• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Struktur Pondasi Rakit

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 27-40)

Titik Berat Beban dan Titik Berat Penampang

Pada penyebaran beban sebuah bangunan terkadang dapat terjadi penyimpangan titik beban atau eksentrisitas beban diakibatkan perbedaan bentuk bangunan ataupun hal lainnya, begitu pula eksentrisitas pada titik berat penampang perlu diperhitungkan yang biasanya berpengaruh pada besar momen beban yang akan terjadi.

32

Titik berat dari beban serta titik berat penampang dapat ditentukan dengan memperhatikan sumbu dari bangunan tersebut. Persamaan yang dapat digunakan dalam perencanaan pondasi rakit dapat di lihat berikut ini.

Persamaan titik berat beban arah x

βˆ‘π‘›π‘–=1(π‘Šπ‘– π‘₯ 𝑋𝑖)

βˆ‘π‘›π‘–=1π‘Šπ‘– 2.41

Persamaan titik berat beban arah y

βˆ‘π‘›π‘–=1(π‘Šπ‘– π‘₯ π‘Œπ‘–) Persamaan titik berat penampang arah x

βˆ‘π‘›π‘–=1(𝐴𝑖 π‘₯ 𝑋𝑖)

βˆ‘π‘›π‘–=1𝐴𝑖 2.43

Persamaan titik berat penampang arah y

βˆ‘π‘›π‘–=1(𝐴𝑖 π‘₯ π‘Œπ‘–)

βˆ‘π‘›π‘–=1𝐴𝑖 2.44

Keterangan :

Ai = Luas area pondasi rakit (m2)

Xi = Jarak kolom ke-i dengan sumbu pondasi rakit arah x (m) Yi = Jarak kolom ke-i dengan sumbu pondasi rakit arah y (m)

Dimensi Pondasi Rakit

Dimensi pondasi rakit umumnya dibuat dengan mengikuti bentuk bangunan, lebar dan panjang dimensi pondasi ini direncanakan dengan penambahan ukuran sebesar satu meter lebih besar dari struktur bangunan di atasnya. Begitu pula tebal dari pondasi rakit ini harus direncanakan keseluruhan.

Tebal Pondasi Rakit

Tebal pondasi yang diterangkan oleh Braja M. Das (2011), direncanakan dengan melakukan perhitungan tebal efektif dengan beban terbesar di bagian tepi yang dijabarkan pada persamaan ACI code 318-95 berikut.

33

Kemudian tebal pondasi total diambil dari tinggi efektif pondasi ditambahkan dengan diameter tulangan dan tebal selimut beton yang digunakan.

Tebal pondasi keseluruhan direncanakan dengan menjumlahkan tinggi efektif dengan tebal selimut beton serta diameter tulangan. Kontrol yang dilakukan terhadap tebal pondasi ditinjau dari kuat geser yang bekerja dua arah..

Tebal Selimut Pondasi Rakit

Dikarenakan tebal minimum pondasi rakit ini sama dengan cara penentuan tebal pondasi telapak. Berdasarkan SNI 2847-2013 dalam pasal 15,7 tebal minimum yang disarankan untuk pondasi telapak yaitu kurang dari 150 mm untuk pondasi yang berada di atas tanah, sedangkan pada pondasi tapak diatas tiang tebal selimut yang disarankan adalah kurang dari 300 mm. Berikut merupakan persyaratan yang disarankan dalam SNI 2847-2013 disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.11 Tebal minimum selimut beton untuk tulangan

Kondisi Beton Struktur

Selimut Beton,

mm (a) Beton yang dicor diatas dan selalu berhubungan dengan

tanah 75

(b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca:

Batang tulangan D-19 hingga D-57 50

Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih

40 Kecil

(c) Beton yang dicor diatas dan selalu berhubungan dengan tanah

Slab, dinding, balok usuk:

Batang tulangan D-44 dan D-57 40

34

Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil 20 Balok, kolom:

Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral 40 Komponen struktur cangkang, pelat lipat:

Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar 20

Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil

13 Sumber: SNI 2847 (2013:51)

Kontrol Ketebalan Pondasi Terhadap Gaya Geser

Pondasi rakit dengan ketebalan yang direncanakan harus dilakukan pengontrolan terhadap gaya geser yang ada. Dalam SNI 1728:2013 pasal 11.11.1.1 dan pasal 11.11.1.2 dijelaskan beberapa hal berikut.

Gaya geser pondasi rakit di sekitar kolom, beban terpusat, atau daerah reaksi ditentukan oleh kondisi terberat dari dua hal berikut sebagaimana dijelaskan dalam berikut

a. Aksi balok dimana masing-masing penampang kritis yang diperiksa menjangkau sepanjang tiang yang memotong seluruh lebar (aksi satu arah).

b. Aksi dua arah, masing-masing penampang kritis yang diperiksa harus ditempatkan sedemikian hingga perimeternya bo adalah minimum tetapi tidak perlu lebih dekat dari d/2

Desain penampang yang mengalami gaya geser harus didasarkan pada persamaan sebagai berikut.

Ο• Vn β‰₯ Vu 2.46

Keterangan :

Ξ¦ = Faktor reduksi geser (0,75) Vn = Kekuatan geser nominal (kN)

Vu = Gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau (kN) Dimana :

Vn = Vc + Vs 2.47

Keterangan :

Vc =Kekuatan geser nominal oleh beton (kN)

35

Vs =Kekuatan geser nominal oleh tulangan (kN) Terhadap Aksi Geser Satu Arah

Perencanaan pada sebuah pondasi dirancang agar keruntuhan geser yang terjadi hendaknya sebelum kuat lentur pada penampang tercapai. Kemungkinan terjadinya kegagalan geser untuk aksi geser satu arah pada pondasi dapat dilakukan analisis seperti halnya analisis geser pada balok, gambar 2.15 (bagian kiri) menggambarkan distribusi kegagalan geser satu arah tersebut. Untuk menentukan apakah keruntuhan geser dapat terjadi sebelum kuat lentur penampang tercapai berikut merupakan persamaan yang dapat digunakan dalam perhitungan.

Vc = 0,17 Ξ» bo 2.48

Gambar 2.15 Geser satu arah pada pondasi tapak (kiri), geser dua arah pada pondasi tapak (kanan)

Sumber : Setiawan (2016:307) Terhadap Aksi Geser Dua Arah

Tegangan tarik diagonal yang disebabkan oleh adanya beban yang bekerja pada bangunan yang terdistribusi melalui kolom ke pondasi akan menyebabkan adanya keruntuhan geser dua arah. Untuk itu pondasi dirancang untuk menahan aksi geser dua arah, SNI 2847:2013 pada pasal 11.11.2.1 memberikan persamaan untuk menghitung kuat geser dua arah. Vc atau gaya geser diperoleh dengan mengambil nilai terkecil dari perhitungan diantara persamaan berikut:

Vc = 0,17 (1 + 2

𝛽 ) Ξ» βˆšπ‘“π‘β€² bo . d 2.49

Vc = 0,083 ( π‘Žπ‘  𝑑

π‘π‘œ +2 ) Ξ» βˆšπ‘“π‘β€² bo . d 2.50

Vc = 0,33 Ξ» βˆšπ‘“π‘β€² bo . d 2.51

36

Keterangan :

Bo =Keliling dari penampang kritis pada pelat pondasi rakit (mm) d =Tinggi efektif pelat pondasi (mm)

𝛼𝑠 = 40 untuk kolom dalam, 30 untuk kolom tepid an 20 untuk kolom sudut

𝛽𝑐 = Rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat atau daerah tumpuan

Pemeriksaan terhadap kuat geser dua arah dilakukan dengan meninjau setiap kolom, keseluruhan kolom yang menyalurkan beban ke pondasi hendaknya ditinjau dari tiga daerah kolom yang dianggap memiliki beban terbesar. Kolom-kolom tersebut hendaknya dipilih mewakili daerah kolom yaitu kolom di daerah pinggir, kolom di daerah tengah serta kolom di pojok pondasi. Gambar 2.16 menggambarkan bagaimana letak kolom yang harus diperhitungkan dalam merencanakan kuat geser dua arah.

Gambar 2.16 Perhitungan keliling penampang kritis pada pondasi Sumber : Braja M.Das (2011:306)

Kontrol Stabilitas Pondasi Rakit

Struktur atas bangunan menyebabkan beban sendiri pada struktur, jika sebuah bangunan bertingkat direncanakan maka beban diluar dari beban sendiri perlu di perhitungkan. Beban-beban yang bekerja secara vertikal umumnya disebabkan karena adanya gaya gravitasi, sedangkan gempa bekerja secara horizontal yang kemudian menjadi beban horizontal bangunan. Hal tersebut mempengaruhi stabilitas bangunan, karenanya pondasi yang menerima beban dari struktur atas sebuah gedung bertingkat harus dikontrol stabilitasnya terhadap

37

adanya momen yang terjadi sehingga mengakibatkan guling akibat beban horizontal serta momen yang mengakibatkan terjadinya geser pada pondasi akibat adanya gesekan tanah dan pondasi.

Kontrol Stabilitas Guling

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, adanya beban-beban yang bekerja pada arah vertikal bangunan menyebabkan terjadinya guling. Besarnya gaya momen pada gedung, eksentrisitas beban serta pengaruh beban vertikal mempengaruhi penentuan stabilitas bangunan terhadap guling. Hasil perkalian dari jarak titik berat ke titik guling bangunan dengan besarnya beban vertikal atau gempa menyebabkan terjadinya momen guling. Sedangkan momen penahan didapat dari perkalian jarak titik beban ke titik guling dengan berat sendiri bangunan. Kontrol stabilitas guling ini ditinjau dengan memperhitungkan adanya sumbu lemah dan sumbu kuat pada bangunan. Berdasarkan pendapat Braja (2011:382) pondasi dapat dinyatakan aman apabila stabilitas bangunan yang menahan guling dapat memenuhi persamaan berikut ini

βˆ‘ 𝑀𝑅

βˆ‘ 𝑀𝑂 β‰₯ 1,5 2.52

Keterangan :

MR = Momen penahan guling (kN.m) MO = Momen penyebab guling (kN.m)

Momen penahan guling dapat dihitung dengan persamaan

MR = W x d 2.53

Keterangan :

W = Berat sendiri bangunan (kN) d = Jarak titik beban ke titik guling (m) Kontrol Stabilitas Geser

Gaya geser terjadi diakibatkan oleh adanya beban horizontal baik itu mengakibatkan adanya gesekan antara pondasi dengan tanah maupun akibat terjadinya geser akibat gempa. Gaya geser ini dapat menyebabkan terjadinya

38

pergeseran atau perpindahan bangunan pada arah horizontal sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan pada bangunan apabila tidak diperhitungkan.

Braja (2011:384) berpendapat bahwa perlunya gedung di kontrol stabilitasnya terhadap geser agar aman dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.

βˆ‘ 𝐹𝑅′

βˆ‘ 𝐹𝐷 2.54

Keterangan :

FR’ = Gaya penahan geser (kN) FD = Gaya penyebab geser (kN)

Gaya penahan geser dapat dihitung dengan persamaan

FR’ = C . A + V’ tan ΓΈ 2.55

Keterangan :

C = Kohesi tanah pada permukaan yang mengalami geser (kN/m2) A = Luas area permukaan geser (m2)

V’ = Beban vertikal efektif (kN) Ø = Sudut geser tanah (o)

Kapasitas Dukung Pondasi Rakit

Tergantung pada kondisi tanah pada lokasi bangunan, yaitu tanah berpasir atau tanah lempung maka perhitungan kapasitas daya dukung pondasi dapat dilakukan dengan 2 cara pula. Berdasarkan pendapat Hardiyatmo (2011:421) keruntuhan tanah pada pondasi rakit tidak bergantung pada lebar pondasi yang umumnya mengakibatkan beban pada pondasi. Beban merata (PO=Df) besar nilainya akan bertambah apabila adanya penambahan kedalaman pondasi rakit, serta akan menambah nilai dari kapasitas dukung ultimit pondasi itu sendiri.

Pondasi rakit merupakan pondasi dangkal dimana kapasitas dukungnya dapat dihitung layaknya telapak sebar. Untuk mengurangi tekanan pada tanah akibat berat dari bangunan, maka lebarnya dapat ditambah. Sedangkan apabila ada masalah yang terjadi akibat terbatasnya lokasi pembangunan sehingga lebarnya pondasi tidak bisa ditambahkan, maka dapat dilakukan penambahan kedalaman apabila tanah pada lokasi pembangunan merupakan tanah lempung lunak untuk mengurangi adanya tekanan dari tanah yang besar.

39

Kapasitas dari daya dukung ultimit (qult) yang dibagi dengan angka dari faktor keamanan yang ada menentukan seberapa besar kapasitas dukung ijin (qs) yang dapat terjadi pada pondasi. Untuk menganalisa daya dukung pondasi rakit biasanya digunakan metode analisa untuk pondasi telapak dengan menggunakan metode yang disarankan oleh Terzaghi dan Mayerhof.

Terzhagi (1943) sendiri beranggapan bahwasanya pengaruh bentuk daya dukung ultimit dapat dihitung dengan menggunakan analisis pada pondasi memanjang yang dapat dituliskan pada persamaan berikut (Hardiyatmo 2014:122).

o Pondasi Bujur Sangkar

qu = 1,3 CNc + po Nq + 0,4 Ξ³ BNΞ³ 2.56

o Pondasi Lingkaran

qu = 1,3 CNc + po Nq + 0,3 Ξ³ BNΞ³ 2.57

o Pondasi Empat Persegi Panjang

qu = C Nc (1+ 0,3 B/L) + po Nq + 0,5 Ξ³ BNΞ³ (1- 0,2 B/L) 2.58 Keterangan:

C = Kohesi

Po =Tekanan overburden pada dasar pondasi

Ξ³ =Berat volume tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan air Tabel 2.12 Faktor daya dukung Terzaghi

Ξ¦ Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser lokal

Nc Nq NΞ³ Nc’ Nq’ Nγ’

0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0

5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2

10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5

15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9

40

Sementara Mayerhof (1955) beranggapan bahwasanya faktor dari bentuk pondasi, kemiringan beban, serta seberapa besar kuat geser pada tanah diatas sebuah pondasi menjadi pertimbangan dalam menghitung kapasitas daya dukung yang dapat dicapai oleh sebuah pondasi. Berikut bagaimana Mayerhof memberikan persamaan untuk menghitung kapasitas daya dukung pondasi.

qult = Sc dc ic C Nc + Sq dq iq Po Nq + SΞ³ dΞ³ iΞ³ B’γ NΞ³ 2.59 Keterangan :

C = Kohesi (kN/m2)

Po = Tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)

Ξ³ = Berat volume tanah yang dipertimbangkan terhadap

Jika beban eksentris, maka dimensi efektif pondasi yang disarankan Mayerhof ialah B’=B-2ex dan L’=L-2ey. Sedangkan bila beban eksentris 2 arah maka digunakan B’/L’ sebagai ganti B/L untuk persamaan pada Tabel 2.14 dan 2.15.

41

Tabel 2.13 Nilai faktor-faktor kapasitas dukung Mayerhof (1963), Hansen (1961), dan Vesic (1973)

Tabel 2.14 Faktor bentuk pondasi (Mayerhof, 1963)

Faktor Bentuk Nilai Keterangan

Sc 1 + 0,2 (B/L) tg2 (45 + Ο†/2) Untuk sembarang Ο† Sq= SΞ³ 1 + 0,1 (B/L) tg2 (45 + Ο†/2) Untuk Ο† β‰₯ 10o

1 Untuk Ο† = 0

Sumber: Hardiyatmo (2014:152)

Tabel 2.15 Faktor kedalaman pondasi (Mayerhof, 1963)

Faktor Kedalaman Nilai Keterangan

dc 1 + 0,2 (D/B) tg (45 + Ο†/2) Untuk sembarang Ο† dq = dΞ³ 1 + 0,1 (D/B) tg (45 + Ο†/2) Untuk Ο† β‰₯ 10o

1 Untuk Ο† = 0

Sumber: Hardiyatmo (2014:152)

Tabel 2.16 Faktor kemiringan beban pondasi (Mayerhof, 1963) Faktor kemiringan

beban Nilai Keterangan

Ic = iq (1 + Ξ΄0

Sebuah bentuk bangunan terkadang memiliki bentuk yang tidak simetris sehingga beban bekerja pada bangunan memiliki eksentrisitas tertentu. Pada

42

permukaan tanah kohesif (πœ‘ = 0) dan pada tanah granuler(c = 0 dan πœ‘ = 35Β°) yang menjadi perletakan suatu pondasi, beban dengan arah vertikal yang terjadi eksentris pada bebannya menyebabkan adanya pengurangan (reduksi) pada kapasitas dukung pondasi yang ada. Pengurangan atau reduksi dari daya dukung pondasi ini dapat terjadi lebih besar pengurangannya pada tanah granuler jika dibandingkan dengan tanah kohesif.

Berdasarkan uraian Meyerhof (1953), eksentrisitas pada beban berpengaruh terhadap kapasitas daya dukung dimana hal tersebut dapat mereduksi dimensi dari pondasi. Bila dimensi dari pondasi dituliskan sebagai B dan L, Mayerhof memberi koreksi untuk lebar dan panjang dimensi pondasi menjadi B' dan L' akibat adanya eksentrisitas pada beban. Eksentrisitas untuk beban satu arah dimensi efektifnya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut

Jika beban eksentris pada arah lebamya, maka :

B ' = B - 2ex dengan L ' = L 2.60

Jika beban eksentris pada arah memanjangnya, maka :

L ' = L - 2ey, dengan B ' = B 2.61

Apabila eksentrisitas beban terjadi dengan dua arah yaitu eksentrisitas arah x (ex) dan eksentrisitas arah y (ey) sehingga lebar efektifnya (B') dapat ditentukan dengan resultan beban yang terletak di pusat berat dari area efektif (A'). Beban eksentris ini menurut Braja (2011) yang menentukan komponen vertikal dari beban total ultimit (Qult) sehingga dapat didukung oleh pondasi dengan beban eksentrisitasnya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.

Qult = qu A’ = qu B’ L’ 2.62

dengan

A' adalah luas efektif dengan sisi terpanjang L ', sedemikian hingga pusat beratnya berimpit dengan garis kerja resultan beban pondasi. Dengan ini lebar efektif pondasi dapat didefinisikan sebagai berikut :

B’ = A’/ L’ 2.63

Untuk eksentrisitas beban 2 arah, Meyerhof (1953), menyarankan penyederhanaan luas dasar efektif pondasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.17, dengan persamaan :

43

B’ = B – 2ex dan L’ = L - 2ey 2.64

Gambar 2.17 Area kontak efektif, a) Eksentrisitas satu arah, b) Eksentrisitas dua arah, c) Eksentrisitas dua arah disederhanakan

Sumber : (Meyerhof, 1953)

Apabila telah ditentukan luasan efektif dari pondasi maka selanjutnya dapat di titik beratnya. Besarnya eksentrisitas beban yang terjadi pada pondasi menurut pendapat Braja M. Das (2011:305) dapat dihitung dengan persamaan yang dituliskan sebagai berikut:

π‘₯β€²= 𝑄1π‘₯β€²1+ 𝑄2π‘₯β€²2+ 𝑄3π‘₯β€²3+ β‹―

𝑄 2.65

Dan,

𝑒π‘₯ = π‘₯β€²βˆ’ 𝐡

2 2.66

kemudian untuk arah y’, 𝑦′= 𝑄1𝑦′1+ 𝑄2𝑦′2+ 𝑄3𝑦′3+ β‹―

𝑄 2.67

Dan,

𝑒π‘₯ = π‘₯β€²βˆ’ 𝐿

2 2.68

Keterangan :

B’ = Lebar efektif L’ = Panjang efektif

Q1 = Beban kerja kolom ke-1

44

x1 = Jarak kolom ke-1 dengan sumbu pondasi rakit pada arah x y1 J = arak kolom ke-1 dengan sumbu pondasi rakit pada arah y 𝒆𝒙 = Eksentrisitas arah x

π’†π’š = Eksentrisitas arah y3

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 27-40)

Dokumen terkait