen (gr) Persentase (%) Warna 100 4.10 4.10 Coklat - kehitaman 100 3.44 3.44 Coklat - kehitaman 100 3.96 3.96 Coklat - kehitaman 100 3.77 3.77 Coklat - kehitaman

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).

Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol yang memiliki berat molekul rendah, sehingga memudahkan pembentukan ikatan hidrogen dengan molekul air dalam jaringan sampel (Hart, 1987 dalam Nurhayati et al. 2010). Selain itu pelarut ini mampu mengekstrak senyawa organik, sebagian lemak serta tanin, akibatnya senyawa di dalam jaringan sampel akan mudah terekstrak (Heat & Reneccius 1987 dalam Nurhayati et al. 2010).

Daya Hambat Ekstrak Karang Lunak

Hasil pengukuran daya hambat ekstrak karang lunak Sinularia sp dan

Lobophytum sp terhadap bakteri Sinularia sp dan Lobophytum sp disajikan pada tabel 6 dan tabel 7.

Tabel 6. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap bakteri E. coli Jenis sampel

Konsentrasi (%)

Rerata Zona Daya Hambat (mm) Sinularia sp (3m) Lobophytum sp (3m) Sinularia sp (9m) Lobophytum sp (9m) 100 15.00 ± 0.4 12.20 ± 0.2 10.10 ± 0.17 14.20 ± 0.2 50 10.25 ± 1.05 8.40 ± 0.1 8.40 ± 0.2 8.50 ± 0.26 25 7.50 7.30 ± 0.17 6.90 7.90 ± 0.26 12,5 6.40 ± 0.1 7.30 ± 0.1 6.10 ± 0.17 7.30 ± 0.2

Tabel 6 memperlihatkan bahwa diameter zona hambat terhadap bakteri E. Coli ekstrak Sinularia sp kedalaman 3 meter berdasarkan tingkat konsentrasi ekstrak adalah dari 6.40–15.00 mm, Lobophytum sp kedalaman 3 meter adalah 7.30–12.20 mm, Sinularia sp kedalaman 9 meter adalah 6.10–10.10 mm dan

Lobophytum sp kedalaman 9 meter adalah 7.30–14.20 mm.

Tabel 7. Daya hambat ekstrak karang lunak terhadap bakteri S. aureus Jenis sampel

Konsentrasi (%)

Rerata Zona Daya Hambat (mm) Sinularia sp (3m) Lobophytum sp (3m) Sinularia sp (9m) Lobophytum sp (9m) 100 10.05 ± 2.33 8.90 ± 0.3 8.50 ± 0.26 10.80 ± 1.2 50 9.40 ± 0.4 8.50 ± 0.17 7.10 ± 0.17 10.10 ± 0.1 25 6.10 ± 0.24 7.90 ± 0.24 5.80 ± 0.26 8.90 12,5 6.00 7.10 ± 0.1 5.10 ± 0.26 6.00 ± 0.26

Tabel 7 menunjukkan hasil daya hambat terhadap bakteri S.aureus dari ekstrak Sinularia sp kedalaman 3 meter berdasarkan tingkat konsentrasi ekstrak adalah 6.00–10.05 mm, Lobophytum sp kedalaman 3 meter adalah 7.10–8.90 mm,

Sinularia sp kedalaman 9 meter adalah 5.10–8.50 mm dan Lobophytum sp kedalaman 9 meter adalah 6.00–10.80 mm.

Hasil uji daya hambat terhadap bakteri E. coli dan S. aureus ekstrak

Lobophytum sp kedalaman 9 meter menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi dibanding kedalaman 3 meter. Hal ini disebabkan parameter lingkungan perairan yaitu arus dan kekeruhan pada perairan dengan kedalaman 9 meter sedikit lebih jernih dan berarus kencang.

Lobophytum sp cenderung tidak menyukai perairan yang keruh, pada kondisi perairan yang lebih jernih karakteristik senyawa bioaktifnya relatif lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Arus yang lebih kencang akan memberikan tekanan yang lebih besar kepada karang lunak, arus juga dapat membawa nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan karang lunak. Kecepatan arus di perairan Pulau Pongok berkisaran 0.1-0.55 m/s dengan kecepatan arus rata-rata sebesar 0.26 m/s (Adibrata et al. 2013). Sedangkan kecepatan arus pada stasiun 2 adalah 0.50 m/s, diatas rata-rata kecepatan arus di perairan Pulau Pongok.

Kekeruhan berhubungan dengan intensitas cahaya dan sangat mempengaruhi dalam pembentukkan senyawa terpen. Hanya karang lunak yang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang dapat menghasilkan senyawa terpen. Cahaya sangat dibutuhkan zooxanthellae dalam proses fotosintesisnya, penurunan intensitas cahaya akan menyebabkan penurunan kandungan simbion zooxanthellae pada karang lunak.

Hasil penelitian Fachrurrozie et al. (2012) menunjukkan bahwa, jumlah zooxanthella mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya intensitas cahaya. Jumlah zooxanthella kontrol pada karang bercabang dalam penelitian beliau adalah 1.302 x 106 sel/cm2, dengan intensitas cahaya 65 µE/m2s. Jumlah zooxanthella per-luas permukaan karang terus menurun dengan perlakuan pengurangan intensitas cahaya, yaitu : 1.202x106 sel/cm2 dengan intensitas cahaya 58 µE/m2s, 0.934x106 sel/cm2, dengan intensitas cahaya 26 µE/m2s dan terus menurun sampai 0.507x106 sel/cm2, dengan intensitas cahaya 65 µE/m2s.

Gambar 8. Hubungan antara intensitas cahaya dengan kelimpahan sel Zooxanthellae (Fachrurrozie et al. 2012)

Hasil uji daya hambat terhadap bakteri E. coli dan S. aureus ekstrak

Sinularia sp menunjukkan daya hambat yang lebih tinggi pada ekstrak Sinularia

sp kedalaman 3 meter dibanding kedalaman 9 meter. Pada ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Pongok kedalaman 3 meter, karang lunak hidup berdampingan dengan organisme laut yang lebih beragam. Pada lingkungannya ini karang lunak berkompotisi dalam hal ruang dan makanan. Dengan kompetisi yang lebih tinggi metabolit sekunder karang lunak Sinularia sp berperan sebagai allelopatic agen. Allelopatic yaitu suatu sifat penghambat secara langsung terhadap suatu jenis oleh jenis yang lainnya dengan menggunakan zat kimia beracun.

Fleury et al. (2000) menjelaskan bahwa karang lunak Sarcophyton ehrenbergi memproduksi senyawa bioaktif Sarcophytoxide lebih tinggi saat berdampingan dengan karang Pacillopora darmicornis. Lebih lanjut Fleury et al.

(2004) menjelaskan bahwa saat Sarcophyton ehrenbergi ditransplantasi dan ditempatkan pada lokasi tanpa kompetitor, Sarcophyton ehrenbergi memproduksi senyawa Sarcophytoxide lebih sedikit.

Hubungan kondisi perairan terhadap metabolis sekunder karang lunak Ekosistem terumbu karang sangat peka dan tergantung dari kondisi lingkungan, sementara di wilayah perairan (pesisir) di Pulau Pongok merupakan pusat tempat kegiatan masyarakat. Kondisi perairan memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan karang lunak. Pada penelitian ini, hasil data parameter perairan akan sangat mempengaruhi karakteristik senyawa bioaktif karang lunak. Grafik yang menggambarkan hubungan terebut disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik hubungan faktor lingkungan ekosistem karang lunak Sumbu I (gambar 9) dicirikan oleh parameter Salinitas, Fospat dan Nitrat dan sumbu 2 dicirikan oleh kekeruhan, arus dan DO. Hasil Analisis komponen Utama (PCA) menunjukkan bahwa adanya pengelompokkan sasiun berdasarkan perbedaan nilai parameter kualitas perairan. Pengelompokkan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas perairan disetiap stasiun adalah perbedaan arus dan kekeruhan. Hal ini ditunjukkan adanya kontribusi arus dan kekeruhan pada sumbu cukup besar.

Dokumen terkait