Panjang span yang diperbolehkan berdasarkan DNV RP F105 appendix C (C 2.2) yaitu bisa didapat dengan mensubstitusi nilai frekuensi natural pada arah in-line dan cross-flow dengan fundamental natural frequency. Dari besar frekuensi natural tersebut akan mempengaruhi panjang bentang bebas riser yang diizinkan atau allowable riser span pada masing-masing span aktual yang ada. Berikut
Allowable Riser Span untuk Arah Cross-Flow
=
.
.
0.5
(2.44)Dengan :
C = koefisien kondisi batas E = modulus young baja I = momen inersia baja Madd = massa tambah 2.2.11
Screening F atigue
Yield dan fatigue merupakan penyebab utama dalam kegagalan pipa akibat free span. Pada kondisi resonansi, osilasi akan menyebabkan kelelahan pada pipa dan akhirnya pipa mengalami kegagalan. Osilasi ini biasanya in-line dengan arah aliran, tetapi juga dapat melintang (cross-flow), tergantung pada kecepatan arus dan panjang bentang (Guo dkk, 2014).
Reduced velocity untuk arah in-line
,
=
.0
,
untuk Ksd < 0.4 (2.45)
,
=
0.+ ,
untuk 0.4 < Ksd < 1.6 (2.46)
,
=
.
,
untuk Ksd > 1.6 (2.47)
,
= safety factor untuk in-line Reduced velocity untuk arah cross-flow
,
=
.,.,,
(2.48)
,
= safety factor untuk cross-flowPada struktur riser yang berada di atas permukaan seabed dapat diasumsukan faktor koreksi
,
= 1
dan reduction factor karena pengaruh trench
,
= 1.Selanjutnya evaluasi tersebut dapat dilanjutkan pada tahap screening fatigue berdasarkan pada DNV RP F105 pada arah in-line dan cross-flow
2.2.12 Tegangan yang Terjadi pada Pipa
Kegagalan pada pipa terjadi apabila tegangan melebi tegangan batas material yang diizinkan. Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti berat statis, tekanan, dan muai thermal. Sedangkan tegangan batas dipengaruhi oleh jenis material pipa dan metode produksinya. Kemudian kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan teori kegagalan (failure theory) yang ada.
Teori kegagalan yang paling sering digunakan dalam analisis kegagalan pipa adalah teori kegagalan von mises. Pada teori ini tegangan dalam yang dihitung
adalah tegangan ekuivalen yang merupakan resultan tegangan hoop, tegangan longitudinal, dan tegangan geser tangensial. Sedangkan yang menjadi batas adalah SMYS.
2.2.12.1 Tegangan Tangensial (
Hoop Stress
)Perhitungan hoop stress menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menentukan ketebalan pipa, karena ketebalan pipa harus mampu menahan tegangan
Dengan :
Pi = Tekanan internal (N/m2) Pe = Tekanan eksternal (N/m2) D = Diameter luar pipa (mm) t = Tebal dinding pipa (mm)
2.2.12.2 Tegangan Longitudinal (
Longitudinal Stress
)Tegangan longitudinal bekerja secara memanjang dalam arah aksial sejajar dengan sumbu pipa, dan bergantung kepada tekanan, suhu, lengkungan, serta tegangan sisa yang sukar sehingga sering diabaikan. Tegangan longitudinal merupakan kombinasi dari tegangan thermal dan Poisson’s Effect.
Poisson’s Effect
Poisson’s effect adalah tegangan yang terjadi akibat adanya residual pada saat proses fabrikasi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung poisson’s effect adalah sebagai berikut :
=
.−−.
(2.53) Dengan :v = poisson’s ratio (0.3 untuk carbon steel ) Pi = tekanan internal (N/m2)
Pe = tekanan eksternal (N/m2) D = Diameter luar (mm)
2.2.12.3 Tegangan Ekuivalen (
Von Mises E quivalent Stress
)Tegangan ekuivalen merupakan kombinasi tegangan hoop, longitudinal, dan shear. Dalam Bai (2014) disebutkan bahwa untuk tegangan shear (τ) pada kondisi pipeline span nilainya adalah 0 (nol) atau diabaikan. Tegangan ekuivalen dihitung untuk analisis kegagalan dengan menggunakan teori kegagalan von mises.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian (Umum)
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan data riser , data lingkungan, dan data operasi
1. Studi Literatur
Tahap awal dalam pengerjaan tugas akhir ini yaitu melakukan pengumpulan bahan dan materi sebagai bahan studi. Materi berasal dari buku, code, kumpulan tugas akhir, dan jurnal yang berhubungan dengan topik tugas akhir ini,
2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk pengerjaan tugas akhir ini antara lain data riser seperti jenis material riser dan diameter luar riser , data lingkungan berupa kedalaman laut, data arus, data gelombang, serta terakhir berupa data operasi. Data-data tersebut didapat dari pengumpulan bahan rekan penulis pada saat kerja praktek yang merupakan data kemepilikan dari PT.
Pertamina PHE ONWJ.
3. Perhitungan Wallthickness Riser
Setelah data umum riser dan data operasi, maka dapat dilakukan perhitungan tebal dinding riser. Tebal riser yang dihitung harus mampu
3.1.1. Diagram Alir Perhitungan
Wallthickness
Mulai
Memilih tebal pipa pada schedule berdasarkan outer diameter
Menghitung tebal pipa berdasarkan kegagalan akibat pressure containment
Menghitung tebal pipa berdasarkan kegagalan akibat external pressure
Menghitung tebal pipa berdasarkan kegagalan akibat propagation buckling
1. Memilih tebal riser pada schedule berdasarkan outer diameter.
Tahap pertama dalam penentuan wallthickness riser adalah memilih tebal yang ada pada schedule sesuai dengan diameter luar yang sudah ditentukan pada desain basis. Tebal riser yang dipilih ini digunakan untuk memeriksa apakah tebal tersebut mampu mengakomodasi gaya-gaya yang bekerja yang dapat mengakibatkan kegagalan seperti buckling maupun perambatannya. Apabila tebal yang dipilih ternyata jauh lebih besar dari hasil perhitungan, maka tebal yang dipilih harus diperkecil sesuai pada schedule.
2. Desain tebal riser berdasarkan kegagalan pressure containtment.
Tebal pipa berdasarkan pressure containment harus ditambahkan dengan corrosion allowance, mill tollerance dan construction tollerance. Setelah itu dihitung tebal pipa berdasarkan ASME B 31.8 untuk mengakomodasi local buckling maupun propagation buckling dan dipilih tebal nominal riser yang sesuai schedule yang memenuhi hasil perhitungan.
nominal jauh lebih besar, maka dilakukan pemilihan ulang tebal riser yang lebih tebal dari schedule sebelumnya. Apabila tebal nominal jauh lebih kecil, maka dapat diperkirakan riser dapat dikatakan aman untuk jangka waktu yang lebih panjang.
3.1.2. Diagram Perhitungan
Allowable Span Riser
Mulai
Perhitungan properti dan parameter riser
Perhitungan parameter VIV Perhitungan kecepatan partikel
gelombang & kecepatan arus
1. Perhitungan properti dan parameter riser.
Properti riser yang dihitung adalah tebal riser , diameter dalam riser , dan panjang riser span untuk dijadikan parameter perhitungan pada tahap selanjutnya, s esuai dengan DNV RP F105.
2. Perhitungan kecepatan partikel gelombang & kecepatan arus
Kegagalan akibat fatigue pada umumnya disebabkan oleh vortex induced vibration (VIV) yang terjadi secara berulang-ulang. Maka dari itu perlu mencari kecepatan partikel gelombang dan kecepatan arus pada tiap kedalaman yang relatif membahayakan terhadap riser span. Kecepatan arus didapat dengan menghitung VIV steady currents (Uc) yang merupakan current velocity pada return period 100 tahun menggunakan one seventh power law berdasarkan kedalaman referensi serta menghitung kecepatan partikel gelombang dengan teori gelombang stokes orde 2 sesuai dengan DNV RP C205.
3.Perhitungan parameter VIV
yang diizinkan atau allowable riser span pada masing-masing span aktual yang ada.
6. Screening Fatigue untuk arah in-line dan cross-flow
Yield dan fatigue merupakan penyebab utama dalam kegagalan pipa akibat free span. Pada kondisi resonansi, osilasi akan menyebabkan kelelahan pada pipa dan akhirnya pipa mengalami kegagalan. Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi atau screening fatigue yaitu dengan melakukan pengecekan parameter screening criteria seperti frekuensi natural, dan reduce velocity pada arah in-line dan cross- flow berdasarkan pada DNV RP F105.
7. Membandingkan allowable riser span dengan span aktual
Setelah diketahui batas panjang span yang diperbolehkan, maka dapat diketahui apakah span aktual yang ada sudah melebihi batas minimum allowable riser span. Jika span aktual kurang dari batas yang diizinkan, maka perlu dilakukan