• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Aktivitas Antibakteri MBPTe dalam Pure Jambu Biji Merah

Makanan merupakan media kompleks yang dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas antimikroba dari senyawa aktif rempah-rempah maupun herbal. Peningkatan konsentrasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba tersebut di dalam makanan sehingga konsentrasi ditingkatkan menjadi 0,6%, 1,2%, dan 2,4% (b/v) terhadap waktu kontak selama 0, 3, dan 6 jam untuk S. aureus dan E. coli serta 0 dan 24 jam untuk L. delbrueckii. Hal tersebut dilakukan karena pada waktu kontak 24 jam, S. aureus dan E. coli tidak bertahan hidup dalam pure jambu jambu yang memiliki pH 4,08 sedangkan L. delbrueckii merupakan bakteri yang lebih tahan asam.

16

a. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap S. aureus dalam Pure Jambu Biji Merah

MBPTe yang diaplikasikan ke dalam pure jambu biji merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa konsentrasi 0,6% MBPTe berbeda nyata (p≤0,05) terhadap konsentrasi 1,2% dan 2,4% (b/v). Waktu kontak 0 jam berbeda nyata (p≤0,05) terhadap waktu kontak 3 dan 6 jam. Terlihat pada Gambar 5 bahwa jumlah penurunan S. aureus semakin besar akibat pengaruh penambahan konsentrasi MBPTe terhadap waktu kontak. Konsentrasi 0,6%, 1,2%, dan 2,4% (b/v) dikontakkan selama 3 jam mampu menurunkan 0,24, 2,42, dan 3,26 log CFU/ml sedangkan setalah dikontakkan 6 jam jumlah penurunan semakin meningkat yaitu 0,72, 3,20, dan 3,20 log CFU/ml dari jumlah S. aureus tanpa penambahan MBPTe (0%). Nilai pH media berpengaruh terhadap pertumbuhan S. aureus dalam pure jambu biji merah. Terlihat pada hasil penelitian bahwa konsentrasi MBPTe 0,6% (b/v) pada media sintetik dengan pH 6,36 dan waktu kontak 24 jam, jumlah S. aureus turun sebanyak 2,14 log CFU/ml sedangkan pada pure jambu biji merah dengan pH 4,08 dan waktu kontak 6 jam, jumlah S. aureus turun sebesar 0,72 log CFU/ml. Bakteri terutama bakteri patogen sangat sensitif terhadap perubahan pH,

S. aureus tumbuh pada pH 4,0 hingga 9,8 (Rahayu et al. 2012).

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap S. aureus

dalam pure jambu biji merah

b. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap E. coli dalam Pure Jambu Biji Merah

MBPTe yang diaplikasikan ke dalam pure jambu biji merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa konsentrasi 0,6% MBPTe berbeda nyata (p≤0,05) terhadap konsentrasi 1,2% dan 2,4% (b/v). Waktu kontak 0 jam berbeda nyata (p≤0,05) terhadap waktu kontak 3 dan 6 jam. Terlihat pada Gambar 6 bahwa jumlah penurunan E. coli semakin meningkat akibat pengaruh penambahan konsentrasi

17

MBPTe terhadap waktu kontak. Konsentrasi 0,6%, 1,2%, dan 2,4% (b/v) dikontakkan selama 3 jam mampu menurunkan 0,29, 0,75, dan 3,43 log CFU/ml sedangkan setelah dikontakkan 6 jam jumlah penurunan semakin meningkat yaitu 0,31, 2,59, dan 3,42 log CFU/ml dari jumlah E. coli tanpa penambahan MBPTe (0%). E. coli membutuhkan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan S. aureus untuk menurunkan jumlah bakteri. Pada saat kontak 3 jam, konsentrasi 1,2% (b/v) menurunkan 2,42 log CFU/ml S. aureus sedangkan E. coli 0,75 log CFU/ml. Penambahan MBPTe ke dalam pure jambu biji merah efektif menghambat pertumbuhan E. coli dengan semakin menurunnya jumlah bakteri setelah dikontakkan 3 dan 6 jam.

Gambar 6 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap E. coli dalam pure jambu biji merah

Nutrisi merupakan salah satu faktor sensitifitas bakteri terhadap senyawa antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan S. aureus lebih sensitif terhadap minyak biji pala terenkapsulasi daripada E. coli. Beberapa mikroba patogen membutuhkan nutrisi seperti protein dan vitamin. Gram positif membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk tumbuh dibandingkan dengan Gram negatif sedangkan nutrisi yang terdapat dalam pure jambu biji merah kurang memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri seperti protein, total gula dan karbohidrat total yang diperoleh dari hasil uji proksimat (Tabel 1). Vitamin yang dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhan adalah vitamin B. Mikroba membutuhkan vitamin B dalam jumlah kecil dan hampir semua bahan pangan alami memiliki vitamin B. Keadaan tersebut menguntungkan bagi mikroba yang tidak dapat mensintesis vitamin B sendiri. Vitamin B dalam pure jambu biji berdasarkan sumber Dinas Pertanian Depok (2007) sebesar 0,002 mg/100g.

Secara umum, bakteri Gram positif kurang dapat mensintesis nutrisi penting secara mandiri, sedangkan bakteri Gram negatif dan kapang dapat mensintesis hampir semua kebutuhan nutrisinya sehingga kedua kelompok tersebut dapat ditemukan pada bahan pangan dengan kadar vitamin B yang rendah (Rahayu et al.

18

terlihat pada hasil penelitian bahwa S. aureus dengan konsentrasi 1,2% (b/v) pada jam ke-3 mampu dihambat pertumbuhannya hingga 2,42 log CFU/ml sedangkan

E. coli hanya 0,75 log CFU/ml. Gambar bakteri dalam cawan yang menunjukkan penurunan jumlah bakteri terhadap penambahan MBPTe terdapat pada Lampiran 4, 5, dan 6.

Secara keseluruhan, perbedaan S. aureus dan E. coli pada pengujian aktivitas antibakteri dalam media sintetik maupun aplikasi dalam pure jambu biji merah yaitu E. coli membutuhkan konsentrasi MBPTe yang lebih besar daripada

S. aureus. Konsentrasi MBPTe 0,6% (b/v) menurunkan 2,14 log CFU/ml S. aureus dan 0,92 log CFU/ml E. coli sedangkan dalam pure jambu biji merah 0,72 log CFU/ml S. aureus dan 0,31 log CFU/ml E. coli. Susunan komponen dinding sel bakteri Gram positif umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan dinding sel bakeri Gram negatif sehingga lebih mudah ditembus senyawa antibakteri. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif tersusun oleh peptidoglikan dan outer membrane. Lapisan outer membrane terdiri dari lipopolisakarida (LPS), lipoprotein dan protein (Madigan et al. 2006). Adanya ketiga senyawa pada outer membrane menyebabkan bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan terhadap senyawa antibakteri (Friedman et al. 2004). Hal tersebut yang menyebabkan E. coli lebih tahan terhadap minyak biji pala terenkapsulasi dibandingkan dengan S. aureus yang memiliki penurunan log lebih besar ketika diujikan dalam media NB maupun pure jambu biji. Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil yang sama seperti yang diperoleh Suliantari (2009) bahwa bakteri Gram negatif (kecuali P. aeruginosa) lebih tahan terhadap perlakuan ekstrak etanol sirih bila dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Parhusip et al. (2009), S. aureus dan B. cereus lebih peka terhadap ekstrak temu putih dibandingkan dengan E. coli. Secara keseluruhan, dalam penelitian ini minyak biji pala terenkapsulasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Pada bakteri Gram positif, bahan antimikroba dapat langsung masuk dan akan mengisi lapisan peptidoglikan kemudian berikatan dengan protein, selanjutnya dapat menyebabkan bakteri tersebut lisis. Sedangkan pada bakteri Gram negatif, bahan tersebut masuk melalui porin (saluran difusi pasif) yang terdapat pada lapisan luar, kemudian masuk ke lapisan peptidoglikan dan selanjutnya membentuk ikatan dengan protein lalu sel bakteri lisis. Adanya senyawa fenol dalam minyak biji pala juga mempengaruhi mekanisme penghambatan. Daya kerja dari senyawa fenol sebagai senyawa antimikroba adalah dengan membentuk ikatan pada permukaan sel kemudian berpenetrasi ke dalam sel sasaran dengan cara difusi pasif untuk bakteri Gram positif atau untuk bakteri Gram negatif adalah dengan mengganggu ikatan hidrofobik (Buck, 2001). Penghambatan juga dapat terjadi terhadap enzim yang bekerja dalam sel. Menurut Pelczar dan Chan (2008) enzim merupakan sasaran potensial senyawa antibakteri. Penghambatan ini umumnya bersifat irreversible yaitu terjadi perubahan membran sel, sehingga enzim menjadi tidak aktif. Dengan terhambatnya atau terhentinya aktivitas enzim, mekanisme kerja enzim dapat terganggu, sehingga mempengaruhi pertumbuhan sel bakteri.

c. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap L. delbrueckii dalam Pure Jambu Biji Merah

19

Aplikasi MBPTe dalam pure jambu biji dengan konsentrasi 0,6%, 1,2%, dan 2,4% (b/v) mampu menurunkan berturut-turut 0,40, 0,38, dan 1,26 log CFU/ml L. delbrueckii pada waktu kontak 0 jam dan pada waktu kontak 24 jam jumlah penurunan L. delbrueckii sebesar 1,08, 1,17, dan 1,57 log CFU/ml. Hasil analisis uji lanjut menggunakan uji Duncan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa konsentrasi 0,6% MBPTe tidak berbeda nyata (p≥0,05) terhadap konsentrasi 1,2% dan 2,4% sehingga konsentrasi 0,6% (b/v) merupakan konsentrasi terendah yang dapat diaplikasikan dalam sistem pangan untuk menghambat pertumbuhan L. delbrueckii. Waktu kontak 0 jam tidak berbeda nyata (p≥0,05) terhadap waktu kontak 24 jam, hasil tersebut menunjukkan bahwa waktu kontak tidak berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan L. delbrueckii akibat penambahan MBPTe. Perbandingan penurunan jumlah bakteri akibat aktivitas antibakteri MBPTe dapat terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap L. delbrueckii dalam pure jambu biji merah

Penelitian antibakteri terhadap L. delbrueckii telah dilaporkan Francesco et al. (2011) bahwa penambahan nanoenkapsulasi minyak atsiri konsentrasi rendah (1,0 g/l atau 0,1% terpena) sudah dapat menghambat pertumbuhan L. delbrueckii

selama 5 hari yang diaplikasikan dalam sari jeruk dan selama 2 hari dalam jus pir. Senyawa terpena juga terkandung dalam minyak biji pala yang telah dilaporkan bahwa senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri. Pada L. delbrueckii

penambahan MBPTe tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri karena mengalami peningkatan jumlah bakteri selama waktu kontak 24 jam. Hal tersebut dapat disebabkan karena L. delbrueckii mampu bertahan hidup dalam kondisi asam yang memiliki pH optimum pertumbuhan 5,2-5,8. Berdasarkan sumber

National Food Processors Association dalam Pelczar dan Chan (2008), buah-buahan dalam kaleng dapat dirusak oleh laktobasillus pada pH 3,7-4,5. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah L. delbrueckii yaitu adanya pengaruh dari maltodekstrin sebagai bahan penyalut pada enkapsulasi yang dapat digunakan L. delbrueckii sebagai substrat pertumbuhan. Maltodekstrin merupakan

20

bahan pengental sekaligus dapat sebagai emulsifier, mudah melarut pada air dingin dan merupakan oligosakarida yang tergolong dalam prebiotik. Secara nyata dapat memperlancar saluran pencernaan dengan membantu berkembangnya bakteri probiotik (bakteri yang baik). Bomba et al. (2002) melaporkan bahwa pada kondisi in vitro, maltodekstrin mendorong pertumbuhan Lactobacillus paracasei sehingga dapat menghambat pertumbuhan E. coli 08:K88 sedangkan L. paracasei tanpa penambahan maltodekstrin tidak memilki efek penghambatan.

Kemampuan suatu pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroba, salah satunya dipengaruhi oleh konsentrasi pengawet yaitu jenis dan jumlah. Berdasarkan jenis, menurut Praptosuwirya (2001) biji pala memiliki aktivitas bakterisida karena adanya kandungan senyawa miristisin, senyawa hidrokarbon terpena, dan turunan fenilpropana. Kusumaningrum et al. (2003) melaporkan bahwa konsentrasi 1% minyak atsiri ekstrak kasar biji M. fragrans

sudah menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap X. campestris. Jumlah antibakteri yang digunakan akan mempengaruhi jumlah penghambatan pertumbuhan bakteri. Pada diagram dan grafik ditunjukkan bahwa semakin banyak enkapsulasi minyak biji pala yang ditambahkan maka semakin besar jumlah bakteri yang dihambat.

Dokumen terkait