• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Kondisi Sosial Ekonomi

2. Pada pemanfaatan kawasan pertanian/perkotaan terbatas, pemanfaatan pada kondisi eksisting sebesar 490,8 Ha, sedangkan hasil kajian sebesar 1.851,5 Ha

4.8 Analisa Terhadap Sosial Ekonomi

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah penelitian sangat beragam. Ada yang memiliki tingkat ekonomi yang tinggi, ada juga yang menengah dan juga masyarakat dengan kondisi ekonomi kelas bawah. Tingkat pendapatan yang berbeda tersebut merupakan faktor terbesar masyarakat untuk memilih tempat tinggal dan

beraktifitas. Pada daerah permukiman dengan kepadatan tinggi, umumnya kondisi ekonomi masyarakat berada diantara kelas menengah ke bawah, sedangkan masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas lebih memilih memanfaatkan lahan-lahan yang bernilai strategis dan dengan tingkat kepadatan menengah dan rendah. Namun ada juga masyarakat yang tingkat ekonominya menengah ke bawah menempati lahan-lahan di permukiman kepadatan rendah seperti di Kecamatan Medan Johor dan Medan Tuntungan, karena mereka berdekatan dengan lahan-lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian mereka. Masyarakat yang menempati lahan dengan fungsi sebagai permukiman kepadatan sedang dan tinggi, umumnya bekerja di daerah-daerah pusat Kota Medan, seperti di Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Polonia, dan Kecamatan Medan Maimun. Namun ada juga yang bekerja di Kecamatan Medan Johor dan Kecamatan Medan Tuntungan.

Tingkat pendapatan masyarakat di daerah penelitian sangat bervariasi yaitu ada yang di bawah Rp 1.500.000/bulan (pedagang asongan dan penarik becak dayung) ada juga yang lebih dari Rp. 3.000.000 /bulan (pegawai dengan posisi staf dan pedagang menengah), dan bahkan ada yang memiliki tingkat pendapatan di atas Rp 5.000.000/bulan (umumnya memiliki usaha sendiri dan pegawai yang memiliki posisi kepala bagian di sebuah instansi atau perusahaan), dengan rata-rata jumlah anggota keluarga dalam 1 rumah tangga adalah sebanyak 3-5 orang.

Berdasarkan kriteria miskin yang dikeluarkan oleh BPS Kota Medan, bahwa garis kemiskinan masyarakat Kota Medan, adalah penghasilan masyarakat rata-rata sebesar Rp. 420.888/orang/bulan.

Berdasarkan kriteria BPS tersebut, dapat diklasifikasikan pendapatan masyarakat di daerah penelitian sebagai berikut :

1) Asumsi 1 kepala keluarga memiliki anggota keluarga 3 orang, maka jumlah penghasilan minimum kelurga tersebut adalah sebesar 420.888 x 3 yaitu sebesar RP. 1.262.664,-

2) Asumsi 1 kepala keluarga memiliki anggota keluarga 5 orang, maka jumlah penghasilan minimum kelurga tersebut adalah sebesar 420.888 x 5 yaitu sebesar RP. 2.104.440,-

Dari hasil perhitungan di atas, pendapatan minimum masyarakat yang beranggotakan 3 orang dalam 1 keluarga adalah sebesar Rp. 1.262.664, dan yang beranggotakan 5 orang sebesar Rp. 2.104.440,-. Bila mengacu ke daerah penelitian, maka pendapatan masyarakat sebesar Rp. 1.500.000 bila beranggotakan 3 orang, masih di atas batas garis kemiskinan yang ditetapkan Kota Medan. Namun jika dengan pendapatan sebesar Rp.1.500.000,- dengan anggota keluarga 5 orang, masih di bawah standar penghasilan minimal yaitu Rp. 2.104.440.

Bila mengacu kepada Studi Kementerian Kehutanan mengenai Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tahun 2012, penilaian terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat menggunakan cara penilaian melalui skoring dengan katagori tingkat kerentanan tinggi, sedang dan rendah, dengan besaran interval pendapatan sebagai berikut :

1) Tingkat pendapatan >1,5 SK, tingkat kerentanan sangat rendah, skor 1; 2) Tingakt pendapatan 1,26 – 1,5 SK, tingkat kerentanan rendah, skor 2; 3) Tingkat pendapatan 1,1 – 1,25 SK, tingkat kerentanan sedang, skor 3; 4) Tingkat pendapatan 0,67 – 1 SK, tingkat kerentanan tinggi, skor 4; 5) Tingkat pendapatan < 0,67 SK, tingkat kerentanan sangat tinggi, skor 5.

Tabel 4.30 Interval Besaran Tingkat Pendapatan Masyarakat Berdasarkan Katagori dan Nilai Skor

No Parameter Besaran (Standard Kemiskinan (SK)) Tingkat Kerentanan Skor 1 Tingkat Pendapatan Masyarakat > 1,5 Sangat Rendah 1 2 1,26 – 1,5 SK Rendah 2 3 1,1 – 1,25 SK Sedang 3 4 0,67 – 1 SK Tinggi 4 5 < 0,67 SK Sangat Tinggi 5

Sumber : Asumsi Peneliti, Tahun 2014

Berdasarkan Katagori dan Nilai Skor No Parameter Besaran (Standard Kemiskinan (SK)) Besaran (Rp) Tingkat Kerentanan Skor 1 Tingkat Pendapatan Masyarakat > 1,5 > 631.332 Sangat Rendah 1 2 1,26 – 1,5 SK 530.318 - 631.332 Rendah 2 3 1,1 – 1,25 SK 462.976 – 530.318 Sedang 3 4 0,67 – 1 SK 281.994 – 420.888 Tinggi 4 5 < 0,67 SK < 281.994 Sangat Tinggi 5

Sumber : Hasil Analisa, Tahun 2014

Bila mengacu pada pertimbangan asumsi jumlah anggota keluarga 3-5, maka dapat diketahui jumlah pendapatan per orang dalam sebuah keluarga yaitu sebagai berikut :

1) Asumsi jumlah anggota 3 di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan

sebesar Rp. 1.500.000 yaitu sebesar Rp 500.000 per orang/bulan;

2) Asumsi jumlah anggota 5 di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan

sebesar Rp. 1.500.000 yaitu sebesar Rp 300.000 per orang/bulan;

3) Asumsi jumlah anggota 3 di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan

sebesar Rp. 3.000.000 yaitu sebesar Rp 1.000.000 per orang/bulan;

4) Asumsi jumlah anggota 5 di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan

sebesar Rp. 3.000.000 yaitu sebesar Rp. 600.000 per orang/bulan;

5) Asumsi jumlah anggota 3 di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan

sebesar Rp. 5.000.000 yaitu sebesar Rp. 1.666.666 per orang/bulan;

6) Asumsi jumlah anggota 5 di dalam sebuah keluarga dengan penghasilan

sebesar Rp. 5.000.000 yaitu sebesar Rp. 1.000.000 per orang/bulan;

Berdasarakan hasil perhitungan di atas, dengan mengacu pada standar pendapatan dari kementerian kehutanan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan masyarakat di daerah penelitian berkisar antara Rp. 300.000 – 1.666.666 per orang/bulan. Tingkat pendapatan masyarakat tersebut masuk pada katagori tingkat kerentanan tinggi sampai sangat rendah, dengan nilai skor 1-4. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesalahan dalam penggunaan lahan sangat variatif yaitu sangat rendah sampai tinggi.

BAB V

PEMBAHASAN

5.1PEMANFAATAN LAHAN SUB DAS BABURA SAAT INI

Berdasarkan hasil penelitian, pemanfaatan lahan di Sub DAS Babura saat ini di dominasi oleh kegiatan perkotaan sebesar 2.209,14 Ha atau 80% dari total luas kawasan Sub DAS Babura, dengan jenis pemanfaatan berupa perumahan dan permukiman sebesar 1.402,1 Ha, perdagangan seluas 224,5 Ha, jasa komersial seluas 142 Ha, fasilitas umum dan sosial seluas 143,4 Ha, dan infrastruktur sebesar 296,64 Ha. Selain itu, pemanfaatan lainnya berupa lahan kebun campuran sebesar 473,1 Ha, kolam seluas 17,7 Ha, serta kawasan sempadan sungai seluas 62,9 Ha.

Dominasi pemanfaatan lahan untuk kegiatan perkotaan tersebut telah merata di kawasan Sub DAS Babura baik hulu, tengah maupun hilir. Pemanfaatan lahan perkotaan yang cukup tinggi terdapat di wilayah tengah dan hilir Sub DAS Babura meliputi Kecamatan Medan Petisah, Medan Maimun, Medan Baru, dan Medan Polonia. Wilayah hulu Sub DAS Babura yaitu Kecamatan Medan Johor, Selayang, dan Tuntungan masih memiliki lahan dengan pemanfaatan sebagai kebun campuran.

Perkembangan kegiatan perkotaan yang merupakan lahan terbangun dengan berbagai jenis pemanfaatan lahan di sebelah tengah sampai hilir Sub DAS Babura, akan menimbulkan dampak negative terhadap masyarakat di kawasan Sub DAS Babura itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh morfologi wilayah tengah sampai hilir berupa dataran, sehingga rawan bencana banjir bila sistem darinase perkotaan yang dibangun tidak baik. Berdasarkan data kemiringan lereng (Gambar 4.1), wilayah tengah sampai ke hilir Sub DAS Babura memiliki kemiringan lereng di bawah 8%. Jenis tanah di wilayah tersebut umumnya adalah alluvial dengan bentuk penggunaan lahan berupa rawa. Lahan rawa memiliki kerentanan banjir cukup tinggi. Dengan demikian, wilayah tengah sampai hilir Sub DAS Babura merupakan wilayah rawan banjir, sehingga cocok untuk wilayah pertanian atau pengembangan perkotaan secara terbatas dengan memperhatikan daerah

sempadan sungai dan cekungan sebagai kawasan tampungan air. Sistem drainase harus dibangun sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan air limpasan dan sistem pengaliran yang tepat dengan memperhatikan arah kemiringan dan bentuk pemanfaatan lahan.

5.2POTENSI PENGEMBANGAN SUB DAS BABURA

Mengacu pada Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, Kementerian Pekerjaan Umum-Dirjen Penataan Ruang Tahun 2010, dan berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan dengan menggunakan model analisa satuan kemampuan lahan (SKL), maka didapatkan 3 (tiga) katagori potensi pengembangan lahan di Sub DAS Babura Kota Medan yaitu sebagai berikut :

1. Potensi pengembangan tinggi, yaitu kawasan dengan fungsi untuk kegiatan perkotaan, dengan luas 902,4 Ha meliputi wilayah Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Johor;

Potensi pengembangan tinggi, sangat baik untuk kegiatan perkotaan seperti permukiman, perkantoran, perdagangan, jasa, pariwisata, transportasi, industri dan lain sebagainya. Pada kawasan ini memiliki potensi bebas banjir karena berada pada daerah yang relatif tinggi. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya memiliki persyaratan fisik yang khusus untuk mendukung pengembangan aktifitas masing-masing.

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman, perdagangan, jasa dan pariwisata adalah sebagai berikut:

a) Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);

b) Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh

penyelenggara dengan jumlah yang cukup.

c) Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi); d) Drainase baik sampai sedang;

e) Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata

air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan; f) Tidak berada pada kawasan lindung;

g) Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga; h) Menghindari sawah irigasi teknis.

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri adalah sebagai berikut :

a) Kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0% - 25%, pada kemiringan >25% - 45% dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1.000 meter dpl; b) Bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang; c) Geologi dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah

rawan bencana longsor;

d) lahan : area cukup luas minimal 20 Ha; karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.

2. Potensi pengembangan sedang, yaitu kawasan dengan fungsi untuk kegiatan pertanian atau perkotaan terbatas (pedesaan), dengan luas 1.825,5 Ha, meliputi wilayah Kecamatan Medan Petisah, Medan Baru, Medan Selayang, sebagaian Medan Johor dan sebagian Medan Tuntungan;

Pada kawasan ini, kegiatan yang paling baik adalah pertanian atau permukiman pedesaan, dengan pengembangan daerah terbangun dibatasi oleh kondisi dan daya dukung lingkungan. Kawasan ini berada pada daerah dengan morfologi bergelombang hingga datar sehingga memiliki resiko longsor dan banjir.

Pada kawasan ini, daerah yang berada pada bentang alam dataran adalah Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah. Daerah tersebut baik dimanfaatkan untuk kawasan pertanian lahan basah dan kering, atau permukiman pedesaan dengan pengembangan rendah karena potensial genangan dan banjir. Kecamatan Medan Selayang, Medan Johor, dan Medan Tuntungan baik dimanfaatkan untuk pertanian dengan jenis tanaman tahunan, sebagai upaya pelestarian bagian hulu Sub DAS Babura.

3. Potensi pengembangan rendah, yaitu kawasan dengan fungsi lindung, dengan luas 34,01 Ha, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, dan Medan Maimun. Kawasan ini merupakan kawasan sempadan sungai dengan batas sempadan minimal 15 meter dari kanan dan kiri yang dihitung dari bibir sungai. Ketetapan batas sempadan sungai tersebut mengacu pada ketentuan yang telah di tetapkan di dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Medan. Pada kawasan sempadan sungai tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau dengan fungsi ekologis (resapan air). Kawasan tersebut dapat ditanami dengan berbagai macam jenis tanaman yang memiliki perakaran kuat untuk menopang tanah agar tidak mudah longsor karena tergerus air seperti Pohon Beringin, Pulai, Kelor, Bambu, Gayam dan lain-lain.

Pada kawasan sempadan Sungai Babura telah tumbuh dan berkembang aktifitas masyarakat. Permukiman tak terencana telah banyak berkembang dan umumnya tidak memiliki ijin dari pemerintahan Kota Medan. Berdasarkan hasil analisa, penegakan sanksi terhadap masyarakat yang tidak patuh terhadap peraturan daerah tentang sempadan sungai yang telah ditetapkan di dalam Dokumen Rencana Tata Ruang Kota Medan sangat lemah. Hal ini berdampak terhadap semakin maraknya pembangunan permukiman di kawasan sempadan Sungai Babura. Lemahnya penegakan sanksi bukan merupakan satu satunya penyebab berkembangnya permukiman di bantaran Sungai Babura. Kondisi ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah bantaran sungai umumnya masyarakat ekonomi lemah. Keterbatasan pendapatan masyarakat menimbulkan aksi pemanfaatan daerah lindung (sempadan sungai) menjadi lahan tempat tinggal masyarakat. Dengan demikian, perlu suatu upaya penertiban secara bertahap dengan penegakan hukum/sanksi bagi masyarakat melanggar peraturan yang telah ditetapkan di dalan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan yang telah diperdakan tersebut.

5.3KONSEP PEMANFAATAN LAHAN SUB DAS BABURA

Secara konseptual, pengelolaan DAS/Sub DAS dipandang sebagai suatu sistem perencanaan terhadap beberapa hal (Chay Asdak, 541) yaitu sebagai berikut :

4. Aktifitas pengelolaan sumberdaya termasuk tata guna lahan, praktek

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya setempat, dan praktek pengelolaan sumberdaya di luar daerah kegiatan program atau proyek;

5. Alat implementasi untuk menempatkan usaha-usaha pengelolaan DAS seefektif mungkin melalui elemen-elemen masyarakat dan perseorangan;

6. Pengaturan organisasi dan kelembagaan di wilayah perencanaan

dilaksanakan.

Konsep yang sesuai dengan pengelolaan daerah aliran sungai adalah konsep kolaborasi yang dapat dilihat dari dua perspektif ; 1) konsep pemecahan konflik dari perspektif organisasi dan 2) konsep kerjasama antar stakeholders (Sam’un J.R, 223).

Konsep pemanfatan lahan Sub DAS Babura sangat memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan ekosistem yang ada, sehingga sangat mempertimbangkan daya dukung dan kesesuaian lahan, serta pengaturan pelaksanaan pembangunan yang melibatkan segenap unsur pemerintahan Kota Medan, masyarakat dan swasta.

Konsep pemanfaatan lahan Sub DAS Babura sangat berkaitan erat dengan hasil kajian yang telah dilakukan pada penelitian ini. Pemanfaatan lahan Sub DAS Babura akan mempertimbangkan faktor fisik berupa daya dukung lahan, sosial, dan ekonomi.

I. Konsep Pemanfaatan Lahan Sub DAS Babura

Berdasarkan penilaian dengan menggunakan model analisa Satuan kemampuan Lahan (SKL), daya dukung lahan di Sub DAS Babura dikatagorikan ke dalam 3 (tiga) katagori, yaitu lahan dengan daya dukung pengembangan tinggi, sedang, dan rendah. Daya dukung tinggi baik untuk kawasan perkotaan, daya dukung sedang untuk kegiatan pertanian atau permukiman perdesaan, dan daya dukung rendah akan dimanfaatkan untuk kawasan lindung (Gambar 5.1).

Merujuk hasil analisa tersebut, pendekatan yang dipakai di dalam menetapkan konsep pemanfaatan lahan Sub DAS Babura dengan menggunakan model zonasi. Zonasi merupakan alat pengendalian pemanfaatan ruang yang akan mengatur fungsi-fungsi lahan pada kawasan-kawasan yang memiliki karakteristik khusus

A. Konsep Pengembangan Zona Perkotaan

Tingkat pertumbuhan suatu wilayah/kota secara umum dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi wilayah atau kota tersebut. Hal ini merupakan gambaran perkembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakatnya. Pertumbuhan ekonomi wilayah sering kali tidak dibarengi dengan aspek pemerataan pendapatan dan pelestarian lingkungan. Masalah kemiskinan, distribusi dan pemerataan pendapatan, dan dampak kerusakan lingkungan masih kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, padahal sebaliknya, sebenarnya aspek jasa lingkungan dapat memberikan manfaat ekonomi (Ruchyat D.D, 19).

Masalah kemiskinan yang tidak dapat teratasi, dan pemerataan pendapatan serta pertumbuhan yang terlupakan, akan membawa masalah sosial yang cukup berat dan pada gilirannya akan mengeluarkan ongkos sosial yang mahal.

Selain itu, pembangunan fisik dengan pertimbangan ekonomi semata seperti pembangunan perkebunan, industri, perumahan, pertambangan, dan prasarana transportasi wilayah/kota tanpa memperhatikan aspek lingkungan hidup, selalu akan memberi dampak kerusakan lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang tidak direncanakan sesuai tata ruang ini, biasanya akan membawa bencana yang merugikan, tidak hanya aspek finansial, sarana prasarana, bahkan juga jiwa manusia. Solusi terhadap permasalahan tersebut adalah pembangunan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan, yang dikenal dengan sebutan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Pembangunan berkelanjutan memiliki arti pembangunan yang dilakukan saat ini dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tanpa mengurangi kemampuan dari generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhannya (Budiharjo, 141). Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pelestarian lingkungan perkotaan/wilayah melalui penataan ruang.

Upaya mewujudkan pelestarian Sub DAS Babura Kota Medan, maka konsep pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah solusi bagi pemecahan permasalahan penyimpangan pemanfaatan lahan yang saat ini telah terjadi. Pembangunan yang tidak dilandasi dengan kemampuan dan daya dukung lahan yang sesuai untuk kawasan perkotaan, akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan ekosistem di wilayah Sub DAS Babura di masa yang akan datang. Upaya yang dapat untuk mendukung pengembangan kawasan perkotaan di Sub DAS Babura adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan dengan pertimbangan kondisi fisik kawasan :

• Pengembangan kawasan perkotaan pada wilayah Sub DAS Babura harus

memperhatikan daya dukung lingkungan terutama faktor kemiringan, geologi, ketersediaan air, dan daerah rawan bencana;

• Pengembangan kawasan perkotaan pada wilayah Sub DAS Babura harus

memperhatikan keberlangsungan kawasan lindung seperti sempadan sungai, ruang terbuka hijau berupa taman-taman kota, kolam-kolam retensi, dan lain sebagainya;

2. Pengembangan dengan pertimbangan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat kawasan perkotaan meliputi sebagai berikut :

a. Adat istiadat masyarakat;

b. Pola pikir dan jenjang pendidikan masyarakat; c. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan; d. Mata pencaharian dan pendapatan masyarakat; e. Kesempatan kerja yang ada di wilayah perkotaan.

3. Pengembangan dengan pertimbangan kondisi kelembagaan meliputi sebagai berikut :

a. Kinerja kelembagaan pengelolaan pembangunan;

b. Sumberdaya manusia dalam mengelola pembangunan;

Dari ke 3 (tiga) unsur tersebut di atas, maka konsep yang dapat dipakai untuk pengembangan kawasan perkotaan di wilayah Sub DAS Babura adalah sebagai berikut ;

1. Pengembangan kawasan perkotaan di Sub DAS Babura Kota Medan

memanfaatkan lahan dengan daya dukung tinggi. Lahan dengan daya dukung tinggi terdapat di Kecamatan Johor dan Tuntungan. Pemanfaatan lahan pada kecamatan tersebut baik untuk fungsi lahan perumahan dan permukiman, dan kegiatan perkotaan lainnya seperti perdagangan, jasa, pusat transportasi, industri dan lain-lainnya.

2. Pengembangan kawasan perkotaan harus didukung dengan pengembangan

lahan dengan fungsi lindung seperti taman-taman kota yang dapat dimanfaatakan pada daerah sempadan sungai, daerah bahu jalan, median jalan, pemakaman, sempadan jaringan listrik yaitu pada jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) atau Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), sempadan rel kereta api, lapangan olah raga terbuka seperti lapangan sepak bola, gazebo/alun-alun. Selain itu, pengembangan ruang terbuka hijau kepemilikan pribadi berupa perkarangan rumah, perkarangan kantor/tempat usaha, perkarangan fasilitas umum dan sosial.

3. Pemanfaatan kawasan perkotaan di daerah-daerah yang berbatasan dengan kawasan lindung, harus memperhatikan kelestarian lingkungan agar tidak merusak kondisi lingkungan kawasan lindung tersebut, sehingga dapat terjaga keseimbangan lingkungan antara kawasan terbangun dan non terbangun;

4. Pengembangan perkotaan harus didukung dengan perencanaan yang matang

melalui pembuatan rencana tata ruang wilayah perkotaan. Rencana tata ruang tidak hanya merencanakan pemanfaatan fisik lahan dalam bentuk fungsi-fungsi kawasan, melainkan juga menetapkan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang/lahan melalui perangkat peaturan zonasi, perijinan, insentif dan disinsentif, serta sangsi terhadap pelanggar pemanfaatan ruang/lahan. Penataan ruang juga mengatur tentang ketentuan intensitas pemanfaatan ruang dan tata bangunan. Intensitas pemanfaatan ruang akan mengatur mengenai koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), koefisien dasar hijau (KDH). Tata bangunan akan mengatur

mengenai garis sempadan muka, samping, dan belakang bangunan, dan ketinggian bangunan. Kedua perangkat pengaturan ruang tersebut sangat baik untuk menjamin keteraturan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan, serta keindahan lingkungan perkotaan.

5. Pada kawasan sempadan jalan atau ruang terbuka lainnya seperti taman

dengan fungsi estetika dan ekologi (resapan air) pada daerah perkotaan, baik

ditanami jenis-jenis pepohonan yang banyak menyerap CO2 dan

menghasilkan banyak O2, serta memiliki perakaran yang dapat menyerap air lebih banyak, seperti Pohon Mahoni, Bambu, Angsana, Akasia, Beringin, Asam Jawa, Cemara Bundel, Johar, Bungur, Matoa, Dadap, dan lain sebagainya.

6. Pada areal perkarangan rumah, dapat ditanami dengan jenis tanaman seperti Pohon Kiara Payung, Palem Raja, Palem Putri, Pohon Tanjung, dan lain sebagainya.

7. Pada kawasan permukiman, teknologi pemanfaatan lahan yang dapat

dilakukan berupa sebagai berikut (Kementerian Kehutanan RI, 2011): a. Pembuatan lubang biopori;

b. Pembuatan sumur resapan untuk menampung air hujan;

c. Pembuatan tangki penampung air hujan dari atap rumah, dengan prinsip sama dengan sumur resapan;

d. Pembuatan bak penampung air hujan yang dibuat di bawah teritisan atap bangunan (ujung atap bangunan tempat air hujan jatuh ke permukaan tanah);

e. Pembuatan tapak permeable pada halaman rumah, trotoar dan badan jalan lingkungan permukiman dan perumahan.

f. Pembuatan taman intersepsi, yaitu taman dengan sebagian komponennya berupa pepohonan yang dapat diberdayakan untuk menampung air hujan, selain memberikan keindahan dan kesejukan.

g. Membuat green leaf , yaitu penanaman pohon di dalam pot besar atau drum besar yang ditempatkan di lantai atap rumah/bangunan atau penghijauan di lantai atap bangunan (green leaf).

B. Konsep Pengembangan Lahan Pertanian/Perdesaan

Pengembangan lahan Sub DAS Babura untuk fungsi pertanian atau permukiman pedesaan akan memanfaatkan lahan dengan daya dukung sedang, meliputi Kecamatan Medan Petisah, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, sebagaian Medan Johor dan sebagian Medan Tuntungan. Pengembangan kawasan tersebut dilakukan dengan pendekatan konsep lahan pertanian berkelanjutan.

Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan (Saptana, 127),

yaitu tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial

(kepemilikan/keadilan), dan tujuan ekologi (kelestarian sumber daya alam dan lingkungan). Tiga tujuan tersebut saling terkait seperti disajikan pada Gambar 5.1 Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat terwujud bila tiga tujuan pembangunan tersebut tercapai.

Gambar 5.1 Hubungan Antara Tiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Sumber : Saptana, 2007

Berdasarkan ke tiga tujuan tersebut di atas, maka konsep pemanfaatan dan pengembangan lahan pertanian atau permukiman pedesaan di wilayah Sub DAS Babura berupa pemanfaatan lahan untuk kawasan perdesaan dan pertanian lahan basah di Kecamatan Medan Baru, Medan Polonia, dan Medan Petisah.

Dokumen terkait