• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa dan umumnya dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid biasanya pahit dan sangat beracun. Pada identifikasi senyawa golongan alkaloid dan basa nitrogen, beberapa macam senyawa golongan alkaloid

dan basa nitrogen yang diidentifikasi adalah Kinin HCl, Papaverin HCl, Efedrin, dan Heksamin.

Identifikasi penggolongan senyawa alkaloid dapat dilakukan menggunakan pereaksi umum yaitu pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendorf yang akan bereaksi positif membentuk endapan dengan senyawa alkaloid. Kedua pereaksi tersebut adalah pereaksi umum yang digunakan untuk identifikasi alkaloid. Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pereaksi Mayer dan Dragendorf karena dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih memiliki satu pasang elektron bebas yang menyebabkan senyawa-senyawa alkaloid bersifat nukleofilik dan cenderung bersifat basa. Akibatnya, senyawa-senyawa alkaloid mampu mengikat ion-ion logam berat yang bermuatan positif dan membentuk senyawa- senyawa kompleks tertentu yang berwarna.

Pada identifikasi Kinin HCl tidak dilakukan pengamatan fluoresensi karena tidak tersedianya alat. Pada identifikasi Kinin HCl hanya dilakukan identifikasi dengan reagen kloroform. Kinin HCl ditambahkan HCl untuk membentuk suasana asam. Lalu ditambahkan Br2 dan Kalium peroksida. Namun hasil yang didapat tidak sesuai dengan literature yang menunjukkan hasil larutan berwarna merah. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena kesalahan pada zat dan dapat terjadi juga karena kesalahan saat penambahan reagen.

Senyawa yang diidentifikasi selanjutnya adalah Papaverin HCl dengan pereaksi Lieberman. Lieberman akan memberikan hasil berupa larutan berwarna coklat kehitaman. Hal ini terjadi Karena pereaksi Lieberman spesifik terhadap gugus O-alkil yang berikatan dengan cincin benzen pada Papaverin.

Senyawa golongan alkaloid yang diidentifikasi selanjutnya adalah efedrin. Identifikasi dilakukan dengan penambahan reagensia Liebermann dan CuSO4 + NH4OH. Penambahan larutan uji Liebermann

menghasilkan perubahan warna menjadi orange kecoklatan dan berbuih. Pada saat ditambahkan CuSO4 dan NaOH, terbentuk cairan berwarna biru. Warna biru cairan yang terbentuk dapat berasal dari CuSO4 karena pemeriannya berupa kristal berwarna biru.

Senyawa yang diidentifikasi terakhir adalah Heksamin. Penambahan asam salisilat dengan H2SO4 pada heksamin tidak dilakukan karena tidak tersedianya reagen. Kemudian yang dilakukan dalam identifikasi adalah dengan memasukkan H2SO4 encer dan setelahnya dimasukkan kertas lakmus. Hasil yang ditunjukkan sesuai dengan literature yaitu kertas lakmus merah tidak berubah warna ( Clark, 2007 ). 5. Sulfonamida dan Barbiturat

Pada identifikasi senyawa golongan Sulfonamida dan Barbitural, beberapa macam senyawa yang diidentifikasi adalah Sulfametazin, Sulfonilamid, Luminal, dan Barbital.

Dalam praktikum ini, semua senyawa golongan sulfonamida akan diidentifikasi menggunakan metode dan pereaksi yang sama sehingga dapat dibedakan tiap senyawa dari reaksi yang ditimbulkan. Reaksi identifikasi yang akan dilakukan untuk seluruh senyawa golongan sulfonamida adalan reaksi dengan penambahan p-DAB, reaksi dengan CuSO4, reaksi dengan Koppayi-Zwikker dan reaksi dengan vanilin + H2SO4.

Senyawa golongan sulfonamida dan barbiturat pertama yang diidentifikasi adalah sulfamezatin. Identifikasi sulfamezatin menggunakan pereaksi DAB tidak dilakukan karena tidak tersedianya p-DAB. Lalu identifikasi dengan H2SO4+vanillin menghasilkan larutan berwarna merah jingga. Sulfamezatin dapat menimbulkan reaksi yang positif dengan vanilin + H2SO4 karena terjadinya oksidasi terhadap senyawa sulfametazin oleh vanillin + H2SO4. Setelah itu, identifikasi dilakukan menggunakan pereaksi Koppayi-Zwikker. Koppayi Zwikker

merupakan pereaksi yang mengandung kobalt nitrat 1% dalam etanol. Penambahan pereaksi Koppayi-Zwikker ini menimbulkan perubahan larutan menjadi berwarna merah muda. Hal ini disebabkan karena pereaksi Koppayi Zwikker bereaksi dengan senyawa yang mengandung gugus imida (O=S-NH2). Selain itu, pereaksi Koppayi-Zwikker mengandung kobalt yang termasuk ke dalam golongan transisi, dimana golongan transisi ini akan membentuk senyawa kompleks berwarna.

Selanjutnya, dilakukan identifikasi golongan barbiturat. Asam barbiturat diperoleh dari hasil kondensasi yang terjadi antara urea dengan asam malonat melalui reaksi eliminasi dua molekul air. Asam barbiturat dapat berada dalam bentuk keto maupun enol yang mana pada saat berada dalam bentuk enol maka senyawa ini dapat bereaksi asam sehingga dapat terionisasi. Selain itu, garam-garam Natrium dari senyawa ini bersifat tidak stabil. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa dalam bentuk garamnya di dalam air, asam barbiturat tidak boleh disimpan terlalu lama. Asam barbiturat sukar larut dalam air, mudah larut dalam eter, kloroform, dan etil asetat. Selain itu, senyawa ini mudah mengadakan sublimasi sehingga hasil dari sublimasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi barbital khususnya pada keadaan vaccum. Reaksi antara barbital dengan Koppayi Zwikker akan menghasilkan suatu Kristal berbentuk jarum dan berwarna ungu sedangkan reaksi antara barbital dengan reagen Lieberman akan menghasilkan larutan yang berwarna jingga. Reaksi H2SO4 dan alfa naftol dengan barbital menghasilkan larutan bening kehitaman.

Untuk sampel luminal yang direaksikan dengan reagen koppayi-zwikker menghasilkan warna merah muda. Sementara itu, reaksi antara luminal dengan Lieberman menghasilkan warna oranye pada sampel. Reagen Lieberman ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang memiliki cincin benzen, pembentukkan warna oranye yang kemudian berubah menjadi warna coklat dengan terbentuknya endapanmenunjukkan bahwa luminal positif memiliki cincin benzen yang terdistribusi tunggal.

6. Antibiotik

Antibiotika merupakan segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yamg mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri ( Ganiswara, 1995 ).

Antibiotik merupakan salah satu golongan yang terdiri dari banyak kelompok dan turunannya. Secara umum, antibiotik terdiri dari golongan obat yang mengandung cincin beta laktam, turunan aminoglikosida, kloramfenikol, sefalosporin, beta laktam, kuinolon, turunan tetrasiklin, makrolida, penisilin, dan golongan lain yang secara kimia mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Prinsip rekasi identifikasi antibiotik adalah dapat bereaksi dengan asam pekat atau basa pekat karena asam sulfat pekat yang ditambahkan dapat mengoksidasi senyawa zat aktif. Sampel yang dipilih pada pengamatan kali ini yaitu amoksisilin, eritromisin, kloramfenikol, dan tetrasiklin. Golongan ini termasuk golongan antibiotik dengan berbagai gugus fungsi yang berbeda.

Berdasarkan literature pada Farmakope Indonesia IV, Amoksisilin memiliki rumus molekul C16H19N3O5S. 3H2O. Pemeriannya adalah serbuk hablur putih, praktis tidak berbau. Pada sampel pertama, gugus fungsi amoksisilin dilakukan dua identifikasi. Identifikasi pertama adalah uji bau dari pemanasan amoksisilin dan identifikasi kedua adalah penambahan asam sulfat.

Pengujian bau dari amoksisilin dilakukan dengan pengamatan bau atau aroma yang dihasilkan dari amoksisilin yang dipanaskan di atas nyala api bunsen. Mula-mula, amoksisilin dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan di atas nyala api bunsen dan diamati. Setelah beberapa detik, bau yang dihasilkan dari pemanasan amoksisilin adalah bau karet yang terbakar yang merupakan bau khas dari amoksisilin. Hal ini terjadi karena pada saat pembakaran, amoksisilin melepas zat-zat yang

terdiri dari atom karbon, nitrogen, dan hidrogen dalam bentuk senyawa gas yang menimbulkan bau tersebut.

Identifikasi kedua dari amoksisilin adalah penambahan asam sulfat pekat karena pada penambahan asam sulfat pekat struktur antibiotik yang tidak begitu stabil kemudian akan dipecah dan berikatan dengan gugus sulfat dari asam sulfat sehingga menghasilkan warna-warna yang khas. Mula-mula, amoksisilin dimasukkan ke dalam plat tetes, kemudian ditetesi dengan 1-3 tetes asam sulfat pekat, diaduk, dan diamati. Setelah diaduk, hasil yang diperoleh adalah ketidaklarutan amoksisilin dan perubahan warna dari warna putih amoksisilin menjadi warna kuning kehijauan. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya kompleks antara asam sulfat dengan amoksisilin sehingga menghasilkan warna yang spesifik.

Selanjutnya adalah Kloramfenikol, berdasarkan literatur pada

Farmakope Indonesia III,

kloramfenikol berbentuk kristal dan

bekerja dengan menghambat sintesis protein mikroorganisme. Kloramfenikol memiliki spektrum, dosis, kadar dalam darah yang sama dengan tetrasiklin. Pada gugus fungsi eritromisin dilakukan tiga identifikasi. Identifikasi pertama adalah penambahan aseton, asam klorida, dan kloroform dan identifikasi kedua adalah penambahan asam sulfat.

Pengamatan eritromisin yang pertama dilakukan di dalam tabung reaksi. Mula-mula, zat dilarutkan dengan aseton, kemudian ditambahkan 2 ml HCl dan 2 ml kloroform. Lalu diamati perubahan yang terjadi. Eritromisin ditambahkan asam klorida karena eritromisin larut dalam asam klorida encer. Pada penambahan aseton dan asam klorida pada eritromisin, dihasilkan warna coklat tua dan pada penambahan kloroform dihasilkan larutan yang keruh. Larutan yang keruh ini tidak sesuai dengan literature dimana hasil yang sesuai adalah larutan berwarna hijau ( Petrucci, 1992 ).

Hal ini bisa terjadi karena kesalahan dari sampel dan dapat terjadi saat penambahan reagen HCl atau kloroform.

Identifikasi eritromisin yang kedua dilakukan dengan penambahan asam sulfat yang dilakukan di atas plat tetes. Hasil yang diperoleh adalah larutan berwarna ungu kehitaman.

Gugus fungsi ketiga dari golongan antibiotik yang diuji adalah kloramfenikol. Pada gugus fungsi ini, hanya dilakukan dengan uji Fujiwara saja. Hasil yang didapatkan dari uji pada gugus antibiotic ini sesuai dengan literature dimana hasil yang didapatkan adalah larutan berwarna jingga kemerahan ( Clark, 2007 ).

Sampel keempat adalah tetrasiklin. Berdasarkan Farmakope Indonesia III, tetrasiklin adalah antibiotik dengan spektrum luas karena menginhibisi hampir semua bakteri gram-negatif maupun gram-positif. Pada gugus fungsi tetrasiklin dilakukan lima identifikasi yaitu penambahan reagen benedict, Liebermann, mandelin, marquis, dan asam sulfat.

Pada pengujian pertama yaitu dengan benedict, mula-mula sampel ditempatkan pada tabung reaksi, lalu ditambahkan 0,5 ml reagen. Kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit dan diamati perubahan yang terjadi. Hasil yang diperoleh adalah larutan hijau dengan endapan yang terjadi akibat reaksi dengan zat pereduksi dari tetrasiklin yang mengandung gugus hidroksil pada gugus alifatik.

Pengujian kedua adalah penambahan reagen Liebermann pada tetrasiklin. Mula-mula, sampel ditempatkan pada plat tetes, lalu ditambahkan pereaksi Liebermann, dan diamati perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah larutan berwarna cokelat yang disebabkan oleh senyawa

yang mengandung dua cincin benzen tersubstitusi mono yang tergabung dalam satu atom karbon atau atom karbon yang berdampingan.

Pengujian ketiga adalah penambahan reagen mandelin yang dilakukan dengan cara penambahan reagen mandelin pada sampel tetrasiklin yang telah ditempatkan pada plat tetes, kemudian diamati perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah cokelat terang dari reaksi dengan cincin aromatik.

Pengujian keempat adalah dengan penambahan reagen marquis yang dilakukan dengan penambahan reagen mandolin pada sampel yang ditempatkan pada plat tetes, dan kemudian diamati perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah larutan hijau pekat yang merupakan hasil yang sesuai pada literature ( Clark, 2007 ).

Pengujian terakhir tetrasiklin adalah penambahan 2 ml asam sulfat pada 0,5 mg sampel, lalu diamati perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah larutan yang berwarna merah kehitaman akibat reaksi antara tetrasiklin dan reagen asam sulfat.

VI. SIMPULAN

Dapat mengetahui cara identifikasi senyawa golongan obat alkohol, fenol, asam karboksilat, alkoid dan basa nitrogen, sulfomida dan barbiturat dan antibiotik.

Dokumen terkait