• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENCEGAH WARMED OVER FLAVOR DAGING ITIK

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan fraksi etil asetat (FEA) dan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) dalam mencegah

warmed over flavor (WOF) pada daging itik yang telah dipanaskan dan disimpan. Penambahan fraksi etil asetat (FEA) konsentrasi 250 ppm lebih berpotensi mencegah terjadinya warmed over flavor (WOF) pada daging itik selama penyimpanan dibandingkan EMB pada konsentrasi yang sama. Penambahan FEA dan EMB pada konsentrasi 250 ppm lebih efektif sebagai antioksidan dibandingkan konsentrasi 600 ppm. Keefektifan FEA dalam mencegah WOF pada daging itik masih lebih rendah dibandingkan BHT dan lebih tinggi dibandingkan -tokoferol. FEA dapat menghambat oksidasi asam lemak tak jenuh ganda (ALTJG) (asam linoleat dan arakidonat), mencegah pembentukan malondialdehida, dan mereduksi kandungan heksanal. EMB kurang berpotensi sebagai antioksidan dibandingkan FEA, akan tetapi kandungan senyawa volatil pada ekstrak tersebut diduga dapat memperbaiki sensori daging itik sehingga mampu meningkatkan skor kesukaan hedonik pada uji sensori penerimaan, dan juga mampu menekan intensitas green dan grassy yang kurang disukai yang muncul pada daging itik selama pemanasan dan penyimpanan.

Kata Kunci : antioksidan, daun beluntas (Pluchea indica Less), fraksi etil asetat, ekstrak metanolik, daging itik, warmed over flavor (WOF).

Abstract

This study aimed to assess the effect of ethyl acetate fraction and Pluchea

leaves methanolic extract (EMB) inhibiting warmed over flavor (WOF) in cooked and stored duck meat. The addition of ethyl acetate fraction (FEA) at 250 ppm concentration was more potential to prevent the occurrence of warmed over flavor (WOF) in duck meat during storage than EMB at the same concentration. FEA and EMB were more effective as an antioxidant at 250 ppm concentration than at 600 ppm concentration. FEA effectiveness in preventing WOF in duck meat was lower than BHT but higher than -tocopherol. Moreover, FEA significantly inhibited the oxidation of polyunsaturated fatty acid (PUFA), especially linoleic and arachidonic acids, prevented the malondialdehid formation and reduced hexanal content. In comparison with FEA, EMB showed less potent antioxidant activity. However, the volatile compounds in EMB extract had an effect in improving sensory properties of duck meat, mainly by increased hedonic-preference scores on acceptance sensory test and also suppressed green and grassy aromatic intensities of duck meat during cooking and storage.

Keywords: antioxidant, Pluchea indica Less leaves, ethyl acetate fraction, methanolic extract, duck meat, warmed over flavor (WOF).

Pendahuluan

Daging merupakan struktur matriks kompleks yang terdiri atas protein (sekitar 19%), karbohidrat (sekitar 1%), lemak (sekitar 2.5%), air (sekitar 75%), vitamin dan mineral (sekitar 2.5%) (Huff-Lonergan & Lonergan 2005; Soeparno 2005). Komponen-komponen ini merupakan prekursor pembentuk flavor daging maupun pembentuk off flavor atau off odor (Meynier et al. 2004).

Daging itik mengandung ALTJ sebesar 60% dari total asam lemak yang terakumulasi pada jaringan otot dan adiposa (Chartrin et al. 2006). Komposisi ALTJG dan ALTJT pada lemak daging dada itik liar (Anas platyrhynchos) masing-masing sebesar 36.3-46.0% dan 16.5-28.9% (Cobos et al. 2000). ALTJ daging itik pekin A44 umur 8 minggu bagian dada sebesar 40.15% dan bagian paha sebesar 51.38% (Witak 2008). Daging merah pada itik mengandung ion besi sebesar 2.40 mg/100 g daging mentah termasuk kulit (Staldeman et al. 1988).

Kadar ALTJ dan ion besi yang tinggi pada daging itik dapat memacu oksidasi. Reaksi ini dapat menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan penyimpangan flavor, tekstur, warna, dan nutrisi pada daging atau produk olahannya (Carvajal et al. 2009). Produk oksidasi primer dari ALTJ adalah hidroperoksida. Senyawa ini mudah terdekomposisi menghasilkan campuran yang kompleks antara senyawa volatil dan non volatil, seperti hidrokarbon, asam karboksilat, ester, aldehida, alkohol, dan keton (Pignoli et al. 2009).

Senyawa karbonil aldehida dapat menghasilkan flavor daging yang disukai. Akibat reaksi antara senyawa karbonil tersebut dengan gugus amino bebas, seperti lisin melalui ikatan silang intra dan inter molekul menghasilkan makromolekul yang berwarna coklat (melanoidin) (Meynier et al. 2004). Sebaliknya produk oksidasi ini juga dapat menyebabkan off flavor atau off odor pada daging atau produk daging yang telah dimasak (precooking). Reaksi oksidasi pada daging dapat terjadi selama penanganan pasca panen, proses pengolahan, dan

penyimpanan, sehingga menyebabkan perubahan sensori (O’Sullivan et al. 2003). Penyimpanan flavor daging yang telah dimasak akibat penyimpanan di

refrigerator diistilahkan sebagai warmed over flavor (WOF). Senyawa volatil seperti heksanal, pentanal, 2,4-dekadienal, 2,3-oktanadion, 2,4-nonadienal, trans 2-dekenal, dan 2-oktenal sering digunakan sebagai indikator WOF (Juntachote et al. 2007; Konopka et al. 1995).

Penggunaan antioksidan dapat menghambat reaksi oksidasi lemak pada daging atau produk olahannya. Ganhao et al. (2010) menginformasikan bahwa senyawa fenolik pada tanaman dapat berfungsi sebagai antioksidan pada daging atau produk olahannya karena kemampuannya menangkap radikal bebas dan mengkelat ion besi. Ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) dan fraksi etil asetat (FEA) telah terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dalam beberapa sistem uji

in vitro. FEA berpotensi menangkap radikal superoksida, mereduksi ion besi, mengkelat ion besi (II) dan ion besi pada hemoglobin. Sedangkan EMB berpotensi menangkap radikal superoksida, mereduksi ion besi, dan menghambat oksidasi asam linoleat- -karoten. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh penambahan FEA dan EMB untuk mencegah pembentukan WOF pada daging itik pada berbagai perlakuan.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2010 – April 2011 di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Pengawasan Mutu dan Sensori SEAFAST IPB serta Laboratorium Unggas Fakultas Peternakan IPB.

Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik lokal jantan afkir sebanyak 100 ekor diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB dan pasar tradisional di Bogor. FEA dan EMB yang diperoleh dari daun beluntas di daerah Darmaga, Bogor.

Bahan kimia untuk analisis terdiri dari : asam klorida, akuades, heksana, kalium sulfat, merkuri oksida, asam sulfat, batu didih, asam borat, metilen merah, metilen biru, natrium hidroksida, natrium thiosulfat, asam nitrat, metanol, kloroform, natrium klorida, boron trifluorida metanol, gas nitrogen, asam margarat, natrium sulfat anhidrat, heksanal, dietil eter, standar asam lemak, asam trikloro asetat (TCA), asam thiobarbiturat (TBA), 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP), ferrozin, amonium sulfat, -tokoferol, dan butil hidroksi toluena (BHT).

Metode Penelitian

Tahap ketiga penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan FEA dan EMB untuk mencegah WOF daging itik. Pada proses pengujian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap persiapan daging itik dan tahap pengujian aktivitas antioksidan EMB dan FEA dalam mencegah WOF daging itik giling. Perlakuan daging itik meliputi: daging itik giling mentah (DM), daging giling dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit (DP), daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit dan disimpan di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari (DPS), dan daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit, disimpan di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari dan dipanaskan kembali suhu 70 oC selama 10 menit (DPSP). Sedangkan aktivitas antioksidan FEA dan EMB dibandingkan dengan antioksidan kontrol (BHT dan -tokoferol (AT)).

Persiapan Daging Itik Giling (Modifikasi Metode Ajuyah et al. 1993)

Pada tahap persiapan (Gambar 36), daging itik giling berasal dari itik lokal jantan afkir umur 1.5-2 tahun. Itik sebelum dipotong diistirahatkan terlebih dahulu selama 8 jam untuk mendapatkan hasil pemotongan yang baik. Pemotongan dilakukan dengan memutus arteri karotis, vena jugularis, esophagus, dan trakea. Pada saat penyembelihan darah dikeluarkan dan selanjutnya dilakukan pembersihan bulu. Itik dicelupkan dalam air panas suhu 65-80 oC selama 5-30 detik untuk mempermudah pencabutan bulu, kemudian dimasukkan dalam air dingin agar kulit tidak masak. Rongga dada selanjutnya dibuka dan jerohan dikeluarkan. Tembolok, trakea, kelenjar minyak dibagian ekor, kepala, leher, dan kaki dipisahkan. Daging dan kulit segera dipisahkan dari tulang dan tunggir, lalu digiling dengan pengilingan daging hingga homogen. Karkas yang belum digiling segera didinginkan dalam campuran air dan es batu dan disimpan di pendingin beku (freezer). Daging itik giling yang diperoleh dianalisis setiap perlakuan, meliputi : daging itik giling mentah (DM), daging giling dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit (DP), daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit dan disimpan di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari (DPS), dan daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit, disimpan di refrigerator

suhu 4 oC selama 5 hari dan dipanaskan kembali suhu 70 oC selama 10 menit (DPSP). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Analisis yang dilakukan,

meliputi : kadar air (Lampiran 28), abu (Lampiran 30), protein (Lampiran 32), lemak (Lampiran 34), total ion besi (Lampiran 36), dan pH (Lampiran 38).

Pada tahap pengujian aktivitas antioksidan (Gambar 37), daging itik giling mentah ditambahkan masing-masing dengan EMB, FEA, dan antioksidan kontrol ( -tokoferol dan BHT), lalu dicampur hingga homogen. Setiap perlakuan disiapkan daging itik giling seberat 7000 g dimasukkan dalam 4 buah plastik transparan polietilen dengan ukuran (20 x 15 x 2) cm masing-masing seberat 1750 g. Selanjutnya setiap 1750 g daging itik yang telah ditambahkan masing-masing senyawa antioksidan maupun kontrol dimasukkan dalam 7 buah plastik transparan polietilen dengan ukuran yang sama masing-masing seberat 250 g, selanjutnya disebut sampel 1-20 (Rancangan percobaan pada Tabel 12). Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali. Pengamatan pengaruh penambahan antioksidan pada setiap sampel di berbagai perlakuan, meliputi : komposisi asam lemak (Lampiran 51), kandungan heksanal (Lampiran 56), bau secara sensori (Lampiran 40 & 43), warna (Lampiran 45), dan malondialdehida yang terbentuk (Lampiran 49).

Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan dengan 2 macam uji, yaitu uji rating hedonik dan uji intensitas berdasarkan metode Mielgaard et al. (2007). Pada uji rating hedonik panelis tidak terlatih memberikan penilaian tingkat kesukaan aroma daging itik setiap perlakuan berdasarkan nilai yang telah ditentukan. Kriteria yang digunakan sebanyak 9 kriteria. Nilai 1 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma daging itik paling rendah dan nilai 9 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma daging itik paling tinggi.

Pada uji intensitas, panelis terlatih memberikan penilaian intensitas green

dan grassy daging itik setiap perlakuan. Pada uji intensitas digunakan 8 panelis terlatih. Untuk mendapatkan panelis terlatih dilakukan tahap rekruitmen, seleksi panelis, dan pelatihan panelis. Pada tahap rekruitmen dipilih panelis yang telah terlatih, selanjutnya dilakukan seleksi panelis berdasarkan kemampuan pengenal dan mengidentifikasi green dan grassy yang terjadi pada daging itik serta membedakannya berdasarkan intensitasnya. Tahap berikutnya adalah pelatihan panelis yang terpilih untuk mengenali, mengidentifikasi karakteristik sensori senyawa standar serta menentukan intensitasnya. Penilaian berdasarkan skala garis dengan panjang 15 cm, dengan intensitas meningkat dari kiri ke kanan.

Gambar 36. Proses pemotongan dan persiapan daging itik giling. Itik lokal jantan afkir

Dipuasakan selama 1 hari

Penyembelihan : arteri karotis, vena jugularis, esofagus, dan trakea dipotong

Bulu dicabuti

Dicelupkan dalam air panas pada suhu 65-80 oC selama 5-30 detik lalu dimasukkan air dingin

Tembolok, trakea, kelenjar minyak bagian ekor, kepala, leher, dan kaki, dipisahkan dan jerohan (hati, empedu, ampela, jantung, dan testes) dikeluarkan

Daging dan kulit dipisahkan dari tulang dan tunggir

Karkas didinginkan dalam campuran air dan es batu

Daging dan kulit digiling halus

Aktivitas antioksidan dianalisis Pengeluaran darah

Gambar 37. Proses pengujian aktivitas antioksidan ekstrak metanolik (EMB) dan fraksi etil asetat (FEA) daun beluntas dalam mencegah WOF daging itik pada berbagai perlakuan.

Daging itik giling mentah

Dipanaskan di penangas air pada suhu 70 oC selama 10

menit

Komposisi asam lemak, perubahan warna, kandungan heksanal, MDA, & bau secara sensori Dicampur hingga homogen

Ditambah EMB, FEA, dan antioksidan kontrol

Disimpan di refrigerator

pada suhu 4 oC selama 5 hari dalam kondisi terbuka Dimasukkan dalam plastik

polietilen diikat

Dipanaskan di penangas air suhu 70 oC selama 50

menit

Tanpa ditambah EMB, FEA, dan antioksidan kontrol

Dimasukkan dalam plastik polietilen diikat

Dipanaskan di penangas air suhu 70 oC selama 50

menit Kadar : - air - abu - protein - lemak - total besi - pH Disimpan di refrigerator

pada suhu 4 oC selama 5 hari dalam kondisi terbuka

Dipanaskan di penangas air pada suhu 70 oC selama 10

Tabel 12. Rancangan percobaan

Sampel Perlakuan

1 Daging itik giling mentah (DM) tanpa penambahan antioksidan (kontrol)

2 DM ditambah antioksidan BHT 200 ppm

3 DM ditambahkan antioksidan - tokoferol (AT) 300 ppm

4 DM ditambahkan antioksidan fraksi etil asetat daun beluntas (FEA) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

5 DM ditambahkan antioksidan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

6 Daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit (DP) tanpa

penambahan antioksidan (kontrol)

7 DP ditambah antioksidan BHT 200 ppm

8 DP ditambahkan antioksidan - tokoferol (AT) 300 ppm

9 DP ditambahkan antioksidan fraksi etil asetat daun beluntas (FEA) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

10 DP ditambahkan antioksidan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

11 Daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit dan disimpan

di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari (DPS) tanpa penambahan antioksidan (kontrol)

12 DPS ditambah antioksidan BHT 200 ppm

13 DPS ditambahkan antioksidan - tokoferol (AT) 300 ppm

14 DPS ditambahkan antioksidan fraksi etil asetat daun beluntas (FEA) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

15 DPS ditambahkan antioksidan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

16 Daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit, disimpan di

refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari dan dipanaskan kembali suhu 70 oC selama 10 menit (DPSP) tanpa penambahan antioksidan (kontrol)

17 DPSP ditambah antioksidan BHT 200 ppm

18 DPSP ditambahkan antioksidan - tokoferol (AT) 300 ppm

19 DPSP ditambahkan antioksidan fraksi etil asetat daun beluntas (FEA) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

20 DPSP ditambahkan antioksidan ekstrak metanolik daun beluntas (EMB) pada

konsentrasi 250 dan 600 ppm

Panelis yang telah terlatih selanjutnya dipakai untuk menentukan intensitas

green dan grassy pada daging itik giling yang telah ditambahkan EMB, FEA, dan antioksidan kontrol (AT dan BHT). Setiap panelis mendapatkan 2 set sampel (kondisi penyimpanan) dengan masing-masing set terdiri atas 5 sampel uji. Sampel daging sebanyak 5 g dimasukkan dalam botol kaca volume 50 mL (Rancangan sesuai Tabel 13). Selain itu panelis terlatih digunakan untuk mendeskripsikan aroma atau bau yang dihasilkan oleh daging dipanaskan suhu 70

o

dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit dan disimpan di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari dan dipanaskan kembali suhu 70 oC selama 10 menit, EMB, FEA, dan AT.

Tabel 13. Rancangan percobaan

Sampel Perlakuan

1 Daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit dan

dipanaskan kembali suhu 70 oC selama 10 menit (DPP) tanpa penambahan

antioksidan (kontrol)

2 DPP ditambahkan BHT 200 ppm

3 DPP ditambahkan - tokoferol (AT) 300 ppm

4 DPP ditambahkan fraksi etil asetat (FEA) pada konsentrasi 250 dan 600 ppm

5 DPP ditambahkan ekstrak metanolik beluntas (EMB) pada konsentrasi 250

dan 600 ppm

6 Daging itik giling mentah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit, disimpan

di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari dan dipanaskan kembali suhu 70 o

Cselama 10 menit (DPSP) tanpa penambahan antioksidan (kontrol)

7 DPSP ditambahkan BHT 200 ppm

8 DPSP ditambahkan - tokoferol (AT) 300 ppm

9 DPSP ditambahkan fraksi etil asetat (FEA) pada konsentrasi 250 dan 600 ppm

10 DPSP ditambahkan ekstrak metanolik beluntas (EMB) pada konsentrasi 250

dan 600 ppm

Analisis Data

Pengujian aktivitas antioksidan EMB, FEA, dan antioksidan kontrol untuk mencegah WOFdaging itik pada setiap perlakuan dinyatakan sebagai rata-rata ±

SD. Pengujian sensori daging itik setiap perlakuan dilakukan dengan uji rating hedonik dan uji intensitas terhadap atribut green dan grassy dengan skala garis 15 cm menggunakan rancangan acak lengkap. Semua data dianalisis dengan prosedur sidik ragam (ANOVA) dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan New Multiple Range Test /DMRT) pada taraf 5%.

Hasil dan Pembahasan

Perubahan Komposisi Kimia Daging Itik selama Perlakuan

Hasil pengujian komposisi kimia daging itik pada berbagai perlakuan, ditunjukkan pada Tabel 14. Perlakuan-perlakuan yang diberikan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan penyimpanan terhadap perubahan komposisi kimia daging itik giling. Analisis yang dilakukan meliputi : kadar air, abu, protein, lemak, total besi, dan pH. Hasil menunjukkan bahwa kadar air dan pH daging itik selama perlakuan tidak mengalami perubahan secara nyata, sedangkan analisis komponen kimia lain meliputi : kadar abu, protein, lemak, dan total besi mengalami perubahan yang berbeda untuk setiap perlakuan.

Tabel 14. Perubahan komposisi kimia daging itik giling di berbagai perlakuan

Sampel Kadar air (% b/b)1 Kadar abu (% b/b bk)2 Total besi (mg/kg bk)3 Protein (% b/b bk)2 Lemak (% b/b bk)2 pH DM 66.06a ± 0.59 1.94b ± 0.06 24.98b ± 1.71 68.19b ± 4.07 49.50b ± 2.96 6.20a ± 0.00 DP 65.76a ± 1.13 2.11c ± 0.03 27.91c ± 1.83 67.90b ± 4.45 47.74b ± 0.89 6.40a ± 0.00 DPS 65.45a ± 0.41 1.90ab ± 0.03 24.47ab ± 1.25 65.32b ± 0.78 47.71b ± 0.59 6.50a ± 0.00 DPSP 65.10a ± 0.60 1.84a ± 0.03 22.14a ± 0.60 59.10a ± 0.79 42.99a ± 2.20 6.50a ± 0.00 Keterangan : DM = daging itik giling mentah, DP = DM yang dipanaskan suhu 70 oC selama 50

menit, DPS = DP yang disimpan di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari, DPSP = DPS yang dipanaskan kembali selama 10 menit, 1 = satuan % berat/berat, 2 = satuan % berat/berat basis kering, 3 = satuan mg/kg basis kering, a-c = superskrip huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%.

Pola perubahan kadar abu sama dengan pola perubahan total besi yang terjadi pada daging itik. Proses pemanasan suhu 70 oC selama 50 menit secara signifikan meningkatkan kadar abu dan total besi yang terukur. Pengukuran kadar abu menggambarkan kandungan mineral yang terdapat dalam daging. Lawrie (1998) dan Warriss (2010) menginformasikan mineral yang terkandung dalam daging dan produk olahannya, meliputi natrium, kalium, kalsium, magnesium, besi, fosfor, tembaga, dan seng.

Staldeman et al. (1988) melaporkan bahwa kandungan ion besi pada daging merah pada itik sebesar 2.40 mg/100 g daging mentah termasuk kulit. Perubahan kadar abu pada daging itik selama perlakuan juga dapat menggambarkan perubahan kadar ion besi. Hal ini disebabkan pemanasan daging itik menyebabkan denaturasi protein heme dan terbentuknya ion besi non heme

yang merupakan katalis aktif oksidasi lemak pada daging yang telah dimasak (Lillard 1987; Reineccius 2006; Masqood & Benjakul 2011).

Lawrie (1998) dan Soeparno (2006) melaporkan bahwa perlakuan panas hingga 80 oC menyebabkan perubahan kimiawi protein daging, karena terjadi denaturasi protein miofibril yaitu terbukanya ikatan sekunder hingga kuartener. Pemanasan juga menyebabkan pembelahan rantai-rantai protein pada ikatan yang labil melibatkan gugus imidazol, -SH dan –OH, diikuti ikatan hidrogen antara gugus karbonil dan gugus amino. Denaturasi protein dapat memendekkan jarak antara serabut-serabut otot daging dan menurunkan kapasitas memegang air.

Adanya pengkerutan otot daging ini menyebabkan sampel daging itik yang dianalisis lebih padat (concentrated), sehingga jumlah mineral yang terukur persatuan berat daging meningkat. Fenomena ini ditandai dengan kadar abu dan total besi terukur meningkat masing-masing sebesar 0.17% dan 2.93 mg/kg.

Penyimpanan daging itik yang telah dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari, dapat menurunkan kadar abu dan total besi terukur. Penurunan akibat terjadi pemisahan air dari daging itik selama penyimpanan. Proses tersebut diiringi oleh terlarutnya sejumlah mineral, termasuk besi non heme selanjutnya bergabung dengan lemak yang meleleh dan protein terlarut selama pemanasan membentuk gel hingga membeku selama penyimpanan suhu rendah.

Menurut Masqood & Benjakul (2011) bahwa ada beberapa protein heme yang terikat pada protein daging dapat terlepas pada saat pemanasan dan penyimpanan daging. Sedangkan Lawrie (1998) melaporkan bahwa pemanasan suhu 70 oC dapat menyebabkan denaturasi protein dan terdesintegrasi ikatan yang terdapat dalam protein. Perubahan kimiawi tersebut mempengaruhi kelarutan protein daging, seperti mioglobulin dan miofibril. Kolagen merupakan salah satu jenis protein jaringan ikat yang dapat larut selama pemanasan dan membentuk gel pada waktu pendinginan.

Proses pemanasan kembali pada suhu 70 oC selama 10 menit (DPSP) berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar lemak dan protein daging itik. Hal ini disebabkan adanya pemanasan kembali suhu 70 oC semakin menambah jumlah lemak yang meleleh dan terpisah dari daging. Selain itu pemanasan tersebut dapat meningkatkan desintegrasi protein miofibril dan kelarutannya dalam medium air yang terpisah dari daging itik. Hilangnya komponen kimia daging selama

pemanasan dan penyimpanan didukung oleh Ganhao et al. (2010), bahwa pemanasan daging dapat menyebabkan cooking loss sedangkan penyimpanan suhu rendah dapat menyebabkan storage loss.

Selanjutnya kadar lemak pada daging itik di berbagai perlakuan digunakan sebagai dasar penentuan perubahan komposisi asam lemak, kadar heksanal, dan kadar malondialdehid. Ketiga komponen ini digunakan sebagai indikator terjadinya oksidasi pada daging atau produk olahannya.

Perubahan Komposisi Asam Lemak Tak Jenuh Ganda (ALTJG) pada Daging Itik selama Perlakuan

Perubahan kadar ALTJG pada daging itik diberbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 38 dan 39. Pengamatan difokuskan pada perubahan kadar ALTJG -6, meliputi asam linoleat (C18:2 -6) dan asam arakidonat (C20:4 -6). Hal ini disebabkan oksidasi sekunder kedua asam lemak ini akan menghasilkan heksanal (Kochhar 1993; Varlet et al. 2007). Senyawa ini yang digunakan sebagai indikator terbentuknya WOF pada daging dan produk olahannya (Pignoli et al.

2009).

Hasil menunjukkan bahwa perubahan kadar asam linoleat maupun arakidonat akibat oksidasi dengan adanya penambahan antioksidan pada sampel DM, DP, dan DPS relatif rendah, tetapi akibat proses oksidasi ini terlihat nyata pada sampel DPSP. Penambahan antioksidan fraksi etil asetat konsentrasi 600 ppm (FEA2) dan ekstrak metanolik daun beluntas konsentrasi 600 ppm (EMB2) dapat lebih mempertahankan asam linoleat dari oksidasi dibandingkan kontrol, fraksi etil asetat konsentrasi 250 ppm (FEA1), ekstrak metanolik daun beluntas konsentrasi 250 ppm (EMB1) dan -tokoferol konsentrasi 300 ppm (AT), namun aktivitasnya lebih rendah dari butil hidroksi toluena konsentrasi 200 ppm (BHT). Hal ini disebabkan BHT merupakan antioksidan sintetis yang efektif mencegah oksidasi lemak dengan cara memutus rantai oksidasi akibat radikal bebas (Lee et al. 2006). Sedangkan kadar asam linolaet akibat penambahan FEA1 sama dengan sampel kontrol. Kelebihan yang dimiliki oleh FEA1 adalah dapat mempertahankan kadar asam arakidonat, meskipun aktivitasnya masih lebih rendah dari AT.

Gambar 38. Pengaruh penambahan senyawa antioksidan terhadap perubahan kadar asam linoleat pada daging itik di berbagai perlakuan (DM = daging itik giling mentah,

DP = DM yang dipanaskan suhu 70 oC selama 50 menit, DPS = DP yang

disimpan di refrigerator suhu 4 oC selama 5 hari, DPSP = DPS yang dipanaskan

kembali suhu 70oC selama 10 menit, C = kontrol, BHT = butil hidroksi toluena

konsentrasi 200 ppm, AT = -tokoferol konsentrasi 300 ppm, EMB1 = ekstrak metanolik daun beluntas konsentrasi 250 ppm, FEA1 = fraksi etil asetat konsentrasi 250 ppm, EMB2 = ekstrak metanolik daun beluntas konsentrasi 600 ppm dan FEA2 = fraksi etil asetat konsentrasi 600 ppm).

Seperti yang dijelaskan oleh Lee et al. (2006), bahwa penggunaan senyawa antioksidan bertujuan untuk menstabilkan lemak pada daging atau produk daging tanpa mengubah profil asam lemak. Oleh karena itu penambahan FEA1 lebih dapat mempertahankan ALTJG (asam linoleat dan arakidonat) dibandingkan FEA2 dan EMB2. Huang et al. (2010) menyatakan bahwa oksidasi