• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa pada FLC

Dalam dokumen TESIS S U D I R M A N (Halaman 64-75)

METODE PENELITIAN

3. Komponen modifikasi/tambahan

6.2 Analisa pada FLC

Dengan membandingkan dua grafik variasi suhu yang didapat pada kontrol FLC, maka diperoleh gambar seperti gambar 6.5.

Gambar 6.5 Variasi suhu ruangan dengan FLC dan variasi beban

Dari Gambar 6.5, dapat dilihat bahwa dengan aplikasi beban yang lebih kecil, makin cepat waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu setting point 26°C. Untuk aplikasi beban 1000 Watt, waktu yang diperlukan adalah 180 detik, sedangkan aplikasi beban 2000 Watt, diperlukan waktu 770 detik. Hal tersebut terjadi karena dengan aplikasi beban yang lebih kecil, maka penyerapan kalor dalam ruangan akan lebih cepat dibandingkan pada aplikasi beban lampu yang lebih besar.

30,50 30,00 29,50 29,00 28,50 28,00 27,50 27,00 26,50 26,00 25,50 25,00

Gambar 6.6 Variasi suhu ruangan dan frekuensi pada aplikasi beban 2000 Watt

Kalau hasil grafik pada Gambar 5.10 dibuatkan gambar dengan interval waktu 1000 detik, maka akan terlihat seperti pada Gambar 6.6. Terlihat bahwa listrik yang disuplai oleh inverter ke motor kompresor mulai bertahap turun dari awal hidup pada frekuensi 48,43 Hz, sesuai dengan penurunan suhu ruangan dari 30°C menjadi 26,50°C, frekuensi listrik berubah menjadi 37,63 Hz. Temperatur ruangan turun hingga mencapai suhu setting point 26°C dan frekuensi listrik turun terus menjadi 32,43 Hz kemudian 27,33 Hz dan 22.13 Hz. Suhu ruangan dari 26°C naik lagi menjadi 26,10 °C mengakibatkan frekuensi listrik yang keluar dari inverter naik menjadi 32,43 Hz. Bisa dikatakan bahwa penurunan suhu ruangan akan diikuti oleh penurunan frekuensi listrik yang keluar dari inverter dan

30,50 30,00 29,50 29,00 28,50 28,00 27,50 27,00 26,50 26,00 25,50 25,00

kenaikan suhu ruangan juga akan diikuti oleh kenaikan frekuensi listrik yang keluar dari inverter.

Gambar 6.7 Variasi suhu ruangan dan frekuensi pada aplikasi beban 1000 Watt

Begitu juga dengan grafik pada Gambar 5.11, jika dibuat dengan interval 1000 detik, maka hasilnya adalah seperti pada Gambar 6.7, frekuensi listrik yang keluar dari inverter saat mulai hidup sudah pada frekuensi 48,43 Hz, sesuai dengan penurunan suhu, pada suhu 26,20 °C frekuensi yang keluar dari inverter berubah ke 32,43 Hz dan pada saat suhu ruangan 25.90 °C menjadi suhu ruangan mencapai 26 °C. Pada saat suhu suhu ruangan turun lagi menjadi 25,90oC, frekuensi berubah menjadi 16,93 Hz. Seperti pada gambar 6.7, penurunan suhu ruangan akan diikuti oleh penurunan frekuensi listrik yang keluar dari inverter, dan akan menjaga suhu ruangan sesuai dengan suhu setting

Perubahan frekuensi pada inverter akan mengakibatkan perubahan putaran dari poros motor kompresor. Dengan data frekuensi yang didapat, putaran poros motor dapat dicari dengan menggunakan rumus :

(6.1)

dimana,

N = putaran (rpm) f = frekuensi (Hz) p = jumlah kutub

jumlah kutub motor = 4 (Anonim, 2006)

sebagai contoh perhitungan digunakan data FLC dengan beban lampu 2000 Watt, pada detik ke-500, suhu ruangan = 26,2°C, frekuensi = 32,43 Hz. Maka hasilnya adalah N = 972,9 rpm

Untuk hasil selengkapnya disajikan dalam bentuk tabel. Untuk FLC dengan beban lampu 2000 Watt disajikan pada lampiran 8, sedangkan untuk FLC dengan beban lampu 1000 Watt disajikan pada lampiran 9.

Hasil perhitungan pada lampiran 8 dan 9, dibuat dalam bentuk grafik dan disajikan pada Gambar 6,8 dan Gambar 6.9 dibawah ini.

Gambar 6.8 Variasi suhu ruangan dan putaran poros motor pada aplikasi beban 2000 W

Gambar 6.9 Variasi suhu ruangan dan putaran poros motor pada aplikasi beban 1000 W

Dari gambar diatas, poros motor kompresor pada beban lampu 2000 Watt berputar dengan daerah putaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada

30,50

beban 1000 Watt. Pada beban 2000 Watt, poros motor kompresor bekerja pada daerah putaran sekitar 600 rpm s/d 1000 rpm untuk menjaga suhu ruangan pada 26°C, sedangkan pada beban 1000 Watt, poros motor kompresor bekerja pada daerah putaran diantara 300 rpm s/d 700 rpm.

Gambar 6.10 Variasi putaran dan frekuensi listrik aplikasi beban 2000 Watt

Gambar 6.11 Variasi putaran dan frekuensi listrik aplikasi beban 1000 Watt

Perubahan frekuensi listrik akan diikuti dengan perubahan putaran poros motor, hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 6.10 dan Gambar 6.11. Turunnya frekuensi listrik, maka putaran poros motor akan turun juga. Begitu juga sebaliknya, frekuensi listrik naik, maka putaran motorpun akan naik juga.

Suhu ruangan pada aplikasi beban 2000 Watt cenderung di atas suhu ruangan pada beban 1000 Watt, seperti pada gambar 6.12. Hal tersebut diakibatkan oleh perangkat FLC yang belum bisa bekerja dengan baik pada beban yang lebih rendah, kedepannya perlu penyempurnaan dari alat tersebut.

Seharusnya dengan pembebanan sebesar apapun, suhu ruangan yang diuji harus mendekati suhu setting point, yaitu 26°C .

Gambar 6.12 Variasi suhu ruangan pada aplikasi beban 1000 W dan 2000 W

Aplikasi beban yang lebih besar, mengakibatkan frekuensi listrik yang dikeluarkan oleh inverter cenderung lebih besar dibandingkan pada aplikasi pada

30,50

beban yang lebih kecil. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 6.13. Frekuensi listrik dengan pembebanan 2000 Watt selalu berada diatas frekuensi listrik pada pembebanan 1000 Watt. Hal tersebut mengakibatkan konsumsi energi listrik pada aplikasi beban 2000 Watt lebih besar dibandingkan dengan aplikasi beban 1000 Watt. Seperti pada gambar 6.14.

Gambar 6.13 Variasi frekuensi pada aplikasi beban 1000 Watt dan 2000 Watt

Gambar 6.14 Konsumsi Energi Listrik pada FLC selama 1 jam

Gambar 6.15 Variasi suhu ruangan menggunakan Kontrol Konvensional dan FLC pada aplikasi beban lampu 2000 Watt

Variasi suhu ruangan pada aplikasi FLC, jika dibandingkan dengan variasi suhu aplikasi kontrol konvensional, lebih dekat pada variasi diffrensial 1, seperti disajikan pada Gambar 6.15.. Hal tersebutlah yang menjadi dasar perbandingan konsumsi energi listrik antara FLC dengan kontrol konvensional differensial 1.

Perbandingan konsumsi energi listrik dari aplikasi kedua jenis kontrol ini, dapat dilihat pada Gambar 6.16.

30,00 29,50 29,00 28,50 28,00 27,50 27,00 26,50 26,00 25,50 25,00 24,50 24,00

Gambar 6.16 Perbandingan konsumsi energi listrik antara aplikasi FLC dan kontrol konvensional beroperasi selama 1 jam.

Dari Gambar 6.16, aplikasi FLC menghasilkan konsumsi energi listrik yang lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi kontrol konvensiona differensial l. Pada beban 2000 Watt, aplikasi FLC lebih rendah 70 Wh/jam dibandingkan kontrol konvensiona differensial 1,namun dengan beban 1000 Watt, aplikasi FLC lebih rendah 20 Wh/jam dari kontrol konvensional differensial 1.

Dengan asumsi yang menggunakan aplikasi FLC ini adalah pelanggan PLN dengan Golongan tarif R-3/TR, batas daya 6600 VA keatas, mengunakan kWh meter pra bayar, maka tarifnya adalah Rp 1.330/kWh (Anonim, 2010).

Pemakaian AC selama 24 jam, maka efisiensi yang bisa diperoleh selama setahun adalah :

Efisiensi listrik/tahun (Rp) = efisiensi listrik/jam x tarif listrik (Rp/kWh) x 24 jam x 365 hari

1. Biaya listrik yang bisa dihemat/tahun untuk aplikasi beban lampu 1000 W

= 0,020 kWh/jam x Rp 1.330 /kWh x 24 jam x 365 hari

= Rp 233.016,-

2. Biaya listrik yang bisa dihemat/tahun untuk aplikasi beban lampu 2000 W

= 0,070 kWh/jam x Rp 1.330/kWh x 24 jam x 365 hari

= Rp 815.556,-

Dari hal diatas, makin besar beban yang diaplikasikan pada sisten AC yang menggunakan FLC, maka energi listrik yang akan dihemat akan makin besar pula dan berarti biaya yang dikeluarkan untuk membayar energi listrik yang dikonsumsipun akan makin kecil pula.

BAB VII

Dalam dokumen TESIS S U D I R M A N (Halaman 64-75)

Dokumen terkait