• Tidak ada hasil yang ditemukan

menghambat aktivitas enzim, namun sebagian lagi dapat meningkatkan aktivitas invertase yang berasal dari tanaman tebu.

Kekuatan ikatan ion logam dengan protein tergantung pada muatan kation yang mengikatnya. Semakin tinggi muatan kation dari logam maka

semakin kuat ikatannya dengan protein, sehingga ikatan tersebut lebih stabil dan konstan (Darmono, 1995).

5. Perubahan Kondisi Lingkungan

Perlakuan suhu yang tinggi dapat menginaktivasi enzim dan mikroorganisme, akan tetapi perlakuan suhu yang tinggi juga dapat menyebabkan perubahan produk, sehingga kualitasnya menurun. Metode lain yang dapat digunakan untuk menurunkan aktivitas enzim dan mikroorganisme tanpa merusak produk yang diinginkan adalah dengan cara pemberian gelembung gas inert. Pemberian gelembung gas inert nitrogen mampu menurunkan aktivitas enzim (Causette et al., 1998).

F. Kinetika Enzimatik

Enzim merupakan katalisator sejati. Molekul ini dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa adanya enzim akan berlangsung lambat secara nyata. Terdapat dua cara umum dalam meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Pertama dengan meningkatkan suhu, yang mempercepat gerak termal molekul. Umumnya kecepatan reaksi kimia meningkat hingga kira-kira 2 kali dengan kenaikan suhu 10oC. Kedua, dengan menambahkan katalisator. Katalisator mampu menurunkan energi aktivasi, sehingga mempercepat reaksi kimia (Lehninger, 1988).

Setiap enzim memiliki sifat yang khas, dinyatakan dalam suatu tetapan yaitu KM (tetapan Michaelis-Menten). Hampir semua enzim memiliki kurva kecepatan reaksi dengan bentuk umum yang hampir sama yaitu hiperbola. Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatik. KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Persamaan Michaelis-Menten adalah:

[ ]

[ ]

S K S V V M maks o + = Keterangan:

Vo = kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S]

KM = tetapan Michaelis-Menten enzim pada substrat tertentu [S] = konsentrasi substrat

Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik (lehninger, 1988)

Nilai KM dan Vmaks sulit untuk ditentukan secara tepat dari grafik sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 5, karena Vmakshanya diduga dan tidak dapat diketahui nilai yang sebenarnya. Nilai KM yang lebih tepat dapat diperoleh dengan memetakan data yang sama dengan cara yang berbeda, yakni pemetaan kebalikan-ganda, didapat dari transformasi aljabar persamaan Michaelis-Menten. Hasil transformasi persamaan Michaelis-Menten dikenal dengan persamaan Lineweaver-Burk.

maks maks M o V S V K V 1 1 1 = +

Selain dapat menentukan Vmaks secara lebih tepat, persamaan ini bermanfaat dalam menganalisa penghambatan enzim (Lehninger, 1988). Persamaan Lineaweaver-Burk menghasilkan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 6. Nilai KM menunjukkan tingkat afinitas antara substrat dan enzim. Nilai KM yang rendah menunjukkan nilai afinitas yang tinggi (Lee, 2003).

Kinetika inhibisi enzim menyangkut penentuan fungsi laju reaksi terhadap konsentrasi substrat dengan inhibitor pada berbagai konsentrasi. Kurva Lineweaver-Burk memungkinkan untuk menentukan jenis inhibisi yang bersifat reversible, antara lain sebagai berikut.

Banyak bahan mengubah aktivitas dari suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat. Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara ini dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor berupa bahan yang secara struktural menyerupai substrat enzimnya tetapi salah satunya tidak bereaksi atau bereaksi dengan sangat lambat dibandingkan dengan substrat. Inhibitor-inhibitor seperti ini pada umumnya digunakan untuk menyelidiki sifat kimia dan sifat konformasi alami dari suatu daerah (site) ikatan substrat sebagai bagian dari suatu usaha untuk mengelusidasi mekanisme katalisis enzim tersebut (Simanjuntak dan Silalahi, 2003).

Ada berbagai mekanisme di mana inhibitor enzim dapat bekerja. Menurut (Birch, 2005), inhibitor enzim secara garis besar terbagi menjadi dua jenis:

1) Inhibisi tidak dapat balik (irreversible), yakni yang menyebabkan in-aktivasi tidak dapat balik pada enzim. Biasanya disebabkan oleh modifikasi ikatan kovalen terhadap struktur enzim. Pengaruh kinetika pada inhibitor tidak dapat balik adalah menurunkan konsentrasi enzim aktif, juga menurunkan kemungkinan konsentrasi maksimum kompleks ES (enzim-substrat). Inhibitor tidak dapat balik umumnya merupakan racun dan tidak diperkenankan untuk tujuan pengobatan.

2) Inhibisi dapat balik (reversible), adalah in-aktivasi dapat balik pada enzim. Umumnya inhibitor dapat balik berikatan dengan enzim melalui gaya non-kovalen dan menjaga kesetimbangan dengan enzim. Konstanta kesetimbangan disosiasi kompleks enzim-inhibitor dikenal dengan istilah Ki. Inhibisi jenis ini dikategorikan menjadi tiga macam, (a) inhibisi kompetitif, (b) inhibisi non-kompetitif, dan (c) inhibisi un-kompetitif.

1. Inhibisi Kompetitif

Inhibitor pada model inhibisi ini bersaing dengan substrat untuk memasuki sisi aktif enzim. Struktur kimia inhibitor umumnya menyerupai substrat. Oleh sebab itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara

reversible dengan enzim (Rodwell, 1981). Mekanisme inhibisi kompetitif

dapat dilihat pada Gambar 7 .

Gambar 7. Mekanisme inhibisi kompetitif

Penyajian garis lurus pada kurva Lineweaver-Burk memotong sumbu ordinat pada titik yang sama. Vmaks tidak dipengaruhi oleh inhibitor (Suryani dan Mangunwidjaja, 2002). Kurva Lineweaver-Burk untuk model inhibisi kompetitif ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif 2. Inhibisi Nonkompetitif

Model inhibisi nonkompetitif tidak menunjukkan adanya persaingan antara inhibitor dengan substrat. Struktur inhibitor biasanya tidak atau sedikit menyerupai struktur substrat. Inhibitor nonkompetitif menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak

mempengaruhi nilai KM, ditunjukkan oleh kurva Lineweaver-Burk pada Gambar 10. Mekanisme reaksi inhibisi nonkompetitif dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Mekanisme inhibisi nonkompetitif

Gambar 10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif

3. Inhibisi Unkompetitif

Inhibisi ini terjadi jika kompleks EI hilang, tetapi kompleks ESI terbentuk (Flickinger dan Drew, 1999). Inhibitor mengikat langsung pada kompleks enzim-substrat (ES), bukan pada enzim bebas. Mekanisme inhibisi unkompetitif ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Mekanisme inhibisi unkompetitif

Inhibitor yang bersifat unkompetitif akan mempengaruhi fungsi enzim, tetapi tidak terhadap ikatannya dengan substrat. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi unkompetitif adalah linier dengan kemiringan atau

slope KM/Vmaks seperti pada reaksi tanpa inhibitor, dapat dilihat pada Gambar 12 (Simanjutak dan Silalahi, 2003).

III. METODOLOGI

A. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas (erlenmeyer, gelas piala, pipet tetes, corong, tabung reaksi); peralatan ukur (labu takar, gelas ukur, pipet volumetri, pipet mikro, termometer, spektrofotometer, stopwatch, buret, neraca); dan peralatan pendukung (penangas air, sentrifuge, mortar, pisau, vortex).

B. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukrosa, invertase (Sigma-Aldrich 19253: pH 4.5, 55°C, 355 units/mg solid), dan akar kawao (Milletia sericea). Akar kawao (Millettia sericea) diperoleh dari perkebunan agropolitan daerah Leuwiliang Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisa adalah NaOH 0.1 N dan HCl 0.1 N, indikator PP, glukosa, fruktosa, buffer pH 3-11, pereaksi DNS (dinitro salicylic acid) dan aquades.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Pengujian secara spektrofotometri dilakukan di laboratorium genetika, Pusat Antar Universitas (PAU) IPB. Rentang waktu penelitian dimulai pada bulan Januari – Juni tahun 2006.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi tahapan penelitian dan prosedur percobaan. Tahapan penelitian merupakan tahapan yang dilalui untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan prosedur percobaan merupakan urutan kegiatan dan tatacara yang secara teknis dikerjakan dalam setiap tahapan penelitian.

1. Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) Penentuan aktivitas invertase, (2) Penentuan pengaruh konsentrasi inhibitor akar

kawao, (3) Penentuan hubungan perubahan faktor akibat penambahan kawao terhadap degradasi sukrosa, (4) Penentuan parameter kinetika (KM

dan Vmaks) laju degradasi sukrosa akibat penambahan kawao. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Diagram alir tahapan penelitian

a. Penentuan aktivitas invertase

Aktivitas invertase ditentukan untuk mengetahui kondisi awal enzim yang akan digunakan. Aktivitas invertase diperoleh dengan memplotkan kurva hubungan antara waktu reaksi dengan konsentrasi produk yang terbentuk. Nilai slope yang diperoleh menunjukkan aktivitas invertase yang diukur. Aktivitas enzim diukur berdasarkan definisi satu unit aktivitas invertase, yaitu banyaknya invertase yang dapat membebaskan 1 mikromol gula pereduksi dari substrat sukrosa selama 1 menit pada kondisi percobaan. Kondisi yang digunakan yakni pada kondisi optimum invertase, pada suhu 55°C, di dalam larutan

b. Penentuan pengaruh konsentrasi kawao

Konsentrasi inihibitor akar kawao perlu ditentukan dan disesuaikan dengan komposisi campuran subtrat dan enzim yang akan digunakan, sehingga diperoleh batas konsentrasi optimum yang dapat terukur melalui kurva standar. Konsentrasi inhibitor yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk karakterisasi invertase dengan penambahan inhibitor. Nilai gula pereduksi yang lebih rendah dari kontrol (perlakuan invertase tanpa inhibitor) menunjukkan terjadinya inhibisi. Pengaruh yang berbeda nyata diukur berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan.

c. Penentuan hubungan perubahan faktor akibat penambahan kawao terhadap degradasi sukrosa.

Perubahan faktor yang dilakukan pada karakterisasi invertase meliputi pengaruh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu, dan lama pemanasan dengan ditambahkan kawao. Hasil dari tahap ini didapatkan kurva profil pengaruh perubahan faktor akibat penambahan kawao terhadap aktivitas invertase. Pengaruh yang diidentifikasi adalah adanya kenaikan atau penurunan konsentrasi gula pereduksi pada setiap taraf yang diujikan berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan.

d. Penentuan parameter kinetika (KM dan Vmaks) laju degradasi sukrosa akibat penambahan kawao.

Penentuan parameter kinetika dilakukan pada tiga titik suhu yang berbeda (30oC, 40oC, dan 50oC) dan pada pH 7, di mana inhibisi akibat penambahan kawao masih terjadi. Model kinetika inhibisi diidentifikasi berdasarkan jenis perubahan nilai parameter kinetika (KM

dan Vmaks) yang diperoleh dari plot Lineweaver-Burk. Pengolahan data sehingga diperoleh model inhibisi yang sesuai serta nilai parameter kinetika (KM dan Vmaks) dilakukan dengan menggunakan alat bantu

program SigmaPlot 2004 for Windows Version 9.01 dari Systat

Software Inc.

2. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Penentuan aktivitas invertase

Larutan kerja invertase 0.01 g/l (yang telah dibuat seperti pada Lampiran 1), disiapkan pada 8 buah tabung reaksi dengan volume masing-masing 1 ml. Secara terpisah, disiapkan pula larutan sukrosa 50 g/l pada 8 buah tabung reaksi berbeda, dengan volume masing-masing 0.5 ml sukrosa dan 0.5 ml air. Seluruh tabung reaksi tersebut yang berjumlah 16 buah, kemudian diinkubasi dalam penangas air yang bersuhu 55°C selama kurang lebih 5 menit. Selanjutnya secara berpasangan, tiap tabung yang berisi sukrosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi invertase, reaksi berlangsung pada kondisi suhu 55oC. Waktu reaksi (t) mulai diukur pada saat larutan sukrosa kontak dengan invertase. Reaksi dihentikan pada masing-masing waktu yang diujikan, yaitu 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300 (detik), dengan menambahkan 2 ml pereaksi DNS. Setelah itu dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

b. Penentuan konsentrasi inhibitor

Persiapan ekstrak kawao dilakukan dengan cara mencampurkan satu bagian akar kawao dengan dua bagian air berdasarkan bobot, selanjutnya akar kawao ditumbuk dan cairan ekstrak dipisahkan hingga diperoleh ekstrak kawao. Ekstrak kawao yang diperoleh disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, lalu dibuat dalam beberapa konsentrasi, 0 – 25 % (v/v) ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung selanjutnya ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dan divortex. Kemudian ditambahkan 1 ml invertase

0.01 g/l pada masing-masing tabung reaksi (waktu reaksi mulai dihitung, t = 0). Pada saat waktu reaksi 5 menit (t = 5 menit), reaksi dihentikan dengan penambahan pereaksi DNS. Prosedur penghentian reaksi dan pengukuran sesuai dengan prosedur sebelumnya pada penentuan aktivitas invertase.

c. Penentuan pengaruh perubahan faktor

Penentuan pengaruh perubahan faktor dilakukan pada kondisi dengan penambahan inhibitor kawao yang dibandingkan dengan perlakuan kondisi normal (tanpa penambahan inhibitor kawao). Prosedur yang dilakukan pada perlakuan tanpa inhibitor (normal) sama halnya dengan pengujian pada penambahan inhibitor, hanya saja tidak ditambahkan larutan kawao. Untuk setiap pengujian pengaruh perubahan faktor, digunakan ekstrak kawao yang segar dan bukan berasal dari larutan stok ekstrak kawao. Total volume larutan dalam setiap tabung reaksi pada pengujian tetap sama yakni 2 ml, sehingga volume yang ditambah atau dikurangi adalah aquades dan buffer. Secara tabulasi data perbandingan volume masing-masing komponen dapat dilihat pada Lampiran 2.

1. Pengaruh konsentrasi enzim

Larutan kerja enzim invertase 0.01 g/l disiapkan pada rentang volume 0.0 - 0.83 ml yang kemudian volume larutan digenapkan dengan penambahan larutan buffer pH 7 hingga volumenya 1 ml. Kemudian ditambahkan larutan kawao sebanyak 0.1 ml pada masing-masing tabung reaksi. Selanjutnya larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 1 ml dimasukkan pada tiap-tiap tabung tersebut, dan mulai dihitung waktu reaksinya (t = 0 menit). Reaksi berlangsung pada suhu ruang (28 ± 2 oC), saat waktu reaksi 5 menit dimasukkan 2 ml pereaksi DNS untuk menghentikan reaksi. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10 menit. Setelah 10 menit, tabung reaksi dikeluarkan dan didinginkan untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

2. Pengaruh konsentrasi substrat

Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang sebelumnya telah ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l (pada rentang konsentrasi yang berbeda) dan larutan kawao sebanyak 0.1 ml. Kemudian aquades ditambahkan hingga volume campuran mencapai 2.0 ml. Waktu reaksi dihitung saat enzim mulai ditambahkan ke dalam larutan sukrosa, reaksi berlangsung pada suhu ruang (28 ± 2oC) selama 5 menit. Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya.

3. Pengaruh pH

Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dilarutkan dengan menggunakan buffer pH yang bervariasi (pH 3 - 11) pada tabung reaksi. Selanjutnya masing-masing tabung reaksi ditambahkan larutan kawao sebanyak 0.1 ml dan 0.9 ml larutan sukrosa 50 g/l. Waktu reaksi dihitung saat sukrosa mulai ditambahkan ke dalam larutan enzim, reaksi berlangsung selama 5 menit pada suhu ruang (28 ± 2 oC). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya.

4. Pengaruh suhu

Disiapkan penangas air mulai suhu 0 - 90oC, dengan interval suhu 10oC. Pada setiap kelipatan suhu 10oC tersebut, diuji aktivitas invertase. Larutan kawao sebanyak 0.1 ml, 0.4 ml air dan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml dimasukkan ke dalam tabung untuk setiap kelipatan suhu 10oC. Tabung reaksi selanjutnya dimasukkan ke dalam penangas air pada rentang suhu tersebut dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi. Waktu reaksi dihitung saat enzim mulai ditambahkan ke dalam larutan sukrosa, reaksi berlangsung selama 5 menit pada masing-masing suhu pengujian. Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya.

5. Pengaruh lama pemanasan

Larutan invertase 0.01 g/l sebanyak 1.0 ml dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang telah berisi air 0.4 ml, kemudian dipanaskan dengan waktu yang bervariasi yaitu 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 300 (detik). Setelah waktu yang diperlukan tercapai, tabung reaksi dikeluarkan dari penangas air dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan ke dalamnya larutan kawao sebanyak 0.1 ml dan terakhir ditambahkan larutan sukrosa 50 g/l sebanyak 0.5 ml. Waktu reaksi dihitung saat sukrosa mulai ditambahkan ke dalam larutan enzim, reaksi berlangsung selama 5 menit pada suhu ruang (28 ± 2 oC). Pengukuran reaksi hidrolisis mengikuti prosedur sebelumnya.

d. Penentuan parameter kinetika

Penentuan parameter kinetika inhibisi sama halnya dengan penentuan perubahan faktor seperti telah dijelaskan sebelumnya. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode DNS. Kondisi inhibisi invertase oleh kawao dilakukan pada pH 7 dan pada tiga titik suhu pengamatan (30oC, 40oC, dan 50oC) dengan berdasar pada perubahan konsentrasi substrat.

Hasil yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva kinetika (Lineweaver-Burk), hubungan antara 1/V dan 1/[S]. Nilai KM dan Vmaks dapat diperoleh dari persamaan linier plot kurva Lineweaver-Burk. Slope yang diperoleh merupakan KM/Vmaks, sedangkan intersep menunjukkan 1/Vmaks. Bentuk kurva Lineweaver-Burk yang diperoleh menunjukkan model kinetika inhibisi. Penentuan model kinetika pada penelitian ini menggunakan alat bantu berupa program SigmaPlot

2004 for Windows Version 9.01 dari Systat Software Inc. Program ini

akan menentukan model kinetika inhibisi yang paling tepat berdasarkan nilai r2 tertinggi yang diperoleh.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dikelompokkan sesuai dengan tahapan penelitian yang dilakukan. Penyajian grafik dalam bentuk garis dan batang, relatif lebih disukai untuk memudahkan dalam interpretasi data. Data-data pendukung lain yang bersifat teknis, dilampirkan pada akhir laporan ini.

A. Aktivitas Invertase

Aktivitas katalitik suatu enzim merupakan suatu karakterisasi yang diukur berdasarkan peningkatan laju reaksi konversi substrat menjadi produk pada suatu reaksi kimia spesifik oleh enzim tersebut. Hal ini merupakan karakterisasi kuantitas enzim secara umum, sedangkan secara khusus adalah penentuan aktivitas katalitik spesifik yang biasanya dilakukan pada pemurnian enzim, di mana aktivitas katalitik dibagi dengan massa protein.

Penentuan aktivitas invertase penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan penurunan sukrosa (µmol) menjadi gula pereduksi setiap menit reaksi. Selain itu, nilai aktivitas enzim yang diketahui menunjukkan kemampuan enzim dalam mengkatalisis suatu reaksi. Aktivitas invertase terukur, digambarkan dalam bentuk kurva pada Gambar 14.

0 200 400 600 800 1000 1200 0 60 120 180 240 300 360

lama reaksi (detik)

k ons en tras i gluk os a+fru k to s a (uM)

Gambar 14. Kurva aktivitas invertase dengan nilai persamaan y = 3.2267 x dan koefisien regresi r2 = 0.9721

Aktivitas invertase berdasarkan nilai slope yang diperoleh adalah sebesar 3.2267 µM/detik, yang berarti bahwa invertase mampu menghidrolisis 3.2267 µM sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dalam satu detik atau

perubahan 0.3872 µmol sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dalam satu menit pada total volume larutan 2 ml.

Semakin besar nilai aktivitas yang diperoleh menunjukkan bahwa enzim yang dianalisa memiliki aktivitas yang tinggi pula, karena nilai tersebut menunjukkan banyaknya jumlah substrat yang dikatalisis oleh enzim dalam satu satuan waktu (menit). Kecepatan reaksi akan berlangsung lebih cepat, sehingga nilai Vmaks pun cepat tercapai.

Nilai aktivitas yang diperoleh tersebut dapat dikatakan rendah, namun hal tersebut bukan merupakan permasalahan dalam pengujian hubungan pengaruh perubahan faktor terhadap aktivitas enzim akibat penambahan kawao. Respon yang diberikan pada pengaruh perubahan faktor masih dapat diukur, walaupun menggunakan invertase dengan aktivitas yang rendah.

Dokumen terkait