• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Lama Amenorea

Sumber : WHO/UNICEF/BKPP-ASI januari 2008

C. Lama Amenorea 1. Pengertian

Amenorea adalah suatu keadaan atau kondisi dimana pada seorang wanita tidak mengalami haid sebagaimana mestinya (Wiknyosastro, 2005). Lama amenorea postpartum adalah rentan waktu dimana seorang wanita tidak mengalami haid setelah melahirkan/tidak haid sebagaimana mestinya (Dimasmis, 2008). pertumbuhan 4. Protein Jumlah sesuai dan mudah dicerna Terlalu banyak dan sukar dicerna

Sebagian diperbaiki Kasein:whey 40:60 Kasein : whey 80:20 Disesuaikan dengan ASI

Whey: Alfa Betalaktoglobulin

5. Lemak Cukup mengandung asam lemak esensial (ALE), DHA dan AA Mengandung lipase Kurang ALE

Tidak ada lipase

Kurang ALE, tidak ada DHA dan AA Tidak ada lipase

6. Zat Besi Jumlah kecil

tapi mudah dicerna

Jumlah lebih banyak tapi tidak diserap dengan baik Ditambahkan ekstra Tidak diserap dengan baik

7. Vitamin Cukup Tidak cukup

vitamin A,vitamin C

Vitamin ditambahkan

8. Air Cukup Perlu tambahan Mungkin

perlu tambahan

commit to user

13

2. Macam Amenorea

a) Amenorea primer

Amenorea primer aadalah tidak terdapatnya haid pada pasien berusia 16 tahun dengan ciri-ciri seksual sekunder yang normal atau tidak terdapatnya menstruasi pada pasien berusia 14 tahun tanpa tanda-tanda pematangan seksual ( Heffner, Schust, 2008)

b) Amenorea sekunder

Tidak adanya haid pada seorang wanita yang sebelumnya pernah mendapat haid. Atau tidak terdapatnya 3 siklus haid dan atau tidak adanya perdarahan haidselama 6 bulan. Disebabkan oleh: malnutrisi, kontrasepsi, penyakit, kehamilan, laktasi, gangguan psikologi (Whitehead, 2003).

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan menurut Cunningham (2005), haid merujuk kepada pendarahan yang menyertai penarikan progesteron setelah ovulasi pada siklus non-fertil dan menyebut episode pendarahan endometrium lain pada wanita tidak hamil sebagai perdarahan uterus atau endometrium.

Haid yang berulang setiap bulan tersebut pada akhirnya akan membentuk siklus haid yang melibatkan hipofisis, hipotalamus, ovarium dan uterus (Wiknjosastro, 2007).

Siklus haid yang berlangsung secara teratur tiap bulan, tergantung kepada serangkaian perubahan hormonal siklik yang melibatkan sekresi hormon pada berbagai tingkat dalam sistem yang terintegrasi (Kodrat,

commit to user

14

2010). Pusat pengendalian hormon dari sistem reproduksi adalah

hipotalamus yang mensekresikan gonadotropin releasing hormone

(GnRH). GnRH merangsang sekresi 2 hormon yaitu follicle stimulating hormone releasing hormone (FSH-RH) dan luteinizing hormone releasing hormone (LH-RH) (Wiknjosastro, 2007).

Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis anterior untuk mensekresi follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone

(LH) yang selanjutnya berikatan dengan reseptor di ovarium menyebabkan terjadinya produksi estrogen dan progesteron ke dalam sirkulasi dan memberikan umpan balik terhadap hipotalamus dalam menghasilkan gonadotropin (Llewllyn, 2002).

3. Menurut Wiknjosastro (2005), mekanisme terjadinya perdarahan haid dalam satu siklus ada 4 fase, yaitu :

a. Fase Proliferasi

Terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus haid. Ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium serta membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek. Pada akhir dari fase ini

commit to user

15

terjadi lonjakan penghasilan hormon LH yang sangat meningkat dan menyebabkan terjadinya proses ovulasi.

b. Fase Prahaid (Fase Sekresi)

Terjadi pada hari ke-14 sampai hari ke-28 siklus haid. Pada fase ini menunjukkan masa ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel-folikel de Graaf yang sudah mengeluarkan sel telur pada saat terjadinya proses ovulasi. Terjadi peningkatan hormon progesteron yang bermakna yang diikuti oleh penurunan kadar hormon-hormon FSH, LH dan estrogen. Keadaan ini digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium untuk mempersiapkan dinding rahim dalam menerima hasil konsepsi jika terjadi kehamilan.

c. Fase Haid

Terjadi pada hari ke-28 sampai hari ke-2 atau 3 siklus haid. Peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek yang diwujudkan dalam pengeluaran darah dari dalamnya. Pada fase ini terjadi kembali peningkatan kadar dan aktivitas hormon-hormon FSH dan estrogen yang disebabkan tidak adanya hormon LH dan pengaruhnya karena produksinya telah dihentikan oleh peningkatan kadar hormon progesteron secara maksimal.

d. Fase Regenerasi (Fase Pascahaid)

Terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-5 siklus haid. Pada fase ini terjadi proses pemulihan dan pembentukan kembali lapisan

commit to user

16

endometrium. Sedangkan ovarium mulai beraktivitas kembali membentuk folikel-folikel yang terkandung di dalamnya melalui pengaruh hormon-hormon FSH dan estrogen yang sebelumnya sudah dihasilkan kembali di ovarium.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Amenorea menurut Wiknjosastro

(2005), antara lain : a. Status gizi

Kelebihan berat badan : terjadi gangguan metabolisme estrogen berupa peningkatan produksi estrogen pada wanita dengan kelebihan berat badan sehingga menyebabkan siklus haid menjadi tidak teratur.

Kekurangan nutrisi : pada seseorang yang tidak cukup makan, tubuh akan berasumsi bahwa tubuh tidak cukup bugar dan kadar estrogen bisa menurun serta bisa berhenti berovulasi (Evan, 2011). b. Penyakit yang berhubungan dengan reproduksi : penyakit reproduksi

seperti polycsytic ovary syndrome (PCOS), endometriosis, tumor ovarium, kanker leher rahim dapat menyebabkan perubahan hormon. c. Faktor psikososial : stress atau kecemasan bisa mengacaukan siklus

haid perempuan karena pusat stres di otak sangat dekat lokasinya dengan pusat pengaturan haid di otak. Gangguan kejiwaan, stress, lingkungan sosial, tekanan-tekanan dapat menyebabkan siklus haid tidak teratur (Heffner, Schust, 2008).

d. Kelainan genetik seperti sindrom stein-leventhal, sindrom Sheehan, sindrom forbes-albright, sindrom chusing, sindrom turner, sindrom

commit to user

17

asherman dan sindrom testicular feminization dapat menyebabkan terjadinya amenorea primer.

e. Olahraga berat : seorang perempuan dengan latihan yang dilakukan adekuat atau berlebihan dapat menyebabkan kehilangan berat badan beberapa kilogram (Baziad, 2009).

f. Konsumsi obat tertentu seperti kontrasepsi hormonal dan obat yang dapat meningkatkan kadar hormon prolaktin sehingga menyebabkan perubahan siklus haid. Metode kontrasepsi akan memanipulasi siklus haid karena hormon-hormon yang diproduksi memaksa tubuh untuk membentuk siklus buatan (Evan, 2011)

g. Laktasi atau pemberian ASI eksklusif

Selama masa laktasi, kadar prolaktin akan tetap tinggi sebagai respon terhadap rangsangan isapan bayi yang berlangsung terus menerus. Kadar prolaktin yang tinggi tersebut akan berefek pada otak dan ovarium. Prolaktin yang sampai di hipotalamus akan menimbulkan hambatan sekresi GnRH, menghambat efek GnRH pada hipofisis dan melawan efek gonadotropin pada ovarium (Nindya, 2001). Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis anterior untuk mensekresi

follicle stimulating hormone (FSH)dan luteinizing hormone (LH) yang selanjutnya berikatan dengan reseptor di ovarium menyebabkan terjadinya produksi estrogen dan progesteron ke dalam sirkulasi dan memberikan umpan balik terhadap hipotalamus dalam menghasilkan gonadotropin (Llewllyn, 2002). Walaupun prolaktin bertanggungjawab

commit to user

18

dalam memulai mereproduksi air susu, penyampaian dan pemeliharaan laktasi bergantung pada stimulasi isapan bayi pada putting susu sehingga terjadi pengeluaran air susu dikenal sebagai ejeksi. Reflek hisap juga mempengaruhi aktivitas generator denyut GnRH, dan biasanya tidak terjadi ovulasi. Efektivitas laktasi dalam menekan fungsi gonad secara langsung berhubungan dengan frekuensi dan durasi menyusui (Heffner, Schust, 2008).

Kesuburan tidak akan terjadi apabila laktasi yang ketat dipertahankan. Jika bayi mangisap ASI sebanyak 6x atau lebih dalam 24 jam, lama menyusu >60 menit per 24 jam dan menyusu pada malam hari, merupakan faktor penting dalam menunda ovulasi (Hartanto, 2004).

Menurut Nindya (2001) prolaktin merupakan penyebab utama anovulasi pada laktasi atau amenore pada laktasi, atas dasar efek penghambatan di tingkat otak maupun ovarium sebagai berikut: 1) Penurunan sensitivitas hipotalamus terhadap umpan balik positif dari

estrogen.

2) Hambatan sekresi GnRH oleh hipotalamus. 3) Penurunan sekresi gonadotropin.

4) Penurunan sensitivitas ovarium terhadap gonadotropin.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas terdapat alternatif penghambatan ovulasi yang lain oleh prolaktin yaitu hambatan sintesis progesteron oleh sel-sel granulosa dan perubahan rasio testosteron.

commit to user

19

dihidrotestosteron oleh prolaktin sehingga berakibat penurunan zat-zat teraromatisasi yang berarti peningkatan kadar zat antiestrogen lokal (Lisal, 2004).

Kadar prolaktin yang tinggi menyebabkan umpan balik positif jalur pendek terhadap sekresi dopamin oleh hipotalamus. Kadar dopamin yang tinggi akan menurunkan sekresi GnRH. Pada efek di otak dan di ovarium, tampaknya efek hambatan ovulasi oleh prolaktin selama laktasi paling dominan adalah penyebab di otak (Kodrat, 2003).

Pada seorang wanita yang memberikan ASI eksklusif, selama 6-8 minggu masa laktasi akan terjadi penurunan respon LH terhadap GnRH, sementara respon FSH tetap normal, meskipun demikian pada ovarium tidak terjadi fase folikuler dan tidak terjadi sintesis estrogen. Sintesis estrogen akan dimulai secara bertahap sejak bulan ke-4 postpartum pada wanita yang memberikan ASI-nya, sebagian besar wanita yang memberikan susu formula pada minggu ke-8 postpartum memperlihatkan tanda-tanda perkembangan folikel dan akan berovulasi tidak lama kemudian (Gebbie;Glasier, 2006).

Pemberian GnRH atau hormon gonadotropin eksogen dalam jumlah besar ternyata mampu merangsang perkembangan folikel ovarium dan pembentukan hormon estrogen. Hal ini mengisyaratkan bahwa pada ovarium terjadi penurunan sensitivitas terhadap hormon gonadotropin, mungkin karena reseptor gonadotropin pada ovarium ditempati oleh prolaktin, atau karena hambatan fungsi sel-sel theka oleh prolaktin. Hal ini

commit to user

20

menerangkan efek kadar prolaktin yang tinggi terhadap ovarium (Whitehead, 2003).

Ovulasi akan tertunda lewat 10 minggu dan mungkin selama masa laktasi. Atau 28 hari setelah melahirkan apabila ibu tidak menyusui bayinya. Saat makanan atau minuman tambahan mulai diberikan, dan frekuensi mengisap berkurang, kurang lebih 75% ibu mengalami perkembangan folikel dan 50% akan mengalami ovulasi dalam waktu 16 minggu yang akan datang meskipun laktasi masih diberikan (Hartanto, 2004).

commit to user 21

Dokumen terkait