• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

G. Media Alat Peraga “Kotak Geser dalam Pembelajaran

4. Alat Peraga “Kotak Geser” dalam Pembelajaran

Alat Peraga “Kotak Geser” yang digunakan, merupakan perkembangan dari teknik atau media “Kotak Geser” yang ditemukan atau diinovasi oleh Ibu Amirullah (2006). Alat peraga “Kotak Geser” ini diharapkan dapat menjembatani taraf berpikir siswa pada umumnya sehingga siswa memahami materi perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar.

5. Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2010 : 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Sehingga penelitian dengan judul “ EFEKTIVITAS

PEMBELAJARAN REMEDIAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT

PERAGA “KOTAK GESER” PADA MATERI PERKALIAN DAN

FAKTORISASI BENTUK ALJABAR DI KELAS VIII SMPN 2 JETIS” merupakan penelitian mengenai tingkat keberhasilan peningkatan hasil belajar siswa dimana 70% siswa diantaranya dapat mencapai ketuntasan dalam pembelajaran remedial dengan menggunakan alat peraga “Kotak Geser” pada materi perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar yang dilaksanakan di kelas VIII B SMPN 2 Jetis.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain :

1. Bagi peneliti

Peneliti berharap dari penelitian ini peneliti dapat:

- Mengetahui efektivitas pembelajaran remedial dengan menggunakan alat peraga “Kotak Geser” ditinjau dari hasil belajar siswa.

- Mengetahui kesalahan-kesalahan yang masih tersisa yang dilakukan siswa setelah pembelajaran remedial dengan menggunakan alat peraga “Kotak Geser”.

2. Bagi siswa

- Siswa yang belum tuntas belajar (tuntas KKM) atau yang mengalami kesulitan dalam memahami perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar, akan mendapatkan solusi dalam memahami materi konsep tersebut dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya.

3. Bagi guru

- Sebagai masukan kepada guru tentang metode atau strategi yang bisa diterapkan saat pembelajaran di kelas yaitu dengan menggunakan media pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

- Sebagai masukan kepada guru tentang beberapa kesalahan yang masih kerap dilakukan siswa saat mengerjakan soal perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar.

4. Bagi pembaca

- Menambah referensi bagi pembaca atau peneliti lain untuk mengembangkan lebih lanjut tentang penggunaan alat peraga “Kotak Geser” dalam pembelajaran.

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Ahli belajar modern dalam Oemar Hamalik (1983 : 21) mengemukakan dan merumuskan perbuatan belajar sebagai berikut:

“Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

sesorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

Oemar Hamalik (1983 : 30) mengemukakan bahwa cara belajar adalah kegiatan – kegiatan belajar yang dilakukan dalam mempelajari sesuatu, artinya, kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam situasi belajar tertentu. Cara belajar yang dipergunakan turut menentukan hasil belajar yang diharapkan. Cara yang tepat akan membawa hasil yang baik, sedangkan cara yang tidak sesuai akan menyebabkan belajar itu kurang berhasil.

2. Pengertian Pembelajaran

Menurut Slavin pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan menurut Rahil Mahyuddin pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek. Menurut Arifin (2009 : 10)

pembelajaran adalah suatu program yang sistematik, sistemik dan terencana. Berdasarkan pengertian – pengertian para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan keterampilan kognitif dan kemahiran intelek dengan suatu program yang sistematik, sistemik, dan terencana.

Tujuan dari pembelajaran adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Dengan demikian, dalam pembelajaran di kelas diharapkan guru dapat menciptakan suasana yang aktif dan menyenangkan sehingga tujuan dari pembelajaran tersebut dapat dicapai.

B. Teori Bruner

Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep – konsep dan struktur – struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep – konsep dan struktur –

struktur (Tim MKPBM : 2001 : 44). Bruner juga mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:

1. Tahap enaktif, dalam tahap ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak – atik) objek.

2. Tahap ikonik, dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek –

objek yang dimanipulasinya (anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa pada tahap enaktif).

3. Tahap simbolik, dalam tahap ini anak memanipulasi simbol – simbol atau lambang – lambang tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek – objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.

Pada penelitian ini tahap yang paling terlihat ialah tahap simbolik. Pada saat pembelajaran remedial berlangsung, guru mengajarkan siswa untuk menyelesaikan setiap masalah pada latihan soal dengan bantuan alat peraga. Namun pada alat peraga, siswa bukan mengotak-atik suatu objek, akan tetapi siswa langsung menggunakan notasi atau bilangan-bilangan pada media

“Kotak Geser” tersebut dalam menyelesaikan latihan soal yang diberikan oleh gurunya.

C. Evaluasi Hasil Belajar

Menurut Davies (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 190) evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, orang, objek, dan masih banyak lain. Sedangkan menurut Nana Sudjana (1990 : 3) evaluasi sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan

proses menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, orang, objek, dan masih banyak lain berdasarkan suatu kriteria tertentu. Dari pengertian evaluasi, maka kita dapat mengetahui bahwa evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar (Dimyati dan Mudjiono: 2006 : 200). Tujuan utama dari evaluasi belajar adalah mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai suatu materi, dimana keberhasilan tersebut akan ditunjukkan melalui nilai. Pada penelitian ini tujuan evaluasi belajar adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa, dimana keberhasilan siswa ditunjukkan melalui ketuntasan hasil belajar yang dicapai siswa.

D. Prinsip Belajar Tuntas

Ischak dan Warji (1987 : 8) mengemukakan bahwa belajar tuntas

(Mastery Learning) adalah suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan instruksional umum (basic learning obyectives) suatu satuan atau unit pelajaran secara tuntas. Konsep belajar tuntas yang dikemukakan James H. Block (1971) dalam Entang (1984 : 3) menekankan kepada usaha penguasaan bahan pengajaran secara aktual dengan jalan:

1. Membantu siswa yang dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar menghadapi kesulitan

2. Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan belajar yang dimilikinya secara individual (rate of learning).

3. Membatasi ruang lingkup bahan yang harus dipelajari siswa dengan tingkat kesukaran tertentu.

Selanjutnya menurut Bloom dalam Ischak dan Warji (1987 : 17), beberapa implikasi belajar tuntas disebutkan sebagai berikut :

1. Dengan kondisi optimal, sebagian besar siswa dapat menguasai bahan atau materi pelajaran secara tuntas (mastery).

2. Tugas guru adalah mengusahakan setiap kemungkinan untuk menciptakan kondisi yang optimal, meliputi waktu, metode, media, dan umpan balik bagi siswa.

3. Guru menghadapi siswa-siswa yang mempunyai keanekaragaman individual. Karena itu kondisi optimal mereka juga beragam.

4. Perumusan tujuan instruksional khusus bagi satuan atau unit pelajaran mutlak diperlukan, agar supaya para siswa mengerti tentang hakekat, tujuan dan prosedur belajar.

5. Bahan pelajaran dijabarkan dalam satuan-satuan pelajaran yang kecil- kecil dan selalu diadakan pretest (formatif-test) pada akhir satuan pelajaran.

6. Diusahakan membentuk regu-regu atau kelompok-kelompok belajar yang kecil (4-6 orang) yang dapat secara teratur bertemu, sehingga dapat saling membantu dalam memecahkan kesulitan-kesulitan belajar siswa secara efektif dan efesien.

7. Sistem evaluasi didasarkan atas tingkat penguasaan tujuan instruksional khusus bagi bahan pelajaran yang bersangkutan, yaitu menggunakan

Criterion-referenced-test” bukan “Norm referenced test”.

E. Pembelajaran Remedial

1. Pengertian Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial adalah suatu proses atau kegiatan untuk memahami dan meneliti dengan cermat mengenai berbagai kesulitan peserta didik dalam belajar (Arifin, 2009 : 304). Menurut Entang (1984 : 11) pembelajaran remedial dapat diartikan sebagai upaya pendidik dalam membantu siswa yang mendapat kesulitan dalam belajar dengan jalan mengulang atau mencari alternatif kegiatan lain sehingga siswa yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin dan dapat memenuhi kriteria tingkat keberhasilan minimal yang diharapkan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberlajaran remedial merupakan suatu proses untuk memahami, meneliti, dan membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan memberikan inovasi baru dalam pembelajaran agar siswa tersebut dapat mencapai ketuntasan KKM.

Pembelajaran remedial merupakan kelanjutan dari pembelajaran biasa atau regular di kelas, hanya saja peserta didik yang masuk dalam kelompok ini adalah peserta didik yang belum tuntas belajar. Siswa- siswa yang belum tuntas tersebut diberikan pembelajaran remedial untuk

mengatasi kesulitan atau hambatan yang dimiliki siswa. Namun, upaya pembelajaran remedial hendaknya memperhatikan kebutuhan dari masing-masing siswa yang bervariasi dan kesulian yang dialami.

2. Tujuan Pembelajaran Remedial

Tujuan dari pembelajaran remedial ini adalah untuk membantu dan menyembuhkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui perlakuan pengajaran (Arifin, 2009). Menurut Entang (1984 : 10) pembelajaran remedial lebih diarahkan kepada peningkatan penguasaan bahan (materi ajar) sehingga sekurang-kurangnya siswa yang bersangkutan dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang mungkin diterimanya. Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran remedial adalah untuk membantu peningkatan penguasaan bahan (materi ajar) peserta didik yang mengalami kesulitan belajar agar siswa dapat mencapai ketuntasan KKM.

3. Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial dimulai dari identifikasi kebutuhan peserta didik yang menjadi sasaran remedial. Kebutuhan peserta didik ini dapat diketahui dari analisis kesulitan belajar peserta didik dalam memahami konsep-konsep tertentu. Berdasarkan analisis kesulitan belajar itu, baru kemudian guru memberikan pembelajaran remedial.

Dalam pelaksanaan pembelajaran remedial, perlu ditempuh langkah-langkah berikut :

a. Menganalisis kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kesulitan dan kebutuhan peserta didik.

b. Merancang pembelajaran yang meliputi merancang rencana pembelajaran, merancang berbagai kegiatan, merancang belajar bermakna, memilih pendekatan atau metode atau teknik, merancang bahan pembelajaran.

c. Menyusun rencana pembelajaran, yaitu memperbaiki rencana pembelajaran yang telah ada, dimana beberapa komponen disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan peserta didik.

d. Menyiapkan perangkat pembelajaran.

e. Melaksanakan pembelajaran, yang meliputi merumuskan gagasan utama, memberikan arahan yang jelas, meningkatkan motivasi peserta didik, memfokuskan proses belajar, melibatkan peserta didik secara aktif.

f. Melakukan evaluasi pembelajaran, baik dengan tes maupun nontes, dan menilai ketuntasan belajar peserta didik.

Pada tabel dibawah ini di paparkan perbedaan antara pembelajaran remedial dengan pembelajaran reguler.

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Remedial dengan Pembelajaran Reguler No Aspek-aspek

Pembelajaran

Pembelajaran

Reguler Pembelajaran Remedial 1 Subjek Seluruh peserta

didik

Peserta didik yang belum tuntas

2 Materi Pembelajaran Topik bahasan Konsep terpilih 3 Dasar Pemilihan

Materi

Rencana pembelajaran

Analisis kebutuhan (rencana pembelajaran remidi) Sumber : Endang Poerwanti (2008 : 9-23, dalam Arifin, 2009 : 305)

Berdasarkan tabel tersebut kita dapat mengetahui bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran remedial hanyalah siswa-siswa yang masih belum tuntas, materinya pun tidak seluruhnya dimana materi tersebut dipilih berdasarkan analisis kebutuhan siswa-siswa peserta remedial.

F. Materi Perkalian dan Faktorisasi Bentuk Aljabar

Pokok bahasan perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar, merupakan salah satu subbab dari pokok bahasan faktorisasi suku aljabar. Materi difokuskan pada perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar.

1. Perkalian Bentuk Aljabar dengan Bentuk Aljabar

Ada beberapa macam bentuk perkalian bentuk aljabar, yaitu bentuk

+ + , + − , � − − .  + 2 = + + = + + + = + + + 2 = 2 2+ + + 2 = 2 2+ 2 + 2  + − = − + − = + − + + − = 2 2− + − 2 = 2 22  − 2 = − − = − + − −

= + − + − + − −

= 2 2− − + 2

= 2 2−2 + 2

2. Faktorisasi Bentuk Selisih Dua Kuadrat

22 = 2 + − − 2

= 2+ − + 2 = + − + = − +

Dengan demikian, selisih dua kuadrat 22dapat dinyatakan sebagai berikut. − = − ( + ) Contoh soal: 2 −4 = 2−22 = −2 ( + 2) 4 2−36 = 2 2 −62 = 2 −6 2 + 6 3. Faktorisasi Bentuk + + � − + 2+ 2 + 2 = 2+ + + 2 = 2+ + + 2 = + + + = + + = ( + )2 2−2 + 2 = 2− − + 2 = 2− − − 2 = − − −

= − −

= ( − )2

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

2+ 2 + 2 = + + = + 2

2−2 + 2 = − − = ( − )2 4. Faktorisasi Bentuk + + �� � =

Misalkan 2+ 7 + 12 = + 3 + 4

Faktorisasi bentuk 2+ + dapat dilakukan dengan cara menentukan pasangan bilangan yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Bilangan konstan merupakan hasil perkalian dari pasangan bilangan tersebut.

b. Koefisien yaitu merupakan hasil penjumlahan dari pasangan bilangan tersebut.

Faktorisasi (pemfaktoran) bentuk 2+ + adalah

= + +

Dengan syarat = × dan = +

5. Faktorisasi bentuk + + �� � ≠ .

Telah dipelajari perkalian suku dua dengan suku dua seperti berikut ini:

2 + 3 4 + 5 = 8 2+ 10 + 12 + 15 ...(1)

3 + 4 3 x 4

8 x 15 = 120

= 8 2+ 22 + 15 ...(2)

Dari skema pada ruas kanan dapat disimpulkan bahwa untuk memfaktorkan 8 2+ 22 + 15 (bentuk (2)), terlebih dahulu suku 22x diuraikan menjadi dua suku (bentuk (1)) dengan aturan sebagai berikut: a. Jika koefisien kedua suku itu dijumlahkan, maka akan menghasilkan

22

b. Jika koefisien kedua suku dikalikan, maka hasilnya akan sama dengan hasil kali koefisien 2 dengan bilangan konstan, yaitu 120. Dengan demikian, pemfaktoran 8 2 + 22 + 15, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

8 2 + 22 + 15 = 8 2 + 10 + 12 + 15

= 2 4 + 5 + 3 4 + 5

= 4 + 5 (2 + 3)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorisasi bentuk 2+ + �� � ≠1 dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

2 + + = 2+ + + + = � × = × 8 x 15 = 120 10 12 10 x 12 = 120 ac p q

G. Media Alat Peraga “Kotak Geser” dalam Pembelajaran 1. Media Pembelajaran

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1990 : 2) manfaat media pengajaran dalam proses pembelajaran antara lain :

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik

c. Metode pengajaran akan bervariasi, tidak semata-mata hanya ceramah sepanjang jam pembelajaran, yang membuat siswa pada akhirnya bosan d. Siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar didalam

kelas.

Berdasarkan manfaat-manfaat diatas, maka media pengajaran merupakan sesuatu yang penting, yang seharusnya menjadi satu kesatuan dalam pembelajaran sehari-hari di dalam kelas. Karena media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dan lingkungan (Oemar Hamalik, 1979 : 29). Guru pun dituntut untuk lebih cerdas dan kreatif dalam menciptakan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Media pembelajaran merupakan salah satu alternatif untuk menciptakan inovasi-inovasi di dalam kelas. Adapun dalam membuat media pendidikan, kita tidak boleh sembarang dalam membuat. Oemar Hamalik (1979 : 18) memaparkan tentang syarat-syarat dalam membuat media pendidikan :

a. Rasionil, masuk akal dan mampu dipikirkan oleh kita b. Ilmiah, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan c. Ekonomis, terjangkau dan hemat

d. Praktis, mudah digunakan dan sederhana

e. Fungsionil, bermanfaat dalam pembelajaran, dan dapat digunakan oleh guru dan siswa.

Berdasarkan syarat-syarat diatas, maka diharapkan guru dapat membuat suatu media pendidikan yang mudah dan tepat sasaran.

2. Alat Peraga

Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien (Sudjana, 1989 : 99). Menurut Estiningsih (1994) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari. Djoko Iswadji (Pujiati, 2004 : 3) mengemukakan bahwa alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa alat peraga adalah media pembelajaran yang dapat diserap oleh mata dan telinga dan mengandung ciri-ciri konsep yang dipelajari dengan tujuan mengembangkan konsep-konsep matematika sehingga proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efesien.

Prinsip-prinsip penggunaan alat peraga menurut Nana Sudjana (1989 : 104), adalah :

a. Menentukan alat peraga dengan tepat dan sesuai dengan tujuan serta bahan pelajaran yang diajarkan.

b. Menetapkan dan memperhitungkan subyek dengan tepat, perlu diperhitungkan apakah alat peraga itu sesuai dengan tingkat kematangan dan kemampuan siswa.

c. Menyajikan alat peraga dengan tepat, teknik dan metode penggunaan alat peraga dalam pengajaran harus sesuai dengan tujuan, metode, waktu, dan sarana yang ada.

d. Memperlihatkan alat peraga pada waktu yang tepat.

Nana Sudjana (1989 : 99) memaparkan bahwa fungsi dari alat peraga adalah agar bahan pelajaran yang disampaikan guru lebih mudah dipahami siswa. Dengan demikian, dalam pencapaian tersebut peran alat peraga sangatlah penting. Maka diharapkan dengan penggunaan alat peraga akan mendekatkan siswa pada hal – hal yang lebih real, dengan begitu pemahaman konsep siswa tentang materi pembelajaran akan semakin baik. 3. Alat Peraga “Kotak Geser”

Alat Peraga “Kotak Geser” yang digunakan, merupakan perkembangan dari teknik atau media “Kotak Geser” yang ditemukan atau

diinovasi oleh Bapak Amirullah (2006) dalam penelitian tindakan kelas di Kelas VIII.6 SMP Negeri 1 binamu Kabupaten Jeneponto. Alat

langkah-langkah perkalian dan faktorisasi bentuk aljabar. Alat peraga

“Kotak Geser” berupa kotak- kotak yang diisi dengan faktor- faktor dari suatu bilangan, kotak tersebut akan digeser sampai mencapai hasil yang tepat dan hasil yang tepat itulah yang kemudian disebut faktor- faktor dari bentuk aljabar.

Gambar 2.1

(Alat peraga “kotak geser” yang digunakan dalam penelitian) 4. Alat Peraga “Kotak Geser” dalam Pembelajaran

Beberapa contoh cara penggunaan alat peraga “Kotak Geser” dalam

pembelajaran:

a. Perkalian dengan bentuk + +

Contoh : + 2 ( + 3)

6

2 3

Maka persamaannya menjadi 2+ 5 + 6. 5

Hasil penjumlahan Hasil perkalian

b. Perkalian dengan bentuk + ( − ) Contoh : 3 + 4 −6 = 3 3 3 + 4 3 −6 = 3 +4 3 −6 -8 4 3 -6

Maka persamaan kuadratnya menjadi 3( 2143 −8)

= 3 2−14 −24 c. � � � � �� � � − ( − ) Contoh : −3 ( −5) 15 -3 -5

Maka persamaan kuadratnya menjadi 2−8 + 15. −14 33 Hasil penjumlahan Hasil perkalian -8 Hasil penjumlahan Hasil perkalian

d. Faktorisasi aljabar bentuk

Contoh : 2−25

-25

-5 1 -1

5 -25 25

Dari tabel diperoleh p = -5 dan q = 5 sehingga diperoleh persamaan : 2−25

= −5 ( + 5)

Maka faktorisasi aljabar nya adalah −5 ( + 5). e. Faktorisasi aljabar bentuk + +

Contoh : 2+ 6 + 9

9

-1 1 -3 3

-9 9 -3 3

Dari tabel diperoleh p = 3 dan q = 3 sehingga diperoleh persamaan :

2+ 6 + 9 = + ( + )

= + 3 ( + 3)

maka faktorisasi aljabarnya adalah + 3 ( + 3). 0 Hasil penjumlahan Hasil perkalian Hasil penjumlahan Hasil perkalian 10 6 0

f. Faktorisasi aljabar bentuk − +

Contoh : 2−4 + 4

4

-1 1 2 -2

-4 4 2 -2

Dari tabel diperoleh p = -2 dan q = -2 sehingga diperoleh persamaan :

2−4 + 4 = + ( + )

= −2 ( −2)

maka faktorisasi aljabarnya adalah −2 ( −2). g. Faktorisasi bentuk + + �� � ≠ .

Contoh : 3 2+ 7 + 2

6

-1 -2 2 1

-6 -3 3 6

Dari tabel diperoleh p = 6 dan q = 1 sehingga diperoleh persamaan :

3 2+ 7 + 2 = 3 2+ + + 2 = 3 2 + 6 + + 2 = 3 2+ 6 + ( + 2) = 3 + 2 + 1( + 2) = + 2 (3 + 1) Hasil penjumlahan 10 -4 Hasil perkalian Hasil penjumlahan 10 7 Hasil perkalian

Dokumen terkait