BAB III HANDOFF
3.6 Analisa Handoff Dengan Path Loss dan Shadowing …
Disini BS dipisahkan dengan jarak D. Diasumsikan MS bergerak lurus dengan
kecepatan konstan v di sepanjang jarak BS yang dinamakan BS1 dan BS2.
Diasumsikan juga bahwa kuat sinyal yang diterima (RSS) dipengaruhi oleh path loss
dan efek shadowing. Kondisi handoff diperiksa pada waktu sampling, dimana waktu
sampling adalah �
�.
Untuk algoritma handoff dengan nilai histeresis tetap, maka handoff muncul jika
kondisi berikut terpenuhi[8]:
�
������>�
�������+ℎ , (3.1)
dimana �
������dan �
�������kuat sinyal terima di BS tujuan dan BS yang sedang
melayani pada waktu k, 1≤k≤N, dan N adalah jumlah titik samling disepanjang
lintasan.
Didefinisikan �(�) sebagai[8]:
�(�) >�
1(�)− �
2(�) , (3.2)
dimana
�
1(�) dan �
2(�) adalah kuat sinyal terima pada BS1 dan BS2 pada waktu k
� adalah standar deviasi untuk shadow fading.
Untuk memberikan solusi yang dapat diketahui secara analitik, disini
diasumsikan bahwa shadow fading tidak berhubungan. Oleh karena itu, �(�) variabel
Gaussian bebas dengan rata-rata �(�) = �
1(�)− �
2(�) dengan variance �
2. Maka
dapat dapat dihitung probabilitas transisi seperti berikut:
�
2→1(�) > � �
ℎ−�(�)√2�
� (3.4)
dimana
�
1→2(�) adalah probabilitas transisi handoff pada BS2,
�
2→1(�) adalah probabilitas transisi handoff pada BS1,
Q( ) adalah Q-function (fungsi distribusi kumulatif),
� adalah standar deviasi untuk shadow fading,
�(�) = �
1(�)− �
2(�), variabel Gaussian bebas rata-rata
�
1(�) dan �
2(�) adalah probabilitas BS melayani M, BS disini adalah BS1 dan BS2.
Ketika probabilitas transisi diketahui, maka probabilitas BS melayani MS dapat
dihitung sebagai berikut[8]:
�
1(�) =�
1(� −1)�1− �
1→2(�)�+�
2(� −1)�
2→1(�) (3.5)
�
2(�) = �
2(� −1)�1− �
2→1(�)�+�
1(� −1)�
1→2(�) (3.6)
Dimana
�
1(�) adalah probabilitas BS1 melayani MS
�
2(�) adalah probabilitas BS2 melayani MS
dengan kondisi awal �
1(1) = 1 dan �
2(1)=0.
Probabilitas handoff �
ℎ�(�) dapat ditentukan oleh:
dengan demikian diharapakan jumlah handoff ��ℎ� diberikan sebagai berikut:
��
ℎ�= ∑
��
ℎ�(�
�=1
) (3.8)
Dimana :
��
ℎ�adalah jumlah handoff.
Laju dari degradasi link �
��dapat dihitung dengan rumus:
�
��(�) = �
1(�)� �
Δ−�1(�)�
�+�
2(�)� �
Δ−�2(�)�
� (3.9)
Dimana :
- �
��(�) adalah Probabilitas laju degradasi link,
BAB IV
EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA
SISTEM SELULER
4.1 Model Sistem
Model sistem yang akan disimulasikan terlihat pada Gambar 4.1. diasumsikan
bahwa UE akan bergerak lurus dari BS1 menuju BS2 dengan lintasan lurus dan
kecepatan yang konstan. Kedua BS dipisahkan oleh jarak sejauh D. Kedua BS
memiliki daya transmisi yang sama. UE mensampling pengukuran kuat sinyal terima
(RSS) pada jarak interval yang tetap yaitu d=kd
s, dimana d
sadalah jarak sampling.
Dalam simulasi ini, nilai d
syang digunakan adalah 1m. k, adalah bilangan bulat
dengan nilai k ∈ [ 0, D/d
sBS1 BS2
Jarak BS Propagasi
MS
]. Kedua BS diasumsikan berada pada bagian pusat sel.
4.2 Flow Chart Simulasi
Flow chart (diagram alir) dari simulasi yang akan dijalankan terlihat pada
Gambar 4.2. Flow chart dibuat berdasarkan pada proses utama yang dilakukan oleh
sistem.
mulai Tao=5 delta=-105 hyst=1,7,14,20 ds=1 dc=30 ts=0.5 v=20 dav=20 D=2000 Sinyal DibangkitkanMerata-ratakan sinyal dengan metode eksponensial
Simulasi
Probabilitas handoff dan BS menangani MS Tampilkan grafik selesai Simulasi Probabilitas transisi Simulasi Laju degradasi link
4.3 Parameter Simulasi
Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menjalankan simulasi sistem.
Parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Parameter simulasi sistem
No Nilai Parameter
1 d
s= 1 m Jarak sampling
2 �
��= 20 m Jarak rata-rata
3 Δ = -105 dB Threshold degradasi link
4 � = 5 dB Standar deviasi shadow fading
5 �
�=�.�� Waktu samping
6 �
�= 30 m Jarak korelasi
7 �=20 m/s Kecepatan mobile
8 D = 2000 m Jarak diantara dua BS yang bersebelahan
Beberapa parameter lainnya seperti histeresis akan ditentukan kemudian
karena nilainya yang akan divariasikan.
4.4 Hasil Simulasi
Simulasi sistem dilakukan dengan menggunakan bantuan software MATLAB.
Karena simulasi sistem berbasis bilangan acak, maka untuk setiap parameter
dilakukan 100 kali simulasi dengan pembangkitan bilangan acak 200000 kali.
Kemudian rata-ratanya akan diambil sebagai hasil akhir. Proses simulasi dimulai
dengan menentukan parameter bebas dan membangkitkan bilangan acak. Kemudian
membangkitkan path loss. Kemudian menghitung sinyal terima dan
merata-ratakannya dengan metode exponential. Nilai rata-rata kemudian akan digunakan
dalam algoritma handoff sehingga akan menghasilkan keluaran berupa parameter
kinerja yang telah ditentukan.
4.4.1 Pembangkitan Sinyal
Sinyal dibangkitkan secara acak dengan mengunakan persamaan (2.5) dan
(2.6). Berikut adalah persamaaan yang sudah dibuat ke dalam program MATLAB..
s=4; % jumlah simulasi
U=randn(s,D);%membangkitkan dist.acak
V=randn(s,D);%membangkitkan dist.acak
U1=[ai*ones(s,1) zeros(s,D-1)];%ruang shadowing utk BTS 1
V2=[ai*ones(s,1) zeros(s,D-1)];%ruang shadowing utk BTS 2
for i=1:s
for j=2:D
U1(i,j)=ai*U1(i,j-1)+tou*sqrt(1-(ai)^2).*U(i,j);
V2(i,j)=ai*V2(i,j-1)+tou*sqrt(1-(ai)^2).*V(i,j);
end
for k=1:D
S1(i,k)=K1-K2*log10(k*d)+U1(i,k);
S2(i,k)=K1-K2*log10(D-k*d)+V2(i,k);
end
end
Gambar 4.3 Grafik propagasi kuat sinyal
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 20 jarak (m) kuat s iny al (dB )
Model Propagasi Sinyal sinyal1 sinyal2
Dengan menggunakan program MATLAB, dapat diperoleh grafik kuat sinyal
di BS1 dan BS2 dengan jarak tertentu seperti Gambar 4.3.
Terlihat bahwa sinyal tersebut berfluktuasi tidak teratur sehingga akan sulit
menentukan kuat sinyal di titik tertentu. Dengan demikan, untuk memuluskan sinyal
tersebut digunakan metode rata-rata eksponensial dengan menggunakan rumus (2.7)
dan (2.8). Berikut adalah persamaaan yang sudah dibuat ke dalam program
MATLAB.
S1_rata_rata=[S1(:,1) zeros(s,D-1)];
S2_rata_rata=[S2(:,1) zeros(s,D-1)];
for g=1:s
for h=2:D
S1_rata_rata(g,h)=exp(-d/drata_rata).*S1_rata_rata(g,h-1)+...
(1-exp(-d/drata_rata)).*S1(g,h);
S2_rata_rata(g,h)=exp(-d/drata_rata).*S2_rata_rata(g,h-1)+...
(1-exp(-d/drata_rata)).*S2(g,h);
end
end
.
Gambar 4.4 Grafik propagasi kuat sinyal rata-rata
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 jarak (m) kuat s iny al rat a-rat a ( dB )
Model Propagasi Sinyal
sinyal1 sinyal2
4.4.2 Evaluasi Perubahan Probabilitas Transisi Terhadap Jarak Dengan
Perubahan Nilai h
(a)
(b)
Gambar 4.5 Grafik probabilitas transisi MS terhadap perubahan h
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi lit as t rans is i M S dar i B S 1 k e B S 2 hist 1 hist 7 hist 14 hist 20 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi li tas t rans is i M S dar i B S 2 k e B S 1 hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas transisi
handoff. Nilai �, �
��
�, �, dan � akan tetap sedangkan nilai histeresis akan
divariasikan. Nilai � = 5 dB, �
�= 0,5�, � = 20�/�, �
�= 30�. Dengan
menggunakkan persamaan 3.3 dan 3.4, probabilitas transisi untuk masing-masing
nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar 4.5.
4.4.3 Evaluasi Perubahan Probabilitas Handoff Terhadap Jarak Dengan
Perubahan Nilai h
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas handoff.
Nilai �, �
��
�, �, dan � akan tetap sedangkan nilai histeresis akan divariasikan. Nilai
� = 5 dB, �
�= 0,5�, �= 20�/�, �
�= 30�. Dengan menggunakan persamaan 3.7
probabilitas handoff untuk masing-masing nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar
4.6.
Gambar 4.6 Grafik probabilitas handoff terhadap perubahan h
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 jarak P robabi lit as handof f hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
4.4.4 Evaluasi Perubahan Probabilitas BS Menangani MS Terhadap Jarak
Dengan Perubahan Nilai h
(a)
(b)
Gambar 4.7 Grafik probabilitas BS menangani MS terhadap perubahan h
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi lit as B S 1 m enangani M S hist 1 hist 7 hist 14 hist 20 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 jarak P robabi lit as B S 2 m enangani M S hist 1 hist 7 hist 14 hist 20
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas BS1
menangani MS dan sebaliknya. Nilai �, �
��
�, �, dan � akan tetap sedangkan nilai
histeresis akan divariasikan. Nilai � = 5 dB, �
�= 0,5�, � = 20�/�, �
�= 30�.
Dengan menggunakan persamaan 3.5 dan 3.6, perubahan probabilitas BS menangani
MS untuk masing-masing nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar 4.7.
4.4.5 Evaluasi Perubahan Probabilitas Degradasi Link Terhadap Jarak
Dengan Perubahan Nilai h
Gambar 4.8 Grafik penurunan sinyal terhadap perubahan h
0 500 1000 1500 2000 0 0.5 1 1.5x 10 -3 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 1 hist 1 0 500 1000 1500 2000 0 1 2 3 4 5x 10 -3 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 7 hist 7 0 500 1000 1500 2000 0 0.005 0.01 0.015 0.02 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 14 hist 14 500 1000 1500 2000 0 0.01 0.02 0.03 0.04 jarak pr obabi li tas l ink degr adas i Hist 20 hist 20
Pada subbab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah penurunan kuat sinyal
(link degradation). Nilai �, �
��
�, �, dan � akan tetap sedangkan nilai histeresis akan
divariasikan. Nilai � = 5 dB, �
�= 0,5�, � = 20�/�, �
�= 30�. Dengan
menggunakan persamaan 3.9, perubahan penurunan kuat sinyal untuk masing-masing
nilai histeresis diperlihatkan oleh Gambar 4.8.
4.5 Analisa Hasil Simulasi
4.5.1 Pengaruh Nilai Histeresis (h) Terhadap Jarak Probabilitas Transisi
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.3 yaitu Gambar 4.5 (a) dan (b)
diperoleh bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas transisi MS dari BS1 ke BS2
kira-kira dimulai dari jarak 1000m dari BS1. untuk nilai histeresis 7, probabilitas
transisi MS dari BS1 ke BS2 kira-kira dimulai dari jarak 1200m dari BS1, untuk nilai
histeresis 14, probabilitas transisi MS dari BS1 ke BS2 kira-kira dimulai dari jarak
1400m dari BS1, untuk nilai histeresis 20, probabilitas transisi MS dari BS1 ke BS2
kira-kira dimulai dari jarak 1600m dari BS1. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa perubahan nilai h mempengaruhi daerah probabilitas transisi handoff. Semakin
besar nilai histeresis maka jarak yang akan ditempuh MS agar mengalami transisi ke
BS2 semakin panjang, demikian sebaliknya.
4.5.2 Pengaruh Nilai Histeresis (h) Terhadap Jarak Probabilitas Handoff
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.4 yaitu Gambar 4.6 diperoleh
bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas handoff kira-kira dimulai pada daerah
850m sampai 1200m dari BS1, untuk nilai histeresis 7, probabilitas handoff kira-kira
dimulai pada daerah 1200m sampai 1400m dari BS1, untuk nilai histeresis 14,
probabilitas handoff kira-kira dimulai pada daerah 1400m sampai 1600m dari BS1,
untuk nilai histeresis 20, probabilitas handoff kira-kira dimulai pada daerah 1600m
sampai 1650m dari BS1. Dengan demikan disimpulkan bahwa nilai h mempengaruhi
daerah probabilitas handoff. Semakin besar nilai h maka daerah probabilitas handoff
akan semakin jauh dari BS serving. Hal ini disebabkan karena semakin besar nilai h
menunjukkan semakin jauh titik threshold.
4.5.3 Pengaruh Nilai Histeresis (h) Terhadap Jarak Probabilitas BS
Menangani MS
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.5 yaitu Gambar 4.7 (a) dan (b)
diperoleh bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas BS1 menangani MS terjadi
kira-kira sampai pada jarak 1100m dari BS1, pada jarak lebih dari 1100m kemungkinan
BS1 tidak lagi menangani MS, untuk nilai histeresis 4, probabilitas BS1 menangani
MS terjadi kira-kira sampai pada jarak 1300m dari BS1, pada jarak lebih dari 1300m
kemungkinan BS1 tidak lagi menangani MS, untuk nilai histeresis 14, probabilitas
BS1 menangani MS terjadi kira-kira sampai pada jarak 1500m dari BS1, pada jarak
lebih dari 1500m kemungkinan BS1 tidak lagi menangani MS, untuk nilai histeresis
20, probabilitas BS1 menangani MS terjadi kira-kira sampai pada jarak 1700m dari
BS1, pada jarak lebih dari 1700m kemungkinan BS1 tidak lagi menangani MS.
Dengan demikian nilai h mempengaruhi daerah probabilitas BS menangani MS.
Semakin besar nilai h maka nilai probabilitas BS menangani MS jarakanya akan
semakin jauh. Akan tetapi, jika semakin besar nilai h maka akan memperbesar nilai
loss yang dialami oleh sinyal sehingga ada kemungkinan sinyal tersebut jatuh.
4.5.4 Pengaruh Nilai Histeresis (h) Terhadap Probabilitas Degradasi Link
Melalui data hasil simulasi pada subbab 1.4.6 yaitu Gambar 4.8 diperoleh
bahwa untuk nilai histeresis 1, probabilitas degradasi link kira-kira dimulai pada
daerah 600m sampai 1400m dari BS1, untuk nilai histeresis 7, probabilitas degradasi
link kira-kira dimulai pada daerah 750m sampai 1400m dari BS1, untuk nilai
histeresis 14, probabilitas degradasi link kira-kira dimulai pada daerah 750m sampai
1500m dari BS1, untuk nilai histeresis 20, probabilitas degradasi link kira-kira
dimulai pada daerah 850m sampai 1700m dari BS1. Dengan demikian, nilai h
mempengaruhi daerah penurunan sinyal. Semakin besar nilai h maka daerah
penurunan sinyal akan semakin jauh. Ini disebabkan karena semakin besar nilai h
maka daerah link dibawah nilai threshold letaknya akan semain jauh.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Melalui hasil simulasi dan analisanya telah ditunjukkan pengaruh parameter
yang telah divariasikan terhadap nilai histeresis handoff. Melalui hasil simulasi
diperoleh kesimpulan,
1. Parameter nilai histeresis h mempengaruhi daerah probabilitas transisi dari
handoff. Dimana pertambahan nilai dari parameter ini akan memperjauh
daerah terjadinya probabilitas transisi handoff terhadap BS yg sedang
melayani atau BS serving.
2. Parameter nilai histeresis h mempengaruhi daerah probabilitas handoff.
Dimana pertambahan nilai dari parameter ini akan memperjauh daerah
terjadinya probabilitas handoff terhadap BS yg sedang melayani atau BS
serving.
3. Parameter nilai histeresis h mempengaruhi daerah probabilitas BS menangani
MS. Semakin besar nilai h maka daerah probabilitas BS menangani MS
jaraknya akan semakin jauh dari BS serving. Sehingga jika semakin besar
nilai h maka akan memperbesar nilai loss yang dialami oleh sinyal sehingga
ada kemungkinan sinyal tersebut jatuh.
4. Parameter nilai histeresis h mempengaruhi daerah link degradasi. Dimana
pertambahan nilai dari parameter ini akan memperjauh daerah terjadinya
probabilitas link degradasi terhadap BS yg sedang melayani atau BS serving.
5. Berdasarkan analisa yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa jarak minimum
dan maksimum agar handoff bekerja dengan baik dimana jarak kedua BS
2000m adalah diantara 1100m sampai 1500m.
5.2 Saran
Tugas Akhir ini merupakan evaluasi kinerja algoritma histeresis handoff pada
sistem komunikasi bergerak. Dalam rangka memperkaya pengetahuan dan pengujian
keakuratan hasil simulasi ini, dapat dilakukan dengan penelitian pengukuran langsung
ke sistem yang sesungguhnya. Sehingga diharapkan diperoleh kinerja yang lebih baik
dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa yang berkaitan
dengan materi kinerja algoritma handoff pada sistem komunikasi bergerak.
BAB II
PROPAGASI SINYAL
2.1 Umum
Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke
sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan
kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.
Kondisi propagasi diilustrasikan seperti Gambar 2.1 [1].
Gambar 2.1 Komponen propagasi
2.2 Model Propagasi
Model propagasi biasanya memprediksikan rata-rata kuat sinyal yang diterima
oleh mobile station pada jarak tertentu dari base station ke mobile station. Disamping
itu, model propagasi juga berguna untuk memperkirakan daerah cakupan sebuah base
station sehingga ukuran sel dari base station dapat ditentukan. Model propagasi juga
dapat menentukan daya maksimum yang dapat dipancarkan untuk menghasilkan
kualitas pelayanan yang sama pada frekuensi yang berbeda.
Di dalam komunikasi seluler, memperkirakan rugi-rugi yang akan dilalui
sinyal adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah rugi-rugi yang dihasilkan
oleh propagasi sinyal. Rugi propagasi adalah rugi-rugi yang cukup sulit untuk
diperkirakan karena dipengaruhi langsung oleh keadaan lingkungan sekitar yang
dilalui oleh sinyal. Rugi propagasi (Propagation Loss) mencakup semua pelemahan
yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base station ke mobile
station. Adanya pemantulan dari beberapa obyek dan pergerakan mobile station
menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal
yang diterima tersebut mengalami path loss. Path loss akan membatasi kinerja dari
sistem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss merupakan bagian
yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak. Path loss yang terjadi
pada sinyal yang diterima dapat ditentukan melalui suatu model propagasi tertentu.
Para ahli telah menghasilkan beberapa model matematis yang dapat
memberikan nilai yang cukup baik untuk mendekati keadaan lingkungan nyata.
Model-model dari rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis[2], yaitu:
1. Model Teoritis
Model teoritis berdasarkan pada hukum fundamental fisika yang
dikombinasikan dengan teknik perkiraan yang cukup dan dengan model
atmosfer dan dataran. Model-model ini menghasilkan hubungan matematika
yang kompleks dan membutuhkan resolusi dari persamaan Maxwell melalui
penggunaan metode yang berbeda. Misalkan metode elemen terbatas dan beda
terbatas (finite element and finite difference), metode persamaan parabolik,
metode fisik dan geometrik optik, dan lain-lain. Kekurangan dari model ini
adalah waktu komputasi yang dibutuhkan cukup tinggi yang mana sering
tidak cocok dengan batas operasional, khususnya untuk tujuan rekayasa.
Walaupun demikian, model ini dapat digunakan sebagai model referensi pada
beberapa kasus yang spesifik. Karena variabel yang digunakan pada model ini
pada umumnya adalah variabel deterministik, maka model ini juga sering
disebut sebagai model deterministik. Model ini juga menggunakan variabel
yang random yang ditentukan oleh distribusinya.
2. Model Empiris (Statistik)
Terkadang menjelaskan suatu situasi dengan menggunakan model matematis
adalah hal yang tidak mungkin. Pada kasus tersebut, kita menggunakan
beberapa data untuk memprediksikan perkiraan kelakuan lingkungan.
Berdasarkan defenisi, sebuah model empiris berdasarkan pada data yang
digunakan untuk memprediksi, tidak untuk menjelaskan sebuah sistem. Model
ini juga berdasarkan pada observasi dan pengukuran. Model ini dapat
dikategorikan menjadi dua ketegori yaitu time dispersive (sebaran waktu) dan
non-time dispersive (bukan sebaran waktu). Model time dispersive
menyediakan informasi mengenai karakteristik sebaran waktu dari kanal
seperti sebaran tundaan (delay spread) dari kanal selama terjadi multipath.
Contoh lain adalah model Standford University Interim (SUI). Contoh dari
model non-time dispersive adalah model COST 231 Hata, Hata dan ITU-R.
3. Model Stokastik
Model ini digunakan untuk memodelkan lingkungan sebagai deretan variabel
acak (random). Tidak dibutuhkan Informasi yang banyak untuk membentuk
model ini namun tingkat akurasinya masih perlu dievaluasi dalam membentuk
model.
Model-model propagasi diperlihatkan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pembagian model propagasi
2.3 Parameter Propagasi
Level kuat sinyal yang diterima (RSS) oleh UE dipengaruhi oleh 3 komponen
yaitu:
5. Redaman path loss
Path loss merupakan komponen deterministik dari RSS, yang mana dapat
dievaluasi oleh model rugi-rugi lintasan propagasi seperti yang telah
dijelaskan pada subbab sebelumnya.
Model Propagasi Model Stokastik Model Deterministik Model Empiris Time-dispersive Non-time Dispersive
6. Shadow fading
Shadowing disebabkan karena halangan terhadap jalur garis pandang (LOS)
antara pemancar dan penerima oleh bangunan, bukit, pohon dan lain-lain.
7. Fast fading
Multipath fading (fast fading) timbul karena pantulan multipath dari sebuah
gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan,
struktur-struktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan
yang berada di sekitar UE. Multipath fading atau fast fading dalam tugas
akhir ini diabaikan, karena korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan
penerima dapat mengatasinya dengan efektif[3],[4],[5].
2.4 Analisa Path Loss Menggunakan Model Propagasi
Kebanyakan model dari propagasi radio diperoleh dengan menggunakan
kombinasi analitis dan empiris. Pendekatan secara empiris berbasis pada pencocokan
kurva atau ekspresi analitis yang menciptakan kembali sekumpulan data pengukuran.
Hal ini memiliki kebaikan bahwa secara tidak langsung, semua faktor propagasi baik
yang diketahui maupun tidak dimasukkan ke dalam model melalui pengukuran aktual
di lapangan.
2.4.1 Model Path Loss Dengan Log-distance
Model teoritis dan model yang berbasis pada pengukuran mengindikasikan
bahwa rata-rata kuat sinyal terima menurun secara logaritmik terhadap jarak, baik
outdoor maupun indoor. Model ini sudah banyak digunakan pada banyak literatur.
Rata-rata path loss large scale untuk sebuah T-R (Transmitter-Receiver) yang
terpisah pada sembarang jarak dapat diekspresikan sebagai fungsi dari jarak yang
menggunakan sebuah pangkat path loss yaitu n, seperti pada persamaan 2.1.
��
����(�) =�
�� 0�
�(2.1)
Atau
��
����(dB) = ������(�
0) + 10�log�
�� 0� (2.2)
Di mana n adalah pangkat path loss (path loss exponent) yang mengindikasikan laju
kenaikan path loss terhadap jarak, d
0Pada sistem selular dengan cakupan yang luas, jarak referensi yang biasa
digunakan adalah 1 km. Pada sistem mikrosel jarak referensi yang digunakan adalah
100 m atau 1 m[6].
adalah jarak referensi yang diperoleh melalui
pengukuran dekat dengan pemancar, dan d adalah jarak T-R terpisah. Tanda bar pada
persamaan 2.1 dan 2.2 menunjukkan rata-rata dari semua path loss yang mungkin
pada jarak d. Nilai dari n bergantung kepada lingkungan propagasi.
2.4.2 Log-normal Shadowing
Model pada persamaan 2.2 tidak memasukkan fakta bahwa keadaan
lingkungan yang tak beraturan dapat sangat berbeda pada dua lokasi berbeda yang
memiliki jarak pisah T-R yang sama. Hal ini akan berakibat pada nilai sinyal terukur
akan sangat berbeda dengan nilai rata-rata yang diprediksikan oleh persamaan 2.2.
Pengukuran-pengukuran telah menunjukkan bahwa pada sembarang jarak d, path loss
PL(d) pada lokasi tertentu adalah acak dan berdistribusi secara log-normal. Sehingga
dapat diekspersikan seperti persamaan 2.3.
��(�)[dB] =������(�) +�
�=������(�
0) + 10�log�
��0