• Tidak ada hasil yang ditemukan

Allowable Riser Span

Dalam dokumen Analisis Tegangan Dan Allowable Span Riser (Halaman 30-43)

Panjang span yang diperbolehkan berdasarkan DNV RP F105 appendix C (C 2.2) yaitu bisa didapat dengan mensubstitusi nilai frekuensi natural pada arah in-line dan cross-flow dengan  fundamental natural frequency. Dari besar frekuensi natural tersebut akan mempengaruhi panjang bentang bebas riser yang diizinkan atau allowable riser span  pada masing-masing span aktual yang ada. Berikut

Allowable Riser Span untuk Arah Cross-Flow



= 

.



 

.



0.5

  (2.44)

Dengan :

C = koefisien kondisi batas E = modulus young baja I = momen inersia baja Madd = massa tambah 2.2.11

 Screening F atigue

Yield dan fatigue merupakan penyebab utama dalam kegagalan pipa akibat  free span. Pada kondisi resonansi, osilasi akan menyebabkan kelelahan pada pipa dan akhirnya pipa mengalami kegagalan. Osilasi ini biasanya in-line dengan arah aliran, tetapi juga dapat melintang (cross-flow), tergantung pada kecepatan arus dan  panjang bentang (Guo dkk, 2014).

Reduced velocity untuk arah in-line

,

= 

.0

,

untuk Ksd < 0.4 (2.45)

,

= 

0.+ ,

untuk 0.4 < Ksd < 1.6 (2.46)

,

= 

.

,

untuk Ksd > 1.6 (2.47)

,

= safety factor untuk in-line

Reduced velocity untuk arah cross-flow

,

= 

.,.,,

  (2.48)

,

= safety factor untuk cross-flow

Pada struktur riser   yang berada di atas permukaan  seabed   dapat diasumsukan faktor koreksi



,

 = 1

dan reduction factor   karena  pengaruh trench

 

,

 = 1.

Selanjutnya evaluasi tersebut dapat dilanjutkan pada tahap  screening fatigue  berdasarkan pada DNV RP F105 pada arah in-line dan cross-flow

2.2.12 Tegangan yang Terjadi pada Pipa

Kegagalan pada pipa terjadi apabila tegangan melebi tegangan batas material yang diizinkan. Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh  beban luar seperti berat statis, tekanan, dan muai thermal. Sedangkan tegangan  batas dipengaruhi oleh jenis material pipa dan metode produksinya. Kemudian kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan teori kegagalan   (failure theory) yang ada.

Teori kegagalan yang paling sering digunakan dalam analisis kegagalan  pipa adalah teori kegagalan von mises. Pada teori ini tegangan dalam yang dihitung

adalah tegangan ekuivalen yang merupakan resultan tegangan hoop, tegangan longitudinal, dan tegangan geser tangensial. Sedangkan yang menjadi batas adalah SMYS.

2.2.12.1 Tegangan Tangensial (

Hoop Stress

)

Perhitungan hoop stress  menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menentukan ketebalan pipa, karena ketebalan pipa harus mampu menahan tegangan

Dengan :

Pi = Tekanan internal (N/m2) Pe = Tekanan eksternal (N/m2) D = Diameter luar pipa (mm) t = Tebal dinding pipa (mm)

2.2.12.2 Tegangan Longitudinal (

Longitudinal Stress

)

Tegangan longitudinal bekerja secara memanjang dalam arah aksial sejajar dengan sumbu pipa, dan bergantung kepada tekanan, suhu, lengkungan, serta tegangan sisa yang sukar sehingga sering diabaikan. Tegangan longitudinal merupakan kombinasi dari tegangan thermal dan Poisson’s Effect.

Poisson’s Effect

 Poisson’s effect adalah tegangan yang terjadi akibat adanya residual  pada saat proses fabrikasi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung  poisson’s effect adalah sebagai berikut :

 = 

.−−.

  (2.53) Dengan :

v = poisson’s ratio (0.3 untuk carbon steel ) Pi = tekanan internal (N/m2)

Pe = tekanan eksternal (N/m2) D = Diameter luar (mm)

2.2.12.3 Tegangan Ekuivalen (

Von Mises E quivalent Stress

)

Tegangan ekuivalen merupakan kombinasi tegangan hoop, longitudinal, dan  shear.  Dalam Bai (2014) disebutkan bahwa untuk tegangan  shear (τ) pada kondisi pipeline span nilainya adalah 0 (nol) atau diabaikan. Tegangan ekuivalen dihitung untuk analisis kegagalan dengan menggunakan teori kegagalan von mises.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian (Umum)

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan data riser , data lingkungan, dan data operasi

1. Studi Literatur

Tahap awal dalam pengerjaan tugas akhir ini yaitu melakukan pengumpulan  bahan dan materi sebagai bahan studi. Materi berasal dari buku, code, kumpulan tugas akhir, dan jurnal yang berhubungan dengan topik tugas akhir ini,

2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk pengerjaan tugas akhir ini antara lain data riser  seperti jenis material riser   dan diameter luar riser , data lingkungan  berupa kedalaman laut, data arus, data gelombang, serta terakhir berupa data operasi. Data-data tersebut didapat dari pengumpulan bahan rekan penulis  pada saat kerja praktek yang merupakan data kemepilikan dari PT.

Pertamina PHE ONWJ.

3. Perhitungan Wallthickness Riser 

Setelah data umum riser   dan data operasi, maka dapat dilakukan  perhitungan tebal dinding riser.  Tebal riser yang dihitung harus mampu

3.1.1. Diagram Alir Perhitungan

Wallthickness

Mulai

Memilih tebal pipa pada schedule  berdasarkan outer diameter

Menghitung tebal pipa berdasarkan kegagalan akibat pressure containment

Menghitung tebal pipa berdasarkan kegagalan akibat external pressure

Menghitung tebal pipa berdasarkan kegagalan akibat propagation buckling

1. Memilih tebal riser  pada schedule berdasarkan outer diameter.

Tahap pertama dalam penentuan wallthickness riser adalah memilih tebal yang ada pada  schedule sesuai dengan diameter luar yang sudah ditentukan pada desain basis. Tebal riser  yang dipilih ini digunakan untuk memeriksa apakah tebal tersebut mampu mengakomodasi gaya-gaya yang bekerja yang dapat mengakibatkan kegagalan seperti buckling maupun perambatannya. Apabila tebal yang dipilih ternyata jauh lebih besar dari hasil perhitungan, maka tebal yang dipilih harus diperkecil sesuai pada schedule.

2. Desain tebal riser  berdasarkan kegagalan pressure containtment.

Tebal pipa berdasarkan pressure containment harus ditambahkan dengan corrosion allowance, mill tollerance dan construction tollerance. Setelah itu dihitung tebal pipa berdasarkan ASME B 31.8 untuk mengakomodasi local buckling   maupun  propagation buckling   dan dipilih tebal nominal riser  yang sesuai schedule yang memenuhi hasil perhitungan.

nominal jauh lebih besar, maka dilakukan pemilihan ulang tebal riser  yang lebih tebal dari schedule sebelumnya. Apabila tebal nominal jauh lebih kecil, maka dapat diperkirakan riser  dapat dikatakan aman untuk jangka waktu yang lebih  panjang.

3.1.2. Diagram Perhitungan

 Allowable Span Riser 

Mulai

Perhitungan properti dan parameter riser 

Perhitungan parameter VIV Perhitungan kecepatan partikel

gelombang & kecepatan arus

1. Perhitungan properti dan parameter riser.

Properti riser yang dihitung adalah tebal riser , diameter dalam riser , dan panjang riser span untuk dijadikan parameter perhitungan pada tahap selanjutnya, s esuai dengan DNV RP F105.

2. Perhitungan kecepatan partikel gelombang & kecepatan arus

Kegagalan akibat fatigue pada umumnya disebabkan oleh vortex induced vibration (VIV) yang terjadi secara berulang-ulang. Maka dari itu perlu mencari kecepatan partikel gelombang dan kecepatan arus pada tiap kedalaman yang relatif membahayakan terhadap riser span. Kecepatan arus didapat dengan menghitung VIV  steady currents (Uc) yang merupakan current velocity  pada return period 100 tahun menggunakan one seventh power law  berdasarkan kedalaman referensi serta menghitung kecepatan partikel gelombang dengan teori gelombang stokes orde 2 sesuai dengan DNV RP C205.

3.Perhitungan parameter VIV

yang diizinkan atau allowable riser span pada masing-masing span aktual yang ada.

6. Screening Fatigue untuk arah in-line dan cross-flow

Yield dan fatigue merupakan penyebab utama dalam kegagalan pipa akibat free span. Pada kondisi resonansi, osilasi akan menyebabkan kelelahan pada pipa dan akhirnya pipa mengalami kegagalan. Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi atau  screening fatigue  yaitu dengan melakukan pengecekan parameter  screening criteria seperti frekuensi natural, dan reduce velocity pada arah in-line dan cross- flow berdasarkan pada DNV RP F105.

7. Membandingkan allowable riser span dengan span aktual

Setelah diketahui batas panjang span yang diperbolehkan, maka dapat diketahui apakah span aktual yang ada sudah melebihi batas minimum allowable riser  span. Jika span aktual kurang dari batas yang diizinkan, maka perlu dilakukan

Dalam dokumen Analisis Tegangan Dan Allowable Span Riser (Halaman 30-43)

Dokumen terkait