A. Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
4) Alih tangan kasus
Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan konseli bila tidak dapat memberikan bantuan kepada konseli. Konselor menyarakan kepada konseli untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang mempunyai keahlian yang relevan namun atas persetujuan konseli. 5) Hubungan kelembagaan
Prinsip umum ketika konselor bekerja dalam suatu lembaga perlu memperhatikan penyimpanan serta penyebaran informasi konseli sehingga wajib ada pengertian dan kesepakatan antara konselor dengan pihak lembaga tempat konselor bekerja. Keterkaitan kelembagaan dengan konselor yaitu adanya peraturan-peraturan di lembaga tempat konselor bekerja sehinggga wajib konselor untuk bertanggung jawab dalam mematuhi dan mengetahui program-program di lembaga tersebut. Konselor dapat mengundurkan dri jika tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di lembaga tempat bekerja.
d. Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain
Konselor dapat melakukan praktik mandiri ketika memperoleh izin praktik dari oraganisasi profesi ABKIN. Ketika mendapatkan izin praktik mandiri , konselor tetap mentaati kode etik profesi dan berhak mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan seprofesi. Laporan kepada pihak lain (misal: badan di luar profesinya) dan wajib memberikan keterangan informasi konseli, konselor
27
perlu sebijaksana mungkin menyampaikan informasi agar pihak konseli tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
e. Ketaatan pada profesi
Konselor wajib melaksanakan hak dan kewajiban tugasnya terhadap konseli dan profesi yang sepenuhnya untuk kepentingan dan kebahagiaan konseli. Tidak menyalahgunakan profesinya sebagai konselor untuk mencari keuntungan pribadi atau yang dapat merugikan konseli (misalkan menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar). Konselor yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang teleh ditetapkan oleh ABKIN.
Isi kode etik tahun 2010 merupakan hasil penyempurnaan dari kode etik bimbingan dan konseling tahun 2005. Kedua rumusan kode etik profesi bimbingan dan konseling tersebut mencakup lima bab.
Adapun rumusan kode etik profesi bimbingan dan konseling tahun 2010 menurut ABKIN (2010), antara lain:
a. Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Pembahasan pertama kode etik profesi bimbingan dan konseling mencakup definisi, prinsip, dan tujuan orgranisasi profesi Asosiasi Bimbingan dan Konseling; pengertian kode etik profesi bimbingan dan konseling; dan landasan legal kode etik profesi bimbingan dan konseling.
1) Pengantar
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) adalah organisasi profesi beranggotakan pendidik (guru, dosen) bimbingan dan konseling minimal lulusan Program Studi Sarjana (S1) Bimbingan dan
28
Konseling, dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Prinsip-prinsip dasar profesionalitas pelayanan bimbingan dan konseling antara lain:
a) Setiap individu dipandang atas dasar kemuliaan harkat dan martabat kemanusiaannya.
b) Setiap individu memiliki hak dihargai, diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan kesempatan memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling yang bermutu secara profesional.
c) Profesi bimbingan dan konseling menyelenggarakan layanan bagi individu dari berbagai latar belakang beragam dalam budaya; etnis, agama dan keyakinan; usia; status sosial dan ekonomi; individu dengan kebutuhan khusus; individu yang mengalami kendala bahasa; dan identitas gender.
d) Setiap individu berhak mendapatkan informasi yang mendukung pemenuhan atas kebutuhan dalam mengembangkan diri.
e) Setiap individu mempunyai hak untuk memahami makna dari pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa depan.
f) Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan dirinya sesuai dengan hak-hak pribadinya, aturan hukum, kebijakan, dan standar etika pelayanan.
Kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu:
29
a) Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota organisasi dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
b) Membantu anggota organisasi dalam membangun kegiatan pelayanan yang profesional.
c) Mendukung misi organisasi profesi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
d) Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi. e) Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan atau konseli. 2) Pengertian
Etika organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling adalah pedoman nilai dan moral yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam melaksanakan tugas, atau tanggung jawabnya dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Kode etik bimbingan dan konseling di Indonesia adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan dan konseling indonesia yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sehingga wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota organisasi profesi tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. 3) Landasan legal
Landasan legal kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia adalah:
30
a) Pancasila, Undang Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
b) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. c) Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang Standar pendidikan dan Tenaga Kependidikan).
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru.
e) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. f) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. g) Dasar Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) yang disusun dan
diberlakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi mulai Tahun 2003/2004.
h) Panduan Pengembangan Diri yang disusun dan diberlakukan oleh Pusat Kurikulum Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan sejak tahun 2006.
b. Kualifikasi, Kompetensi, dan Kegiatan
Pembahasan kedua kode etik profesi bimbingan dan konseling yaitu mengenai kualifikasi konselor, kompetensi konselor, dan kegiatan profesional bimbingan dan konseling.
31 1) Kualifikasi
Kualifikasi konselor adalah anggota ABKIN yang minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PPK).
2) Kompetensi
a) Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani (1) Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kepentingan konseli dalam situasi umum.
(2) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli, dalam ragam budaya Indonesia pada situasi kehidupan global yang adil dan beradab.
b) Menguasai landasan teoritik keilmuan pendidikan dan bimbingan dan konseling
(1) Menguasai teori dan praksis pendidikan.
(2) Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling.
(3) Menguasai esensi dan praktik operasional pelayanan bimbingan dan konseling pada setting pendidikan dalam berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan, serta setting non-pendidikan.
c) Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap konseli
32
(1) Merancang program bimbingan dan konseling, khususnya untuk sasaran layanan atau konseli pada satuan pendidikan, atau unit kerja/organisasi atau lembaga tempat konselor bertugas.
(2) Menguasai konsep, praksis dan praktik asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli.
(3) Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling, melalui penerapan pendekatan dan teknik konseling secara eklektik-komperhensif.
(4) Menilai proses dan hasil pelayanan bimbingan dan konseling.
d) Mengembangkan pribadi dan profesionalitas diri secara berkelanjutan
(1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (2) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian
berkarakter serta kinerja profesional.
(3) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional.
(4) Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja. (5) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan
dan konseling.
(6) Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi.
(7) Mengembangkan diri untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dalam bidang profesi melalui