• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.7 Balok Baja

2.7.2. Analisa Tegangan pada Balok

a. Tegangan Lentur

Pada perilaku umum balok, tegangan lentur yang bervariasi secara linier pada suatu penampang merupakan tanggapan atas aksi momen lentur eksternal yang ada pada balok di titik tersebut. Hubungan antara tegangan

lentur (fy), parameter loaksi (y) dan besaran penampang (I) dapat dinyatakan dalam hubungan berikut ini :

Untuk suatu harga momen tertentu, bila tinggi balok menjadi dua kali (sementara lebarnya tetap), akan menyebabkan tegangan lentur mengecil dengan faktor ¼. Tegangan lentur tidak terlalu peka terhadap perubahan lebar penampang. Untuk momen dan tinggi penampang konstan, memperlebar penampang dua kali akan memperkecil tegangan lentur menjadi setengahnya. Untuk penampang tak simetris, penentuan lokasi pusat berat tidak tepat ditengah tinggi penampang. Proses penentuan dimensi penampang melintang pada balok sederhana simetris yang memikul momen lentur tidaklah sulit. Mula-mula bahan dipilih sehingga tegangan ijin diketahui. Selanjutnya ukuran penampang yang diperlukan ditentukan berdasarkan taraf tegangan lentur aktual pada balok yang harus sama atau lebih kecil dari taraf tegangan lentur ijin. Apabila tegangan aktual pada titik itu melampaui tegangan ijin, maka balok tersebut dipandang mengalami kelebihan tegangan (overstressed) dan hal ini tidak diijinkan.

b. Tekuk Lateral pada Balok

tekuk lateral pada balok serupa dengan yang terjadi pada rangka batang.

Ketidakstabilan dalam arah lateral terjadi karena gaya tekan yang timbul di daerah di atas balok, disertai dengan tidak cukupnya kekakuan balok dalam arah lateral. Diasumsikan bahwa jenis kegagalan tekuk lateral ini dapat terjadi, dan tergantung pada penampang balok, pada taraf tegangan yang relatif rendah.

Pencegahan tekuk lateral dapat dilakukan dengan cara :

(1) dengan membuat balok cukup kaku dalam arah lateral

(2) dengan menggunakan pengaku/pengekang (bracing) lateral.

Apabila balok digunakan untuk menumpu tutup atap atau sistem sekunder lain, pengekang dengan sendirinya diberikan oleh elemen sekunder tersebut. Apabila balok digunakan pada situasi dimana jenis pengekang tersebut tidak mungkin digunakan, maka balok dapat dibuat menjadi kaku dalam arah lateral dengan memperbesar dimensi transversal di daerah atas balok. Penggunaan beberapa pengekang lateral pada contoh struktur balok kayu dapat dilihat pada Gambar 2.9 Jenis dan penggunaan pengekang lateral juga ditentukan oleh perbandingan antara tinggi dan lebar balok.

Gambar 2.9. Pengekang Lateral Balok

c. Tegangan Geser

Gaya resultan dari tegangan geser ini, yaitu gaya geser internal (VR) sama besar, tetapi berlawanan arah dengan gaya geser eksternal (VE). Tegangan geser maksimum pada penampang balok adalah 1,5 kali tegangan geser rata-rata penampang balok segiempat.

d. Tegangan Tumpu

Tegangan tumpu (bearing stress) adalah tegangan yang timbul pada bidang kontak antara dua elemen struktur. Contohnya adalah tegangan yang terjadi pada ujung-ujung balok sederhana yang terletak di atas tumpuan ujung dengan dimensi tertentu. Banyak material, misalnya kayu, yang sangat mudah mengalami kegagalan akibat tegangan tumpu. Apabila

ini ditunjukkan dengan hancurnya material. Kegagalan ini biasanya dilokalisasikan, dan lebih baik dihindari.

e. Torsi

Torsi adalah puntiran, yang timbul pada elemen struktur apabila diberikan momen puntir langsung MT atau secara tak langsung. Tegangan geser torsional timbul pada elemen struktur tersebut sebagai akibat dari momen torsi yang bekerja padanya, seperti pada gambar 2.10

Gambar 2.10. Torsi Pada Balok

f. Pusat Geser

Gambar 2.11 adalah ilustrasi pusat geser (shear centre) pada balok. Pada penampang tak simetrik, pemberian beban dapat menyebabkan terjadinya

puntiran. Dengan menerapkan beban melalui ’pusat geser’ balok, maka hanya akan terjadi lentur, tanpa adanya puntir. Pusat geser penampang tak simetris seringkali terletak di luar penampang.

Gambar 2.11. Pusat Geser Balok

g. Defleksi

Beberapa kriteria empiris yang digunakan untuk menentukan defleksi ijin adalah sebagai berikut :

g. Tegangan Utama

Pada balok, interaksi antara tegangan lentur dan tegangan geser dapat merupakan tegangan normal tekan atau tarik, yang disebut sebagai tegangan utama (principle stresses). Arah tegangan aksial ini pada umumnya berbeda dengan arah tegangan lentur maupun tegangan gesernya. Garis tegangan utama dapat digambarkan berikut ini, dimana merupakan implikasi pada mekanisme pemikul-beban yang ada pada balok

Gambar 2.13. Tegangan Pada Balok

2.7.3 . Desain Balok Metode ASD & LRFD

Persyaratan kekuatan lentur ultimit, Mu, untuk balok pada desain faktor beban dan tahanan (metode LRFD) dinyatakan sebagai:

Φb Mn ≥Mu (2.1)

dengan Φb merupakan faktor tahanan untuk lentur yaitu 0,90 dan Mn merupakan momen nominalnya (SNI03).

Sedangkan untuk metode ASD,modulus penampang, Sx dinyatakan sebagai

Sx ≥M/fb (2.2)

dimana M merupakan momen yang bekerja dan fb merupakan tegangan kerja yang diperoleh dari 2/3 tegangan leleh, fy (SNI 03). Penampang bersifat elastis pada saat momen lentur dalam rentang beban layanan, seperti terlihatdalam Gambar 1a. Kondisi elastis akan terjadi sampai tegangan pada serat terluar mencapai tegangan leleh,Fy, dan kekuatan nominalnya, Mn, merupakan momen leleh, My, seperti pada Gambar 1b, dan dihitung

sebagai

Mn = My = SxFy (2.3)

dengan Sx = Ix / cy (2.4)

S merupakan modulus penampang, yangdidefinisikan sebagai momen inersia I dibagi dengan

jarak c dari pusat berat ke serat terluar. Subskrip xdan y menunjukan momen inersia dan jarak c dihitungterhadap sumbu x atau terhadap sumbu y.Bila serat memiliki regangan ,ϵ, yang sama atau lebih besar dari regangan leleh, ϵy = Fy/Es, yangberada dalam rentang plastis, maka kekuatan momen nominal merupakan momen plastis, Mp, dan dihitungsebagai,

Mp = Fy ∫A y dA = FyZ

dengan Z = ∫y dA merupakan modulus plastik (Salmonet al, 1992).

Faktor bentuk, ξ merupakan perbandingan momen plastis dan momen leleh, yang merupakan

sifat bentuk penampang melintang dan tidak tergantung dari sifat materialnya, sehingga:

ξ = Mp = Z My S

Persyaratan kekuatan lentur ultimit, Mu,, untukbalok pada desain faktor beban dan tahanan, dinyatakan sebagai Φb Mn ≥Mu

f< Fy f= Fy f = Fy f= Fy

(a) M < My (b) M = My (c) My < M< Mp (d) M = Mp

Gambar 2.14. Distribusi Tegangan pada Tahap Pembebanan Lentur.

Kekuatan lentur nominal, Mn untuk masing-masing keadaan batas kelangsingan yaitu

1) penampang kompak, untuk λ ≤ λp, (2.5)

2) penampang non kompak, untuk λp < λ ≤ λr, (2.6) 3) penampang langsing, untuk λ > λr. (2.7)

Pada penampang kompak yang secara lateral stabil, kekuatan nominal sama dengan kekuatan

momen plastis yaitu : Mn = Mp ,

dimana: Mp merupakan kekuatan momen plastik.

Desain harus memperhitungkan tekuk local sayap tekan atau tekuk lokal badan yang dapat terjadi sebelum mencapai regangan tekan untuk menimbulkan momen plastis, Mp. Untuk penampang non kompak yang secara lateral stabil, rasio kelangsingan (lebar/tebal) λ, berada di antara batas kelangsingan λr dan batas kelangsingan λp maka harga kekuatan nominal, Mn harus diinterpolasi secara linear antara Mp dan Mr (Salmon et al, 1992)

yaitu

:Mn = Mp - (Mp - Mr) x (λ-λp) ≤Mp (2.8)

(λr–λp)

Pada penampang langsing, rasio kelangsingan (lebar/tebal), λ melampaui batas λr, kekuatan nominal dinyatakan sebagai

Mn = Mcr = SFcr (2.9)

Bila λ sama dengan λr, dengan serat terluar berada pada tegangan leleh maka kekuatan momen nominal yang tersedia :

Mn = Mr = (Fy - Fr) S (2.10)

dengan Mr merupakan momen sisa yang menyebabkan tegangan serat terluarnya meningkat dari harga tegangan sisa, Fr sampai tegangan leleh, Fy bila tidak ada beban luar yang bekerja.

2.8 Metode ASD (Allowed Stress Desain)

Dokumen terkait