• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dalam dokumen BAB 2 LANDASAN TEORI (Halaman 28-37)

Berdasarkan PSAK 33 (2011:33.3), Provisi pengelolaan lingkungan hidup harus diakui jika :

(a) Terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan;

(b) Terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul.

Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban.

Pada tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup harus dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlah akrualnya telah memadai. Jika jumlah pengeluaran pengelolaan lingkungan hidup yang sesungguhnya terjadi pada tahun berjalan sehubungan dengan kegiatan periode lalu lebih besar dari pada jumlah akrual yang telah dibentuk, maka selisihnya dibebankan ke periode di mana kelebihan tersebut timbul.

2.1.2.3.3 Penyajian

Taksiran Provisi pengelolaan lingkungan hidup disajikan di laporan posisi keuangan sebesar jumlah kewajiban yang telah ditangguhkan, setelah dikurangi dengan jumlah pengeluaran yang sesungguhnya terjadi.

2.1.2.3.4 Pengungkapan

Berdasarkan PSAK 33(2011:33.4) entitas mengungkapkan, tetapi tidak terbatas pada:

(a) Kebijakan akuntansi sehubungan dengan:

(i) Perlakuan akuntansi atas pembebanan biaya pengelolaan lingkungan hidup;

(ii) Metode amortisasi atas biaya pengelolaan lingkungan hidup yang ditangguhkan.

(b) Mutasi taksiran kewajiban provisi pengelolaan lingkungan hidup selama tahun berjalan dengan menunjukkan:

(i) Saldo awal;

(ii) Penyisihan yang dibentuk;

(iii) Pengeluaran sesungguhnya;

(iv) Saldo akhir.

(c) Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan dan yang sedang berjalan;

(d) Kewajiban bersyarat sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan kewajiban bersyarat lainnya sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan.

2.1.2.4 PSAK 64

Pengadopsian IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources memberikan dampak penyempitan atas PSAK 33 (revisi 2011) mengenai Akuntansi Pertambangan Umum, karena dalam IFRS 6 tidak diatur semua aktivitas dalam kegiatan pertambangan umum, dimana PSAK 64 mengatur aktivitas eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral. Terdapat pro dan kontra atas pengadopsian IFRS 6 yang mana sebagai suatu standar yang masih bersifat sementara dan masih terus dilakukan pengkajian oleh

International Accounting Standard Board untuk ditentukan apakah perusahaan pertambangan membutuhkan standar akuntansi pertambangan secara khusus atau tetap menggunakan standar akuntansi keuangan pertambangan yang sudah ada.

PSAK 64 menyetujui pengadopsian IFRS 6 seperti yang tertera dalam PSAK 64 (2011,64:vi-vii) dengan alasan sebagai berikut:

Adopsi IFRS 6 akan membuat laporan keuangan perusahaan pertambangan nasional dapat dibandingkan dengan perusahaan luar negeri mengingat secara umum perusahaan pertambangan nasional melakukan aktivitas lintas negara dan hal ini terkait dengan program konvergensi SAK dengan IFRS yang mana tidak terdapat alasan valid untuk menjustifikasi bahwa tidak perlu mengadopsi IFRS 6. Pengaturan dalam IFRS 6 tidak berbeda secara substantif dengan PSAK 29 dan PSAK 33. Hal ini hanya perbedaan pendekatan yang digunakan dalam mencatat biaya eksplorasi dan evaluasi sumber daya mineral yang dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 2. 3 Pengakuan Biaya Eksplorasi dalam IFRS 6, PSAK 29 & PSAK 33

Sehingga, hal ini dianggap tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perlakuan akuntansi yang telah ada. Pengecualian yang diatur dalam IFRS 6 merupakan hal yang tidak relevan untuk diadopsi ke dalam PSAK 64 karena hal ini akan mengakibatkan tidak ada manfaatnya mengadopsi IFRS 6 jika mengadopsi juga bagian yang dianggap kontroversial. Hal tersebut bukan merupakan alasan valid untuk tidak mengadopsi IFRS 6.

2.1.2.4.1 Pengakuan Aset Eksplorasi dan Evaluasi

Ketika mengembangkan kebijakan akuntansinya, entitas mengakui aset eksplorasi dan evaluasi menggunakan PSAK 25 (revisi 2009): kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan (Par 10).

Dalam hal tidak ada PSAK yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lain, maka manajemen menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang:

(a) relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi pengguna; dan

(b) andal, dalam laporan keuangan yang:

(i) menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas;

(ii) mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa, atau kondisi lainnya, dan bukan hanya bentuk hukum.

(iii) netral, yaitu bebas dari bias; (iv) pertimbangan sehat; dan

(v) lengkap dalam semua hal yang material”

2.1.2.4.2 Pengukuran Aset Eksplorasi dan Evaluasi

Pengukuran dalam kegiatan eksplorasi dapat dilakukan pada saat pengakuan aset eksplorasi dan evaluasi yang diukur pada biaya perolehan dan pengukuran setelah pengakuan dengan menerapkan salah satu model revaluasi atas aset eksplorasi dan evaluasi dan menerapkannya secara konsisten.

Dalam menentukan kebijakan akuntansi ini, entitas mempertimbangkan tingkat pengeluaran yang dapat dikaitkan dengan penemuan sumber daya mineral spesifik. Berdasarkan PSAK 64(2011:64.3), berikut contoh pengeluaran yang dapat termasuk dalam pengukuran awal aset eksplorasi dan evaluasi (tidak terbatas hanya pada daftar berikut):

(a) perolehan untuk eksplorasi;

(b) kajian topografi, geologi, geokimia, dan geofisika;

(c) pengeboran eksplorasi;

(d) parit;

(e) pengambilan contoh; dan

(f) aktivitas yang terkait dengan evaluasi kelayakan teknis dan kelangsungan usaha komersial atas penambangan sumber daya mineral.

Pengeluaran yang terkait dengan pengembangan sumber daya mineral tidak diakui sebagai aset eksplorasi dan evaluasi. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan PSAK 19 (revisi 2010) : Aset Tak berwujud memberikan panduan pengakuan aset yang timbul dari pengembangan.

“Suatu aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya jika, entitas dapat menunjukkan semua hal berikut ini:

(a) Kelayakan teknis penyelesaian aset tidak berwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual;

(b) niat untuk menyelesaikan aset tidak berwujud tersebut dan menggunakannya atau menjualnya;

(c) kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset tidak berwujud tersebut;

(d) bagaimana aset tidak berwujud akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomis masa depan. Antara lain entitas harus mampu menunjukkan adanya pasar bagi keluaran aset tidak berwujud atau pasar atas aset tidak berwujud itu sendiri, atau, jika aset tidak berwujud itu akan digunakan secara internal, entitas harus mampu menunjukkan kegunaan aset tidak berwujud tersebut;

(e) tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aset tidak berwujud dan untuk menggunakan atau menjual aset tersebut; dan

(f) kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tidak bewujud selama pengembangannya” PSAK 19 revisi 2010 (par 56).

Entitas dapat mengubah kebijakan akuntansinya atas pengeluaran ekplorasi dan evaluasi jika perubahan kebijakan tersebut dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan bagi kebutuhan pengguna dalam pengambilan keputusan dan andal, atau lebih andal dan relevan bagi kebutuhan pengambilan keputusan. Entitas mempertimbangkan unsur relevan dan keandalan dengan menggunakan kriteria dalam PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.

2.1.2.4.3 Klasifikasi Aset Eksplorasi dan Evaluasi

Perusahaan pertambangan dapat mengklasifikasikan aset eksplorasi dan evalusinya sebagai intangible asset misalnya hak pengeboran atau tangible asset misalnya sarana dan drilling rigs. Sepanjang aset berwujud yang digunakan dalam mengembangkan aset tidak berwujud, jumlah yang mencerminkan penggunaan tersebut sebagai bagian dari biaya perolehan aset tak berwujud. Namun demikian, penggunaan aset berwujud untuk mengembangkan suatu aset tidak berwujud tidak mengubah aset berwujud menjadi aset tidak berwujud. Suatu aset tidak diklasifikasikan sebagai aset eksplorasi dan evaluasi ketika kelayakan teknis dan kelangsungan usaha komersial atas penambangan sumber daya mineral dapat dibuktikan. Aset eksplorasi dan evaluasi diuji penurunan nilainya, dan setiap rugi penurunan nilai diakui, sebelum direklasifikasi.

2.1.3 Perbedaan PSAK 33 (1994) dan PSAK 33 (revisi 2011)

Terdapat perbedaan ruang lingkup dalam pengaturan aktivitas pertambangan antara PSAK 33 (1994) dengan PSAK 33 (revisi 2011), yang dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2. 4 Perbedaan PSAK 33 (1994) dan PSAK 33 (revisi 2011)

No Perihal PSAK 33 (1994) PSAK 33 (Revisi 2011)

1 Ruang Lingkup Eksplorasi Pengupasan lapisan tanah

Pengembangan dan Konstruksi

Pengelolaan lingkungan hidup

Produksi

Pengelolaan lingkungan hidup

2 Eksplorasi

Biaya eksplorasi diakui sebagai

beban, kecuali: Tidak diatur

Belum terdapat cadangan, izin masih berlaku, dan kegiatan eksplorasi signifikan masih dilakukan.

Dalam PSAK 64, biaya eksplorasi (dan evaluasi) diakui sebagai aset. Biaya tersebut tidak termasuk biaya perizinan.

Terdapat cadangan terbukti dan izin

masih berlaku.

Biaya ekplorasi mencakup biaya

perizinan

3

Pengembangan dan Konstruksi

Biaya pengembangan diakui sebagai

aset (biaya yang ditangguhkan) Tidak diatur

Biaya konstruksi diakui sebagai aset tetap.

Dalam PSAK 64, perlakuan atas biaya pengembangan merujuk pada KDPPLK dan PSAK 19 : Aset Tak berwujud

Biaya konstruksi diatur di PSAK lain, misalnya PSAK 16 : Aset tetap

4 Produksi

Biaya pengupasan lapisan tanah awal diakui sebagai aset (beban

tangguhan)

Biaya pengupasan lapisan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan)

Biaya pengupasan lapisan tanah selanjutnya diakui sebagai beban.

Biaya pengupasan lapisan tanah selanjutnya diakui sebagai beban.

Biaya produksi diakui sebagai

persediaan.

5

Pengelolaan lingkungan hidup

Biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam aktivitas produksi diakui

sebagai beban. Sama

Biaya pengelolaan lingkungan hidup dalam aktivitas eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset

(beban tangguhan)

2.1.4 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai akuntansi pertambangan di Indonesia belum terlalu banyak jumlahnya. Beberapa penelitian banyak ditemukan di negara lain terlebih mengenai pembahasan akuntansi pertambangan yang berkaitan dengan IFRS (International Financial Accounting Standards). Beberapa penelitian terdahulu ini digunakan sebagai sumber dari penelitian ini ataupun sebagai bahan pendukung untuk melengkapi penelitian ini.

Dalam jurnal berjudul “International Oil and Gas Accounting Accounting for Activities from the Extraction Process of Mineral Resources Under Us Gaap vis-à-vis IFRS: Theory and Implementation Practice”, Mazijk, Rogier van. (2010) membahas perbedaan besar yang berdampak pada laporan laba rugi dan ekuitas pemegang saham pada perusahaan oil and gas yang menerapkan US GAAP dengan yang menerapkan IFRS. Perbedaan antara US GAAP dan IFRS dengan pertimbangan untuk implementasi praktek, dalam tahap pre-exploration US GAAP menyediakan lebih banyak kesempatan untuk mengkapitalisasi beban atas keuntungan di masa depan yang tidak tentu, membuat IFRS lebih konservatif. Dalam tahap eksplorasi dan evaluasi terdapat perbedaan substantial antara IFRS dan FC.

Dalam dokumen BAB 2 LANDASAN TEORI (Halaman 28-37)

Dokumen terkait