OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN
RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR
VENTURI BERSIRKULASI
Oleh Agung Ardiansah
F34103116
2007
BIODATA PENULIS
Agung Ardiansah, dilahirkan 02 April 1985 di Jakarta,
sebagai putra pertama Saidi dan Susilah.
Penulis mulai memasuki dunia pendidikan di TK
Nurul Hasanah selama setahun pada tahun 1989-1990.
Penulis kemudian memasuki Sekolah Dasar 011 Petang
Semanan, Jakarta Barat dan lulus pada tahun 1997. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTPN 45 Cengkareng, Jakarta Barat
dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
di SMUN 78 Kemanggisan, Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun
yang sama penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian
Bogor (IPB) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN). Penulis lulus
pada tahun 2007 dan mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian.
Selama masa pendidikannya, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
ekstrakurikuler dan organisasi kampus. Beberapa organisasi yang pernah diikuti
adalah Koperasi Mahasiswa IPB (KOPMA IPB), Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri FATETA IPB (HIMALOGIN IPB), dan ketua Agrifarma IPB.
Selain itu penulis juga terlibat dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa tingkat IPB,
Wilayah, dan Nasional. Penulis juga terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan dan
seminar yang bertemakan wirausaha, manajemen, motivasi, dan penulisan karya
ilmiah.
Skripsi berjudul “Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar
dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi” dan laporan praktek lapang
yang berjudul ”Mempelajari Aspek Rekayasa Proses Produksi Gula Di PT. PG.
Rajawali II Unit PG. Tersana Baru Cirebon Jawa Barat” merupakan dedikasi
Agung Ardiansah. F34103116. Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw secara defekasi. Gula ini masih mengandung bahan pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri.
Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek kualitas yang sangat penting. Pada proses pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum efektif karena masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar. Selain itu, masih terdapat pigmen warna antosianin yang memberikan warna kuning dan tidak hilang dengan defekasi dan sulfitasi. Proses penghilangan bahan pengotor, termasuk zat warna dari larutan gula kasar dengan karbonatasi adalah lebih baik dibandingkan dengan defekasi dan sulfitasi.
Peningkatan suhu akan mempercepat karbonatasi untuk membentuk endapan kalsium karbonat (CaCO3). Senyawa tersebut dapat mengikat dan
mengendapkan bahan pengotor termasuk zat penyebab warna. Namun, peningkatan suhu reaksi dapat pula meningkatkan reaksi pencoklatan non-enzimatik secara karamelisasi dan reaksi Maillard. Selain itu, pencampuran gas CO2 dengan larutan nira yang mengandung susu kapur mempengaruhi terjadinya
reaksi karbonatasi. Adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pencampuran untuk karbonatasi. Dalam RVB, peningkatan laju alir cairan yang melewati celah sempit (noozle), akan menghasilkan laju alir cairan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan tekanan pada aliran keluar noozle. Adanya perbedaan tekanan pada pipa venturi dapat menyebabkan terjadinya difusi gas CO2 ke dalam venturi secara otomatis. Selain itu, peningkatan tekanan dalam
reaktor dapat meningkatkan gas CO2 dalam cairan (gas hold up). Namun,
peningkatan gas CO2 dalam cairan, setelah melewati titik keseimbangan maka
endapan CaCO3 yang telah terbentuk akan kembali melarut dengan membentuk
senyawa kalsium bikarbonat dan menghambat karbonatasi.
Berdasarkan hasil analisa statistik, suhu dan laju alir cairan memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan tingkat warna pada selang kepercayaan 95.79% dan 92.18% dengan persen pengaruh 1.515% dan 0.119%. Di lain pihak, tekanan memiliki pengaruh yang signifikan pada selang kepercayaan 86.55% dengan persen pengaruh 149.465%, sedangkan waktu reaksi memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada selang kepercayaan 21.57% dengan persen pengaruh 0.484%. Namun, pengaruh tekanan dan waktu reaksi dapat meningkatkan tingkat warna larutan gula. Dari hasil analisa metode permukaan respon, diketahui bahwa kondisi terbaik untuk memucatkan larutan gula adalah minimum pada tingkat warna sebesar 393.78 IU dengan nilai faktor suhu reaksi 51.51°C, laju alir cairan 465.57 l/jam, tekanan 0.3 kg/cm2, dan waktu reaksi adalah 5 menit.
Agung Ardiansah. F34103116. Optimization on Carbonatation for Raw Sugar Bleaching with Loop Venturi Reactor. Under supervision: Prayoga Suryadarma. 2007 colour by mechanism of non-enzymatic browning reaction in evaporation and crystallization, so that the colorant still entrapped in raw sugar crystal. Meanwhile, the impurities of anthocyanin will give yellow colour. It is still remain when defecation and sulphitation reaction implemented. Removing impurities and colorant from raw sugar with carbonatation is better than defecation and sulphitation.
The temperature increasing will fasten the carbonatation for removing impurities. Nevertheless, the temperature increasing will develop non-enzymatic browning reaction by caramelization and Maillard reaction. Meanwhile, CO2
gasses and juice mixing are very important for influence to carbonatation. In loop venturi reactor, the increasing liquid flow pass the nozzle will result high liquid velocity and decrease the pressure. These conditions automatically absorb CO2
gasses and angle of venturi throat will form turbulence streams. Pressure in reactor will influence for increasing of CO2 gasses concentration in liquid (hold
up gas). But the increasing of CO2 gasses concentration after pass through
equilibrium can produce CaCO3 sediment dissolved form calcium bicarbonate
compound and inhibit reaction. The purposes of this research are to find influence factor and optimum conditions of carbonatation for raw sugar bleaching with loop venturi reactor.
Used method in this research was two level factorial with four factors, which were temperature, flow fluid of liquid, pressure, and time reaction. Low value for flow fluid of liquid, pressure, and time reaction were 30°C, 300 l/h, 0.3 kg/cm2, and 5 minutes, whereas the high value were 60°C, 600 l/h, 0.5 kg/cm2, and 15 minutes. Meanwhile, response surface methodology was used to found optimum conditions of response surface.
was minimum. It was 393.78 IU with factor value of temperature reaction was 51.51°C, flow fluid of liquid was 465.57 l/h, pressure was 0.3 kg/cm2, and reaction time was 5 minutes.
OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN
RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh Agung Ardiansah
F34103116
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN
RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh Agung Ardiansah
F34103116
Dilahirkan pada tanggal 2 April 1985
Di Jakarta
Tanggal Lulus : September 2007
Menyetujui,
Bogor, September 2007
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Optimasi
Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi
Bersirkulasi” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007
Agung Ardiansah
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanyalah untuk Allah SWT atas segala berkah-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana teknologi pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB.
Dalam kualitas gula kristal, warna gula memiliki peranan yang sangat
menentukan kualitas gula kristal. Karbonatasi dalam proses pemurnian sangat
menentukan dalam penghilangan bahan penyebab warna. Selain itu, peluang
adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses pencampuran dua fasa, cair dan gas.
Penelitian ini berusaha untuk mendapatkan faktor-faktor yang
berpengaruh dan kondisi optimum karbonatasi dengan Reaktor Venturi
Bersirkulasi dalam memucatkan raw sugar (gula kasar).
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada :
1. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku dosen pembimbing atas segala
ilmu, nasehat, dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penulisan
karya ilmiah ini. Semoga ilmu yang bapak berikan menjadi ilmu yang
berguna.
2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku
dosen penguji dari Departemen Teknologi Industri Pertanian
3. PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten atas bantuan dan kerjasamanya
selama penelitian.
Penulis menyadari, usaha maksimal yang telah dilakukan belum
mencapai sempurna dikarenakan keterbatasan kami. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun senantiasa sangat diharapkan untuk kesempurnaan di
masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan civitas
akademik dan pihak yang membutuhkan.
OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN
RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR
VENTURI BERSIRKULASI
Oleh Agung Ardiansah
F34103116
2007
BIODATA PENULIS
Agung Ardiansah, dilahirkan 02 April 1985 di Jakarta,
sebagai putra pertama Saidi dan Susilah.
Penulis mulai memasuki dunia pendidikan di TK
Nurul Hasanah selama setahun pada tahun 1989-1990.
Penulis kemudian memasuki Sekolah Dasar 011 Petang
Semanan, Jakarta Barat dan lulus pada tahun 1997. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTPN 45 Cengkareng, Jakarta Barat
dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
di SMUN 78 Kemanggisan, Jakarta Barat dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun
yang sama penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian
Bogor (IPB) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN). Penulis lulus
pada tahun 2007 dan mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian.
Selama masa pendidikannya, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
ekstrakurikuler dan organisasi kampus. Beberapa organisasi yang pernah diikuti
adalah Koperasi Mahasiswa IPB (KOPMA IPB), Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri FATETA IPB (HIMALOGIN IPB), dan ketua Agrifarma IPB.
Selain itu penulis juga terlibat dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa tingkat IPB,
Wilayah, dan Nasional. Penulis juga terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan dan
seminar yang bertemakan wirausaha, manajemen, motivasi, dan penulisan karya
ilmiah.
Skripsi berjudul “Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar
dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi” dan laporan praktek lapang
yang berjudul ”Mempelajari Aspek Rekayasa Proses Produksi Gula Di PT. PG.
Rajawali II Unit PG. Tersana Baru Cirebon Jawa Barat” merupakan dedikasi
Agung Ardiansah. F34103116. Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw secara defekasi. Gula ini masih mengandung bahan pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri.
Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek kualitas yang sangat penting. Pada proses pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum efektif karena masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar. Selain itu, masih terdapat pigmen warna antosianin yang memberikan warna kuning dan tidak hilang dengan defekasi dan sulfitasi. Proses penghilangan bahan pengotor, termasuk zat warna dari larutan gula kasar dengan karbonatasi adalah lebih baik dibandingkan dengan defekasi dan sulfitasi.
Peningkatan suhu akan mempercepat karbonatasi untuk membentuk endapan kalsium karbonat (CaCO3). Senyawa tersebut dapat mengikat dan
mengendapkan bahan pengotor termasuk zat penyebab warna. Namun, peningkatan suhu reaksi dapat pula meningkatkan reaksi pencoklatan non-enzimatik secara karamelisasi dan reaksi Maillard. Selain itu, pencampuran gas CO2 dengan larutan nira yang mengandung susu kapur mempengaruhi terjadinya
reaksi karbonatasi. Adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pencampuran untuk karbonatasi. Dalam RVB, peningkatan laju alir cairan yang melewati celah sempit (noozle), akan menghasilkan laju alir cairan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan tekanan pada aliran keluar noozle. Adanya perbedaan tekanan pada pipa venturi dapat menyebabkan terjadinya difusi gas CO2 ke dalam venturi secara otomatis. Selain itu, peningkatan tekanan dalam
reaktor dapat meningkatkan gas CO2 dalam cairan (gas hold up). Namun,
peningkatan gas CO2 dalam cairan, setelah melewati titik keseimbangan maka
endapan CaCO3 yang telah terbentuk akan kembali melarut dengan membentuk
senyawa kalsium bikarbonat dan menghambat karbonatasi.
Berdasarkan hasil analisa statistik, suhu dan laju alir cairan memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan tingkat warna pada selang kepercayaan 95.79% dan 92.18% dengan persen pengaruh 1.515% dan 0.119%. Di lain pihak, tekanan memiliki pengaruh yang signifikan pada selang kepercayaan 86.55% dengan persen pengaruh 149.465%, sedangkan waktu reaksi memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada selang kepercayaan 21.57% dengan persen pengaruh 0.484%. Namun, pengaruh tekanan dan waktu reaksi dapat meningkatkan tingkat warna larutan gula. Dari hasil analisa metode permukaan respon, diketahui bahwa kondisi terbaik untuk memucatkan larutan gula adalah minimum pada tingkat warna sebesar 393.78 IU dengan nilai faktor suhu reaksi 51.51°C, laju alir cairan 465.57 l/jam, tekanan 0.3 kg/cm2, dan waktu reaksi adalah 5 menit.
Agung Ardiansah. F34103116. Optimization on Carbonatation for Raw Sugar Bleaching with Loop Venturi Reactor. Under supervision: Prayoga Suryadarma. 2007 colour by mechanism of non-enzymatic browning reaction in evaporation and crystallization, so that the colorant still entrapped in raw sugar crystal. Meanwhile, the impurities of anthocyanin will give yellow colour. It is still remain when defecation and sulphitation reaction implemented. Removing impurities and colorant from raw sugar with carbonatation is better than defecation and sulphitation.
The temperature increasing will fasten the carbonatation for removing impurities. Nevertheless, the temperature increasing will develop non-enzymatic browning reaction by caramelization and Maillard reaction. Meanwhile, CO2
gasses and juice mixing are very important for influence to carbonatation. In loop venturi reactor, the increasing liquid flow pass the nozzle will result high liquid velocity and decrease the pressure. These conditions automatically absorb CO2
gasses and angle of venturi throat will form turbulence streams. Pressure in reactor will influence for increasing of CO2 gasses concentration in liquid (hold
up gas). But the increasing of CO2 gasses concentration after pass through
equilibrium can produce CaCO3 sediment dissolved form calcium bicarbonate
compound and inhibit reaction. The purposes of this research are to find influence factor and optimum conditions of carbonatation for raw sugar bleaching with loop venturi reactor.
Used method in this research was two level factorial with four factors, which were temperature, flow fluid of liquid, pressure, and time reaction. Low value for flow fluid of liquid, pressure, and time reaction were 30°C, 300 l/h, 0.3 kg/cm2, and 5 minutes, whereas the high value were 60°C, 600 l/h, 0.5 kg/cm2, and 15 minutes. Meanwhile, response surface methodology was used to found optimum conditions of response surface.
was minimum. It was 393.78 IU with factor value of temperature reaction was 51.51°C, flow fluid of liquid was 465.57 l/h, pressure was 0.3 kg/cm2, and reaction time was 5 minutes.
OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN
RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh Agung Ardiansah
F34103116
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN
RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh Agung Ardiansah
F34103116
Dilahirkan pada tanggal 2 April 1985
Di Jakarta
Tanggal Lulus : September 2007
Menyetujui,
Bogor, September 2007
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Optimasi
Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi
Bersirkulasi” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2007
Agung Ardiansah
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanyalah untuk Allah SWT atas segala berkah-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana teknologi pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB.
Dalam kualitas gula kristal, warna gula memiliki peranan yang sangat
menentukan kualitas gula kristal. Karbonatasi dalam proses pemurnian sangat
menentukan dalam penghilangan bahan penyebab warna. Selain itu, peluang
adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses pencampuran dua fasa, cair dan gas.
Penelitian ini berusaha untuk mendapatkan faktor-faktor yang
berpengaruh dan kondisi optimum karbonatasi dengan Reaktor Venturi
Bersirkulasi dalam memucatkan raw sugar (gula kasar).
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada :
1. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku dosen pembimbing atas segala
ilmu, nasehat, dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penulisan
karya ilmiah ini. Semoga ilmu yang bapak berikan menjadi ilmu yang
berguna.
2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku
dosen penguji dari Departemen Teknologi Industri Pertanian
3. PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten atas bantuan dan kerjasamanya
selama penelitian.
Penulis menyadari, usaha maksimal yang telah dilakukan belum
mencapai sempurna dikarenakan keterbatasan kami. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun senantiasa sangat diharapkan untuk kesempurnaan di
masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan civitas
akademik dan pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
C. WARNA GULA KRISTAL INDUSTRI... 6
D. PENYEBAB PEMBENTUKAN WARNA ... 6
1. Pigmen Warna Tebu ... 7
2. Reaksi Pencoklatan Non-Enzimatik ... 8
E. KARBONATASI... 11
F. PERALATAN KARBONATASI ... 13
G. REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI ... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. BAHAN DAN ALAT... 19
B. METODOLOGI ... 20
1. Tahapan Penelitian ... 21
2. Prosedur Penelitian... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
A. KARAKTERISTIK GULA KASAR ... 25
B. PENGARUHFAKTOR REAKSI ... 27
C. ANALISA PERMUKAAN RESPON... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
Halaman
B. SARAN... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi batang tebu ... 4
Tabel 2. Komposisi bahan bukan gula dalam nira... 4
Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan ... 21
Tabel 4. Karakteristik gula kasar ... ..25
Tabel 5. Pengaruh faktor utama dan interaksi faktor terhadap tingkat
warna larutan gula hasil karbonatasi dengan menggunakan RVB.... ..28
Tabel 6. Perbandingan tingkat warna pada kondisi optimum model, hasil verifikasi, dan industri gula rafinasi ... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur molekul sukrosa ... 3
Gambar 2. Proses pengikatan bahan pengotor oleh ion kalsium dan kalsium fosfat ... 5
Gambar 3. Reaksi tahap I pembentukan 1,2 enol ... 9
Gambar 4. Skema karamelisasi larutan gula pereduksi ... 9
Gambar 5. Skema reaksi Maillard ... 11
Gambar 6. Komposisi senyawa intermediet kalsium karbonat sakarat ... 12
Gambar 7. Tangki karbonatasi dengan menggunakan pengaduk ... 13
Gambar 8. Tangki karbonatasi tanpa menggunakan pengaduk... 14
Gambar 9. Sistem plat dan tray kolom ... 14
Gambar 10. Desain pipa venturi ... 15
Gambar 11. Desain RVB... 16
Gambar 12. Aliran empat rezim pada venturi ... 18
Gambar 13. Rangkaian peralatan karbonatasi dengan menggunakan RVB ... 19
Gambar 14. Bagan alir tahapan penelitian ... 20
Gambar 15. Bagan alir prosedur penelitian... 23
Gambar 16. Pola interaksi antara suhu (X1) dan laju alir cairan (X2) terhadap
tingkat warna ... 32
Gambar 17. Perbandingan warna pada perlakuan optimasi ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisis ... 42
Lampiran 2. Data hasil analisis tingkat warna larutan gula ... 46
Lampiran 3. Data hasil analisis tingkat kemurnian (polarisasi) ... 47
Lampiran 4. Data hasil analisis gula pereduksi ... 48
Lampiran 5. Data hasil analisis kejernihan ... 49
Lampiran 6. Hasil statistik pengaruh linier variabel terhadap respon
menggunakan SAS ... 50
Lampiran 7. Data hasil analisis tingkat warna larutan gula pada optimasi... 53
Lampiran 8. Hasil statistik pengaruh optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap tingkat warna larutan gula menggunakan SAS ... 54
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Raw sugar atau gula kasar merupakan gula yang dihasilkan dari proses
pengolahan nira secara defekasi. Gula ini masih mengandung berbagai
pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang
oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, gula kasar
tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia
atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri.
Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam pengawasan mutu (Moerdokusumo, 1993). Terbentuknya warna
yang disebabkan oleh pigmen tanaman, reaksi enzimatik, dan reaksi
non-enzimatik dapat menurunkan kualitas gula (Achyadi dan Maulidah, 2004).
Pada proses pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum
berlangsung efektif karena hanya sebagian kecil zat pembentuk warna yang
dapat dihilangkan. Selain itu, masih terdapat bahan pengotor, seperti asam
amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme
reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan
sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar. Oleh karena itu,
proses pemucatan gula kasar menjadi sangat penting dalam meningkatkan
kualitas gula kristal (Namiki, 1988).
Proses penghilangan bahan pengotor, termasuk zat warna dari larutan
gula kasar dengan karbonatasi adalah lebih baik dibandingkan dengan defekasi
dan sulfitasi (Goutara dan Wijandi, 1975). Dalam karbonatasi, terjadi reaksi
pembentukan endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO3) oleh kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) dan gas karbondioksida (CO2). Senyawa kalsium
karbonat akan mengadsorpsi dan mengendapkan bahan-bahan pengotor
termasuk zat warna (Mathur, 1978). Peningkatan suhu reaksi akan
mempercepat terbentuknya senyawa kalsium karbonat, mempercepat
meningkatnya suhu akan menyebabkan terjadinya karamelisasi gula pereduksi
dan meningkatnya reaksi Maillard (Whitfield, 1992).
Selain karena faktor suhu reaksi, efisiensi pencampuran susu kapur dan
gas CO2 merupakan kebutuhan yang esensial (Mathur, 1978). Selama ini, gas
CO2 diabsorpsikan dalam bentuk gelembung dan ada pula yang menggunakan
pengaduk. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan gas hold up (Shirsat et
al., 2003), sehingga gas CO2 lebih banyak berada dalam larutan gula dan
kontak antara gas CO2 dengan larutan gula yang mengandung susu kapur akan
semakin meningkat. Namun, tangki karbonatasi yang ada saat ini masih kurang
efisien karena masih banyak gas CO2 yang tidak terabsorpsi ke dalam larutan
gula dan terbuang sehingga proses pencampuran kurang baik serta kurang
menghemat energi, terutama untuk menggerakkan pengaduk dan mengalirkan
gas CO2. Oleh karena itu, penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB)
diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi pencampuran
gas CO2 dengan susu kapur dalam larutan gula kasar dan menghemat energi
karena tidak memerlukan pengaduk dan blower. Aliran keluar nozzle pada
venturi yang sangat cepat menyebabkan penurunan tekanan dan meningkatkan
difusi gas CO2 sehingga akan meningkatkan fraksi gas dalam cairan atau gas hold up (Mandal et al., 2005). Namun, semakin banyak gas CO2 yang
terabsorpsi dapat menyebabkan kalsium karbonat yang telah terbentuk akan
kembali membentuk senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) yang larut dan
hal tersebut akan menghambat karbonatasi (Mathur, 1978). Oleh karena itu,
pentingnya mengetahui kondisi optimum dari peluang penggunaan RVB dalam
karbonatasi untuk pemucatan gula kasar.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui pengaruh suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi
terhadap pemucatan gula kasar pada karbonatasi dengan menggunakan
RVB.
2. Mengetahui kondisi optimum faktor yang berpengaruh terhadap pemucatan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SUKROSA
Sukrosa adalah senyawa karbohidrat yang mempunyai rumus kimia
C12H22O11 dan merupakan disakarida yang terdiri dari dua komponen
monosakarida, yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Nama kimia yang lebih tepat
dari sukrosa adalah -D-glukopiranosil- -D-fruktofuranosida dan rumus
bangunnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul sukrosa
Kristal sukrosa mempunyai sistem monoklin yang berbentuk kristal
monoklin hemimorpik (spenoidal) dan bentuknya sangat bervariasi.
Kemurnian sukrosa mempengaruhi bentuk dan keadaan badan kristal, sukrosa
murni tidak berwarna dan transparan. Sukrosa mudah larut dalam air dan
dipengaruhi oleh zat lain yang terlarut dalam air serta sifat zat tersebut.
Semakin tinggi suhu dan jumlah garam terlarut dalam air maka semakin tinggi
pula jumlah sukrosa yang dapat terlarut, terutama garam yang mengandung
nitrogen, seperti protein dan asam amino (Goutara dan Wijandi, 1975).
B. GULA KASAR (RAW SUGAR)
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3140.1-2001), gula
kasar (raw sugar) adalah gula kristal sukrosa yang dibuat dari tebu
manusia sebelum diproses lebih lanjut karena masih mengandung bahan
pengotor. Gula kasar Australia terdiri dari 98% sukrosa, dan bahan pengotor
bukan gula diantaranya 0.22% gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), 0.37%
bahan organik (gum, asam amino, dan komponen warna yang berasal dari
tebu), 0.3% abu (garam kalsium dan potasium), dan 0.31% air.
Sebelum nira tebu diolah, larutan nira terdiri dari beberapa komposisi
yang dapat dilihat pada Tabel 1. Selain itu, komposisi bahan bukan gula dalam
nira tebu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi batang tebu
No. Komponen Komposisi (%)
Tabel 2. Komposisi bahan bukan gula dalam nira
No. Komponen Komposisi (%)
1 Hemiselulosa dan pentosan (xilan) Pektin
8.5 1.5 2 Protein tinggi (albumin)
Protein sederhana (albuminosa dan pentosa) Asam amino (glisin, asam aspartat, asparagin, dan glutamin)
7.0 2.0
25 3 Asam akonitat, oksalat, suksinat, glikolat, dan
malat 13
4 Klorofil, antosianin, sakaretin, dan tanin 17
5 Lilin, lemak, dan sabun 17
6 Fosfat, klorida, sulfat, silikat, nitrat dari Na, K,
Ca, Mg, Al, dan terutama Fe 7
7 Silika 2
Sumber: Honig (1953)
Selama defekasi terjadi proses penghilangan asam organik bebas (asam
oksalat, asam tartarat, dan lain-lain) dimana asam-asam tersebut tidak larut
Kalsium fosfat mengalami presipitasi
Bahan pengotor Lapisan Adsorpsi
Ion kalsium
pengotor bukan gula mengalami presipitasi, diantaranya albumin yang larut
maupun yang tidak larut, asam fosfat, pigmen warna antosianin dalam jumlah
kecil, senyawa yang mengandung nitrogen sebanyak 50-60% dari total
senyawa yang mengandung nitrogen, pektin dalam jumlah kecil, dan gum.
Bahan pengotor tersebut secara fisik berasal dari alam dan mengalami
presipitasi oleh ion kalsium dan ion fosfat yang membentuk endapan kalsium
fosfat (Ca3(PO4)2) (Mathur, 1978).
Susu kapur akan bereaksi dengan komponen nira terutama dengan
fosfat yang akan menghasilkan inti endapan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2).
Mekanisme reaksi pembentukan inti endapan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dapat
dilihat pada persamaan (1), (2), (3), dan (4), sedangkan presipitasi bahan
pengotor oleh senyawa Ca3(PO4)2 disajikan pada Gambar 2.Senyawa tersebut
akan mengadsorpsi kotoran lain seperti gumpalan koloid yang bergabung
membentuk gumpalan yang mudah diendapkan. Dengan kata lain, endapan
Ca3(PO4)2 ini merupakan penghubung butiran koloid sehingga terbentuk
gumpalan yang besar.
Ca(OH)2 Ca2+ + 2OH-...(1)
H3PO4 3H+ + PO43-...(2)
3Ca2+ + 2PO43- Ca3(PO4)2...(3)
3Ca(OH)2+2H3PO4 Ca3(PO4)2 + 3H2O...(4)
Dengan teradsorpsinya butiran gumpalan koloid oleh garam Ca-fosfat,
seluruh gumpalan besar akan memiliki densitas yang tinggi. Gumpalan fosfat
dengan koloid bukan gula masih bersifat reversible (berubah kembali menjadi
koloid) dan dinamakan peptisasi. Selain itu, gumpalan besar yang banyak
mengandung butiran koloid memiliki sifat yang kurang baik, karena butiran
koloid menyebabkan gumpalan bersifat kompresibel. Bila terkena tekanan,
volume gumpalan mengecil dan bentuknya berubah. Sifat yang kurang baik
dapat dikurangi jika ke dalam gumpalan dapat dimasukkan lebih banyak
garam anorganik (Ca-karbonat, Ca-sulfit, dan sebagainya) sehingga gumpalan
besar bersifat semi kompresibel. Gumpalan dapat menjadi tidak kompresibel
jika gumpalan tersebut seluruhnya telah diselubungi garam Ca-anorganik
(Soerjadi, 1985).
C. WARNA GULA KRISTAL INDUSTRI
Syarat gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman adalah gula
dengan polarisasi 99.90%, tingkat warna 35 IU, kadar air 0.06%, kadar
abu 0.02%, kristal bersih, kering, ukurannya seragam, dan tidak berbau atau
berasa asing (Mochtar, 1996). Salah satu syarat dasar dalam gula rafinasi
adalah warna. Jadi warna merupakan parameter penting dalam pengawasan
mutu gula rafinasi. Warna mempunyai dua aspek yang penting, yaitu salah
satu kriteria penilaian yang dapat dilihat dan sebagai ukuran dari derajat
kemurnian (Moerdokusumo, 1993). Masalah warna dalam penilaian gula putih
secara visual sangat rumit dan terdapat berbagai konsep yang bersifat sangat
subjektif. Meskipun terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (0.1%), zat
warna dalam gula sangat menentukan kualitas gula (Moerdokusumo, 1993).
D. PENYEBAB PEMBENTUKAN WARNA
Warna yang timbul dalam pengolahan gula kristal disebabkan oleh
1. Pigmen Warna Tebu
Nira tebu mengandung beberapa pigmen warna yang berasal dari
jaringan tebu, seperti kulit tebu mengandung dua campuran pigmen warna
klorofil dan antosianin. Selain itu, serat tebu mengandung sakaretin dan
mata tunas batang tebu mengandung tanin, serta beberapa pigmen dalam
jumlah kecil yang belum diketahui (Mathur, 1978).
a. Klorofil
Pigmen klorofil tidak larut dalam air dan larutan gula tetapi
larut dalam alkohol dan eter. Pigmen ini tidak dipengaruhi oleh proses
pemurnian dengan defekasi dan tidak bereaksi dengan asam. Klorofil
merupakan koloid alami dan tetap tersuspensi dalam nira tebu.
Penghilangan pigmen ini hanya dengan proses penyaringan setelah
proses pemurnian tanpa mempengaruhi warna gula.
b. Antosianin
Pigmen antosianin larut dalam nira dan memberikan warna
gelap ungu. Selain itu, penambahan susu kapur akan memberikan
warna hijau gelap dalam nira. Proses pemurnian dengan defekasi tidak
cukup untuk mengeliminasi pigmen ini. Hanya dengan karbonatasi
pigmen ini akan tereliminasi sempurna. Pigmen ini tidak dapat
dihilangkan dengan penambahan asam sulfur karena proses
penghilangan hanya bersifat sementara.
c. Sakaretin
Sakaretin merupakan pigmen yang berasal dari serat tebu.
Pigmen ini tidak dapat diekstrak dengan air atau larutan gula, tetapi
harus dengan penambahan alkali. Dengan penambahan susu kapur,
pigmen ini memberikan warna kuning dan terekstrak serta
terkristalkan dalam pembuatan gula kasar. Pigmen ini tidak berbahaya
d. Tanin
Tanin memberikan warna hijau dalam larutan gula. Namun,
apabila bereaksi dengan garam besi akan memberikan warna gelap.
Pigmen ini larut dalam nira dan selama proses pemanasan, nira akan
terdekomposisi menjadi katekol dan penambahan alkali akan
membentuk protochateuic acid.
2. Reaksi Pencoklatan Non-enzimatik
Reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses pengolahan gula
dapat disebabkan oleh karamelisasi gula dan reaksi Maillard.
a. Karamelisasi
Karamelisasi merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatik
yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan (Mathur, 1978)
tanpa melibatkan reaktan yang mengandung nitrogen, seperti protein
dan asam amino (Putra, 1990). Karamelisasi memberikan warna mulai
dari kuning hingga coklat tua dan warna akan semakin gelap selama
peningkatan suhu (Broadhurst, 2002). Selama proses pemanasan,
fruktosa akan terlebih dahulu terdekomposisi, kemudian glukosa, dan
diakhiri oleh sukrosa (Mathur, 1978).
Pada karamelisasi gula pereduksi, dapat dibagi ke dalam tiga
tahap, yaitu (1) tahap 1,2 enolisasi, (2) tahap dehidrasi atau fisi, dan (3)
tahap pembentukan pigmen. Tahap satu yang menghasilkan senyawa
1,2 enol dapat dilihat pada Gambar 3. Reaksi ini akan lebih cepat pada
suasana basa (Shallenberger dan Birch, 1975). Tahap kedua dapat
terjadi melalui reaksi dehidrasi (pelepasan air) atau reaksi fisi
(pemecahan). Dehidrasi terjadi pada pemanasan gula dalam suasana
asam, yaitu pada nilai pH di bawah 6.4 dan mencapai maksimal pada
nilai pH dibawah 3.0 (Hodge, 1953). Setelah reaksi dehidrasi maka
terbentuk senyawa 5-hidroksimetil-2-furfuraldehida yang merupakan
O
Gambar 3. Reaksi tahap I pembentukan 1,2 enol (Eskin et al., 1971)
Pada tahap fisi terjadi pemecahan 1,2 enol menghasilkan
senyawa-senyawa redukton, seperti triosaenidol dan piruvaldehidrat
yang juga merupakan prekursor pigmen coklat. Proses fisi terjadi pada
pemanasan gula dalam kondisi basa, namun dapat terjadi pula dalam
kondisi asam lemah. Semakin meningkat pH, maka proses fisi akan
meningkat secara cepat (Hodge, 1953). Adapun tahapan karamelisasi
gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 4.
1,2 enolisasi
Polimerisasi dan kondensasi
Gambar 4. Skema karamelisasi larutan gula pereduksi
Selama proses pemanasan dengan larutan alkali, adanya ion
OH- akan menyebabkan degradasi sukrosa dan terbentuk senyawa furfural, 5-hidroksimetil-2-furfuraldehida, asam format, dan lain-lain.
Pada pH 12, pemanasan selama 1 jam akan menyebabkan kehilangan
sukrosa sebanyak 0.5%. Senyawa yang terbentuk selama proses
pemanasan dengan alkali, walaupun dalam jumlah kecil, senyawa
tersebut dapat memberikan warna coklat tua dan akan semakin cepat
dengan peningkatan suhu. Pada suhu 200°C, larutan akan terdiri dari
senyawa yang larut dalam air, tidak manis, dan tidak dapat
difermentasikan yang disebut karamel. Diduga larutan tersebut
mengandung senyawa asam glukinat, asam apoglukinat, asam humat,
dan asam sakarat (Goutara dan Wijandi, 1975).
b. Reaksi Maillard
Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatik
yang melibatkan asam amino dan gugus karbonil terutama gula
pereduksi. Reaksi Maillard tidak membutuhkan suhu yang tinggi,
namun laju reaksi akan meningkat tajam pada suhu yang tinggi dan
menyebabkan pencoklatan semakin cepat terjadi.
Langkah pertama dalam reaksi tersebut adalah reaksi
kondensasi aldosa dan asam amino yang melibatkan pembukaan
lingkaran gula, penambahan gugus amin pada grup karbonil, dan
berikutnya penghilangan air untuk membentuk basa schiff, yang
selanjutnya mengalami siklisasi membentuk N-substituted
glycosylamin. Kunci dari reaksi pencoklatan ini adalah terbentuknya
amadori rearrangement yang merupakan isomerasi dari N-substituted
aldosylamine menjadi 1-amino-1-deoksi-2-ketosa. Reaksi Maillard
Gambar 5. Skema reaksi Maillard
E. KARBONATASI
Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan defekasi,
sulfitasi, dan karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar yang masih
banyak mengandung bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor yang
dihilangkan masih lebih rendah dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi
akan menyebabkan korosi besi pada pipa-pipa. Bahan pengotor yang dapat
dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12.7%, 11.7%,
dan 27.9% (Mathur, 1978).
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur
(CaCO3) melalui mekanisme yang dapat dilihat pada persamaan (5), (6), (7),
dan (8) (Mathur, 1978).
Ca(OH)2 Ca2+ + 2OH- ...(5)
CO2 + H2O H2CO3 …...(6)
Ca2+ + CO32- CaCO3 …...(7)
Ca(OH)2+CO2 CaCO3 + H2O ...(8)
Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor, bahan
penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali dengan
terbentuknya senyawa intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida.
Sukrosa memiliki karakteristik kimiawi membentuk metal sakarat. Apabila
dalam larutan sukrosa diberi metal hidroksida, maka akan terjadi reaksi yang
akan membentuk suatu koloid keruh, bersifat gel, atau endapan. Koloid
tersebut adalah ikatan sukrosa dengan metal hidroksida, misalnya satu mol
sukrosa dengan satu mol kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang dinyatakan
dengan rumus C12H22O11.Ca(OH)2, C12H22O11.CaO, dan C12H22O11.Ca
(Goutara dan Wijandi, 1975). Sakarat dapat terurai oleh asam, bahkan oleh
penambahan asam karbonat yang dihasilkan oleh pemberian gas CO2. Apabila
sakarat diberi perlakuan dengan penambahan sedikit asam karbonat maka akan
terbentuk senyawa intermediet (Mathur, 1978). Senyawa intermediet tersebut
bersifat gel yang mempunyai komposisi seperti pada Gambar 6.
. . – Ca – C12H20O11 – Ca – CO3 – Ca - C12H20O11 - Ca – CO3 - . .
Gambar 6. Komposisi senyawa intermediet kalsium karbonat sakarat
Peningkatan absorpsi gas CO2 dapat meningkatkan kondisi asam dan
mengganggu kestabilan senyawa intermediet sehingga senyawa tersebut
terurai menjadi sukrosa dan kalsium karbonat. Terbentuknya senyawa kalsium
karbonat dapat mengadsorpsi dan mengendapkan bahan pengotor (Goutara
dan Wijandi, 1975). Namun, apabila gas CO2 yang ditambahkan berlebih
senyawa bikarbonat yang larut. Mekanisme penguraian kalsium karbonat
dapat dilihat pada persamaan 9 (Mathur, 1978).
CO2 + CaCO3 + H2O Ca(HCO3)2...(9)
Pada kondisi suhu 45°C, karbonatasi berlangsung lambat dan kurang
sempurna, sedangkan pada suhu di atas 55°C akan terjadi penguraian gula
pereduksi yang memunculkan warna coklat. Namun, kelemahan proses
berlangsung pada suhu 55°C, yaitu memicu terjadinya fermentasi asam laktat.
Dalam karbonatasi tunggal, sekitar 7-10% volume larutan gula kasar yang
dipanaskan pada suhu 45–55°C, membutuhkan 20 beaume susu kapur
(Mathur, 1978).
F. PERALATAN KARBONATASI
Dalam karbonatasi, kebutuhan yang sangat penting adalah efisiensi
pencampuran susu kapur dan gas CO2 (Mathur, 1978). Selama ini, proses
pencampuran tersebut dilakukan dengan menggunakan kolom gelembung,
tangki berpengaduk, plate dan tray kolom, spray tower, dan lain-lain (Mandal
et al., 2005). Contoh desain tangki karbonatasi dengan menggunakan
pengaduk, tanpa pengaduk, dan dengan sistem plate dan tray kolom dapat
dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9 (Mathur, 1978).
Gambar 7. Tangki karbonatasi dengan menggunakan pengaduk
Stirrer Liming tank
Gas CO2 inlet
Juice inlet
Gambar 8. Tangki karbonatasi tanpa menggunakan pengaduk
juice + lime inlet
Gas CO2
inlet
Juice outlet Liming tank
Gas CO2 inlet
Juice inlet
Juice outlet
Proses pencampuran akan berlangsung secara efisien apabila kontak
antara gas CO2 dan susu kapur semakin luas. Fenomena gas hold up atau
fraksi gas dalam cairan menggambarkan kondisi pencampuran antara fasa gas
dan fasa cairan. Pada kolom gelembung, gas hold up sangat dipengaruhi oleh
kecepatan gelembung dan waktu tinggal gas dalam cairan (Shirsat et al.,
2003).
G. REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI
Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) merupakan tipe kontaktor basah.
Venturi dikenal dengan beberapa nama yang disesuaikan dengan aplikasi,
seperti injector, ejector, eductor, dan penukar panas dengan jet air. RVB
merupakan sistem aliran jet dua fasa, yaitu fasa cair dan fasa gas (Atay, 1986).
RVB memiliki desain yang sederhana dan tidak membutuhkan energi
tambahan untuk mendispersikan gas, seperti blower untuk mengalirkan gas
dan motor untuk memutar pengaduk (Mandal et al., 2005). RVB memiliki
komponen peralatan utama, yaitu pipa venturi yang terdiri dari nozzle, difuser,
leher venturi, dan konfuser. Adapun desain pipa venturi dapat dilihat pada
Gambar 10 (Shirsat et al., 2003).
.
Pada RVB, cairan dialirkan melewati sebuah nozzle pada venturi dan
menyebabkan distribusi droplet (gelembung mikro) cairan dengan kecepatan
jet (sonik) (Atay, 1986). Kondisi ini mengikuti prinsip persamaan Bernaulli
yang menyebabkan penurunan tekanan bahkan menjadi vakum di daerah aliran
dengan kecepatan jet. Adanya perbedaan tekanan mengakibatkan terjadinya
difusi gas dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah (McCabe et al.,1985)
dan gas terabsorpsi ke dalam cairan. Aliran gelembung mikro yang sangat
cepat dan terjadinya gesekan antara gelembung-gelembung serta leher venturi
yang konvergen menyebabkan aliran menjadi turbulen (Mandal et al., 2005).
Oleh karena aliran yang turbulen dan luasnya permukaan kontak pada
gelembung mikro, maka akan terjadi proses pencampuran yang sangat efisien.
Selain itu, fenomena gas hold up pada RVB akan meningkatkan
kualitas pencampuran dan reaksi gas dalam cairan (Wild et al., 2003). Hal itu
dikarenakan aliran yang sangat cepat dan penurunan tekanan sehingga gas
yang terjerap di antara gelembung mikro akan tertahan dalam cairan lebih
lama (Shirsat et al., 2003). Adapun desain RVB dapat dilihat pada Gambar 11
(Shirsat et al., 2003).
.
Terdapat empat rezim yang menggambarkan fenomena kecepatan
dalam venturi diantaranya:
1. Rayleigh jet breakup
Pada rezim ini, kecepatan jet berkisar antara 0 – 500 m/detik, aliran
jet sangat dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan gelembung belum
banyak terbentuk. Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah
melewati nozzle venturi dapat dilihat pada Gambar 12(a).
2. First wind induced breakup regime
Pada rezim ini, kecepatan aliran jet berkisar antara 500 – 1000
m/detik, aliran jet dan pembentukan gelembung sangat dipengaruhi oleh
diameter aliran jet. Pada kasus ini, meningkatnya pengaruh tegangan
permukaan oleh gerakan cairan dan gas disebabkan distribusi tekanan statis
yang melewati aliran jet dan akan mempercepat pemecahan aliran jet.
Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle venturi
dapat dilihat pada Gambar 12(b).
3. Second wind induced breakup regime
Pada rezim ini, kecepatan aliran jet berkisar antara 1000 – 1800
m/detik. Pembentukan gelembung sangat banyak dan lebih kecil ukurannya
dibandingkan dengan diameter aliran jet. Namun, gelembung yang
dihasilkan tidak stabil dan memiliki gelombang ombak yang pendek pada
permukaan aliran jet. Hal ini disebabkan adanya gerakan cairan dan gas
dimana tegangan permukaan dipengaruhi oleh pembentukan aliran yang
berombak. Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle
venturi dapat dilihat pada Gambar 12(c).
4. Atomization regime
Pada rezim ini, kecepatan aliran jet lebih besar dari 1800 m/detik.
Pemecahan aliran jet terjadi ketika aliran keluar nozzle, pembentukan
Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle venturi
dapat dilihat pada Gambar 12(d).
Selain fenomena kecepatan aliran jet, fenomena tekanan dalam reaktor
venturi akan sangat mempengaruhi karakteristik gelembung yang dihasilkan.
Pada tekanan rendah (1 – 15 psi), aliran gelembung tidak mengalami
atomization. Selain itu, pada tekanan di bawah 10 psi, sudut aliran gelembung
adalah nol dan aliran cairan ke bawah berupa garis lurus. Apabila tekanan
ditingkatkan diatas 15 psi dan di bawah 30 psi maka sudut aliran gelembung
yang terbentuk adalah 15° dan aliran gelembung mencapai dinding leher
venturi namun tidak terjadi atomization. Pada tekanan diatas 30 psi, terjadi
atomization dan aliran gelembung mencapai dinding sehingga aliran menjadi
turbulen dimana aliran yang turbulen sangat dibutuhkan dalam kontak antara
cairan dan gas. Pada peningkatan tekanan diatas 50 psi, atomization akan
semakin meningkat dan pembentukan gelembung sangat cepat terjadi bahkan
tidak lagi dapat dilihat secara kasat mata. Intensitas aliran turbulen akan
semakin meningkat apabila mencapai 100 psi (Atay, 1986).
(a) (b) (c) (d)
Gambar 12. Aliran empat rezim pada venturi. (a) Rayleigh; (b) First wind
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah gula kasar (raw sugar) yang diperoleh dari PT Jawamanis Rafinasi Cilegon,
Banten. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk karbonatasi adalah susu
kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2, serta bahan-bahan kimia untuk analisis.
2. Alat
Peralatan yang digunakan adalah Reaktor Venturi Bersirkulasi
(RVB) dengan menggunakan pompa, flowmeter cairan, dan tabung gas
CO2 disajikan pada Gambar 13, sedangkan peralatan pendukung seperti
wadah, pompa vakum, filtering flask, dan buchner disajikan pada Lampiran
9. Selain itu, peralatan yang digunakan untuk analisa adalah
spektrofotometer, polarimeter, refraktometer, piknometer, pH meter, dan
alat-alat gelas.
B. METODOLOGI
1. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang disajikan pada
Gambar 14.
Gambar 14. Bagan alir tahapan penelitian
a. Karakterisasi Gula Kasar (Raw Sugar)
Karakterisasi gula kasar dilakukan untuk mengetahui karakteristik
gula kasar yang akan digunakan dalam karbonatasi dengan menggunakan
RVB. Parameter karakteristik gula kasar yang digunakan adalah kadar air,
kadar abu, kadar protein, tingkat kemurnian (polarisasi), tingkat warna,
gula pereduksi, dan kejernihan. Adapun prosedur karakterisasi gula kasar
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Karakterisasi gula kasar (raw sugar)
Penentuan pengaruh faktor reaksi (suhu, laju alir cairan, tekanan dan waktu reaksi)
Mulai
Penentuan kondisi optimum faktor yang berpengaruh terhadap warna larutan gula
b. Penentuan Pengaruh Faktor Reaksi
Pada tahap ini dilakukan penentuan faktor-faktor yang berpengaruh
dalam karbonatasi dengan menggunakan RVB untuk pemucatan gula
kasar. Faktor yang digunakan adalah suhu, laju alir cairan, tekanan, dan
waktu reaksi. Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan faktorial dua taraf (two level factorial design) dengan nilai
tinggi dan rendah untuk masing-masing faktor disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan
Jenis Perlakuan Kode Nilai rendah (-1) Nilai tinggi (+1)
Suhu (°C) X1 30 60
Laju alir cairan (l/jam) X2 300 600
Tekanan (kg/cm2) X3 0.3 0.5
Waktu reaksi (menit) X4 5 15
Model rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh faktor
terhadap respon yang diinginkan adalah sebagai berikut :
4
Y = a
o+ a
ix
i+ a
ijx
ix
j i=1 i<jKeterangan:
Y : respon dari masing-masing perlakuan
ao, ai, aij : parameter regresi
xi : pengaruh linier faktor utama
xixj : pengaruh linier dua faktor
Nilai hasil interaksi antar faktor kemudian dianalisis untuk
digunakan sebagai seleksi faktor dengan mengetahui koefisien parameter
regresi, persen signifikansi (selang kepercayaan) dan pola interaksi faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap respon. Selain itu, nilai tersebut
digunakan untuk mengetahui persen pengaruh faktor (Cowan, 1949),
dimana persen pengaruh menggambarkan pengaruh perubahan faktor
terhadap perubahan respon. Adapun persamaan persen pengaruh disajikan
F
Faktor-faktor yang telah terseleksi sebagai faktor yang berpengaruh
signifikan dengan respon utama, yaitu tingkat warna, selanjutnya
digunakan untuk menentukan kondisi optimum dengan Metode
Permukaan Respon (Response Surface Methodology) (Box et al., 1978).
Model rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon
pengaruh faktor dalam karbonatasi gula kasar adalah sebagai berikut:
n n
Y = a
o+ a
ix
i+ a
ijx
ix
j+ a
iix
i2 i=1 i<j i=1Keterangan :
Y : respon dari masing-masing perlakuan
ao, ai, aij, aii : parameter regresi
xi : pengaruh linier faktor utama
xixj : pengaruh linier dua faktor
xi2 : pengaruh kuadratik faktor utama
Nilai hasil interaksi antar faktor reaksi untuk pemukaan respon
dianalisis kembali dengan analisis statistik untuk mendapatkan kondisi
optimum atau nilai terbaik pada nilai tingkat warna terendah. Kondisi
optimum respon yang diperoleh kemudian diverifikasi untuk memvalidasi
kondisi optimum respon dalam karbonatasi dengan menggunakan RVB.
Selain itu, dilakukan pula analisis karakteristik larutan gula pada kondisi
optimum dengan parameter yang dianalisa adalah kadar abu, kadar
2. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yang disajikan
pada Gambar 15.
Gambar 15. Bagan alir prosedur penelitian
Penelitian ini diawali dengan persiapan bahan baku gula kasar yang
meliputi pembuatan larutan gula kasar sebesar 12% dan penambahan susu
kapur yang dibuat dengan 75 g CaO/l larutan gula kasar. Proses
pencampuran larutan gula kasar dan susu kapur dilakukan pada kondisi hot
liming pada suhu 65-75°C. Kemudian larutan disaring dan filtrat jernihnya dimasukkan ke dalam RVB dengan kapasitas sebesar 3 l. Karbonatasi
dilakukan dengan menginjeksikan larutan gula kasar yang telah ditambahkan
susu kapur ke dalam RVB dan penambahan gas CO2 yang akan berdifusi
dari tabung gas ke dalam RVB.
Persiapan bahan
Hot liming 65-75 °C Mulai
Selesai Penyaringan
Karbonatasi dalam RVB
Pengambilan contoh
Analisa
Susu kapur 75 g/l 12 % larutan gula
Gas CO2
Suhu reaksi dikontrol dengan termokopel, sedangkan laju alir cairan
dikontrol dengan flowmeter cairan dan tekanan dikontrol dengan pengukur
tekanan gauss dan valve. Larutan dipanaskan hingga mencapai suhu reaksi,
kemudian diinjeksikan ke dalam reaktor melalui venturi dan disirkulasi
dengan pompa, lalu gas CO2 dialirkan ke dalam reaktor dan mulai dihitung
waktu reaksi. Sampel diambil melalui drain yang berada pada selang untuk
sirkulasi dan dimasukkan ke dalam gelas ukur. Kemudian sampel disaring
dengan penyaring vakum, sampel larutan jernih dianalisa dengan uji tingkat
warna, tingkat kemurnian (polarisasi), gula pereduksi, dan kejernihan.
Parameter utama yang diamati adalah warna. Tingkat warna dianalisis
dengan metode ICUMSA, dimana sampel diambil 50 g dengan penambahan
serbuk kieselgel sebanyak 2 g dan 50 ml aquades, kemudian diukur densitas,
briks, dan diuji dengan spektrofotometer. Hasil pengukuran spektrofotometer
pada panjang gelombang 420 nm berupa nilai absorbansi. Nilai tersebut
digunakan untuk mengetahui nilai ekstingsi dan dihitung menjadi tingkat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK GULA KASAR
Gula kasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan
baku untuk pembuatan gula rafinasi pada PT Jawamanis Rafinasi,
Cilegon-Banten. Karakterisasi gula kasar dilakukan untuk mengetahui karakteristik
gula kasar tersebut pada larutan 12% gula kasar. Parameter yang dianalisa
adalah kadar abu, kadar protein, tingkat kemurnian (polarisasi), tingkat warna,
gula pereduksi, dan kejernihan. Untuk kadar air, analisa dilakukan dalam
bentuk kristal gula kasar. Hasil analisis karakteristik gula kasar disajikan pada
Tabel 4.
memiliki kadar air sebesar 0.03%. Nilai kadar air ini telah memenuhi standar
Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 0.3%. Kadar air dalam gula kasar
mempengaruhi sifat tahan lama dalam penyimpanan. Semakin tinggi kadar air
gula kasar dapat menjadi sarana untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga
Kadar abu gula kasar berdasarkan Tabel 4 adalah 0.03%. Nilai kadar
abu gula kasar telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu 0.5% dan
standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 0.3%. Semakin tinggi kadar
abu, maka akan menyebabkan masalah melasigenik, yaitu peningkatan kadar
sukrosa dalam tetes dimana sukrosa akan membentuk senyawa metal sakarat
dengan ion logam yang larut dalam air.
Berdasarkan Tabel 4, kadar protein gula kasar sebesar 0.01%. Adanya
senyawa bernitrogen dalam kristal gula kasar diidentifikasi merupakan
senyawa asam amino dan senyawa hasil reaksi Maillard yang memberikan
warna kuning hingga coklat. Di lain pihak, senyawa hasil reaksi Maillard,
yaitu polimer melanoidin bersifat karsinogenik dan merugikan kesehatan
(Apriyantono, 2002). Oleh karena itu, gula kasar belum layak dikonsumsi
manusia (Anonim, 2007) sehingga senyawa bernitrogen dalam gula kasar
harus dihilangkan.
Tingkat kemurnian (polarisasi) gula kasar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 96°Z. Berdasarkan Tabel 4, nilai tersebut telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia, yaitu 95°Z, tetapi belum memenuhi standar
Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 98°Z. Tingkat kemurnian gula kasar
dipengaruhi oleh bahan pengotor termasuk zat penyebab warna yang
terperangkap dalam kristal gula kasar. Semakin tinggi tingkat kemurnian gula
kasar maka bahan pengotor termasuk zat penyebab warna akan semakin
rendah. Kondisi tersebut akan memudahkan proses pemurnian (James dan
Chung, 1993).
Warna gula kasar berdasarkan Tabel 4 sebesar 1652 IU. Nilai tersebut
telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu minimal 600 IU, dan
standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu kurang dari 4000 IU. Tingkat
warna kristal gula dipengaruhi oleh bahan pengotor yang dapat memberikan
warna. Bahan pengotor tersebut diidentifikasi sebagai senyawa hasil
karamelisasi dan reaksi Maillard yang memberikan warna kuning hingga
coklat. Selain itu, pigmen warna antosianin dapat pula memberikan warna
senyawa penyebab warna menjadi sangat penting dalam meningkatkan
kualitas gula kasar dan meningkatkan tingkat kemurnian sukrosa.
Berdasarkan Tabel 4, gula kasar memiliki kadar gula pereduksi sebesar
0.198%. Nilai tersebut menunjukkan kadar gula pereduksi telah memenuhi
standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 0.4%. Adanya gula pereduksi
diduga bahwa gula pereduksi terperangkap dalam proses pembentukan kristal
gula kasar selama kristalisasi. Gula pereduksi akan mengganggu karbonatasi
dikarenakan proses pencoklatan non-enzimatik secara karamelisasi dan reaksi
Maillard dengan asam amino.
Kejernihan gula kasar berdasarkan Tabel 4 adalah 89.88%T. Nilai
tersebut menunjukkan masih terdapatnya bahan pengotor dalam gula kasar.
Semakin tinggi kejernihan gula kasar menunjukkan semakin rendah bahan
pengotor yang terlarut dalam larutan gula.
B. PENGARUH FAKTOR REAKSI
Proses pemucatan gula kasar secara karbonatasi dengan menggunakan
Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya, suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi. Faktor-faktor
tersebut dapat dioptimalkan, sehingga dapat mengurangi warna larutan gula
kasar. Pada penelitian ini, dilakukan interaksi antar faktor reaksi yang
berpengaruh terhadap tingkat warna larutan gula hasil karbonatasi dengan
menggunakan RVB. Tingkat warna larutan gula setelah karbonatasi dianalisis
dengan metode ICUMSA, kemudian hasil analisis dihitung secara statistik,
sehingga dapat diketahui pengaruh linier dari faktor-faktor reaksi tersebut.
Hubungan faktor reaksi terhadap respon dapat diketahui melalui
serangkaian percobaan yang sistematis dan diuji melalui analisis statistika.
Hubungan antara faktor reaksi dengan respon dapat disajikan dalam suatu
model atau persamaan linier. Melalui persamaan linier tersebut diketahui
pengaruh linier dari suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi serta
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor-faktor reaksi yang
diberikan yaitu suhu (X1) dan laju alir cairan (X2) memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap proses pemucatan warna larutan gula kasar. Kedua faktor
tersebut mempunyai pengaruh untuk menurunkan tingkat warna larutan gula.
Data dan analisis tingkat warna larutan gula yang dihasilkan dari karbonatasi
dengan menggunakan RVB disajikan pada Lampiran 2. Pengaruh faktor utama
dan interaksi faktor terhadap tingkat warna larutan gula hasil karbonatasi
dengan menggunakan RVB disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh faktor utama dan interaksi faktor terhadap tingkat warna larutan gula hasil karbonatasi dengan menggunakan RVB
Parameter Koefisien Signifikansi (%) Pengaruh (%)
Intersep 1677.438 99.81
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh
signifikan pada proses pemucatan warna larutan gula kasar adalah suhu, laju
alir cairan, dan tekanan, sedangkan waktu reaksi berpengaruh tidak signifikan.
Faktor yang paling berpengaruh adalah suhu (X1) dengan persen pengaruh
1.515% pada selang kepercayaan 95.79%. Semakin tinggi suhu pada proses
reaksi menyebabkan tingkat warna larutan gula hasil karbonatasi semakin
menurun yang ditunjukkan oleh tanda negatif pada nilai koefisien parameter.
Proses pemucatan warna larutan gula kasar ditandai oleh penurunan
tingkat warna pada larutan gula setelah melalui karbonatasi dengan
menggunakan RVB. Hal ini disebabkan karena peningkatan suhu akan