BAB II URAIAN TEORITIS
G. Alokasi Dana Desa
Desa yang biasa disebut ADD merupakan wujud dari pemenuhan hak desa
untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang
mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri, berdasarkan keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
ADD yang di alokasikan oleh Pemerintah desa ke desa perkebunan
turangi pada tahun 2017 yang dialokasikan penggunaannya untuk : intensif
kepala desa, intensif perangkat desa dan intensif Badan Pemerintah Desa
(BPD) yang sisanya digunakan untuk infrastruktur desa seperti pembuatan
Mandi Cuci Kakus (MCK), untuk pemeliharaan irigasi, pembantuan untuk
kelompok tani beserta bibit dan pupuk. Semuanya itu untuk peningkatan
kesejahteraan desa, namun dalam realisasinya pengalokasian ADD masih
terdapat kendala antara lain dalam pelaksananannya belum sesuai dengan
peruntukannya seperti tersebut diatas. Hal ini disebabkan karena amsih
minimnya pengetahuan dan keterampilan perangkat desa dalam mengelola
ADD, kemudian dalam pelaksanaannya pun belum mendapat pengawasan
sepenuhnya dari BPD. Dilain pihak partisipasi masyarakat juga kurang
mendukung dalam perencanaan yang dilaksanakan dalam (Musrenbang).
Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Desa Perkebunan Turangi
menunjukkan bahwa perencanan dan pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana
Desa (ADD) sudah akuntabel dan transparan. Berikut adalah tingkat
kehadiran forum musyarawah Alokasi Dana Desan (ADD) di Desa
5
Tabel I.1
TINGKAT KEHADIRAN FORUM MUSYAWARAH DESA
No Unsur yang diundang Jumlah Undangan Jumlah Hadir
1 Kepala Desa 1 1
2 Badan Permusyawaratan Desa 6 4
3 Unsur LPMD 6 2
4 Unsur Kelembagaan Desa 4 3
5 Tokoh Masyarakat 27 16
6 Kepala Dusun 3 2
Jumlah 38 28
Sumber : Kantor Desa Perkebunan Turangi Tahun 2017
Dari data tersebut tingkat partisipasi (kehadiran) dalam pengambilan
keputusan masih banyak yang tidak hadir untuk mengikuti musyawarah desa.
Hal ini menunjukkan kurangnya kepedulian/tingkat kesadaran masyarakat
desa dalam mengambil peran aktif dalam pengelolaan pembangunan desa.
Atas dasar itulah dana desa tidak dapat digunakan sebagai peningkatan
kesejahteraan desa karena terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya
yaitu kurangnya upaya pemerintah desa dalam mengarahkan aparat desa
tentang peangalokasian alokasi dana desa sesuai dengan peruntukannya,
kurangnya pengawasan yang ketat dari Badan Pemerintah Desa (BPD) serta
dalam kesempatan itu turut memberikan pembinaan kepada masyarakat
dalam meningkatkan kesadarannya betapa pentingnya alokasi dana desa.
6
untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Peraturan
Bupati Langkat Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pengalokasian Alokasi Dana
Desa Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Perkebunan Turangi
Kecamatan Bahorok”.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan
sehingga penelitian dapat terarah dalam membahas masalah yang akan di
teliti, mengetahui arah batasan penelitian serta meletakkan pokok yang akan
di kaji (dibahas) dalam suatu penelitian.
Arikunto (1998:65) mengatakan bahwa apabila telah di peroleh informasi
yang cukup dari suatu pendahuluan maka masalah yang akan di teliti menjadi
jelas, agar penelitian dapat di laksanakan dengan sebaik-baiknya maka
perumusan harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus
memulainya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian
ini adalah “Bagaimana Implementasi Peraturan Bupati Langkat Nomor 10
Tahun 2017 Tentang Pengalokasian Alokasi Dana Desa Dalam Rangka
Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Perkebunan Turangi Kecamatan
Bahorok?”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
7
Implementasi Peraturan Bupati Langkat Nomor 10 Tahun 2017 Tentang
Pengalokasian Alokasi Dana Desa Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
Di Desa Perkebunan Turangi Kecamatan Bahorok.
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar penelitian ini yang akan dituangkan dalam bentuk
skripsi diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. Untuk melatih diri penulis dalam mengembangkan wawasan fikiran
secara ilmiah, rasional dalam menghadapi masalah yang ada dan timbul
di lingkungannya.
b. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pikiran pada
pemerintah khususnya dalam hal mengimplementasikan kebijakan
Peraturan Bupati Langkat Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pengalokasian
Alokasi Dana Desa.
c. Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dan memberikan sumbangan
bagi kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan disamping hasil
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian
selanjutnya.
D. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta
8
BAB II : Uraian teoritis yang menguraikan tentang pengertian kebijakan
publik, implementasi kebijakan, implementasi kebijakan publik,
pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat dan alokasi
dana desa.
BAB III: Metode penelitian yang menguraikan tentang jenis penelitian,
kerangka konsep, definisi konsep, kategorisasi, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, narasumber, lokasi dan
waktu penelitian, dan deskripsi lokasi penelitian.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan
BAB V : Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
9
BAB II
URAIAN TEORITIS A. Pengertian Kebijakan Publik
Dunn, (2003:24) kebijakan publik, kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan-kebijakan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya
melalui berbagai tahapan.
Tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn (1998:24) adalah sebagai
berikut: (1) Penyusunan Agenda; (2) Formulasi kebijakan; (3) Adopsi/
Legitimasi Kebijakan ; (4) Penilaian/Evaluasi Kebijakan.
Agustino (2008:7) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian
tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan
usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Winarno (2005:17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis
yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa
diramalkan. Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk
kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan kebijakan
publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara
10
dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan secara luas.
B. Pengertian Implementasi
Winarno (2005:101) mengatakan Implementasi kebijakan merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan
teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih
dampak atau tujuan yang diinginkan. Defenisi tersebut menjelaskan bahwa
implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan kegiatan administrasi yang
legitimasi hukumnya ada. Pelaksanaan kebijakan melibatkan berbagai unsur
dan diharapkan dapat bekerjasama guna mewujudkan tujuan yang telah
ditetapkan.
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau
penerapan. Nurdin dan Usman, (2004:70) mengemukakan bahwa
”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh
11
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang
berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana
untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap
sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat
itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan
dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam
kehidupan kenegaraan. Dalam mengartikan implementasi ini tentunya
memiliki pendekatan yang berbeda-beda, tetapi dapat diketahui secara
sederhana bahwa implementasi adalah pelaksanaan aturan atau ketetapan
yang memiliki kekuatan hukum yang sah.
Berkaitan dengan pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman
(2004:73) menjelaskan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan
implementasi itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum
desain. Kata proses dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan
dengan penjelasan tujuan program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan
mendemonstrasikan metode pengajaran yang digunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2004:73) menyatakan
menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini
lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi
pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang
direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke
program yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan
12
dalam rangka penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya
atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan.
Implementasi dianggap selesai manakala proses penyempurnaan program
baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga, Nurdin dan Usman (2004:75)
menyatakan memandang implementasi sebagai bagian dari program
kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti perkembangan
dan mengadopsi program-program yang sudah direncanakan dan sudah
diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).
Nugroho (2004:119) implementasi adalah upaya melaksanakan
keputusan kebijakan. Kebijakan publik berkenaan dengan setiap aturan main
dalam kehidupan bersama, baik yang berkenaan dengan hubungan antar
warga dan pemerintah.
Wahab (2001:65) Implementasi adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat, kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
C. Implementasi Kebijakan
Tangkilisan, (2003:9) mengatakan Program kebijakan yang telah diambil
sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni
dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di
13
menurut Patton dan Sawicki dalam buku yang berjudul Kebijakan Publik
yang Membumi bahwa: “Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan
yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini
eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan
menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.”
Berdasarkan pengertian di atas, implementasi berkaitan dengan berbagai
kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi
ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir. Seorang eksekutif mampu
mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang
dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi
terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti
dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan. Dunn (2003:24)
mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya
implementasi kebijakan (policy implemtation) adalah pelaksanaan
pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.
Nugroho (2004:158) mengatakan Implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya,
tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplemntasikan kebijakan publik,
maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui
formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut”.
Menurut Widodo, (2001:194) terdapat beberapa hal yang perlu
14
setidaknya terdapat empat hal penting dalam proses implementasi kebijakan,
yaitu pendayagunaan sumber, pelibatan orang atau sekelompok orang dalam
implementasi, interpretasi, manajemen program, dan penyediaan layanan dan
manfaat pada publik.
Persiapan proses implementasi kebijakan agar suatu kebijakan dapat
mewujudkan tujuan yang diinginkan harus mendayagunakan sumber yang
ada, melibatkan orang atau sekelompok orang dalam implementasi,
menginterprestasikan kebijakan, program yang dilaksanakan harus
direncanakan dengan manajemen yang baik, dan menyediakan layanan dan
manfaat pada masyarakat.
Subarsono (2005:101) beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi
kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-
faktor tersebut diantaranya : a) Kondisi lingkungan, b) Hubungan antar
organisasi, c) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program, d)
Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.
Berdasarkan faktor di atas, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar
organisasi, sumberdaya organisasi untuk mengimplementasi program,
karakteristik dan kemampuan agen pelaksana merupakan hal penting dalam
mempengaruhi suatu implementasi program. Sehingga faktor-faktor tersebut
menghasilkan kinerja dan dampak dari suatu program yaitu sejauh mana
program tersebut dapat mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Subarsono (2005:103) manfaat dari kebijakan implementasi
15
sangat berkaitan dengan dampak atau perubahan yang diinginkan oleh
kebijakan setelah diimplementasikan.
Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan
dengan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan publik tersebut
diimplementasikan melalui bentuk program-program serta melalui turunan.
Turunan yang dimaksud adalah dengan melalui proyek intervensi dan
kegiatan intervensi.
D. Implementasi Kebijakan Publik
1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Pengertian implementasi disampaikan oleh Charles O. Jones
(1994:57) yang menyatakan bahwa implementasi sebagai “getting the job
done” dan “doing it”. Implementasi adalah sebuah pekerjaan yang mudah
dan sederhana, namun dibalik semuanya itu ada beberapa faktor
pendukung yang juga sangat berpengaruh antara lain: adanya
implementator, uang, dan kemampuan organisasi (resources).
Implementasi adalah sebuah proses interaksi antara penentuan
tujuan dan tindakan untuk mencapai tujuan. Ini pada dasarnya adalah
kemampuan untuk membangun hubungan dalam mata rantai sebab akibat
agar kebijakan bisa berdampak. Menurut Soenarko (2003:39) Kebijakan
publik adalah perpaduan dan kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan
keinginan-keinginan banyak orang atau golongan dalam masyarakat.
16
publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.
Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai
perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan
kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2. Prinsip Utama Kebijakan P{ublik
Sedarmayanti (2004:7) terdapat empat unsur atau prinsip utama yang
dapat memberi gambaran kebijakan publik yang baik yaitu sebagai berikut
a. Akuntabilitas: Adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk
bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala
tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya.
b. Transparansi: Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan
terhadap rakyatnya, baik di tingkat pusat maupun daerah.
c. Komunikasi: Menghendaki adanya komunikasi antar setiap instansi
yang terkait untuk menjalankan kebijkan implementasi tersebut.
d. Aturan hukum: Kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik
berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap
setiap kebijakan publik yang ditempuh
Sebagaimana dikemukakan dalam kebijakan Instruksi Presiden
Nomor 7 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa Akuntabilitas Kinerja
17
mempertanggung jawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggung jawaban secara periodik. Kemudian
dalam perautran Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sisten
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan bahwa sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah dilaksanakan atas semua kegiatan utama
instansi Pemerintah yang memberikan kontribusi bagi pencapaian visi dan
misi instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Pemerintahan Desa.
Kegiatan-kegiatan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
perhatian utama mencakup pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
pemerintah, program kerja yang menjadi tanggung jawab pemerintah, dan
aktivitas yang dominant dan vital bagi pencapaian visi dan misi instansi
Pemerintah.
Dalam konsep Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)
sebagaimana dikemukakan UNDP (1997b;4) bahwa Transparansi
merupakan salah satu unsur pokok kepemerintahan yang baik.
Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi.
Berbagai proses, kelembagaan, dan informasiharus dapat diakses secara
bebas oleh mereka yang membutuhkannya dan informasinya harus dapat
disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat
digunakan semagai alat monitoring dan evaluasi. Secara umum
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik sejalan dengan pelaksanaan
18
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
mengatur tentang pembinaan dan pengawasan pemerintahan daerah.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang Undang tersebut bahwa
Pembinaan Pemerintahan atau pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan adalah upaya yang dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Dalam rangka pembinaan oleh pemerintah, Menteri dan pimpinan
Lembaga Pemerintahan Non Departemen melakukan pembinaan sesuai
sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang
dikoordinasikan oleh Meteri Dalam Negeri untuk prmbinaan provinsi
sertra oleh Gubernur untuk pembinaan Kabupaten/Kota.
E. Konsep pemberdayaan masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Dalam kepustakaan Indonesia, para pakar sosiologi dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam
berbagai konteks dan bidang kajian, hal tersebut dikarenakan belum ada
definisi yang tegas mengenai konsep pemberdayaan. Oleh karena itu, agar
dapat memahami secara mendalam tentang pengertian pemberdayaan maka
perlu mengkaji beberapa pendapat para pakar ilmu sosial yang memiliki
komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat.
Sulistiyani (2003 : 77) mengatakan secara arti kata (etimologis) bahwa
pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau
19
Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai
sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya (kekuatan/
kemampuan) kepada pihak yang belum berdaya.
Kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari
masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya/ kemampuan/ kekuatan adalah
pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya
pemerintah atau agen-agen pembangunan lain. Prijono dan Pranaka (2003:71)
menyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua arti penting yaitu to give
power authority yang berarti meliputi pemberian kekuasaan, mengalihkan
kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/belum
berdaya. Sedangkan pengertian kedua adalah to give ability to or enabled
yang artinya memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan
peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.
Suharto (1991:64) menyatakan Pemberdayaan menunjuk pada
kemampuan orang khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan dan kemauan dalam :
a. memiliki kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas
dari kelaparan, bebas dari kebodohan, dan kesakitan.
b. menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa
20
c. berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Menurut Suharto (1991:93) Pemberdayaan adalah sebuah proses dan
tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan
atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial , yaitu masyarakat budaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat ekonomi, maupun sosial seperti,
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Sedangkan masyarakat menurut Soetomo (2011:25) adalah sekumpulan
orang yang saling berinteraksi secara kontinyu, sehingga terdapat relasi sosial
yang terpola, terorganisasi.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat,
khususnya mereka yang kurang memiliki akses ke sumberdaya
pembangunan, didorong untuk meningkatkan kemandiriannya di dalam
mengembangkan perikehidupan mereka. Pemberdayaan masyarakat juga
merupakan proses siklus terus-menerus, proses partisipatif di mana anggota
21
berbagi pengetahuan dan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan
bersama. Jadi, pemberdayaan masyarakat lebih merupakan suatu proses.
Pemberdayaan masyarakat dalam bahasa inggris ”empowerment”
bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi
juga kekuasaan, sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga
mempunyai kuasa. Pemberdayaan adalah ”proses menjadi” bukan ”proses
instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu
penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan.
Dari teori-teori yang ada, perbedaan latar belakang atau situasi dan
kondisi dari kehidupan sosial, ekonomi, politik dan lingkungan maka teori
yang ada tidak dapat secara mutlak diadopsi oleh sebuah negara. Hal ini juga
berlaku dalam mengadopsi teori pemberdayaan. Teori pemberdayaan dalam
penelitian ini disesuaikan dengan fenomena yang diangkat, dimana konsep
pemberdayaan dalam penelitian ini diartikan sebagai sebuah proses. Di
dukung oleh pendapat Sumodiningrat dalam Sulistiyani (2003:82), bahwa :
Pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat
mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh
dijaga agar tidak jatuh lagi.
Dalam tahap pertama, pemberdaya/ aktor/ pelaku menciptakan suatu
prakondisi yang dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan
yang efektif. Apa yang diintervensikan dalam masyarakat sesungguhnya lebih
pada kemampuan efektifnya untuk mencapai kesadaran konatif yang
22
dan kesadaran masyarakat tentang kondisi saat itu, sehingga dapat
merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk
memperoleh masa depan yang lebih baik. Sentuhan rasa ini akan membawa
kesadaran masyarakat bertumbuh, kemudian menstimulan semangat
kebangkitan mereka untuk meningkatkan kemampuan diri dan lingkungan.
Dengan adanya semangat itu, diharapkan dapat mengantarkan masyarakat
untuk sampai pada kesadaran dan kemauan untuk belajar. Dengan demikian
masyarakat semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan
ketrampilan untuk semakin memperbaiki kondisi yang ada.
Pada tahap kedua, yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapan
ketrampilan, tahap kedua akan berjalan dengan baik, efektif dan penuh
semangat apabila tahap pertama telah terkondisikan. Masyarakat akan
menjalani proses belajar tentang kecakapan-kecakapan yang memiliki
relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini
akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan penguasaan
kecakapan ketrampilan dasar yang memang mereka butuhkan. Pada tahap ini
masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang
rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau objek pembangunan saja, belum
tentu menjadi subyek dalam pembangunan.
Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan