• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Kajian Pustaka

13. Alat Peraga Montessori

Uraian dalam subbab ini memaparkan beberapa hal tentang alat peraga yaitu pengertian alat peraga, fungsi alat peraga, kriteria alat peraga, alat peraga berbasis metode Montessori, dan alat peraga sandpaper letters menulis berbasis metode Montessori.

a. Pengertian Alat Peraga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:27), alat dapat didefinisikan sebagai benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, sedangkan menurut Sunardi,dkk (2005:20) menjelaskan alat peraga adalah alat media pengajaran untuk memperagakan sajian pelajaran. Dari dua pengertian tersebut, alat peraga dapat diartikan sebagai alat yang

digunakan untuk memperagakan materi pembelajaran agar dapat menyampaikan materi dengan baik kepada siswa.

Senada dengan pengertian diatas, Ali (dalam Sundayana,2014:7) berpendapat bahwa alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan serta perhatian dan kemauan siswa agar dapat membantu proses pembelajaran. Seperti halnya dengan pendapat Rusefendi (dalam Sundayana, 2014:7), alat peraga adalah alat yang menerangkan atau menyampaikan konsep pelajaran kepada siswa. Sama dengan paparan pendapat diatas, Simak Yaumi dan Syafei ( dalam Arsyad,2014:10) pun merumuskan pengertian alat peraga. Alat peraga merupakan alat yang digunakan guru untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu,alat peraga adalah alat yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa.

Berbagai pendapat diatas menyatakan bahwa alat peraga memiliki fungsi untuk membantu dan mempermudah siswa dalam memahami materi pembelajaran. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Maria Montessori, Montessori juga beranggapan bahwa siswa membutuhkan seperangkat peralatan pendidikan (didactic apparatus) yang berguna untuk perkembangannya. Alat peraga menurut Montessori merupakan kesatuan bahan-bahan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anak secara

individu dan mendukung pengembangan kemampuannya

Selain itu, alat peraga yang dibuat oleh Montessori ditujukan untuk membantu siswa dalam mencapai pengetahuan yang abstrak dan mengembangkan cara berpikir yang kreatid dengan memvisualisasikan simbol-simbol nyata (Liliard,1996:80-81). Oleh sebab itu alat peraga selalu tersedia di kelas-kelas Montessori sebagai lingkungan yang terstruktur dan mendukung perkembangan siswa dalam aktivitas sehari- hari.

Dalam kerjanya di Casa dei Bambini, Montessori menghadapi masalah yang umum dihadapi oleh semua pengajar di sekolah tingkat dasar tentang mengajari cara membaca dan menulis. Montessori menentang anggapan yang berlaku saat itu bahwa membaca dan menulis harus dipaksakan kepada anak-anak. Untuk mendorong kesiapan siswa dalam hal membaca dan menulis, Maria montessori merancang huruf-huruf dari kertas karton yang dilapisi dengan ampelas. Keika anak-anak meraba huruf-huruf ini, sang direktris akan membunyikan nama huruf tersebut. Sementara anak- anak disiapkan untuk menulis huruf dengan gerakan-gerakan meraba bentuk huruf, siswa akan menyimpan bentuk huruf dalam otak mereka kemudian mengenali bunyi dari huruf tersebut. Anak-anak siap untuk belajar membaca ketika mereka telah mengerti bahwa bunyi dari huruf- huruf yang mereka raba, dan kemudian mereka tulis serta membentuk kata-kata.

Ketika anak-anak telah mengenal semua huruf vokal dan sebagian huruf konsonan, anak-anak telah siap untuk membentuk kata-kata yang

sederhana. Dengan menggunakan huruf-huruf vokal, sang direktris akan memperlihatkan kepada anak-anak bagaimana cara menyusun dengan tiga huruf dan melafalkan nama mereka dengan jelas. Pada tahap selanjutnya, anak-anak akan menulis kata-kata yang didiktekan oleh sang direktris. Setelah cukup berlatih,anak-anak akan mampu menyusun kata-kata tanpa bantuan. (Magini, 2013:31)

Dalam sebuah metode pendidikan yang bersifat eksperimental, pendidikan atau pelatihan indra-indra tidak diragukan lagi oleh Montessori.Pelatihan indra-indra sentuhan dan suhu dapat berjalan secara bersama. Menurut Montessori (dalam Magini, 2013:233) menjelaskan bahwa pembatasan latihan-latihan indra sentuhan pada ujung-ujung jari sangat bermanfaat bagi kehidupan siswa. hal ini dapat dijadikan sebagai sebuah fase penting dalam pendidikan sebagai awal persiapan siswa alam menulis.

Salah satu teknik yang diajarkan oleh Montessori kepada muridnya adalah dengan memejamkan matanya supaya siswa mampu merasakan perbedaan yang terjadi pada ujung jarinya ketika meraba suatu permukaan yang kasar. Bahan pembelajaran yang diajarkan adalah huruf alfabetis yang terdiri dari sebuah papan kayu segi empat yang dibagi menjadi dua segiempat yang sama,yang satu ditutup dengan kertas yang sangat halus,atau permukaan yang kayunya dihaluskan hingga sangat halus;yang lain ditutup dengan kertas ampelas dan sebua papan yang sebelumnya

dilapisi dengan strip-strip dari kertas halus dan kertas ampelas secara berselingan.

Montessori juga membuat sebuah alfabet yang indah, huruf-hurufnya dalam bentuk tulisan yang bagus, tersusun dari huruf-huruf yang rendah dengan tinggi 8 sentimeter (Magini,2013:306), dan huruf-huruf yang lebih tinggi secara proporsional. Huruf-huruf ini terbuat dari kayu, dengan ketebalan sekitar 0,5 sentimeter, kemudian diberi cat, yang termasuk dalam huruf konsonan diberi cat warna biru,sedangkan huruf vokal diberi cat warna merah. Bagian bawah dari huruf- huruf ini,tidak dicat tetapi dilapisi dengan perunggu sehingga dapat bertahan lebih lama. Huruf-huruf yang dibuat pada kartu-kartu ini ditata dalam kelompok-kelompok. disetiap huruf alfabet tersebut, Maria Montessori juga menyiapkan sebuah gambar dari sebuah benda yang namanya dimulai dengan huruf tersebut. Di atas gambar,hurufnya dilukis dalam ukuran yang besar,dan

didekatnya, huruf yang sama namun ukurannya jauh lebih kecil daripada huruf cetak. Gambar-gambar ini berfungsi untuk memapankan memori tentang bunyi dari huruf tersebut, dan huruf cetak kecil yang telah terpasang dengan huruf yang besar menjadi pengantar menuju pembacaan buku-buku.bagian yang menarik dari eksperimen maria montessori adalah bahwa setelah maria memperlihatkan pada anak-anak bagaimana meletakkan huruf-huruf kayu pada huruf-huruf secara berkelompok- kelompok pada kartu-kartu, Montessori meminta muridnya untuk meraba

rangkaian huruf huruf tersebut dengan gerakan tangan seperti layaknya orang menulis.

Montessori juga mengembangkan latihan-latihan ini dalam beragam cara dan anak-anak belajar untuk membuat gerakan tangan yang diperlukan unuk memproduksi bentuk tanda-tanda grafis tanpa menulis.“Saya dikagetkan oleh sebuah ide yang tidak pernah masuk dalam benak saya sebelumnya, yaitu dalam menulis, kami membuat dua bentuk gerakan yang berbeda, karena disamping gerakan yang mereproduksi bentuk,terdapat juga gerakan untuk memainkan alat-alat tulis.Untuk memegang dan memainkan sebuah pensil dengan akurat, anak akan memperoleh sebuah mekanisme otot-otot khusus yang terpisah dari geraan menulis, hal ini harus berjalan beriringan dengan gerakan yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk-bentuk huruf. Dalam menulis, memang harus ada sebuah mekanisme otot-otot yang berbeda dengan memori motorik tentang tanda-tanda grafis.Pada periode pertama, anak meraba huruf tidak hanya dengan jari telunjuk tangan, tetapi dengan dua jari yakni jari telunjuk dan jari tengah, kemudian pada periode kedua, anak meraba huruf- huruf dengan sebuah tongkat kayu kecil, yang dipegang seperti memegang pensil.

Montessori mengatakan bahwa sang anak harus mengikuti gambaran visual dari bentuk huruf. Sudah benar apabila jarinya telah terlatih melalui kegiatan meraba kontur-kontur dari bentuk-bentuk geometris. Meraba huruf-huruf dan melihatnya pada waktu yang bersamaan, menyimpan

gambaran tersebut lebih cepat melalui kerjasama indra-indra (Magini,2013:310). Dalam latihan-latihan untuk membentuk gambaran visual dan otot tentang tanda-tanda alfabet, dan untuk membangun memori otot mengenai gerakan- gerakan yang diperlukan dalam menulis.

Bahan pembelajaran yang digunakan adalah kartu- kartu huruf yang terdiri dari kartu- kartu dimana huruf-huruf tunggal dari alfabet ditempelkan pada kertas ampelas; kartu-kartu besar memuat kelompok- kelompok dari huruf-huruf yang sama. Kartu-kartu dimana huruf-huruf yang telah diampelas disesuaikan dengan ukuran dan bentuknya dengan masing- masing huruf.Huruf vokal di kertas ampelas dominan berwarna cerah dan ditempelkan pada kartu berwarna gelap sedangkan huruf- huruf konsonan dan kelompok-kelompok hurufnya dikertas ampelas hitam kemudian ditempelkam pada kartu-kartu berwarna putih. Pengelompokan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga menarik perhatian siswa pada bentuk-bentuk yang kontras atau bentuk-bentuk analog ( Magini, 2013:321).

Dalam mengajarkan huruf-huruf alfabet, Montessori memulai dengan huruf-huruf vokal dan berproses menuju huruf-huruf konsonan, kemudian melafalkan bunyi dari huruf tersebut. Untuk huruf-huruf konsonan, maria mulai menyatukan suaranya dengan salah satu suara vokal, mengulang suku kata menurut metode fonetis seperti biasa.

a) Periode pertama mengenai penghubungan sensasi visual dan otot sentuhan dengan bunyi huruf. Dalam hal ini sang direktris menyajikan kepada siswa dua kartu yang memuat huruf-huruf vokal (atau dua huruf konsonan), andaikan kita menyajikan huruf i dan o,kemudian berkata, “Ini adalah i! Ini adalah o”segera setelah kita memberikan bunyi dari sebuah huruf, kemudian sang direktris menyuruh siswa meraba huruf kemudian mengajari bagaimana cara meraba dan jika perlu memandu jari telunjuk tangan kanan untuk meraba atau menyusuri huruf tersebut seperti gaya siswa sedang menulis,

b.) Periode kedua mengenai persepsi, siswa harus mengetahui bagaimana membandingkan dan mengenali bentuk-bentuk ketika mendengar bunyi- bunyi yang bersesuaian dengan mereka. Apabila sang direktris bertanya kepada siswa, misalnya” Beri saya o!lalu beri saya huruf I!” apabila siswa tidak dapat mengenali huruf-huruf tersebut dengan melihatnya, maka sang direktris akan mengajak siswa untuk meraba hurufnya secara berulang-ulang.

c.) Periode ketiga mengenai bahasa, dengan membiarkan huruf-huruf tergeletak beberapa saat diatas meja, kemudian sang direktris bertanya kepada siswa,” Apakah ini?” dan siswa harus menjawab ini o,i,apabila yang dimaksud adalah huruf i dan o.

Dalam mengajar huruf-huruf konsonan, direktris hanya melafalkan bunyinya saja dan segera setelah melakukan dan menggabungkan dengan huruf vokal kemudian membentuk kata dan menyelang latihan kecil ini

dengan menggunakan huruf vokal yang berbeda-beda. Direktris harus selalu seksama untuk menekankan bunyi dari huruf konsonan kemudian mengulanginya, misalnya, m,m,m, ma,mi,mu,me,mo.

Ketika siswa mengulang-ulang bunyi tersebut maka siswa dapat memisahkan antara huruf vokal dengan huruf konsonan.(Magini, 2013:324).berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Maria montessori, sang direktris mencoba mengajarkan cara membaca melakukan tiga periode secara berturut-turut dengan menggunakan kartu huruf yang diberi warna cerah untuk huruf vokal dan warna putih untuk huruf konsonan.Maria montessori menyebutkan bahwa saat anak melafalkan bunyi dari huruf-huruf konsonan, siswa mendapatkan sebuah kesenangan yang nyata.

Bagi Montessori, tidak penting untuk memperlihatkan bagaimana pelafalan bunyi-bunyi alfabet agar dapat mengungkapkan suatu kondisi dari kemampuan ucap seorang siswa. adapun kekurangan-kekurangan yang hampir terkait dengan cara membaca disebabkan kurangnya perkembangan bahasa itu sendiri. Dalam hal memperbaiki kekurangan- kekurangan bahasa, Montessori mencoba mengikuti kaidah-kaidah fisiologis terkait dengan perkembangan bahasa siswa. akan tetapi, saat kemampuan bicara siswa telah berkembang secara sempurna, dan ketika siswa telah mampu melafalkan semua bunyi-bunyi huruf.

Disamping kegiatan membaca, maria montessori juga mulai melakukan kegiatan menulis. Ketika maria montessori menyajikan sebuah huruf pada

siswa dan mengucapkan bunyi tersebut, siswa juga akan menyimpan gambaran huruf-huruf ini melalui indra visual yakni mata, dan juga melalui indra-indra otot dan sentuhan yaitu kepekaan tangan.Bahan pembelajaran dari periode ketiga terdiri dari huruf-huruf alfabet.Huruf- huruf alfabet yang digunakan identik dalam bentuk dan dimensinya dengan huruf-huruf dari kertas amplas.

Dalam cara ini, tiap-tiap huruf yang merepresentasikan sebuah benda yang mudah dipegang oleh siswa. latihan-latihan yang digunakan oleh Maria montessori yaitu setiap siswa mengenal sebagian huruf vokal dan konsonan yang terdapat di kotak besar. Sang direktris melafalkan dengan sangat jelas sebuah kata, misalnya,”mama”, kemudian menyuarakan bunyi dari huruf m secara berulang-ulang,dan siswa diminta mengambil sebuah huruf m dan meletakkannya diatas meja. Kemudian sang direktris

mengulangi “ma-ma”. Siswa memilih huruf a dan meletakkannya di

samping kanan huruf m. (Magini, 2013:328). Menurut maria Montessori, suatu hal yang menarik ketika menyaksikan siswa dalam kegiatan membaca. Gerakan-gerakan bibir yang menunjukkan bahwa siswa sedang membaca ulang kata-kata yang ditemukan.Nilai penting dapat dipetik yaitu siswa mampu menganalisis, menyempurnakan, menyimpan bahasa ucapannya sendiri kemudian menghubungkan setiap objek dengan setiap bunyi yang diucapkan.Penyusunan kata-kata dapat memberikan sebuah bekal yang diperlukan siswa untuk pengucapan yang jelas dan kuat.

Latihan-latihan ini mampu menghubungkan bunyi yang didengar dengan adanya tanda grafis yang menampilkannya, dan membentuk dasar yang kuat untuk pengejaan yang akurat dan sempurna.Disamping ini, penyusunan kata-kata itu sendiri juga merupakan salah satu latihan untuk melatih kecerdasan. Kata yang dilafalkan kepada siswa menjadi suatu pelajaran menulis yang harus ditemukan dan siswa akan melakukannya dengan mengingat huruf-hurufnya dan memilih diantara huruf yang lain kemudian menyusun dalam susunan yang tepat.

Ketika siswa telah selesai menyusun dan membaca kata yang telah diperintahkan. Dalam kegiatan penyusunan kata, yang murni dan sederhana, anak-anak menggabungkan dua latihan sekaligus yaitu pemilihan tanda-tanda grafis. Dimulai pertama dari kotak-kotak huruf yang ada dihadapan siswa,kemudian siswa mengambil huruf-huruf yang diperlukan, kedua ketika siswa mencari ruang bagian dimana masing- masing huruf harus dikembalikan. Dengan demikian ada tiga latihan yang menyatu untuk membentuk gambaran dari tanda grafis yang bersesuaian dengan bunyi-bunyi dari kata.Ketiga periode ini secara keseluruhan memuat metode untuk penguasaan bahasa tulis.

Kegiatan psiko-fisiologis yang bersatu tersebut dapat digunakan untuk membangun kemampuan membaca dan menulis.gerakan-gerakan otot yang khas digunakan untuk membuat tanda-tanda huruf atau huruf-huruf yang disiapkan secara terpisah. Penyusunan kata-kata juga direduksi pada sebuah mekanisme penghubungan antara gambaran-gambaran yang

didengar dandilihat.Menurut pendapat Maria montessori, peneliti menarik kesimpulan secara umum tentang pengertian alat peraga, peneliti dapat menyimpulkan bahwa alatperaga merupakan alat bantu untuk memperagakan suatu materi dalam pembelajaran dengan mengaktifkan panca-indera siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

b. Fungsi Alat Peraga

Siswa memperoleh pengalaman belajarnya dengan menggunakan benda konkret seperti alat peraga.Montessori juga menegaskan bahwa semua material atau alat peraga tersebut berguna untuk mendorog perkembangan anak secara intelektual dan melatih keterampilan anak (Hainstock, 1997:82). Melalui alat peraga, siswa dapat melihat secara langsung memperagakan atau menggunakannya, dan membentuk konsep yang abstrak serta pemikiran yang kreatif. Fungsi lain yang dapat diperoleh dari alat peraga yang dibuat oleh Maria Montessori antara lain adalah memberikan kontrol pada pergerakan siswa sehingga siswa mampu berkembang dan belajar secara mandiri, serta mengembangkan kebahasaannya.(Liliard,1996:80-85).

Selain itu, alat peraga juga memiliki fungsi untuk mempermudah pemahaman siswa tentang materi pembelajaran.Materi yang sifatnya abstrak pada umumnya sukar dipahami oleh siswa tanpa bantuan alat peraga. Melalui alat peraga, siswa dapat memahami materi yang abstrak dengan melihat,meraba, dan menggunakan alat peraga tersebut

(Asyhar,2012:13).Sama halnya dengan paparan pendapat tersebut, Pramudjono (dalam Sundayana,2014:7) juga memaparkan fungsi alat peraga yaitu untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep pembelajaran.

Fungsi mengenai alat peraga juga dipaparkan oleh Asyhar. Menurut Asyhar (2012:11), alat peraga pembelajaran berfungsi untuk membantu

siswa dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan,

mengilustrasikan dan memantapkaninformasi yang akan diterima oleh siswa, serta menghilangkan ketegangan serta rasa malas yang dialami oleh siswa.

Bermacam alat peraga dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Alat peraga yang digunakan seharusnya sesuai dengan kriteria anak dilihat dari usia dan tahapan berpikirnya. Dalam usaha memanfaatkan alat peraga sebagai alat bantu agar siswa dapat mendapatkan pengalaman yang langsung. Menurut Edgar Dale ( Sadiman, 2009:8) mngklasifikasikan pengalaman dari yang paling konkret sampai abstrak.Klasifikasi tersebut dikenal sebagai kerucut pengalaman (cone of experience).berikut merupakan kerucut pengalaman menurut Edgar Dale.

Bagan 2.3 Kerucut Pengalaman Menurut E. Dale ( Sadiman,2009:8) Berdasarkan kerucut tersebut dapat terlihat bahwa pengalaman

belajarkonkret yang secara langsung dialami siswa terletak pada bagian bawah. Menurut Edgar Dale, bahwa pengalaman langsung mendapatkan tempat yang tertinggi dan utama, sedangkan belajar melalui abstrak berada di puncak kerucut. Hal ini menandakan bahwa setiap pengalaman belajar siswa yang dialami secara langsung merupakan cara belajar yang berkualitas dan dapat memahami simbol-simbol yang abstrak (Munadi, 2009:19-20). Oleh karena itu, pengalaman langsung menggunakan alat peraga dapat membantu siswa dalam memahami materi yang sifatnya abstrak.

Berdasarkan uraian tersebut, penggunaan alat peraga memang diperlukan dalam pembelajaran. Keberadaan alat peraga dapat membantu siswa dan guru terutama pada saat proses pembelajaran terutama pada pembentukan pengetahuan siswa. Uraian tersebut menegaskan bahwa pengembangan alat peraga dalam penelitian memang diperlukan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa melalui benda-benda konkret.

c. Kriteria Alat Peraga

Tidak semua benda dapat dikatakan sebagai alat peraga. Menurut Russefendi (dalam Sundayana,2014:18-19) berpendapat bahwa benda harus memenuhi beberapa syarat tertentu untuk disebut sebagai alat peraga terutama alat peraga bahasa Indonesia. Berikut merupakan berbagai kriteria dari alat peraga bahasa Indonesia, yaitu:

1. Tahan lama dan tidak melukai siswa ketika digunakan 2. Bentuk dan warnanya menarik

3.Sederhana dan mudah dikelola

4.Dapat menyajikan konsep menulis dan membaca dalam bentuk tulisan huruf yang nyata.

5. Sesuai dengan konsep menulis dan membaca

6. Peragaan dapat digunakan sebagai dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi siswa.

7. Menjadikan siswa dapat belajar aktif dan mandiri dengan menggunakan alat peraga.

d. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori

Alat peraga Montessori mempunyai empat ciri khusus (Montessori, 2002:171-175). Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut. Ciri alat peraga Montessori yang pertama adalah menarik.Alat peraga Montessori dirancang sedemikian rupa supaya menarik bagi siswa supaya dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar khususnya dalam penelitian ini untuk membaca dan menulis.

Alat peraga dibuat menarik dari segi,warna, bentuk dan sebagainya. Jikadilihat warnanya, alat peraga yang menarik dapat mengaktifkan sensorial anak pada saat anak menyentuh, meraba alat peraga menggunakan indera perabanya, serta mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh alat peraga menggunakan indera pendengar dan indera peraba (kulit). Melalui alat peraga tersebut, anak pun dapat menemukan hubungan satu hal dengan yang lain yang ada di dalam alat peraga ( Montessori,2014:174).

Ciri alat peraga Montessori yang kedua adalah bergradasi. Alat peraga Montessori mempunyai gradasi rangsangan warna, bentuk,dan tekstur dari alat peraga tersebut. Peneliti melihat adanya gradasi tekstur pada alat Sandpaper Letters yang telah dirancang, karena teksturnya tidak terlalu halus, sehingga mampu merangsang motorik halus anak ketika diraba secara berulang. Alat peraga Montessori tidak hanya bergradasi dalam arti dapat merangsang panca indera tetapi tetap menarik perhatian siswa, karena adanya perpaduan warna. Warna gradasi juga disesuaikan dengan penggunaan alat Montessori dan disesuaikan dengan perkembangan usia anak maupun materi yang dapat diperoleh dari alat peraga yang sama (Montessori,2002:174).

Gradasi warna dapat diperkenalkan dengan menggunakan kotak warna yang memiliki beberapa warna. Misalnya pada alat montessori terdapat warna merah untuk huruf vokal dan warna biru untuk huruf konsonan. Gradasi warna juga terdapat pada alat peraga bahasa Indonesia yaitu untuk menulis.Ciri alat peraga Montessori yang ketiga adalah auto-correction.Alat

peraga Montessori mempunyai pengendali kesalahan pada papan huruf sandpaper letters Montessori.

Ciri alat peraga Montessori yang keempat adalah auto-education.Alat peraga Montessori ini dirancang untuk menumbuhkan kemandirian anak serta pengembangan kemampuan secara mandiri tanpa adanya campur tangan dari orang dewasa.Lingkungan belajar dirancang sedemikian rupa supaya tidak ada orang dewasa yang mengintervensi hal-hal yang dilakukan anak.Hal tersebut dikarenakan setiap alat peraga sudah memiliki pengendali kesalahan apabila siswa tidak menjawab dengan tepat dan benar. (Montessori,2002:172-173).

Penggunaan alat peraga yang sesuai dengan konteks dapat membantu siswa selama proses belajar. Selama kegiatan belajar, siswa dapat berperan aktif untuk mencapai tujuan pembelajaran.ciri-ciri alat peraga dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti dalam mengembangkan alat peraga. Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga Montessori adalah alat peraga yang memiliki ciri-ciri yaitu bergradasi,menarik,auto-correction,auto- education dan kontekstual (bahan-bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga Sandpaper letters mudah diperoleh di lingkungan sekitar).Oleh sebab itu, alat peraga yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan bahan- bahan yang relevan dengan kegiatan menulis, yaitu Sandpaper letter.

Untuk semakin memperlancar keterampilan siswa dalam menulis kalimat sederhana yang didiktekan guru, siswa perlu diberi latihan secara terus-

Dokumen terkait