• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil analisis pengaruh linier faktor reaksi, yaitu suhu dan laju alir cairan merupakan faktor yang terseleksi karena memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat warna larutan gula. Analisis selanjutnya bertujuan untuk memperoleh kondisi terbaik proses pemucatan larutan gula sehingga didapatkan tingkat warna larutan gula minimum. Data hasil analisa perlakuan optimasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan perbandingan warna setiap perlakuan optimasi dapat dilihat pada Gambar 17, sedangkan bentuk permukaan respon disajikan pada Gambar 18.

Gambar 17. Perbandingan warna pada perlakuan optimasi. 1: suhu (30°C) dan laju alir cairan (300 l/jam); 2: suhu (60°C) dan laju alir cairan (300 l/jam); 3: suhu (30°C) dan laju alir cairan (600 l/jam); 4: suhu (60°C) dan laju alir cairan (600 l/jam); 5: suhu (23.85°C) dan laju alir cairan (450 l/jam); 6: suhu (66.15°C) dan laju alir cairan (450 l/jam); 7: suhu (45°C) dan laju alir cairan (238.5 l/jam); 8: suhu (45°C) dan laju alir cairan (661.5 l/jam); 9: suhu (45°C) dan laju alir cairan (450 l/jam); 10: suhu (45°C) dan laju alir cairan (450 l/jam)

Pada Gambar 17 diketahui adanya perubahan warna larutan gula kasar setelah penambahan susu kapur (liming) dimana setelah pemberian perlakuan untuk optimasi pada karbonatasi dengan menggunakan RVB terjadi proses pemucatan warna larutan gula dari warna kuning menjadi pucat seperti pada contoh no 1-10.

Gambar 18. Permukaan respon dari tingkat warna larutan gula sebagai fungsi dari suhu (X1) dan laju alir cairan (X2)

Adapun model persamaan kuadratik yang diperoleh dari hasil analisis statistik permukaan respon dapat dilihat pada persamaan 11.

Y = 449.001 – 235.987 X1 - 76.713 X2 + 89 X1X2 + 261.062 X12 + 183.312

X22; r2 = 0.7165...(11)

Berdasarkan Gambar 18, dapat diketahui bahwa pada setiap kondisi laju alir cairan, peningkatan suhu reaksi akan menyebabkan peningkatan reaksi karbonatasi yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat warna dan akan kembali menurun setelah melewati kondisi optimum. Hal tersebut disebabkan terjadinya karamelisasi dan reaksi Maillard gula pereduksi dengan senyawa asam amino. Demikian pula sebaliknya, pada setiap kondisi suhu, peningkatan laju alir cairan akan menyebabkan tingginya kontak reaksi antara gas karbondioksida dengan larutan gula yang telah ditambah susu kapur sehingga menyebabkan penurunan tingkat warna. Namun, setelah melewati

kondisi optimum maka peningkatan laju alir cairan akan meningkatkan konsentrasi gas karbondioksida yang tertahan dalam larutan sehingga membuat jenuh dan menyebabkan endapan kalsium karbonat yang telah terbentuk dengan mengikat bahan pengotor akan larut kembali. Hal tersebut menyebabkan bahan pengotor akan kembali larut dan meningkatkan tingkat warna larutan gula.

Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon diketahui bahwa model permukaan respon adalah minimum. Hal tersebut menyebabkan nilai optimum dapat ditentukan dari model permukaan respon. Perkiraan nilai terbaik diperoleh dari estimasi nilai minimum respon. Tingkat warna larutan gula minimum adalah 393.78 IU dengan kondisi suhu reaksi 51.51°C dan laju alir cairan 465.57 l/jam, tekanan 0.3 kg/cm2, dan waktu reaksi 5 menit.

Verifikasi kondisi optimum dilakukan untuk mengetahui kesesuaian model permukaan respon terhadap tingkat warna eksperimen karbonatasi dengan menggunakan RVB. Perbandingan tingkat warna pada kondisi optimum, hasil verifikasi, dan industri rafinasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan tingkat warna pada kondisi optimum model, hasil verifikasi, dan industri gula rafinasi

No. Parameter Kondisi optimum

model Verifikasi kondisi optimum Industri gula rafinasia 1. Tingkat warna gula kasar 1652 IU 1652 IU 1800 IU

2. Jenis reaktor RVB RVB Tangki

berpengaduk 3. Sistem

karbonatasi

Tunggal Tunggal Ganda

4. Kebutuhan

kapur 75 g/l 75 g/l 75 g/l

5. Suhu reaksi 51.51°C 51.51°C 55°C

6. Laju alir cairan 465.57 l/jam 465.57 l/jam -

7. Tekanan 0.3 kg/cm2 0.3 kg/cm2 -

8. Waktu reaksi 5 menit 5 menit 12 menit

9. Tingkat warna setelah karbonatasi 393.78 IU 531 IU 800 IU 10. Persen penghilangan warna 76.16% 67.86% 55.56% a

Berdasarkan Tabel 6, tingkat warna larutan gula pada kondisi optimum sebesar 531 IU. Nilai tersebut menunjukkan adanya kesalahan dalam pendugaan nilai optimum model yang dibentuk oleh permukaan respon, dimana nilai pendugaan tingkat warna pada kondisi optimum adalah 393.78 IU. Namun, persen penghilangan warna dalam karbonatasi dengan menggunakan RVB sebesar 67.86%, sedangkan penghilangan warna pada industri gula rafinasi dengan menggunakan tangki karbonator dengan menggunakan pengaduk adalah 55.56%. Selain itu, suhu reaksi yang digunakan pada kondisi optimum adalah adalah lebih rendah dibandingkan dengan suhu yang digunakan untuk industri, yaitu 51.51°C, sedangkan suhu reaksi untuk karbonatasi di industri adalah 55°C. Di lain pihak, waktu reaksi yang digunakan lebih cepat, yaitu 5 menit dimana waktu reaksi yang digunakan pada industri adalah 12 menit. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas dengan menggunakan RVB untuk karbonatasi dalam penghilangan warna larutan gula.

Selain tingkat warna, dilakukan pula analisa terhadap parameter kualitas larutan gula untuk mengetahui karakteristik larutan gula kasar setelah karbonatasi dengan menggunakan RVB. Parameter yang dianalisa adalah kadar abu, kadar protein, tingkat kemurnian (polarisasi), gula pereduksi, dan kejernihan. Hasil analisis yang diperoleh disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik larutan gula pada kondisi optimum dan karakteristik awal gula kasar

No. Parameter Satuan Hasil analisa

kondisi optimum Karakteristik awal gula kasar 1. Kadar abu % b/b 0.2 0.03 2. Kadar protein % b/b 0.003 0.01 3. Tingkat kemurnian (polarisasi) °Z 99.8 96

4. Gula pereduksi % b/b Tidak terdeteksi 0.198

5. Kejernihan %T 98. 21 89.88

Kadar abu larutan gula pada kondisi optimum berdasarkan Tabel 7 adalah 0.2%. Nilai kadar abu larutan gula tersebut lebih tinggi dibandingkan kadar abu gula kasar sebelum karbonatasi dengan menggunakan RVB, yaitu

0.03%. Tingginya kadar abu diidentifikasi karena masih terdapatnya ion kalsium yang belum bereaksi dengan gas CO2 dan tingginya konsentrasi gas

CO2 sehingga menyebabkan larutnya ion kalsium dalam larutan gula menjadi

Ca(HCO3)2. Hal tersebut menunjukkan adanya kesalahan dalam pendugaan

nilai optimum model yang dibentuk pada permukaan respon.

Berdasarkan Tabel 7, kadar protein larutan gula pada kondisi optimum sebesar 0.003%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan kadar protein sebelum karbonatasi dengan menggunakan RVB, yaitu 0.01%. Rendahnya kadar protein tersebut menunjukkan adanya proses pengikatan dan pengendapan senyawa bernitrogen selama pembentukan endapan kristal CaCO3. Penurunan senyawa bernitrogen akan mencegah pembentukan warna

sebagai akibat reaksi Maillard dengan gula pereduksi dalam larutan gula. Tingkat kemurnian (polarisasi) larutan gula berdasarkan Tabel 7 pada kondisi optimum sebesar 99.8°Z. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemurnian (polarisasi) sebelum karbonatasi dengan menggunakan RVB, yaitu 96°Z. Peningkatan tingkat kemurnian (polarisasi) menunjukkan adanya pengikatan dan pengendapan bahan pengotor dalam larutan gula kasar selama pembentukan endapan kristal CaCO3.

Kadar gula pereduksi pada kondisi optimum yang dapat dilihat pada Tabel 7 adalah tidak terdeteksi. Hal tersebut menunjukkan sangat rendahnya kadar gula pereduksi setelah karbonatasi pada kondisi optimum. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kadar gula pereduksi sebelum karbonatasi dengan menggunakan RVB, yaitu 0.198%. Penurunan kadar gula pereduksi diidentifikasi sebagai akibat kerusakan gula pereduksi dikarenakan nilai pH yang tinggi dengan penambahan susu kapur. Selain itu, diidentifikasi bahwa gula pereduksi mengalami karamelisasi dan reaksi Maillard dengan senyawa bernitrogen.

Berdasarkan Tabel 7, larutan gula pada kondisi optimum memiliki kejernihan 98.21%T. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kejernihan sebelum karbonatasi dengan menggunakan RVB, yaitu 89.88%T. Peningkatan kejernihan menunjukkan adanya pengikatan dan pengendapan bahan pengotor dalam gula kasar selama pembentukan endapan kristal CaCO3.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait