• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Aktivitas Antibakteri

4.3.1 Aktivitas antibakteri pada uji pendahuluan

Ekstrak metanol, etil asetat, dan ekstrak heksana yang diekstrak dari kerang hijau selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai senyawa antibakteri terhadap dua jenis bakteri patogen yaitu S. aureus (OD = 0,748) yang mewakili bakteri Gram positif dan E. coli (OD = 0,788) yang mewakili bakteri Gram negatif. Lalitha (2004) menjelaskan bahwa interval OD (Optical Density) bakteri yang digunakan pada uji antibakteri adalah 0,6-0,8. Davis dan Strout (1971) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Ketentuan kekuatan senyawa antibakteri sebagai berikut, daerah hambat 20 mm atau lebih memiliki aktivitas antibakteri sangat kuat, daerah hambat 10-20 mm memiliki aktivitas antibakteri kuat, daerah hambat 5-10 mm memiliki aktivitas antibakteri sedang dan daerah hambat kurang dari 5 mm memiliki aktivitas antibakteri rendah Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kerang hijau dengan konsentrasi ekstrak 5 % disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Aktivitas antibakteri ekstrak kerang hijau pada konsentrasi 5%

Jenis pelarut

Diameter zona hambat (mm) Ekstrak kerang

hijau dengan pelarut etil asetat

Ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol Kontrol (kloramfenikol) E. coli 1 - 25 S. aureus 3 - 31

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas penghambatan baik pada pertumbuhan E. coli maupun S. aureus, sedangkan ekstrak dengan pelarut etil asetat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter zona hambat sebesar 1 mm dan bakteri S. aureus dengan diameter zona hambat sebesar 3 mm. Dari hasil tersebut komponen biokatif dari ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat dapat digolongkan kedalam golongan senyawa antibakteri dengan daya hambat rendah. Menurut Davis dan Strout (1971) senyawa antibakteri yang memiliki zona hambat kurang dari 5 mm digolongkan

kedalam senyawa antibakteri yang memiliki daya hambat yang rendah. Hal ini diduga karena konsentrasi ekstrak yang digunakan terlalu rendah sehingga tidak menunjukkan aktivitas antibakteri. Hasil positif uji antibakteri didapat pada ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat dan pada ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol memiliki hasil yang negatif pada konsentrasi 5 %. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa komponen aktif pada kerang hijau yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri bersifat semi polar karena terlarut pada pelarut etil asetat yang bersifat semi polar. Dugaan ini didukung oleh pustaka yang menyatakan bahwa senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, senyawa semi polar mudah larut pada pelarut semi polar dan senyawa non polar lebih larut dalam pelarut non polar (Sudarmadji et al. 2007).

Uji aktivitas antibakteri tidak dilakukan pada ekstrak kerang hijau dengan pelarut heksana. Perendaman dengan pelarut heksana digunakan untuk memisahkan lemak yang terdapat pada bahan terlebih dahulu, sehingga tidak mengganggu atau menghalangi keluarnya bahan aktif pada proses ekstraksi dengan pelarut-pelarut selanjutnya. Hal ini diperkuat oleh pustaka yang menyatakan bahwa pelarut heksana biasanya digunakan untuk melarutkan lilin, lemak dan minyak dari bahan (Harborne 1987). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Annamalai et al. (2007) bahwa uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kerang hijau dengan pelarut heksana tidak menunjukan hasil yang positif.

Kloramfenikol sebagai kontrol positif mampu menghasilkan zona hambat sebesar 25 mm pada bakteri E.coli, dan 31 mm pada bekteri S.aureus pada konsentrasi kloramfenikol 5 %. Berdasarkan zona hambat yang terbentuk kloramfenikol tergolong zat antibakteri yang memiliki daya hambat yang kuat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Davis dan Strout (1971) yang menyatakan bahwa senyawa antibakteri yang memiliki zona hambat 20 mm atau lebih tergolong dalam senyawa antibakteri dengan daya hambat yang sangat kuat.

4.3.2. Aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat dan metanol dilakukan berasarkan uji pendahuluan antibakteri ekstrak kerang hijau. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 3,5 %, 5 %, 6,5 %, dan 8 %

(modifikasi Darussman et al. 1994). Uji aktivitas dilakukan pada 15 ml media MHA menggunakan paper disk yang telah ditetesi 20 µl ekstrak dengan konsentrasi masing-masing adalah, 3,5 %, 5 % , 6,5 % dan 8 % terhadap dua bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Ukuran masing-masing zona hambat yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Aktivitas antibakteri ekstrak kerang hijau pada berbagai konsentrasi

dengan bakteri uji E. coli

Ekstrak kerang hijau Konsentrasi ekstrak

3,5 % 5 % 6,5 % 8 % Etil asetat Metanol kloramfenikol - - 21 1 - 25 2 - 27 4 0,5 31

Tabel 6. Aktivitas antibakteri ekstrak kerang hijau pada berbagai konsentrasi dengan bakteri uji S. aureus

Ekstrak kerang hijau Konsentrasi ekstrak

3,5 % 5 % 6,5 % 8 % Etil asetat Metanol kloramfenikol - - 27 3 - 31 4 - 36 6 0,5 42

Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan bakteri S. aureus pada konsentrasi 5 %, 6,5 % dan 8 %, Sedangkan pada konsentrai 3,5 % tidak menunjukan hasil yang positif. Hasil uji aktivitas yang didapat menunjukan bahwa aktivitas antibakteri dari ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat memiliki daya hambat yang lemah (kurang dari 5 mm) dalam menghambat pertumbuhan E.coli (Tabel 5) pada semua konsentrasi. Untuk bakteri S.aureus pengujian pada ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 3,5 %, 5 %, dan 6,5 % memiliki daya hambat yang lemah (kurang dari 5 mm). Uji aktivitas antibakteri pada ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil

asetat pada konsentrasi 8 % mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat sebesar 6 mm pada bekteri uji S.aureus. Berdasarkan zona hambat yang terbentuk ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 8 % dapat digolongkan kedalam senyawa antibakteri yang memiliki aktivitas penghambatan yang sedang. Hal ini sesuia dengan pernyataan Davis dan Strout (1971) yang menyatakan bahwa aktivitas antibakteri dengan daerah hambat 5-10 mm memiliki aktivitas antibakteri sedang.

Ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas penghambatan pada pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus pada konsentrasi 3,5 %, 5 %, dan 6,5 % tetapi menunjukkan aktivitas lemah (kurang dari 5 mm) pada konsentrasi 8 % dengan diameter zona hambat sebesar 0,5 mm. Hal tersebut diduga karena komponen aktif yang berpotensi sebagai antibakteri yang terlarut dalam pelarut metanol lebih rendah apabila dibandingkan dengan komponen antibakteri yang terlarut pada etil asetat sehingga kemampuan penghambatan ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol lebih rendah.

Diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol pada bakteri E. coli selalu lebih kecil apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat bakteri S. aureus. Kondisi tersebut diduga karena E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang lebih tahan terhadap senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan S. aureus. Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram positif berlapis tunggal yang relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap senyawa anti bakteri karena struktur dinding sel bakteri Gram negatif terdiri dari tiga lapis dan lebih kompleks, yaitu terdiri dari lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan (Pelczar dan Chan 2005).

Alakomi et al. (2000) dalam Adolf (2006) juga menjelaskan bahwa S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang memiliki 40 lapisan peptidoglikan dan merupakan 50 % dari bahan dinding sel. Bakteri E. coli adalah bakteri Gram

negatif yang memiliki 1-2 lapisan peptidoglikan dan merupakan 5-10 % dari bahan dinding sel tetapi bakteri Gram negatif memiliki lapisan tambahan pada dinding sel yang disebut membran luar terdiri dari lapisan lipopolisakarida yang berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa-senyawa yang tidak diperlukan sel, sehingga bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap adanya senyawa asing, seperti senyawa antibakteri, karena terlebih dulu ditahan oleh membran luar yang berupa lipopolisakarida.

Daya hambat yang dihasilkan ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat lebih besar daripada daya hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol. Berdasarkan pustaka etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid dan alkaloid sedangkan pelarut metanol mampu mengekstrak alkaloid kuartener dan komponen fenolik lainnya (Harborne 1987). Darusman et al. (1994) menjelaskan bahwa beberapa komponen yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri antara lain senyawa alkaloid, terpenoid dan flavonoid.

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol, baik pada bakteri E. coli maupun S. aureus, jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang hijau dengan pelarut metanol dan ekstrak kerang hijau dengan pelarut etil asetat. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menjelaskan bahwa kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan bakteri dalam spektrum yang luas dalam konsentrasi rendah (Syah et al. 2005).

Dokumen terkait