• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

2. Alur Cerita Sembadra Larung

Cerita Sembadra Larung (selanjutnya ditulis SL) diawali dengan jejer Prabu Duryudana di Ngastina. Digambarkan secara rinci kondisi kerajaan Ngastina, beserta raja yang memerintahnya. Setelah itu, diceritakan bahwa Resi Kumbayana dan Sengkuni duduk menghadap Duryudana. Pada adegan ini diperkenalkan masalah kepergian Burisrawa dari kerajaan dikarenakan keinginannya untuk menikahi Sembadra ditolak Duryudana. Adegan ini diteruskan dengan adegan gapuran, yakni setelah selesai bersidang Duruydana hendak pulang ke kedaton, berhenti sebentar di gapura. Setelah itu berlangsung adegan kedhatonan, Duryudana disambut oleh permaisuri Dewi Banowati. Alur dilanjutkan dengan adegan percakapan antara Limbuk dan Cangik, dalam adegan Limbukan. Adegan ini bila dilihat dari kebulatan struktur alur SL, percakapan antara Limbuk dan Cangik dapat dianggap sebagai degresi atau penyimpangan alur. Degresi ini menjadi semaki jelas dengan adanya amanat dari penulis yang ditujukan secara langsung kepada masyarakat. Amanat tersebut antara lain, agar masyarakat tidak menjadi lintah darat karena hal itu sangat merugikan. Tidak hanya bagi orang lain, lintah darat juga akan merugikan para pelakunya (SL: 20-21).

Setelah itu dilanjutkan dengan adegan samadi, yakni Duryudana bersemedi memohon petunjuk kepada Tuhan agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kemudian dilanjutkan adegan paseban jawi, Sengkuni menyampaikan perintah raja kepada para Kurawa untuk mencari Burisrawa. Adegan ini dilanjutkan dengan adegan budhalan. Adegan ini kemudian disusul

dengan adegan perang ampyak, para Kurawa yang sedang berada diperjalanan bercakap-cakap dan sesekali bergotong-royong membersihkan jalan.

Adegan selanjutnya menceritakan pertemuan para Kurawa dengan Burisrawa di sebuah hutan. Digambarkan suasana tegang ketika Burisrawa menolak pulang ke Ngastina, hingga terjadi perang hebat antara Burisrawa dan Karna serta para Kurawa yang lain. Kurawa yang marah atas perilaku Burisrawa kemudian membakar hutan itu. Karena hutan tempatnya bersemedi dibakar, Burisrawa kemudian lari dan sampai ke hutan Setragandamayit. Kemudian berlangsung adegan pasetran, Burisrawa bertemu dengan Batari Durga. Burisrawa menceritakan kisah cinta yang dialaminya kepada Durga. Durga kemudian memberi bantuan kepada Burisrawa, namun dengan beberapa persyaratan yang harus dilakukan Burisrawa sebagai imbalan atas bantuan yang ia berikan.

Sebuah masalah lain diperkenalkan pada adegan di Sapta Pratala. Antreja bertanya kepada kakek (Antaboga) dan ibunya (Nagagini) tentang siapa ayah kandungnya. Setelah diberitahu bahwa ayahnya adalah Werkudara, Antareja kemudian berpamitan untuk pergi menemui ayahnya itu.

Alur cerita selanjutnya menceritakan adegan gara-gara, yang disusul adegan para Punakawan yang sedang bersenda gurau. Setelah itu ditampilkan adegan bambangan, Arjuna yang berada di hutan bersama Punakawan. Arjuna berada di hutan untuk mencari hewan buruan. Suatu malam ia bermimpi aneh, dan mimpi itu membuatnya ingin segera kembali ke Ngamarta. Untuk mempercepat kepulangannya, Arjuna menerobos hutan Setragandamayit. Di sana, ia dihadang oleh rasaksa, dan terjadilah adegan perang kembang, Setelah mengalami

pertarungan yang panjang dan melelahkan akhirnya Arjuna berhasil mengalahkan para raksaksa itu.

Adegan selanjutnya berlangsung di Taman Maduganda. Wara Sembadra didatangi oleh Burisrawa yang memaksanya menuruti kemauan jahat Burisrawa. Sembadra yang terus menolak membuat Burisrawa semakin gelap mata. Ia menjadi sangat kasar dan memaksa. Hal itu membuat Sembadra takut hingga akhirnya ia memilih untuk bunuh diri daripada harus menuruti kemauan Burisrawa. Melihat Sembadra yang telah berlumuran darah, Burisrawa menyesal dan takut, ia kemudian bersembunyi. Srikandi datang dan sangat kaget melihat Sembadra yang terlentang di tanah dengan kondisi sudah tidak bernyawa. Ia kemudian pergi ke Ngamarta untuk menceritakan kejadian itu kepada saudara-saudaranya.

Adegan selanjutnya di Ngamarta. Yudhistira dihadap oleh para Pandawa yang lain beserta Gathutkaca, Kresna dan Baladewa. Di tengah perbincangan, datang Srikandi sambil mengangis. Ia menceritakan apa yang terjadi di Maduganda. Setelah Srikandi selesai bercerita, para satria itu kemudian bersama-sama pergi ke Maduganda untuk melihat Sembadra.

Adegan kemudian kembali berlangsung di Madukara. Diceritakan bahwa Kresna memberikan saran agar jasad Sembadra dibuang ke sungai. Tujuannya untuk mengetahui siapa orang yang menyebabkan kematian Sembadra. Setelah semua orang setuju, Gathutkaca ditunjuk untuk melaksanakan tugas tersebut.

Alur cerita selanjutnya merupakan pertemuan alur cerita di Sapta Pratala dan Taman Maduganda. Perjalanan Antareja menuju ke Ngamarta terhenti saat ia

melihat perahu yang ternyata peti berisi jasad Sembadra. Antareja yang mempunyai kemampuan menghidupkan orang yang sudah mati itu, kemudian menghidupkan Sembadra. Setelah hidup, Sembadra bertanya siapa sebenarnya Antareja. Antareja menceritakan tentang siapa sebenarnya dia, dan apa yang sedang dilakukannya. Sembadra kaget sekaligus bahagia saat mengetahui bahwa yang menolongnya adalah anak Werkudara. Gathutkaca yang memantau dari kejauhan, melihat Antareja bersama Sembadra. Ia mengira bahwa yang membunuh Sembadra adalah orang itu (Antareja). Kemudian terjadi perang antara Gathutkaca dan Antareja. Sembadra melerai keduanya dan menceritakan bahwa mereka adalah saudara. Sembadra juga mencerittakan semua kejadian yang terjadi di Maduganda.

Adegan kemudian terjadi di hutan. Gathutkaca yang menyamar sebagai Sembadra menemui Burisrawa. Di sana terjadi perang antara Burisrawa melawan Antareja dan Gathutkaca. Burisrawa kalah dan dibawa ke Ngamarta.

Selanjutnya alur menceritakan nasib Burisrawa di Ngamarta. Semua orang di Ngamarta marah atas perilaku buruk Burisrawa. Gathutkaca dan Antareja diberi tugas untuk menghukum Burisrawa. Burisrawa dihajar dan kemudian dipenjarakan.

Alur kemudian kembali pada cerita Karna dan para Kurawa yang sedang melakukan perjalanan mencari Burisrawa. Di jalan, mereka mendengar kabar bahwa Burisrawa sekarang tengah berada di Ngamarta dan dipenjara. Karna kemudian mengutus Aswatama untuk pulang ke Ngastina dan menyampaikan

kabar itu kepada Duryudana. Setelah itu, Karna beserta para Kurawa yang lain langsung menuju Ngamarta untuk menyelamatkan Burisrawa.

Adegan selanjutnya di Ngastina. Duryudana sedang dihadap oleh Salya, ayah Burisrawa. Mereka tengah berbincang mengenai kepergian Burisrawa. Kemudian datang Aswatama mengabarkan tentang Burisrawa yang dipenjara di Ngamarta. Duryudana yang sangat marah mendengar kabar itu segera bergegas menuju Ngamarta.

Adegan kemudian kembali ke berlangsung di Ngamarta. Duryudana datang menemui para Pandawa untuk meminta Burisrawa dilepaskan. Pandawa yang kecewa dan marah atas apa yang dilakukan Burisrawa tentu saja tidak bersedia melepaskan Burisrawa. Bahkan Baladewa yang dekat dengan Kurawa pun tidak dapat memaafkan perilaku Burisrawa. Duryudana yang kecewa permintaanya ditolak, kemudian pergi menemui Banowati. Ia menyuruh Banowati membujuk Arjuna agar bersedia mengeluarkan Burisrawa. Banowati segera menemui Arjuna dan memohon agar Burisrawa dibebaskan. Arjuna luluh hatinya, dan meminta saudara-saudaranya membebaskan Burisrawa. Akhirnya para Pandawa bersedia memaafkan dan membebaskan Burisrawa. Keputusan itu rupanya diterma secara keliru oleh Duryudana. Ia merasa tersinggung dan marah.

Adegan penyelesaian berupa pertempuran besar di Ngamarta. Kurawa menyerang Pandawa. Adegan pertempuran terakhir dan menyebabkan banyak korban ini disebut adegan perang brubuh. Kemenangan berada di pihak Pandawa. Setelah itu, dilanjutkan adegan tayungan atau tarian kemenangan (dilakukan oleh

Werkudara). Alur cerita diakhiri adegan tancep kayon. Dalam adegan Tancep Kayon ini, Kresna memberikan beberapa nasehat dengan bijak.

Berdasarkan urutan cerita yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa alur cerita dalam SL tidak lepas dari urutan adegan secara konvensional seperti yang terdapat dalam pergelaran wayang. Apabila ditelaah lebih lanjut, dari segi jumlahnya, SL dikategorikan beralur ganda. Terdapat tiga alur yang diceritakan dalam SL yaitu alur yang menceritakan perncarian Burisrawa oleh para Kurawa; kisah cinta Burisrawa kepada Wara Sembadra; keinginan Antareja menemukan ayah kandungnya.

Jika ditinjau dari segi kualitasnya, alur ganda dalam SL nampak erat dalam beberapa adegan, namun terdapat beberapa adegan yang nampak putus setelah munculnya beberapa adegan yang baru. Selain itu, terdapat pula satu bagian alur yang degresif. Meskipun demikian kejadian-kejadian yang terdapat dalam SL tidak mudah dilepaskan begitu saja. Hal itu dikarenakan alur ganda dalam SL pada akhirnya dijalin menjadi satu.

Berdasarkan uraian alur cerita SL di atas, kita juga dapat melihat bahwa adegan-adegan yang teradi dipaparkan secara berurutan. Namun, sebenarnya adegan-adegan tersebut saling tumpang tindih. Artinya, waktu kejadian dari adegan satu dengan adegan yang lain pada dasarnya relatif bersamaan, tetapi dalam penyajiannya seakan-akan berurutan, sehingga membentuk alur spiral. Alur cerita SL dapat digambarkan seperti berikut ini.

Keterangan:

Adegan-adegan dalam SL: 1 Di Ngastina

a. Jejer Prabu Duryudana b. Gapuran c. Kedhatonan d. Limbukan e. Samadi f. Paseban jawi g. Budhalan

2 Di perjalanan (perang ampyak) 3 Di Hutan tempat Burisrawa berdoa

a. Burisrawa berdoa untuk mendapatkan Sembadra b. Kedatangan Karna dan para Kurawa

4 Di Setragandamayit (adegan pasetran) 5 Di Sapta Pratala

6 Gara-gara

7 Di hutan tempat Arjuna berburu (bambangan) 8 Di Setragandamayit (perang kembang) 9 Di Maduganda

a. Sembadra bercakap-cakap dengan Srikandi dan Larasati b. Sembadra didatangi Burisrawa, hingga Sembadra bunuh diri c. Srikandi dan Larasati bersedih akan kematian Sembadra 10 Di Ngamarta

a. Kunjungan Kresna dan Baladewa di Ngamarta b. Datangnya Srikandi

11 Di Madukara 12 Di Sungai

a. Antareja menghidupkan Sembadra b. Pertempuran Antareja dan Gathutkaca 13 Di Hutan

14 Di Ngamarta 15 Di Jalan 16 Di Ngastina

a. Percakapan Duryudana dan Prabu Salya b. Datangnya Aswatana

17 Di Ngamarta

a. Datangnya Duryudana ke Ngamarta b. Perang brubuh

c. Tancep kayon

Jalinan peristiwa:

a. Duryudana menuju gapura istana b. Duryudana menuju keraton

d. Sengkuni menuju paseban jawi

e. Pasukan berangkat melaksanakan tugas

f. Karna dan para Kurawa menuju hutan tempat Burisrawa berada g. Burisrawa mencari tempat bersembunyi

h. Punakawan menuju ke tempat Arjuna dimana berada

i. Arjuna dan Punakawan dalam perjalanan pulang ke Ngamarta j. Burisrawa menuju Taman Maduganda

k. Antareja yang sedang dalam perjalanan menuju Ngamarta, berhenti di sungai karena melihat peti yang dikiranya perahu.

l. Srikandi menuju Ngamarta

m. Pandawa bersama Kresna dan Baladewa menuju Madukara n. Perjalanan Gathutkaca menuju sungai untuk melarung Sembadra o. Gathutkaca dan Antareja menuju hutan tempat Burisrawa berada p. Gathutkaca dan Antareja membawa Burisrawa ke Ngamarta q. Aswatama menuju Ngastina

r. Duryudana menuju Madukara

- - - - Alur kembali ke waktu yang secara relatif bersamaan dengan waktu kejadian pada adegan lain.

3. Perbandingan Alur dalam Sembadra Dilarung dan Sembadra Larung Di atas telah dijabarkan secara lengkap mengenai alur cerita Sembadra Dilarung (selanjutnya ditulis SD) maupun Sembadra Larung (selanjutnya ditulis SL). Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat cukup banyak perbedaan dalam penyajian cerita kedua cerita tersebut. Perbedaan tersebut mencakup ada tidaknya suatu adegan tertentu, perbedaan peristiwa, serta perbedaan urutan lokasi terjadinya adegan. Pada cerita yang diitulis dalam bentuk pakem balungan, adegan-adegan yang sudah diketahui dengan baik oleh dalang ataupun penonton, tidak dituliskan. Hal itu dikeranakan, tanpa ditulis pun, apabila nantinya cerita itu dipentaskan, adegan-adegan tersebut tetap ditampilkan. Adegan yang dimaksud antara lain adegan gapuran, kedhatonan, limbukan, samadi, budhalan, perang ampyak, tayungan, dan tancep kayon.

Dalam SD urutan lokasi kejadiannya adalah sebagai berikut:

di Ngastina di Dwarawati di Hutan Setagandamayu (hutan kediaman Bathari Durga) di Hutan Krendhawahana (hutan tempat Arjuna mencari hewan buruan) di Ngamarta di Hutan Krendhawahana di Hutan Setagandamayu di Madukara di Sapta Pratala di sungai di perjananan di Ngastina di Madukara.

Adapun urutan lokasi adegan yang terjadi dalam SL adalah sebagai berikut: di Ngastina di perjananan di Hutan tempat Burisrawa bersemedi di Hutan Setragandamayit di Sapta Pratala di Hutan tempat Arjuna mencari hewan buruan di Madukara di Ngamarta di Madukara di sungai di hutan tempat Burisrawa bersemedi di Ngamarta

di perjalanan di Ngastina di Ngamarta

Berdasarkan perbedaan urutan lokasi kejadian itu, maka dapat dipastikan bahwa urutan peristiwa yang terjadi dari kedua cerita tersebut juga berbeda. Guna mengetahui perbedaan apa saja yang terdapat dalam SD dan SL, dipaparkan dalam pembahasan di bawah ini.

a. Adegan di Ngastina 1. Adegan Gapuran

1.a. Dalam SD

Tidak terdapat adegan gapuran. 1.b. Dalam SL

Adegan gapuran dalam SL berisi deskripsi mengenai raja yang sedang dalam perjalanan pulang ke istana, dan berhenti sebentar di gapura. Digambarkan pula secara jelas bagaimana keindahan gapura istana yang dimiliki kerajaan Ngastina. Adegan tersebut tercermin dalam kutipan berikut ini.

Sang Nata kendel mriksani rerengganing gapura kinarja nglipur emenging drija. Agenging gapura sawukir anakan, inggilnya ngungkuli putjang lan tirisan, putjuking gapura sinung sotya. (13)

Terjemahannya:

Sang Raja berhenti (untuk) melihat indahnya gapura sembari menghibur kesedihan/kebingungan hati. Besarnya gapura seperti anak gunung, tingginya melebihi pohon pinang dan pohon kelapa, pucuk gapura diberi intan.

Adegan gapuran ini merupakan sebuah adegan sisipan yang tidak mempunyai fungsi selain untuk memperlihatkan kebesaran keraton dan minat raja terhadap hal-hal yang indah (Amir, 1991: 52). Sebagai cerita yang berbentuk pakem balungan, SD tidak menggunakan adegan ini dalam ceritanya. Karena

tanpa adanya adegan ini pun cerita masih dapat terjalin dengan baik. Selain itu, adegan ini sudah diketahui dengan baik oleh dalang dan penonton, sehingga tidak perlu untuk dituliskan. Namun, dalam SL yang merupakan pakem jangkep, adegan gapuran memang harus ada. Hal tersebut karena dalam suatu pementasan wayang, adegan ini merupakan suatu konvensi yang tidak dapat ditinggalkan.

2. Adegan Kedhatonan 2.a. Dalam SD

Tidak terdapat adegan kedhatonan. 2.b. Dalam SL

Adegan kedhatonan menggambarkan kehidupan rumah tangga Duryudana bersama permaisurinya, Dewi Banowati. Setelah selasai bersidang, raja disambut oleh permaisuri. Digambarkan bagaimana istri dan anak Duryudana sedang menantikan kedatangan raja itu sambil mendengarkan gamelan dan menyaksikan tari-tarian yang indah. Setelah mengetahui raja akan segera datang, mereka tergesa-gesa menyambut kedatangan sang raja. Peristiwa tersebut tercermin dalam kutipan di bawah ini.

Sang Prameswari saha putra sami mriksani lelangen be aja sarimpi. Pradangga munja angrangin.

... ...

Anudju suwuking sang pradangga, kapijarsa tengara djengkaring pasewakan, mila sang prameswari saha putra ladjeng sami njat djumeneng, arsa me uk konduring Nata. (14)

Terjemahannya:

Sang permaisuri dan anaknya sedang melihat keindahan tari srimpi. Bunyi gamelan laksana angin.

... ...

Menjelang selesainya gamelan, terdengar tanda dari pasewakan, karenanya sang permaisuri beserta anaknya segera berdiri sambil menjemput kepulangan raja.

Pada adegan ini, juga digambarkan peristiwa ketika Duryudana menceritakan kepada istrinya apa yang telah terjadi dalam persidangan. Peristiwa itu nampak dalam kutipan berikut ini.

Hija, jaji Dewi. Ora ana lija kang ingsun rembug ing pasewakan kadjaba anggon insun arsa ngupadi mendrane kadangira jaji Burisrawa, kang manut ature paman Arja samengko dedunung ing mandyaning wana tepising Setragandamayu. Mula samengko ingsun bandjur utusan Kakang Dipati mon ongi kondure jaji Burisrawa. (15)

Terjemahannya:

Iya, adik Dewi. Tidak ada yang lain yang saya bahas di pasewakan selain usaha saya dalam mencari perginya saudaramu, adik Burisrawa. Yang menurut cerita dari paman Arya saat ini sedang berada di tengah hutan dekat Setragandamayu. Karenanya saya lalu mengutus Kakak Adipati untuk membawa pulang adik Burisrawa.

Kutipan tersebut menunjukan peristiwa ketita Duryudana bercerita kepada istrinya, bahwa ia sedang berusaha mencari Burisrawa. Burisrawa pergi dari kerajaan, karena keinginannya menikahi Sembadra tidak ada yang menyetujui atau bahkan membantunya. Untuk membawa pulang Burisrawa yang sedang berada di hutan dekat Setragandamayit, Duryudana mengutus Karna dan para Kurawa.

Kedua kutipan di atas menunjukan dua adegan yang berlangsung dalam adegan kedhatonan. Adegan kedhatonan juga merupakan adegan sisipan yang dalam SD tidak ditampilkan. Adegan ini juga tidak mempengaruhi jalannya cerita. Artinya, ada tidaknya adegan ini jalan cerita tidak akan terganggu. Meskipun demikian, adegan ini juga pasti ada dalam suatu pentas wayang.

3. Adegan Limbukan 3.a. Dalam SD

Tidak terdapat adegan limbukan. 3.b. Dalam SL

Adegan limbukan berlangsung setelah raja dan permaisuri memasuki ruang pesta (dalam adegan kedhatonan). Dalam adegan ini tampillah Cangik dan anaknya, Limbuk. Dalam adegan ini ditampilkan kelucuan ibu dan anak itu. Mereka juga menyoroti masalah penjajahan yang pahit. Selain itu, mereka juga menyindir para lintah darat yang banyak merugikan orang lain. Orang yang berprofesi sebagai lintah darat, akan banyak dibenci masyarakat.

Masalah yang dibicarakan dalam adegan ini memang menyimpang dari kebulatan struktur alur. Hal ini dapat dianggap sebagai penyimpangan alur. Percakapan antara Cangik dan Limbuk dalam adegan ini, berisi amanat penulis yang ditujukan secara langsung kepada masyarakat. Adapun amanat yang tersirat dalam adegan limbukan tersebut dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

Kowe dadi tukang renten kang banget meres kringete wong kasangsayan? O ngger, ngono iku tindak kang ora betjik, ditjatjat dening kawula. tan ane kowe bandjur disirik bebrajan. (16)

Terjemahannya:

Kamu menjadi rentenir yang sangat memeras keringat orang-orang kecil? O nak, itu sikap yang tidak benar, dibenci oleh rakyat. Buktinya kamu dijauhi dalam pergaulan.

Kutipan tersebut menunjukan nasehat penulis cerita SL, yang dapat dilihat secara langsung. Nasehat tersebut mengisyaratkan bahwa menjadi seorang rentenir/lintah darat akan mendatangkan kerugian bagi diri sendiri. Kerugian itu

berupa kebencian dari masyarakat. Fenomena lintah darat yang sangat merugikan tersebut sampai sekarang memang masih banyak dijumpai di kalangan masyarakat.

4. Adegan Samadi 4.a. Dalam SD

Tidak terdapat adegan samadi. 4.b. Dalam SL

Sama halnya dengan tiga adegan di atas, adegan yang ketiga ini masih berlangsung di kerajaan Ngastina. Adegan yang dimaksud adalah adegan Duryudana bermeditasi untuk memohon petunjuk dari Tuhan. Peristiwa itu nampak dalam kutipan di bawah ini.

Saparipurnaning kembul ahar sigra mandjing sana busana, lukas busana keprabon, ngrasuk pangageman busana brahmana. Sang prabu ladju mandjing sanggar pamelengan arsa mudja samadi. Ing ngriku wus samput upa rengganing memudja. (17)

Terjemahannya:

Setelah selesai makan bersama segera masuk ke ruang pakaian, melepas pakaian raja, dan mengenakan pakaian brahmana. Sang prabu kemudian masuk ke tempat semedi dan melakukan semedi. Di sana sudah tersedia perlengkapan untuk berdoa.

Dalam kutipan di atas dapat diketahui bahwa adegan ini dilakukan setelah Duryudana selesai makan bersama permaisuri dan anaknya. Guna melaksanakan meditasi itu, ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang khusus digunakan untuk bersemedi. Digambarkan pula bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan untuk bersemedi telah tersedia di dalam ruangan yang khusus, untuk melakukan semedi.

4.Adegan paseban jawi 4.a. Dalam SD

Adegan paseban jawi dalam SD digambarkan secara singkat namun jelas. Dalam adegan ini terlihat pasukan Ngastina yang dipimpin oleh Karna akan berangkat melaksakan tugas mencari Burisrawa. Nampak dalam kutipan di bawah ini.

Kotjap kang aneng paseban djaba, Adipati Ngawangga lan pra sentana, ingkang bade kabekta sampoen sanega, ladjeng bidalan. (1)

Terjemahannya:

Terkisah di paseban jaba, Adipati Ngawangga dan para saudara yang akan dibawa sudah siap siaga, kemudian berangkat.

4.b. Dalam SL

Adegan paseban jawi dalam SL sedikit berbeda dari SD. Terdapat beberapa peristiwa lain yang digambarkan selain peristiwa menjelang keberangkatan pasukan. Adegan di paseban jawi dimulai saat Sengkuni mengumumkan tugas yang diberikan kepada para Kurawa untuk menemani Karna pergi menjemput Burisrawa. Setelah Sengkuni menyampaikan tugas itu kepada beberapa ksatria besar, Aswatama kemuudian mengumumkan tugas itu kepada para Kurawa yang lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

Heh, kabeh botjah Kurawa! Aku nampa awuhe Gusti Patih, sira kabeh ka awuhan samapta ngombjongi tindake sinuwun ing Wangga ngupadi mendrane Raden Harja Burisrawa. ... Jen pantjen wus samapta, mara angantija tengara ben e sapisan tata2 ping pin o nglumpuk, kaping telu bo ol. (18)

Terjemahannya:

Hai semua anak Kurawa! Aku menerima perintah dari Gusti Patih, Anda semua diperintah untuk siap mengikuti perginya kakang Adipati Ngawangga mencari perginya Raden Harya Burisrawa. ... jika memang sudah siap tabuhlah gong sebagai pertanda pertama siap-siap, kedua berkumpul, dan yang ketiga berangkat.

Peristiwa yang digambarkan dalam SL pada adegan paseban jawi lebih lengkap dibandingkan dalam SD. Selain itu, terdapat sedikit perbedaan tugas yang diberikan kepada para utusan. Jika dalam SD, utusan diberi tugas untuk mencari Burisrawa yang tidak diketahui keberadaannya, maka dalam SL Burisrawa sudah diketahui keberadaannya. Para utusan itu, menurut versi SL, ditugasi untuk menjemput Burisrawa yang sedang bersemedi di suatu hutan untuk pulang ke kerajaan.

5. Adegan budhalan 5.a. Dalam SD

Tidak terdapat adegan budhalan. 5.b. Dalam SL

Adegan ini mengambarkan peristiwa keberangkatan para utusan yang akan melaksanakan tugas. Setelah semua persiapan selasai, mereka segera berangkat. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

Gja sijaga sagung wadya, wusnja samapta gja bu al saking ngalun-alun. Wedaling wadya lamun tjinandra pin a: singa mangsah juda. (19)

Terjemahannya:

Semua prajurit segera bersiap-siap, setelah semuanya siap segera pergi meninggalkan alun-alun. Kepergian para prajurit jika disamakan (dipindhakake) seperti: singa mangsah yuda (singa maju perang).

Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bagaimana semangat para utusan dalam melaksanakan tugas. Keberangkatan para utusan ini diibaratkan seperti

Dokumen terkait