• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alokasi dana untuk mempertahankan nilai warisan budaya

Monitoring Khusus Owa Jawa

Verifier 2. Alokasi dana untuk mempertahankan nilai warisan budaya

Balai TNGHS tidak pernah mengalokasikan anggaran untuk mempertahankan nilai warisan budaya, meskipun zonasi mengakomodir pemanfaatan untuk kegiatan religi, penyelenggaraan upacara adat, dan pemeliharaan situs, budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacara-upacara ritual keagamaan/adat yang ada, mengingat peran ini secara lintas generasi telah dilakukan secara mandiri oleh masyarakat adat atau pun atas fasilitasi pemerintah daerah melalui kebijakan pengembangan pelestarian kebudayaan daerah/cagar budaya, termasuk yang berada di dalam dan sekitar TNGHS. Contohnya Situs Cibedug ditetapkan sebagai Cagar Budaya dan pengelolaannya diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Lebak berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 101 tahun 2001 dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak No. 2999/101.3.12/J /1986.

5.2 Penilaian Indikator Aktual

Berdasarkan hasil pengukuran verifier pada setiap indikator dapat disimpulkan Nilai Indikator Aktual untuk setiap indikator (Tabel 25). Tabel 25 menunjukkan bahwa satu indikator mempunyai Nilai Indikator Aktual (NIA) baik, yaitu indikator zonasi telah mengakomodasi akses masyarakat untuk melakukan kegiatan budaya/ritual. Empat indikator lainnya mempunyai NIA sedang, yaitu: (1) indikator berkembangnya pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal, (2) indikator tersedianya sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat lokal dan taman nasional, (3) indikator tersedianya tenaga professional di bidang sosial budaya dan (4) indikator tersedianya alokasi dana untuk mengatasi permasalahan di bidang sosial budaya.

Tabel 25 Nilai Indikator Aktual setiap indikator pada prinsip kelestarian sosial budaya

Indikator Norma Nilai

Indikator Aktual Indikator 1 zonasi taman nasional agak sangat mengakomodasi akses

masyarakat untuk melakukan kegiatan budaya/ritual yang telah dilakukan secara lintas generasi.

Baik

Indikator 2 - Tidak dinilai

Indikator 3 - Tidak dinilai

Indikator 4 - Tidak dinilai

Indikator 5 - Tidak dinilai

Indikator 6 Unit manajemen taman nasional agak mengakomodasikan perkembangan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal

Sedang

Indikator 7 Sistem manajemen memiliki kebijakan, mekanisme kerja, struktur organisasi dan SOP agak sesuai bagi kepentingan operasional bidang sosial budaya yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat lokal dengan TN

Sedang

Indikator 8 Unit manajemen bidang sosial budaya dikelola oleh tenaga profesional dengan kualifikasi dan jumlah yang agak sesuai.

Sedang Indikator 9 untuk menangani permasalahan sosial budaya, unit manajemen

didukung oleh dana yang agak memadai

Sedang

Tabel 25 juga menunjukkan bahwa terdapat empat indikator yang tidak dinilai yaitu indikator 2, 3, 4 dan 5, yaitu masing-masing indikator terkendalinya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan budaya/ritual, indikator terlindunginya ekosistem alam melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal, indikator terlindunginya ekosistem unik melalui penerapan hukum adat dan

kelembagaan lokal dan indikator terlindunginya spesies-spesies penting melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal. Indikator-indikator tersebut tidak dinilai karena berdasarkan pengujian di lapangan ditemui fakta adanya penggunaan istilah yang tidak tepat, kesulitan dalam menyimpulkan norma, dan ketersediaan data pengelolaan yang belum mampu memenuhi kebutuhan data untuk melakukan penilaian kinerja.

5.3 Validitas Indikator

Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat atau metode dapat mengukur apa yang ingin diukurnya (Singarimbun dan Efendi 1989; Sugiyono 2009). Validitas setiap indikator yang dirumuskan pada standar pengelolaan taman nasional dalam penelitian ini dikonstruksikan berdasarkan empat kategori kesesuaian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti, yaitu kategori pertama: indikator dapat digunakan sesuai dengan kondisi obyektifnya di lapangan dan mencerminkan hubungan; kategori kedua: indikator sesuai dengan kondisi obyektifnya di lapangan namun tidak mencerminkan hubungan; kategori ketiga: indikator tidak sesuai dengan kondisi obyektifnya namun mencerminkan hubungan; dan kategori keempat, indikator tidak sesuai dengan kondisi obyektifnya dan tidak mencerminkan hubungan.

Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian terhadap 9 indikator kinerja kelestarian fungsi sosial budaya TNGHS (Tabel 26), disimpulkan bahwa sebanyak 8 indikator dapat dinyatakan valid karena masuk pada kategori pertama (sesuai dengan kondisi obyektif di lapangan dan mencerminkan hubungan dengan kriteria) dan hanya 1 indikator yang tidak valid karena masuk pada kategori ketiga (tidak sesuai dengan kondisi obyektif di lapangan meskipun mencerminkan hubungan dengan kriteria).

Delapan indikator yang valid tersebut masing-masing yaitu: (1) zonasi telah mengakomodasikan akses masyarakat untuk melakukan kegiatan budaya/ritual yang telah dilakukan secara lintas generasi, (2) terlindunginya ekosistem-ekosistem alam melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal, (3) terlindunginya ekosistem-ekosistem unik melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal, (4) terlindunginya spesies-spesies penting melalui penerapan

hukum adat dan kelembagaan lokal, (5) berkembangnya pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal, (6) Tersedianya sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat lokal dengan taman nasional, (7) tersedianya tenaga profesional di bidang sosial budaya, dan (8) tersedianya alokasi dana untuk menangani permasalahan sosial budaya. Adapun satu indikator yang disimpulkan tidak valid, yaitu indikator terkendalinya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan budaya/ritual.

Indikator terkendalinya konflik penggunaan kawasan dinyatakan tidak valid karena tidak sesuai dengan kondisi obyektifnya di lapangan akibat penggunaan istilah yang tidak tepat. Kemudian diketahui pula adanya inkonsistensi penggunaan istilah. Indikator memakai istilah penggunaan kawasan, sedangkan verifiernya memakai istilah penggunaan ruang dan pengertian indikator menggunakan istilah pemanfaatan kawasan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002 Pasal 1 ayat 18, penggunaan kawasan hutan didefinisikan sebagai kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan diluar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2006 Pasal 1 ayat 5, pemanfaatan kawasan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Di sisi lain Peraturan Menteri Kehutanan No. 56/2006 menggunakan istilah pemanfaatan ruang dan bukan penggunaan ruang sebagaimana disebutkan dalam verifier.

Penggunaan kawasan hutan menurut pasal 38 ayat 1 dan 2 UU No. 41 tahun 1999 dan pasal 72 ayat 2 UU No. 34 tahun 2002 hanya dapat dilakukan di hutan lindung dan hutan produksi (tidak termasuk taman nasional) sehingga tidak tepat digunakan. Pemanfaatan kawasan dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan kecuali pada cagar alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional (PP No. 6 tahun 2007 pasal 18). Pemanfaatan ruang adalah istilah yang paling tepat digunakan dalam indikator ini dan konsisten dengan indikator pertama dalam konteks zonasi. Ketidaktepatan penggunaan istilah akan memberikan implikasi yang berbeda terhadap jenis konflik dan skala intensitas konflik dalam kegiatan budaya/ritual.

Tabel 26 Validitas setiap indikator berdasarkan kesesuaiannya dengan kondisi obyektif TNGHS

Indikator Analisis validitas Indikator

Sesuai kondisi obyektif di TNGHS Men- cerminkan hubungan Ke- Simpulan Ya Tidak Ya Tidak Zonasi telah mengakomodasikan akses masyarakat untuk melakukan kegiatan budaya/ritual yang telah dilakukan secara lintas generasi Ada Situs/benda/ ruang di TNGHS untuk kegiatan ritual/budaya - - Indikator Valid Terkendalinya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan budaya/ritual - Penggunaan istilah tidak tepat - Indikator tidak valid untuk digunakan Terlindunginya ekosistem-ekosistem alam melalui pemanfaatan kelembagaan adat Ada kelembagaan adat (aturan adat, hukum adat dan organisasi adat) - - Indikator Valid Terlindunginya ekosistem-ekosistem unik melalui pemanfaatan kelembagaan adat Ekosistem unik diduga ada, namun pengelola tidak dapat menunjukkan keberadaannya

- - Indikator

valid

Terlindunginya spesies-spesies penting melalui pemanfaatan

kelembagaan adat

Ada kelembagaan adat (aturan adat, hukum adat dan organisasi adat)

- - Indikator

Valid

Berkembangnya

pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal. Ada kearifan tradisional masyarakat Kasepuhan - - Indikator Valid Tersedianya sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat lokal dengan TN TNGHS memiliki kebijakan, mekanisme kerja, struktur organisasi dan SOP) - - Indikator Valid Tersedianya tenaga profesional di bidang sosial budaya

Ada staf dengan tugas terkait dengan permasalahan sosial budaya

- - Indikator

Valid

Tersedianya alokasi dana untuk menangani permasalahan sosial budaya

Ada alokasi anggaran yang terkait dengan permasalahan sosial budaya)

- - Indikator

Valid

5.4 Capaian Kinerja Pengelolaan Taman Nasional

Pengelolaan kinerja bertujuan untuk mendapatkan efek perubahan positif dalam budaya, proses dan sistem organisasi. Pengelolaan kinerja menyediakan

kerangka untuk: (1) menolong manajer menetapkan kebersetujuan dalam menilai kinerja pencapaian tujuan, (2) membuat alokasi dan prioritas sumberdaya yang dimiliki, (3) memberikan keterangan yang diperlukan bagi manajer mengenai kebutuhan akan perlunya perubahan dalam kebijakan atau arah program yang sesuai dengan tujuan dan (4) mendistribusikan hasil penilaian kinerja dalam mencapai tujuan.

Pengukuran atau penilaian kinerja pengelolaan taman nasional adalah proses penilaian terhadap kemajuan yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, termasuk informasi mengenai efisiensi sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan barang/jasa, kualitas output yang dihasilkan, outcomes, dan efektifitas pelaksanaan dalam arti besar kontribusi setiap kegiatan terhadap hasil tujuan yang tercapai (Ditjen PHKA 2004). Rivai dan Basri (2005) mendefinisikan kinerja sebagai kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja juga berarti serangkaian proses mengenai apa dan bagaimana suatu pekerjaan dilakukan serta hasil atau capaian prestasi yang dapat diperoleh dari proses tersebut (Wibowo 2007).

Pengukuran capaian kinerja setiap indikator kelestarian fungsi sosial budaya dilakukan untuk mengetahui apakah setiap indikator telah memenuhi standar minimal kinerjanya dengan membandingkan antara Nilai Indikator Aktual dan Nilai Baku Minimumnya sebagaimana terlihat pada Tabel 27. Berdasarkan Tabel 27 diketahui bahwa lima indikator pengelolaan TNGHS pada kriteria tergalangnya hubungan harmonis budaya lokal dengan sumberdaya alam di dalam kawasan telah memenuhi Nilai Baku Minimumnya dengan kata lain telah mencapai standar minimal kinerjanya, yaitu: (1) zonasi telah mengakomodasikan akses masyarakat untuk melakukan kegiatan budaya/ritual yang telah dilakukan secara lintas generasi, (2) berkembangnya pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal, (3) tersedianya sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat lokal dengan taman nasional, (4) tersedianya tenaga profesional di bidang sosial budaya dan (5) tersedianya alokasi dana untuk menangani permasalahan sosial budaya.

Empat indikator lainnya tidak diketahui capaian kinerjanya karena tidak dinilai, yaitu: (1) Terkendalinya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan budaya/ritual indikator, (2) terlindunginya ekosistem-ekosistem alam melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal, (3) indikator terlindunginya spesies-spesies penting melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal dan (4) Indikator terlindunginya ekosistem-ekosistem unik melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal.

Tabel 27 Capaian Kinerja indikator pengelolaan TNGHS pada kriteria tergalangnya hubungan harmonis budaya lokal dengan sumberdaya alam di dalam kawasan (Tipologi D)

No Indikator Nilai Indikator Aktual Nilai Baku Minimu m* Standar minimal kinerja terpenuhi (ya/tidak) 1 Zonasi telah mengakomodasikan akses

masyarakat untuk melakukan kegiatan budaya/ritual

Baik Baik Ya

2 Terkendalinya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan budaya/ritual

Tidak dinilai

Baik -

3 Terlindunginya ekosistem-ekosistem alam melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal

Tidak dinilai

Sedang -

4 Terlindunginya ekosistem-ekosistem unik melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal

Tidak dinilai

Sedang -

5 Terlindunginya spesies-spesies penting melalui penerapan hukum adat dan kelembagaan lokal

Tidak dinilai

Sedang -

6 Berkembangnya pemanfaatan sumberdaya alam berbasis kearifan lokal.

Sedang Sedang Ya

7 Tersedianya sistem manajemen yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat lokal dengan TN

Sedang Sedang Ya

8 Tersedianya tenaga profesional di bidang sosial budaya

Sedang Sedang Ya

9 Tersedianya alokasi dana untuk menangani permasalahan sosial budaya

Sedang Sedang Ya

Keterangan: *Nilai Baku Minimum diadaptasi dari Laporan Analisa Standar Minimal Pengelolaan Kawasan Konservasi (Ditjen PHKA, 2004).

Dokumen terkait