• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Hasil Percobaan

Dalam dokumen Laporan Praktikum 4 Pengaruh Frekuensi T (Halaman 24-36)

Pada pratikum kali ini, yaitu pratikum Pengaruh Frekuensi Terhadap Induktor Yang Dialiri Arus AC, pratikan akan mengukur besarnya nilai Arus terukur (Iterukur) , Impedansi terukur ( Zterukur ), dan Impedansi terhitung ( Zterhitung ) dengan nilai Frekuensi dan nilai Tegangan yang bervariasi yaitu 10 Hz, 12 Hz, 14 Hz, dan 16 Hz , 5 V, 6V, 7V, 8V, dan 9 V dan juga dengan besar nilai Induktor yaitu 4,2 H pada aplikasi livewire dengan menggunakan signal generator, inductor, ampermeter pada arus AC, multimeter digital arus AC, dan juga osiloskop.

Dari Data Hasil Percobaan yang didapat, dapat saya analisa bahwa pada frekuensi 10 Hz dengan nilai tegangan 5 V, 6V, 7V, 8V, dan 9 V dan nilai inductor 4,2 H , arus yang didapat mengalami kenaikan pada nilai arusnya dengan diikuti semakin besar juga nilai tegangannya. Begitu juga dengan frekuensi 12 Hz, 14 Hz, dan 16 Hz

berpengaruh pada nilai arus yang dihasilkan pada rangkaian yang terbaca pada ampermeter pada livewire.

Kemudian, dari Data Hasil Percobaan, dapat dilihat juga bahwa nilai pada Zterukur pada saat tegangan 5 V dengan frekuensi 10 Hz, 12 Hz, 14 Hz, dan 16 Hz dan dengan nilai inductor 4,2 H mengalami kenaikan nilai. Begitu juga saat tegangan 6 V dan 9 V dengan frekuensi 10 Hz, 12 Hz, 14 Hz, dan 16 Hz dan dengan nilai inductor 4,2 H mengalami kenaikan juga pada nilai Zterukur . Tapi sebaliknya pada nilai tegangan 7 V dan 8 V dengan frekuensi 10 Hz, 12 Hz, 14 Hz, dan 16 Hz dan dengan nilai inductor 4,2 H, nilai Zterukur nya tidak konstan naik maupun turun. Dengan begitu, dari lima kali percobaan pada nilai tegangan yang berbeda dengan nilai frekuensi dan nilai inductor yang sama, dapat dikatakan bahwa nilai Zterukur dapat mengalami kenaikan nilai atau penurunan nilai tergantung dari nilai frekuensi dan nilai tegangan yang diberikan.

Dari Data Hasil Percobaan, juga dapat kita lihat nilai pada Zterhitung . Nilai pada Zterhitung pada frekuensi 10 Hz, 12 Hz, 14 Hz, dan 16 Hz dan dengan nilai inductor 4,2 H mengalami kenaikan pada nilai Zterhitung . Ini dapat terjadi karena nilai induktansi dapat bernilai besar saat frekuensi nya besar. Karena jika nilai induktansi besar maka akan berpengaruh juga pada frekuensi yang tinggi juga.

Data yang saya dapatkan melalui pratikum juga kemungkinan ada kesalahan. Kesalahan yang didapat karena ada kesalahan pada aplikasi livewire karena pada aplikasi kemungkinan besar nilai yang didapat tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya dan kesalahan pada human error.

8. Kesimpulan

1. Jika nilai tegangan di Induktor di naikkan, maka nilai arus di Induktor juga akan naik

2. nilai Zterukur dapat mengalami kenaikan nilai atau penurunan nilai tergantung dari nilai frekuensi yang diberikan

3. Nilai induktansi akan berpengaruh pada nilai frekuensi 4. Nilai Zterukur berbanding terbalik dengan nilai Iterukur

5. Semakin tinggi nilai frekuensi yang diberikan, maka akan semakin tinggi pula nilai Zterhitungnya

9. Tugas

1. Mengapa Indonesia memakai standart frekuensi untuk standart kelistrikan sebesar 50 Hz

2. Buktikan jika

3. Gambarkan inductor secara manual lengkap dengan sumber AC, arah Ac, arah Medan Magnet, dan arah Fluks magnetnya dan tentukan dimana kutub utara san selatan pada batang besinya

4. Apa yang dimaksud dengan reluktansi, fluks bocor, amper turn

5. Dik : seutas kawat : , ,

kemudian dibuat kumparan dengan

Penyelesaian :

1. .Frekuensi secara umum dapat diartikan sebagai jumlah kemunculan suatu kejadian yang berulang pada suatu jangka waktu tertentu. Frekuensi didefinisikan sebagai jumlah periode gelombang yang terjadi selama 1 detik. Mengacu pada SI, satuan frekuensi adalah Hertz yaitu jumlah siklus per detik. Nama ini diberikan sebagai penghargaan kepada Heinrich R. Hertz atas kontribusinya pada bidang gelombang elektromagnetik.

Pada sistem tenaga listrik, istilah frekuensi diasoasikan dengan frekuensi tegangan dan arus listrik. Frekuensi ini diperoleh dari kombinasi jumlah putaran dan jumlah kutub listrik pada generator di pembangkit listrik. Pada awal sejarah munculnya listrik, pemahaman terhadap frekuensi tidak seperti yang sekarang ini kita semua pahami. Pada masa itu frekuensi lebih dipahami sebagai banyaknya jumlah perubahan polaritas (alternasi) per menit, akibatnya pada masa tersebut banyak kita temui frekuensi sistem tenaga yang apabila kita ubah ke definisi frekuensi modern akan menghasilkan angka yang tidak

lazim, seperti 83 Hz atau 133 Hz.

Perkembangan Frekuensi pada Sistem Tenaga ListrikKita kembali ke sekitar tahun 1890an dimana listrik masih baru mulai berkembang. Pada masa itu listrik masih bersifat lokal, tidak ada transmisi jarak jauh, tidak ada interkoneksi, dan beban utama adalah penerangan. Akibatnya adalah muncul bermacam-macam frekuensi listrik yang beroperasi tergantung pada perusahaan penyedia generator pada pusat pembangkit lokal.Di Amerika Utara, Westinghouse memilih mengoperasikan generator buatannya pada 133 Hz, sementara Thompson-Houston (sebelum nanti namanya berubah menjadi

Hz hingga 70 Hz. AEG dari Jerman menggunakan frekuensi 40 Hz untuk mentransmisikan listrik sejauh 175 km ke Frankfurt, MFO dari Swiss menggunakan frekuensi 50 Hz untuk mentransmisikan listrik ke pabriknya, sementara Ganz dari Hungaria menggunakan 42 Hz untuk melayani konsumen beban penerangannya.Begitu banyaknya frekuensi yang muncul menawarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing, disamping juga mengakibatkan kebingungan tersendiri. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk mendapatkan frekuensi yang paling tepat, sesuai dengan teknologi dan karakteristik sistem tenaga listrik jaman tersebut, diantaranya:

1. Frekuensi yang tinggi dengan pertimbangan transformator

Semakin tinggi frekuensi operasi maka ukuran transformator akan semakin kecil. Keuntungan menggunakan frekuensi yang lebih tinggi adalah biaya produksi transformator akan bisa menjadi lebih murah.

2. Frekuensi yang rendah dengan pertimbangan turbin-generator

Generator-generator pada masa tersebut umumnya diputar dengan menggunakan sabuk yang terhubung ke turbin, seperti pada generator Westinghouse yang menghasilkan frekuensi 133 Hz. Perkembangan selanjutnya adalah menghubungkan langsung turbin dengan generator pada 1 sumbu, namun dengan teknologi pada masa itu hanya bisa apabila putaran generator-turbin cukup rendah, artinya frekuensi listrik yang dihasilkan juga rendah.

Beban utama yang dilayani sistem tenaga listrik pada saat itu adalah beban penerangan. Beban penerangan menuntut frekuensi sistem yang tidak rendah, karena akan mengakibatkan lampu yang berkedip-kedip. Frekuensi sistem harus tinggi supaya kedip pada lampu tidak lagi terasa oleh mata manusia.

4. Perkembangan teknologi motor listrik

Motor induksi mulai berkembang pada masa tersebut. Belum adanya teknologi pengaturan kecepatan motor mengkibatkan motor akan berputar proporsional dengan frekuensi sistem tenaga listrik yang ada. Produsen motor listrik pada umumnya adalah perusahaan yang juga membuat generator sehingga cenderung untuk memproduksi motor listrik yang sesuai dengan spesifikasi frekuensi generator yang diproduksinya sendiri, misalnya MFO dari Swiss dengan sistem 50 Hz. Apabila kita ingin menggunakan motor listrik tersebut, tentu saja kita harus menyediakan sistem tenaga yang sesuai dengan spesifikasi frekuensi motor tersebut.

Kompromi menjadi jalan tengah untuk mendapatkan frekuensi terbaik dari sekian banyak persyaratan yang saling berlawanan tersebut. Angka kompromi yang muncul pada masa itu adalah frekuensi pada kisaran 50 – 60 Hz. Angka tersebut cukup rendah untuk teknologi pembangkitan, cukup tinggi untuk mendapatkan transformator yang sesuai, dan cukup tinggi supaya kedip pada lampu penerangan tidak terasa.

Tidak cukup jelas alasan mengapa pada akhirnya sistem tenaga listrik Eropa berkembang dengan menggunakan 50 Hz, sedangkan sistem tenaga listrik di

digabungkan melalui interkoneksi, frekuensi yang dipilih harus sama dengan frekuensi yang sudah ada sebelumnya yaitu 50 Hz atau 60 Hz.

50 Hz dan 60 Hz

Peta pemakaian jenis frekuensi di dunia (www.cites.illinois.edu)

Perdebatan lebih bagus mana 50 Hz atau 60 Hz akan selalu ada, dan tidak akan pernah selesai. Para pengguna 60 Hz akan mengatakan bahwa sistem 50 Hz tidak seefisien 60 Hz pada penyaluran daya, transformator 50 Hz membutuhkan belitan yang lebih besar, generator 50 Hz berputar lebih lambat sehingga tidak seefektif generator 60 Hz. Di sisi lain, para pengguna 50 Hz akan mengatakan bahwa rugi-rugi pada transformator 60 Hz akan lebih besar karena ada rugi-rugi yang tergantung frekuensi operasi, frekuensi yang lebih tinggi akan membatasi ukuran konduktor pada transmisi tegangan tinggi.

Padahal, apabila kita lihat kembali sekian banyak frekuensi yang pernah muncul pada awal-awal perkembangan listrik, baik 50 Hz atau 60 Hz relatif sama saja dibandingkan dengan frekuensi rendah 25 Hz ataupun frekuensi tinggi 133 Hz yang pernah muncul dan beroperasi.

Akibat interkoneksi yang semakin meluas serta faktor industrialisasi dan kolonialisasi juga, sekarang ini frekuensi 50 Hz digunakan oleh kebanyakan negara di dunia, sementara 60 Hz populer di negara-negara Amerika Utara. Jepang adalah kasus khusus karena menjadi negara yang memiliki dua sistem frekuensi 50 Hz dan 60 Hz sekaligus.

2. Awalnya adalah :

dan kita ketahui bahwa pada materi arah medan magnet kita menemukan rumus :

wb

disebut reluktansi

Maka akan kita dapatkan :

Jadi, sekarang :

4. *Reluktansi terjadi dari seberapa sulit garis gaya magnet melewati sebuah benda. Secara teknis, reluktansi adalah sebuah ukuran kebalikan dari benda yang memiliki fluks magnet.

*Fluks Bocor; kebocoran fluks terjadi karena ada beberapa fluks yang tidak menembus inti besi dan hanya melewati salah satu kumparan transformator saja. Fluks yang bocor ini akan menghasilkan induktansi diri pada lilitan primer dan sekunder sehingga akan berpengaruh terhadap nilai daya yang disuplai dari sisi primer ke sisi sekunder transformator. Fluks Bocor juga bisa dikatan saat Bagian fluks magnetik yang hanya melingkupi kumparan 1

* Ampere-Turns: When the number of loops or turns of the coil is increased and the current remains the same, the strength of the magnetic field increases. Each loop or turn of the coil sets up it's own magnetic field, which unites with

result, the total magnetic field becomes stronger. To compare the magnetic strength of different coils, and to obtain a basis for measuring the magnetomotive force of an electromagnet, the number of turns of wire is multiplied by the number of amperes of current carried by the wire and the result is called Ampere-Turns (NI). The ampere-turn is the unit for measuring the magnetomotive force of a current-carrying coil. In a formula, the magnetomotive force in ampere-turns can be expressed as:

F = NI

F = magnetomotive force in ampere-turns N = number of turns

I = current in amperes

Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa amper turn digunakan untuk membandingkan kekuatan magnetik kumparan yang berbeda, dan untuk mendapatkan dasar untuk mengukur kekuatan magnetomotive dari elektromagnet, jumlah putaran kawat dikalikan dengan jumlah ampere arus dibawa oleh kawat dan hasilnya disebut Ampere-Turns (NI)

Jawaban :

Dalam dokumen Laporan Praktikum 4 Pengaruh Frekuensi T (Halaman 24-36)

Dokumen terkait