• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Dissolution Tester merk Pharneg Lab Type DISS-II, Spektrofotometri UV-Vis, timbangan analitis, kertas saring, kertas perkamen, spatuladan alat-alat gelas (beaker gelas,corong, gelas ukur, labu tentukurdan pipet volume).

3.3 Bahan-bahan

Sediaan kapsul piroksikam 20 mg, baku piroksikam, natrium klorida (NaCl), HCl pekat dan akuades.

3.4 Prosedur

3.4.1 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan 900 ml cairan lambung buatan tanpa penambahan pepsin adalah: a. Ditimbang sebanyak 8 gram NaCl

c. Ditambahkan 28 ml HCl (p)

d. Dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen selama 15 menit.

3.4.2 Pembuatan Larutan Pembanding

a. Ditimbang seksama sejumlah piroksikam BPFI 22,2 mg b. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

c. Ditambahkan 30 ml metanol (p), dikocok sampai larut.

d. Diencerkan dengan cairan lambung buatan tanpa penambahan pepsin sampai garis tanda dan dikocok.

e. Dipipet 3 ml larutan di atas dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.

f. Diencerkan dengan cairan lambung buatan tanpa penambahan pepsin sampai garis tanda dan dikocok.

g. Dimasukkan larutan kedalam kuvet.

h. Diukur serapan larutan baku dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 333 nm, menggunakancairan lambung buatan tanpapenambahan pepsin sebagai blanko.

3.4.3 Uji Disolusi Sampel Uji

Cara pembuatan larutan uji dengan metode keranjang: a. Disiapkan alat, dipastikan alat siap pakai.

b. Dimasukkan 900 ml cairan lambung buatan tanpa penambahan pepsin (media disolusi) kedalam gelas disolusi.

d. Dibiarkan media disolusi hingga suhu 37 ± 0,5°C.

e. Dimasukkan 6 kapsul piroksikam 20 mg ke dalam masing-masing wadah secara serentak.

f. Dijalankan alat pada laju kecepatan 50 rpm dan ditunggu selama 45 menit g. Setelah 45 menit, disaring larutan uji.

h. Dipipet 3 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml.

i. Diencerkan dengan cairan lambung buatan tanpa penambahan pepsin sampai garis tanda. Dikocok.

j. Diukur serapan masing-masing larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 333 nm.

3.4.4Pembutan Kurva Absorbansi

Pembuatan kurva absorbansi bertujuan untuk mendapatkan panjang gelombang absorbansi maksimum (λ maks) dari sampel. Berhubung protap pembuatan kurva absorbansi yang digunakan di PT Mutiara Mukti Farma telah ditentukan, maka pembuatan kurva absorbansi tidak dilakukan lagi. Sesuai dengan protap yang telah ditentukan, maka panjang gelombang maksimum yang digunakan untuk sampel piroksikam adalah 333 nm.

3.4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk melihat hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi (C), untuk membuat persamaan garis regresi dan untuk menentukan konsentrasi pengukuran zat uji. Pembuatan kurva kalibrasi diupayakan menghasilkan harga absorbansi (A) dalam rentang 0,4-0,6. Tapi biasanya harga absorbansi yang diperoleh berkisar antara 0,2-0,6.

Pembuatan kurva kalibrasi tidak dilakukan lagi karena:

1. Protab ini sudah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di PT Mutiara Mukti Farma sehingga cukup menggunakan kurva kalibrasi yang sudah ada.

2. Perhitungan kadar tidak menggunakan persamaan garis regresi melainkan menggunakan metode pendekatan, maka pembutan kurva kalibrasi tidak diperlukan.

3.4.6 Penetapan Kadar secara Spektrofotometri UV a. Dihidupkan power/on pada alat spektrofotometer.

b. Dibuka software spektrofotometri dan ditekan angka panjang gelombang. c. Dibuka tempat kuvet, dimasukkan larutan blanko pada kuvet 1.

d. Dimasukkan juga larutan standar pada kuvet 2, tutup. e. Kemudian dicatat absorbansinya (lihat pada printer).

f. Untuk mengukur absorbansi pada larutan uji dilakukan cara yang sama, dimana larutan blanko pada posisi tetap di kuvet 1 dan larutan uji pada kuvet 2.

3.4.7 Perhitungan

Perhitungan kadar zat terlarut kapsul Piroksikam dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: K =Vm Vb × Fu Fb X Au Ab× Bb Ke× Kbk

Keterangan: K = Kadar zat terlarut

Vm = Volume media disolusi (ml) Vb = Volume awal larutan baku (ml) Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan piroksikam yang tertera pada etiket (mg) Kbk = Kadar baku sekunder (baku kerja) (%)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan uji disolusi kapsul piroksikam 20 mg yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Data Uji Disoluai

No Berat Kapsul (mg) Absorbansi Larutan Uji (Au)

Kadar Zat Terlart (%)

1 240 0,50982 97,26% 2 232 0,51235 97,74% 3 229 0,51523 98,29% 4 230 0,51628 98,49% 5 238 0,51982 99,16% 6 235 0,51735 98,69%

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2 Pembahasan

Dari hasil uji disolusi kapsul piroksikam yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut yaitu: 97,26%, 97,74%, 98,29%, 98,49%, 99,16%, 98,69%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, dimana jumlah ke 6 tablet yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (75% + 5% = 80%). Dari data diatas dinyatakan bahwa kapsul piroksikam 20 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan memenuhi persyaratan uji disolusi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa piroksikam 20 mg yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV dan monografi lainnya yang berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dimana persyaratan uji disolusi tiap unit sediaan tidak satupun kadar kurang dari (Q + 5) yaitu (75% + 5% = 80%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2 Saran

Disarankan agar mutu sediaan kapsul piroksikam yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan tetap dipertahankan dan sesuai dengan monografi yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Penetapan kadar kapsul piroksikam dengan uji disolusi yang baik agar tetap dilakukan dan dikembangkan agar sediaan tersebut layak untuk didistribusikan dan dikonsumsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapsul

2.1.1 Kapsul secara umum

Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel, 1989).

Gelatin merupakan bahan yang sesuai untuk pembentukan cangkang kapsul karena dapat dikonsumsi dan larut, membentuk cangkang yang kuat, lapis tipis dan berubah dari bentuk larutan menjadi bentuk gel sedikit diatas temperatur kamar. Gelatin segera larut dalam air pada temperatur tubuh, dan tidak larut jika temperatur turun di bawah 30°C (Ansel, 1989).

2.1.2 Pembagian Kapsul

Menurut Ansel (1989), ada 2 jenis kapsul: a. Kapsul Gelatin Keras

Kapsul gelatinkeras merupakan jenis dimanacangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa.Gelatin dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang.Dalam perdagangan didapat gelatindalam bentuk serbuk halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran. Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi

mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair.

b. Kapsul Gelatin Lunak

Kapsul gelatin lunak mempunyai cangkang yang dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik.Kapsul-kapsul ini yang mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering.Biasanya pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu mesin khusus. Kapsul menjadi sangat penting bila diisi dengan obat-obat cair atau larutan obat.

2.1.3 Penyimpanan Kapsul

Penyimpanan kapsul ditempat yang lembab akan menyebabkan kapsul menjadi lunak dan lengket serta sukar dibuka, karena kapsul tersebut menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya, bila kapsul disimpan ditempat yang terlalu kering, maka kapsulakan kehilangan air dan cangkangnya menjadi rapuh dan mudah pecah. Oleh sebab itu kapsul disimpan pada ruangan yang kelembabannya sedang dan tidak terlalu kering, dan disimpan dalam botol kaca atau botol plastik yang tertutup rapat dan diberi pengering(silika) (Ditjen POM, 1995).

2.1.4PersyaratanKapsul

Kapsul mempunyai beberapa syarat untuk menjamin mutunya, menurut Agoes (2008), persyaratan kapsul adalah sebagai berikut:

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Jika bahan aktif dari sediaan tidak kurang dari 50% dari bobot sediaan atau kapsul dan lebih besar dari 50 mg persyaratannya dapat ditetapkan dengan keragaman bobot. Jika kandungan bahan aktifnya lebih kecil dapat digunakan persyaratan keseragaman kandungan.

2. Waktu Hancur

Pengujian kehancuran adalah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa cepat tablet hancur menjadi agregat atau partikel lebih halus. Pengujian dilakukan berdasarkan asumsi bahwa jika produk hancur dalam periode waktu singkat, misal dalam 5 menit, maka obat akan dilepas dan tidak ada antisipasimasalah dalam hal kualitas produk obat. Waktu hancur setiap tablet atau kapsul dicatat dan memenuhi persyaratan spesifikasi waktu (dalam 15 menit).

3. Disolusi

Disolusi adalah larutnya zat berkhasiat dalam suatu media disolusi. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa persentase zat aktif dalam obat yang dapat terlarut dan terabsorbsi dan masuk ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi pada tubuh.

4. Kadar Zat Berkhasiat

Pengujian ini merupakan versi kuantitatif dari pengujian identifikasi. Sebanyak 10-20 kapsul, isinya digerus dan bahan aktif yang larut diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah ditetapkan.

Umumnya rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari pernyataan pada etiket.

Ada tiga kegunaan uji disolusi, yaitu dapat menjamin keseragaman suatu batch, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan,dan juga uji disolusi diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman kandungan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi kapsul (Agoes, 2008).

2.2 Obat-obat Anti-Inflamasi Nonsteroid

Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu group obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan anti-inflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase tetapi tidak enzim lipoksiginase. Efek antipiretiknya baru terlihat pada dosis yang lebih besar daripada efek analgesiknya, dan AINS relatif lebih toksik daripada antipiretik klasik, maka obat-obat ini hanya digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendi (Mycek, 2001).

2.2.1 Analgetik-Antipiretik dan Anti-inflamasi

Analgetik adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lainnya. Hampir semua analgetika ternyata memiliki efek

anti inflamasi dimana efek anti inflamasi sendiri berguna untuk mengobati radang sendi (artritis remautoid). Jadi analgetika anti inflamasi non steroid adalah obat-obat analgetika yang selain mempunyai efek analgetika juga mempunyai efek anti inflamasi, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam pengobatan reumatik dan gout.Efek antipiretiknyaterlihat pada dosis yang lebih besar dari pada efek analgesiknya (Mycek, 2001).

2.3 Uraian Umum Piroksikam

Uraian umum piroksikam menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995): Rumus Bangun Piroksikam

Rumus Molekul : C15H13N3O4S Nama Umum : Piroksikam

Pemerian : Serbuk hampir putih atau coklat terang atau kuning terang, tidak berbau. Bentuk monohidrat berwarna kuning.

Kelarutan: Sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dansebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanoldan dalam larutan alkali mengandung air.

karboksamida 1,1-dioksida.

Persyaratan : Pada sediaan kapsul piroksikam mengandung piroksikam,C15H13N3O4S, tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya, padasuhu tidak lebih dari 30°C.

2.3.1 Farmakokinetik

Piroksikam adalah anti-inflamasi non steroid yang mempunyai aktivitas anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik. Aktivitas kerja piroksikam diperkirakan melalui interaksi beberapa tahap respon imun dan inflamasi, antara lain: penghambatan enzim siklo-oksigenase pada biosintesa prostaglandin, penghambatan agregasi netrofil dalam pembuluh darah, penghambatan migrasi polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke daerah inflamasi. Metabolisme terjadi dalam hati dan diekskresi melalui urin, 5% dalam bentuk utuh dalam urin dan feses (Mycek, 2001).

2.3.2 Efek Samping

Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Keluhan gastrointestinal, misalnya anoreksia, nyeri perut, konstipasi, diare, flatulen, mual, muntah, perforasi, tukak lambung dan duodenum. Gangguan hematologik seperti trombositopenia, depresi sumsum tulang. Gangguan kulit: eritema, dermatitis eksfoliatif, sindroma Stevens-Johnson. Gangguan Saraf pusat: sakit kepala, pusing, depresi, insomnia, gugup.

Efek samping lain seperti hiperkalemia, sindroma nefrotuk, nyeri, demam, penglihatan kabur, hipertensi dan reaksi hipersensitif. (Setiabudy, 2007).

2.3.3 Indikasi

Terapi simptomatik reumatoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut.

2.3.4 Sediaan dan Dosis

Untuk oral, rektal dan i.m 1 kali sehari 20 mg(d.c/p.c) dysmenorrea primer: 1 kali sehari 40 mg selama 2 hari, lalu bila perlu 1 kali sehari 20 mg. Pada serangan gout: permulaan 40 mg, lalu 2 kali sehari 20 mg selama 4-6 hari. Gangguan muskuloskeletal: 40 mg sehari selama 2 hari dosis tunggal atau terbagi, selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari. Dosis untuk anak belum diketahui (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.4 Disolusi

Disolusi didefinisikan proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut).

Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam darah.Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif (Syukri, 2002).

2.4.1 Alat Uji Disolusi

Menurut Ditjen POM(1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Metode Keranjang)

Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhutablet atau kapsulgranul atau agregatpartikel halusobat dalam larutanobat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan laindalam wadah 37 ± 0,5°C selama pengujian berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan kecepatan alat.

b. Alat 2 (Metode Dayung)

Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas daun dan batang sebagai pengaduk.Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan

selama pengujian berlangsung.Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar.

2.4.2Prosedur Pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) kedalam wadah, dipasang alat dan dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37°C.Satu kapsul dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah untuk analisis penetapan kadar dari bagian obat yang terlarut. Kapsul harus memenuhi syarat seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ditjen POM, 1995).

2.4.3Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan.Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada tahap 1 (S1), 6 kapsul diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 kapsul tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan

lagi ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 kapsul tambahan diuji lagi. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah ini.

Tabel 1. Penerimaan Hasil Uj Disolusi

Tahap Jumlah Sediaan yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6 Rata – rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3 12 Rata – rata dari 24 unit (S1+S2+ S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%

Keterangan: S1 : Tahap pertama S2 : Tahap kedua S3 : Tahap ketiga

Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994). 2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif

Menurut Syukri (2002), faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan, antara lain:

a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi: kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi. b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi. Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya: kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.

c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi: kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak

dengan pelarut.Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat disaluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada metode uji yang digunakan.

2.5 Penetapan Kadar

Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).

Penetapan kadar dipilih berdasarkan sifat senyawa. Untuk penetapan kadar dapat dilakukan dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV-Visibel, fluorometri dan konduktometri (Devissaquest, 1993).

Metode yang dipilih dalam penetapan kadar uji disolusi kapsul piroksikam yaitu spektrofotometri ultraviolet. Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran berapa banyak radiasi yang diserap oleh sampel.Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan.Spektrum ultraviolet mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan, tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai

gugus kromofor.Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).

Menurut Dachriyanus (2004), umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri ultraviolet adalah:

a. Pemilihan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

b. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi.Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi

Dokumen terkait