• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Properties Bahan Bakar Biodiesel

Dalam dokumen MUHAMMAD MA'RUF (Halaman 37-93)

III.3. Alat Uji

III.3.1. Analisa Properties Bahan Bakar Biodiesel

III.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP-BPPT).

III.2. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Bahan bakar biodiesel : biodiesel sawit ( PT Darmex), biodiesel jarak (BRDST) 2. Aditif Antioksidan : PG (merck), BHA (Sigma Aldrich), BHT technical grade

(Brataco Chemika)

3. Bahan bakar solar (SPBU Pertamina)

4. Plat tipis stainless steel (SUS 304 55x55x0.02 mm)

III.3. Alat Uji

III.3.1. Analisa Properties Bahan Bakar Biodiesel III.3.1.a.Pengukuran Angka Asam

Angka asam biodiesel diukur dengan metode titrasi dengan mengunakan buret ukur dan magnetic stirer dengan mengacu pada standard pengujian AOCS Cd 3-63.

 

III.3.1.b.Pengukuran Densitas

Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan alat densitimeter Anton Paar DMA4100M.

III.3.1.c.Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan Stabinger Viscometer Anton Paar SVM 3000.

III.3.1.d.Analisa Komposisi FAME

  Komposisi kandungan asam lemak biodiesel dilakukan dengan menggunakan GC-FID di lab. Terpadu IPB.

III.3.1.e.Analisa Stabilitas Oksidasi Biodiesel

Analisa stabilitas oksidasi biodiesel dilakukan dengan menggunakan perlatan rancimate dengan standard metode uji EN 15751 atau SNI 7182:2012.

III.3.2. Pengujian Campuran Bahan Bakar dan Aditif pada Simulator Deposit

  Gambar 18.Skema simulator deposit

  Keterangan :

1 : Modul termokopel tipe K (Max6675) 9 : Cover transparan 2 : Mikrokontroler Arduino Uno R3 10 : Jarum

3 : Power Supply 24 V DC & Relay Solenoid 11 : Holder plat tipis stainless steel 4 : Laptop, penyimpan data temperatur &

pemrogram mikrokontroler

12 : Shim Plate Stainless steel SUS 304 (55x55x0.02 mm)

5 : Droping bahan bakar (Prinsip Mariote Siphon ) 13 : Indikator seting temperatur hot plate

6 : Valve 14 : Pengatur temperatur dengan skala 50C

7 : Termokopel tipe K 15 : Sensor IR

8 : Solenoid Valve Shako PU220AR02-24V 16 : Video Camera  

III.3.2.a.Diameter tetesan bahan bakar

  Diameter tetesan bahan bakar diukur dengan menggunakan kamera digital dan software scion image 4.02

III.3.2.b.Waktu Evaporasi Bahan Bakar

  Waktu evaporasi satu tetes bahan bakar dilakukan dengan menggunakan kamera video.

III.3.2.c.Berat Deposit

  Berat deposit pada plat tipis ditimbang dengan menggunakan timbangan partikulat Sartorius M5P dengan range 0-3g deviasi: 1µg.

III.3.2.d.

Gambar 20 . Kurva performance mesin diesel Yanmar L48N6 MTMYI dengan menggunakan bahan bakar B100 [14]

 

III.3.3.b. Pembebanan

Untuk pembebanan mesin selama pengujian digunakan generator dan beberapa lampu yang dapat diatur besaran pembebanannya. Besarnya beban pada saat pengujian termonitor dengan menggunakan peralatan power quality analyzer. Spesifikasi generator yang digunakan disajikan dalam Tabel berikut ;

Tabel 4. Spesifikasi Generator Type ST-3

Power 3 kW

Voltage 220/110 V

I 13.5/27.1 A

Frequency 50hz

N 1500 rpm

 

III.3.3.c .Siklus Pengujian

  Pengujian bahan bakar biodiesel tanpa dan dengan aditif pada engine dilakukan pada setting beban konstan sebesar 1.8 KW (70% load dari beban maksimal yang dapat dijalankan mesin dengan menggunakan bahan bakar B100). Pengujian dilakukan selama 10 jam perhari selama 7 hari untuk masing-masing variasi bahan bakar.

 

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

1,250 1,500 1,750 2,000 2,250 2,500 2,750 3,000 3,250 3,500 3,750

Engine Powe(KW)

Putaran Engine (rpm)

III.3.3.d. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar

  Pengukuran konsumsi bahan bakar dilakukan dengan menggunakan buret ukur dan dilakukan pengukuran setiap jam selama pengujian berlangsung. Pengukuran bahan bakar dilakukan dengan menghitung waktu aliran bahan bakar selama volume tertentu. Perhitungan konsumsi bahan bakar atau LFF (liquid fuel flow) adalah sebagai berikut :

3600 1000 dimana :

LFF = liquid fuel flow (l/jam) adalah aliran bahan bakar v = volume bahan bakar yang diukur = 10 mL.

tb = waktu pengukuran bahan bakar (detik)

Untuk perhitungan nilai konsumsi bahan bakar spesifik digunakan nilai densitas biodiesel B100 hasil pengukuran dengan densitimeter sebesar 875 kg/m3.

III.3.3.f. Pengukuran Putaran

Untuk mengukur putaran digunakan tachometer, putaran mesin di setting untuk mendapatkan putaran generator 1500 rpm dengan cara mengatur posisi throttle mesin.

Pengecekan putaran generator maupun mesin dilakukan setiap jam untuk memastikan putaran tetap stabil dan memastikan rasio putaran antara putaran mesin dan putaran generator tidak berubah.

 

III.3.3.g. Pengukuran Temperatur Oli dan Exhaust

Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur oli dan exhaust selama mesin dijalankan, hasil pengukuran dari termokopel terlihat pada display Autonics T4WM.

Pengukuran temperatur oli selain untuk mencegah mesin dari kerusakan dapat digunakan untuk menganalisa kinerja oli pada mesin. 

III.3.3.h. Pengukuran Smoke

   Pengukuran smoke dilakukan dengan menggunakan peralatan smoke meter AVL 415s dengan spesifikasi sebagai berikut :

Measurement principle: Measurement of filter paper blackening

Measured value output: FSN (filter smoke number) or mg/m³ (soot concentration) Measurement range: 0 to 10 FSN

Detection limit: 0.002 FSN or ~ 0.02 mg/m³ Resolution: 0.001 FSN or 0.01 mg/m³  

III.3.3.i.

Filter) ya

IV.1 Karakterisasi dan Optimasi Pembentukan Deposit Biodiesel Pada Plat Stainless Steel (SS)

Pembentukan deposit biodiesel pada plat SS dilakukan dengan tujuan sebagai seleksi tahap awal terhadap variasi bahan bakar biodiesel yang digunakan, baik itu variasi bahan baku biodiesel maupun variasi aditif antioksidan yang ditambahkan. Penggunaan metode ini sangat dimungkinkan menjadi alternatif pengujian untuk mengetahui potensial deposit dari suatu variasi bahan bakar dengan waktu dan biaya pengujian yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengujian menggunakan durabiliti engine. Pembentukan deposit dilakukan dengan cara meneteskan bahan bakar secara berulang pada permukaan plat SS pada temperatur tertentu melalui sebuah jarum. Sebagai tahap awal perlu dilakukan seraingkaian pengujian untuk mengetahui karakteristik & kondisi optimum pembentukan deposit biodiesel pada plat SS. Kondisi optimum tersebut akan digunakan untuk membandingkan deposit dari variasi bahan bakar biodiesel yang berbeda. Karakterisasi deposit yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang ada dan mengetahui kemiripan dengan deposit yang terbentuk pada engine.

IV.1.1 Karakteristik waktu evaporasi tetesan bahan bakar pada plat SS

Pada tahap awal dilakukan pengukuran waktu evaporasi dari satu tetes biodiesel. Data waktu evaporasi satu tetes biodiesel digunakan untuk membantu penetapan jeda waktu tetesan saat dilakukan proses deposisi berulang. Apabila jeda tetesan terlalu cepat dari proses evaporasi dimungkinkan terjadi penumpukan biodiesel dalam bentuk cairan yang dapat melebar melebihi luas area dari plat SS. Sedangkan jika waktu jeda terlalu lama, selain menyebabkan waktu pengujian menjadi lebih lama, deposit yang terbentuk dengan kondisi kering berdasarkan data literatur [9] akan lebih sedikit karena terdapat pengurangan massa deposit akibat adanya panas.

Pengukuran terhadap massa dan diameter tetesan juga dilakukan. Massa satu tetes bahan bakar diukur dengan menimbang massa biodiesel setelah 1000x tetesan. Sedangkan diameter tetesan diukur dengan menggunakan kamera foto dan software scion image.

Gambar 22. Profile waktu evaporasi satu tetes bahan bakar biodiesel dan solar pertamina

Dari grafik terlihat bahwa waktu evaporasi bahan bakar solar lebih cepat bila dibandingkan dengan bahan bakar biodiesel, hal ini berkaitan dengan karakteristik kurva destilasi dan titik didih bahan bakar solar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan biodiesel. Profile waktu evaporasi bahan bakar biodiesel yang lebih lama pada plat panas dibandingkan dengan solar dapat menjelaskan mengapa penggunaan bahan bakar biodiesel berdasarkan beberapa laporan literatur mengalami peningkatan dalam pembentukan deposit.

Salah satu mekanisme pembentukan deposit diawali dengan terbentuknya lapisan film / pembasahan dinding ruang bakar, waktu tinggal yang lebih lama dan jumlah bahan bakar yang cenderung lebih banyak tertinggal pada permukaan dinding ruang bakar akan mengalami reaksi lebih lanjut dan membentuk deposit dengan kecenderungan lebih banyak.

Untuk mendapatkan deposit yang optimum pada plat panas, plat panas harus dikondisikan selalu dalam keadaan basah dengan cara mengatur jeda waktu tetesan bahan bakar. Berdasarkan kurva waktu evaporasi tersebut, maka jeda tetesan pada kondisi temperatur plat lebih besar dari 3100 C harus < 15 sekon. Berdasarkan hasil trial jeda tetesan terkecil yang paling mungkin untuk digunakan adalah 3 sekon. Apabila jeda waktu tetesan diperkecil lagi maka jumlah bahan bakar yang membasahi plat akan terlalu banyak dan melebihi luas area plat yang digunakan.

IV.1.2 Optimasi Pembentukan Deposit Pada Plat SS

Optimasi dilakukan untuk mengetahui temperatur paling optimum pembentukan deposit pada plat SS. Range temperatur yang akan divariasikan adalah antara 310 - 4200C yang diperkirakan merupakan range temperatur pada dinding ruang bakar / injektor tip berdasarkan pada data TGA deposit dari literatur [5]. Titik temperatur optimum tersebut akan digunakan untuk pengujian bahan bakar biodiesel dan aditif antioksidan.

a

4.80 mg  9.29 mg  10.97 mg  8.02 mg  0.87 mg  0.93 mg 

b

2.58 mg 4.40 mg 3.84 mg 2.18 mg 1.08 mg 0.58 mg 0.25 mg Gambar 23. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan deposit biodiesel pada plat tipis

Pembentukan deposit biodiesel sawit pada plat tipis dengan interval tetesan 3s terjadi pada temperatur mendekati  340oC mendekati titik didih T90 dari FAME biodiesel sawit yang disebutkan pada referensi [29]. Hasil analisa TGA (Termal Gravimetri Analisis) yang pernah dilakukan oleh peneliti [5] terhadap deposit bahan bakar emulsi biodiesel pada injektor menunjukkan bahwa komposisi utama deposit sebagian besar dapat menguap pada temperatur di sekitar 350-400 oC . Hal ini hampir mendekati dengan hasil pada plat SS

dimana pembentukan deposit optimum pada temperatur  340oC, dan menurun secara tajam ketika temperatur dinaikkan antara 350 -400 oC.

IV.1.3 Analisa Gugus Fungsi Deposit Biodiesel Pada Plat SS  

Karakterisasi deposit biodiesel pada plat stainless steel dilakukan dengan menggunakan FTIR. Kemiripan gugus fungsi yang terbentuk dibandingkan dengan spektra FTIR deposit pada injektor yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya melalui proses durabiliti engine dengan menggunakan bahan bakar B100 sawit. Perbandingan hasil analisa FTIR disajikan pada gambar berikut;

Gambar 24. Spektra FTIR : Spektra biodiesel sawit dari referensi [30] (a), Spektra deposit pada

injektor tip pada mesin genset dengan bahan bakar B100 sawit dari penelitian moktar 2014 (b) , Spektra deposit B100 sawit pada plat tipis stainless steel dengan

temperatur  3400C (c).

CH3,CH2, CH OH 

C=O Ester

C‐O   C‐O ‐C  CH2

Dari data spektra FTIR, secara umum deposit yang dibuat pada plat stainless steel memiliki kemiripan gugus fungsi dengan deposit yang terbentuk pada injektor tip. Serapan pada bilangan gelombang disekitar 1700 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi karbonil (C=O) yang sangat karakteristik untuk karbonil dari fatty acid methyl ester (biodiesel).

Serapan disekitar 1200 cm-1 merupakan serapan gugus C-O yang juga dimungkinkan dari senyawa ester biodiesel. Serapan disekitar 1100 cm-1 merupakan serapan C-O-C yang kemungkinan besar berasal dari polimerisasi biodiesel melalui pengikatan atom oksigen berdasarkan mekanisme pada referensi [2]. Serapan lebar pada bilangan gelombang disekitar 3400 cm-1 merupakan gugus OH yang dimungkinkan berasal dari asam karboksilat hasil degradasi biodiesel.

IV.2 Pengaruh Bahan Baku Biodiesel Terhadap Pembentukan Deposit Pada Plat SS

Bahan baku biodiesel yang berbeda akan memiliki komposisi asam lemak yang berbeda. Stabilitas biodiesel dan kemudahan membentuk prekursor deposit berkaitan dengan komposisi ikatan rangkap pada biodiesel. FAME dengan ikatan rangkap atau dikenal dengan ikatan tidak jenuh, cenderung lebih mudah mengalami degradasi menghasilkan asam dan sludge yang diakibatkan karena adanya oksigen dan panas [2].

Gambar 25. Contoh ikatan rangkap C=C pada biodiesel

Gambar 26. Grafik komposisi FAME biodiesel sawit dan biodiesel jarak berdasarkan jumlah ikatan rangkap

 

Dari hasil analisa GC-FID, biodiesel jarak memiliki komposisi ikatan rangkap yang lebih banyak bila dibandingkan dengan biodiesel sawit, sehingga biodiesel jarak memiliki potensi untuk lebih mudah terdegradasi dan menghasilkan deposit lebih banyak bila dibandingkan biodiesel sawit. Hasil pengujian biodiesel sawit dan jarak pada plat panas disajikan pada gambar berikut : 

Berat Deposit 5.36 mg 187.27 mg

Properties Biodiesel:

- Acid Number 0.18 2.92

-  Unsaturated 49.54 78.30

Gambar 27. Deposit biodiesel pada plat tipis stainless steel pada temperatur  3400C dengan deposisi 1000 tetes: deposit biodiesel sawit (a), deposit biodiesel jarak (b).

Biodiesel jarak dengan jumlah ikatan rangkap / ikatan tidak jenuh yang lebih tinggi, ditambah dengan kondisi angka asam yang sudah tinggi tampak menghasilkan deposit dengan jumlah yang sangat banyak bila dibandingkan dengan biodiesel sawit. Data deposit pada plat SS tersebut mampu mengkonfirmasi mekanisme pembentukan deposit yang dikemukakan oleh Omori, et.al. dimana polimerisasi ikatan rangkap dan degradasi ikatan rangkap menjadi asam karboksilat merupakan prekursor terbentuknya deposit.

IV.3 Pengaruh Penambahan Antioksidan terhadap Properties Biodiesel dan Pembentukan Deposit Pada Plat SS

Aditif antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PG, BHA dan BHT, masing masing ditambahkan ke dalam biodiesel dengan kadar 1000 ppm. Beberapa properties antioksidan dan efek penambahan antioksidan pada biodiesel perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi aditif yang akan dipilih untuk pengujian menggunakan engine.

(a) (b) 

IV.3.1 Properties aditif antioksidan biodiesel IV.3.1.a. Rumus Molekul dan Sifat Fisik Aditif

Properties dari aditif antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut ;

Tabel 5. Properties aditif antioksidan untuk biodiesel Propylgallate

IV.3.1.b. Nilai Kalor Aditif Sebelum Dilarutkan

Aditif PG BHA BHT

Residu melekat pada crus serbuk ringan mudah ditiup bersih, tanpa residu

HHV 21.93 MJ/Kg 33.93 MJ/Kg 40.67 MJ/Kg

Gambar 28. Residu Pembakaran Aditif pada Proses Analisa Nilai Kalor  

Aditif PG dan aditif BHA ketika dibakar dengan menggunakan kalorimeter bomb terlihat meninggalkan residu pembakaran, sedangkan aditif BHT terlihat cukup bersih tanpa

meninggalkan residu. Pengulangan data sebanyak 2x menunjukkan trend yang sama. Dari data tersebut pemakaian aditif PG dan BHA dalam jumlah besar untuk aplikasi engine kemungkinan dapat berpotensi dalam meningkatkan emisi soot. Residu pembakaran hampir tidak ditemukan baik untuk PG, BHA dan BHT ketika sudah dicampurkan dengan biodiesel dengan kadar aditif 1000 ppm.

IV.3.1.c. Kelarutan Aditif Antioksidan dalam Biodiesel

Pada penelitian ini aditif antioksidan dilarutkan ke dalam biodiesel dengan menggunakan magnetic stirer. Dari proses pelarutan aditif antioksidan 1000 ppm ke dalam biodiesel diketahui bahwa urutan kemudahan untuk larut dalam biodiesel adalah BHT  BHA > PG. Aditif PG sangat sukar larut dalam biodiesel dan dibutuhkan sedikit pemanasan (600C) untuk bisa larut.

Gambar 29. Biodiesel + 1000 ppm Aditif, disimpan dalam suhu ruang

Untuk mengetahui stabilitas larutan biodiesel + aditif 1000 ppm, diambil sejumlah sampel dalam botol vial dan disimpan di dalam temperatur ruang (  250C). Setelah dibiarkan selama  2 minggu ditemukan adanya presipitasi berupa serbuk putih untuk campuran biodiesel sawit + 1000 ppm PG, sedangkan untuk campuran biodiesel + aditif yang lain tidak ditemukan adanya presipitasi.

Gambar 30. Presipitasi aditif PG pada biodiesel sawit + 1000 ppm PG (a), biodiesel sawit tanpa aditif (b)

Aditif PG memiliki melting point yang cukup tinggi dan memiliki sifat paling sukar larut dalam biodiesel bila dibandingkan dengan aditif lainnya. Hal tersebut menjadi faktor utama penyebab terjadinya presipitasi. Adanya aditif yang tak larut dengan baik dapat berpotensi menyebabkan terjadinya clogging pada fuel filter [31], dengan demikian diperlukan perhatian khusus apabila aditif PG akan diaplikasikan pada engine.

 

IV.3.2 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan terhadap properties biodiesel

Untuk mengetahui efek penambahan aditif antiokasidan terhadap sifat fisik biodiesel dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter yaitu: densitas @ 150C, Viskositas @ 400C, Nilai kalor dan stabilitas oksidasi dari biodiesel sebelum dan setelah dilakukan penambahan antioksidan. Hasil pengujian disajikan dalam Gambar 31-36.

Gambar 31. Perubahan nilai densitas pada 150C

Penambahan antioksidan 1000 ppm tidak menyebabkan perubahan densitas yang cukup berarti.

Gambar 32. Perubahan nilai viskositas kinematik pada 400C

Penambahan aditif antioksidan pada biodiesel cenderung meningkatkan nilai viskositas kinematik. Meskipun demikian penambahan antioksidan dengan konsentrasi 1000 ppm tidak menyebabkan perubahan viskositas yang cukup berarti dimana nilai perubahannya masih dibawah 1%.

Gambar 33. Perubahan nilai kalor bahan bakar biodiesel

Pada biodiesel sawit dengan nilai kalor > 40 MJ/Kg, penambahan antioksidan 1000 ppm cenderung menurunkan nilai kalor biodiesel. Sedangkan pada biodiesel jarak dengan nilai kalor < 39 MJ/Kg, penambahan antioksidan cenderung meningkatkan nilai kalor biodiesel.

Gambar 34. Stabilitas oksidasi biodiesel sawit (PB) dengan metode rancimate

Pada biodiesel sawit (PB) penambahan antioksidan dengan kadar 1000 ppm mampu meningkatkan stabilitas biodiesel cukup signifikan. Terlihat bahwa peningkatan stabilitas biodiesel paling tinggi dicapai dengan menggunakan antioksidan PG, hal ini sesuai dengan struktur kimia yang dimiliki oleh PG dimana terdapat atom hidrogen donor paling banyak bila dibandingkan dengan BHA dan BHT yang dapat digunakan untuk mensubtitusi radikal dari biodiesel dan menstabilkannya. Apabila dilihat dari jumlah atom H donor yang dimiliki maka urutan aktivitas antioksidan adalah sebagai berikut ; PG > BHA  BHT.

O

O

OH OH OH

O OH

OH

PG : 3 atom H donor BHA : 1 atom H donor BHT: 1 atom H donor

Gambar 35. Jumlah atom H donor pada molekul antioksidan

Gambar 36. Stabilitas oksidasi biodiesel jarak (JB) dengan metode rancimate

Pada biodiesel jarak (JB) penggunaan aditif antioksidan tidak dapat menaikkan stabilitas oksidasi biodiesel secara signifikan, hal ini diakibatkan karena sampel biodiesel jarak yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan sampel fresh. Stabilitas oksidasi biodiesel jarak tanpa aditif memiliki nilai yang sangat kecil (dalam kisaran menit) yang mengindikasikan biodiesel tersebut sudah memiliki tingkat rancidity yang tinggi. Pada kondisi fresh biodiesel jarak memiliki nilai stabilitas oksidasi > 3 jam dan akan terus menurun karena sifatnya yang lebih mudah teroksidasi. Penambahan aditif antioksidan akan berdampak signifikan jika dilakukan sesegera mungkin setelah produksi. Apabila penambahan dilakukan pada saat biodiesel sudah tengik dan memiliki elektron radikal dalam jumlah besar, penambahan sejumlah kecil aditif tidak mencukupi untuk menangkap dan menstabilkan radikal yang ada, selain itu penambahan aditif juga tidak dapat mengembalikan biodiesel yang sudah terdegradasi.

IV.3.3 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan terhadap waktu evaporasi biodiesel pada plat SS

Salah satu mekanisme terbentuknya deposit pada ruang bakar adalah melalui pembentukan lapisan film bahan bakar yang dapat terjadi karena kondensasi ataupun pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat terbentuknya deposit adalah dengan mempercepat proses evaporasi kembali bahan bakar yang membasahi dinding sebelum reaksi lebih lanjut terjadi. Berdasarkan penelitian Lin, et. al, 2011 [5] beberapa aditif antioksidan berjenis fenolik yang diaplikasikan

pada bahan bakar emulsi biodiesel mampu mempercepat waktu evaporasi bahan bakar tersebut. Pada penelitian ini untuk melihat pengaruh penambahan aditif antioksidan terhadap waktu evaporasi dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan 1 tetes bahan bakar untuk dapat habis terevaporasi dari permukaan plat panas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kamera video. Hasil pengukuran waktu evaporasi disajikan pada gambar berikut;

  Gambar 37. Efek penambahan antioksidan terhadap waktu evaporasi satu tetes biodiesel sawit

 

Dari grafik terlihat bahwa penambahan aditif antioksidan pada biodiesel sawit mampu mengeser waktu evaporasi bahan bakar pada beberapa titik temperatur, sehingga diharapkan aditif tersebut mampu menghambat pembentukan deposit dengan cara mengurangi pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar.

 

Gambar 38. Efek penambahan antioksidan terhadap waktu evaporasi satu tetes biodiesel jarak

Dari grafik terlihat bahwa penambahan aditif antioksidan pada biodiesel jarak juga dapat mengeser waktu evaporasi bahan bakar pada beberapa titik temperatur, sehingga diharapkan aditif tersebut mampu menghambat pembentukan deposit dengan cara mengurangi pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar.

IV.1.5 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan Terhadap Pembentukan Deposit pada Plat SS

Gambar 39. Pengaruh penambahan antioksidan terhadap pembentukan deposit biodiesel sawit pada plat tipis bertemperatur 3400C dengan jumlah deposisi 1000 tetes.

 

Dari grafik terlihat bahwa penambahan ketiga antioksidan pada biodiesel sawit mampu menurunkan deposit yang terbentuk dalam plat panas.

   

 

Gambar 40. Pengaruh penambahan antioksidan terhadap pembentukan deposit biodiesel jarak padaplat tipis bertemperatur 3400C dengan jumlah deposisi 250 tetes.

Dari grafik terlihat bahwa penambahan ketiga antioksidan pada biodiesel jarak mampu menurunkan deposit yang terbentuk dalam plat panas.

IV.2 Pengujian Pada Mesin Diesel

IV.2.1 Pemilihan Aditif untuk Diuji pada Mesin Diesel  

Pemilihan aditif untuk diaplikasikan pada mesin dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, bukan hanya kemampuannya dalam meningkatkan stabilitas oksidasi yang merupakan fungsi utama dari antioksidan, namun juga memperhatikan beberapa properties lain yang dapat mempengaruhi kinerja engine seperti kelarutan, kestabilan larutan, residu saat dibakar, kemampuan menurunkan deposit dll.

Aditif yang dipilih untuk dilakukan pengujian pada mesin diesel adalah aditif BHT.

Aditif tersebut dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut :

 Harga yang lebih murah

  Aditif BHT memiliki harga yang paling murah bila dibandingkan dengan PG dan BHA, biasa digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan mudah didapatkan dalam jumlah besar di pasaran Indonesia. Harga yang lebih murah dapat menekan harga jual bahan bakar biodiesel + aditif di pasaran. Estimasi harga aditif BHT : Rp 867/gram, PG : Rp 2710/gram dan BHA : Rp 3005/gram. Meskipun harga paling murah berdasarkan stuktur kimia maupun hasil pengujian dengan rancimate efektifitas dalam menaikkan stabilitas oksidasi hampir setara dengan aditif BHA.

 Tidak meninggalkan residu saat dibakar

Hasil pengujian aditif murni dengan menggunakan kalorimeter bomb menunjukkan bahwa, BHT tidak meninggalkan residu sama sekali pada krus pengujian, berbeda dengan PG dan BHA yang cenderung meninggalkan residu saat dibakar.

 Kelarutan dan kestabilan larutan

BHT paling mudah larut dalam biodiesel bila dibandingkan dengan PG dan BHA, untuk aditif PG diperlukan sedikit pemanasan untuk dapat larut ke dalam biodiesel. Selain itu kestabilan larutan aditif BHT pada biodiesel cukup baik yang terbukti dengan tidak ditemukanya presipitasi aditif setelah beberapa minggu penyimpanan pada suhu ruang, berbeda dengan larutan aditif PG dalam biodiesel sawit yang mengalami presipitasi aditif setelah  1 minggu penyimpanan. Adanya presipitasi pada bahan bakar dapat menimbulkan terjadinya filter clogging pada filter bahan bakar.

 Penurunan deposit pada plat SS

  Pengujian pada plat SS menunjukkan ketiga aditif antioksidan cenderung menurunkan jumlah deposit. Aplikasi BHT pada sawit menunjukkan penurunan deposit pada plat SS paling baik bila dibandingkan dengan PG dan BHT.

Dalam dokumen MUHAMMAD MA'RUF (Halaman 37-93)

Dokumen terkait