Control Chart Pemotongan Kain Atasan
5.2.4. Analisis Aktivitas Pemeriksaan (I dan II)
Salah satu bagian dari pendesaianan activity based management adalah perbaikan proses, perbaikan proses dapat dilakukan dengan melaksanakan manajemen aktivitas, namum masalah tidak akan dapat terselesaikan tanpa mengetahui dan menganalisis kenapa aktivitas tersebut dilaksanakan.
UKM Melati Indah melaksanakan proses pemeriksaan sebanyak 4 tahap, tujuannya adalah agar menjamin kualitas produk kepada konsumen, namun keadaan yang sebenarnya adalah tingkat kecacatan tinggi selama tahun 2014. Walaupun dengan menganalisis aktivitas pengurangan biaya dapat terjadi, tetapi tidak dengan pemecahan masalah, masalah kecacatan produk masih tetap ada. Oleh karena itu, perlu pengidentifikasian apa penyebab terjadinya produk cacat dibagian produksi UKM Melati Indah. Data jumlah kecacatan produk pada tahun 2014 untuk sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah dan besar, digunakan untuk alat identifikasi jenis kegagalan sebagai berikut. 1. Data Jumlah Produksi
UKM Melati Indah memproduksi sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah dan besar berdasarkan pesanan dari pelanggan.
Volume produksi produk sulam bayangan jenis pakaian wanita rata-rata memproduksi 20 hingga 60 unit tiap bulannya.
2. Data Kecacatan Produk
Produk yang harus mengalami rework cukup tinggi dengan persentase produk cacat berkisar 6-10% berkisar 5-8 produk harus mengalami rework yang mengakibatkan kehilangan waktu produksi sebesar 2,18 jam karena harus melaksanakan aktivitas tersebut.
3. Identifikasi Jenis Kegagalan
Data yang diperoleh dari bagian quality control UKM Melati Indah selama tahun 2014 untuk produk sulam bayangan jenis pakaian wanita ukuran motif kecil, menengah dan besar menunjukkan bahwa terdapat 2 kategori kegagalan, sebagai berikut:
a. Sulaman (hasil sulaman dari setiap bagian sulam bayangan jenis pakaian wanita) (X1), dibagi manjadi 3 jenis kegagalan sebagai berikut :
i. Jahitan putus. Tidak diperbolehkan.
ii. Jahitan lepas . Tidak ada toleransi dan harus diperbaiki. iii. Jahitan melangkah. Tidak diperbolehkan.
b. Kain Rusak (bahan baku mengalami susut lebih dari 1 mm sehingga menyebabkan ada lobang pada produk akhir (X2), dilihat adanya kerut pada motif maupun kain dasar. Tidak diperbolehkan melebihi 1 mm.
4. Histogram
Histogram adalah tipe grafik batang dimana sejumlah data dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan interval tertentu. Dari rekapitulasi jenis dan
jumlah kegagalan proses produksi di Tabel 5.25 dapat ditabulasikan ke dalam bentuk histogram. Histogram jenis dan frekuensi kegagalan proses produksi dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Tabel 5.10. Persentase Kegagalan Proses Produksi No Jenis Kecacatan Total Persentase
1 jahitan putus 25 34,72
2 jahitan lepas 18 25
3 jahitan melangkah 10 13,89
4 kain susut 19 26,39
Total 72 72
Gambar 5.3. Histogram Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi
Pada Gambar 5.3 histogram menunjukkan sebaran frekuensi kegagalan pada proses produksi. Data menyebar di 4 jenis kegagalan, di mana jenis kegagalan yang memiliki frekuensi terbesar berada pada jenis kegagalan jahitan putus dengan frekuensi sebesar 24. Selanjutnya diikuti dengan jenis kain susut dengan frekuensi sebesar 29.
5. Pareto Diagram
Hal pertama yang dilakukan adalah mengurutkan jenis kegagalan berdasarkan dari jumlah kesalahan terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu
25 18 10 19 0 5 10 15 20 25 30 Jahitan Putus Jahitan Lepas Jahitan Melangkah Kain Susut Ju m lah
dihitung persentase kesalahan dan kumulatif dari masing-masing kegagalan dan diberikan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Persentase Kegagalan Kumulatif Proses Produksi
jenis kecacatan Jumlah Kecacatan Persen Persentase Kumulatif
Jahitan Putus 25 26,39 26,39
Kain Susut 19 34,72 61,11
Jahitan Lepas 18 25 86,11
Jahitan Melangkah 10 13,89 100
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan aturan pareto 80% - 20% (Dale H. Besterfield) terdapat 3 jenis kegagalan yang memenuhi kumulatif 80 %, oleh karena itu keempat kegagalan tersebut akan dibahas dengan menggunakan fishbone diagram. Ketiga jenis kegagalan tersebut adalah:
a. Kain susut b. Jahitan putus c. Jahitan lepas
Gambar 5.4. Diagram Pareto Jenis Kecacatan dan Kegagalan Proses Produksi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70
Jahitan Putus Kain Susut Jahitan Lepas Jahitan Melangkah P ercen t F rek u en si Diagram Pareto
6. Cause and Effect Diagram Penyebab Kegagalan Proses Produksi
Menganalisis hal-hal yang menyebabkan kegagalan tersebut terjadi, maka akan digunakan cause and effect diagram atau diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Dalam penyusunannya, dilakukan teknik sumbang saran (brainstorming) dengan melibatkan seluruh pekerja di bagian proses produksi. Brainstorming dimaksudkan agar pendapat serta gagasan dapat dikumpulkan mencari penyebab masalah yang mungkin terjadi dalam proses penjahitan. Dari kegiatan tersebut, diperoleh beberapa kategori faktor utama penyebab cacat, dan dibuat tabel Why- Why. Dari tabel Why-Why, dikelompokkan ke dalam faktor manusia, mesin, metode, material dan lingkungan kerja kemudian dianalisis untuk dibuat cause effect diagram. Tabel Why-Why akan mengarahkan untuk sampai pada akar penyebab masalah, sehingga tindakan korektif yang sesuai pada akar penyebab masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah.
a. Cause and Effect Diagram Kain (Bahan Baku) Susut Setelah Pencucian Langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram penyebab kegagalan kain susut yang ditemukan dalam proses produksi sebagai berikut:
i. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.
ii. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak.
iii. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-akibat) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor- faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor manusia, mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja.
iv. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab- penyebab utama (tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang-tulang ukuran sedang.
v. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil.
vi. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor- faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas.
Pertanyaan “Why” atau “mengapa” secara terus-menerus dinilai membantu mendapatkan penyebab masalah. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Why-Why Kain (Bahan Baku) Susut
Why Why Why Why Why
Produk cacat Kain (bahan Kualitas kain yang kurang Kain yang digunakan Mendapatkan harga produksi yang lebih
baku) susut setelah pencucian
baik adalah pembelian dari supplier dengan harga terendah
murah Penguji
Kualitas Kain tidak ada
Kain dikemas dalam bentuk Gulungan
Sulit mengetahui
mana kain yang susut dan tidak melalui visual Tidak ada pemeriksaan Bagian pemotongan hanya memotong menjadi beberapa bagian tanpa melihat ada bagian yang cacat
Tidak ada instruksi dan tata cara dalam proses pemotongan
Lingkungan Kerja tidak nyaman
Pencahayaan
ruangan kerja kurang baik (< 300 Lux) sehingga sulit melihat mana kain yang rusak dengan tidak.
Perusahaan tidak menyediakan lampu dengan intensitas
pencahaayan yang cukup untuk bagian pemotongan dan
penyulaman. Bedasarkan
peraturan menteri perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk pekerjaan- pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah minimum 300 lux
Hasil Tabel 5.12, didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut:
1. Bahan baku:
a. Kualitas kain kurang baik, kain diperoleh dari perusahaan pembuat kain yang menjual dengan harga paling rendah
b. Pengujian Kualitas kain tidak ada, perusahaan tidak menyediakan alat untuk menguji kualitas kain.
2. Metode , Tidak ada pemeriksaan, pekerja pada bagian pemotongan tidak memeriksa bagaimana keadaan fisik permukaan kain, mereka tidak diinstruksikan untuk memeriksa kain.
3. Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya < 300 Lux, sehingga operator sulit membedakan kain yang rusak dengan tidak.
Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain (bahan baku) susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Material
Kualitas material kurang baik
Kain diperoleh dari supplier dengan harga paling rendah
Kain (Bahan Kusut) Lingkungan kerja
kurang nyaman
Lingkungan Kerja
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik (< 300 Lux)
Metode
Kain tidak diperiksa atau disortir dibagian pemotongan
dan penyulaman Tidak ada instruksi untuk
pemeriksaan Penguji kualitas kain tidak
ada
Kain dibungkus dalam bentuk gulungan
Gambar 5.5. Cause and Effect Diagram Kain (Bahan Baku) Susut
2. Cause and Effect Diagram Jahitan Putus
Dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram pada bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan jahitan putus. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Why-Why Jahitan Putus
Why Why Why Why Why
Produk Cacat
Jahitan
Putus Benang putus
Jumlah lapisan benang tidak tepat
Pengawasan yang tidak dilakukan secara ketat terhadap proses penyulaman Kualitas benang
kurang baik
Mendapatkan harga produksi yang lebih murah
Lingkungan Kerja tidak nyaman Pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya (< 300 Lux) Perusahaan tidak menyediakan sumber pencahayaan dengan intensitas cahaya yang cukup untuk bagian penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri
perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah
minimum 300 lux Operator kelelahan Harus memenuhi target produksi perhari Ketelitian mempengaruhi output Operator tidak Serius bekerja Upah yang diberikan tidak sesuai
Dasar penentuan upah tidak transparan
Hasil Tabel 5.13, didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut:
1. Bahan baku:
a. Kualitas benang kurang baik, benang dibeli pada supplier dengan harga paling rendah tanpa melihat kualitas.
b. Jumlah lapisan benang kurang tepat, karna kurangnya pengawasan yang ketat pada proses penyulaman.
2. Manusia :
a. Operator tidak serius bekerja, dasar pemberian upah kurang transparan. b. Operator kelehan, target peroduksi yang harus diselesaikan tepat waktu
sedangkan dalam proses produksi operator membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
3. Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya (< 300 Lux) sehingga operator kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain (bahan baku) susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Material
Benang putus
Jumlah lapisan benang tidak tepat karan kurang
pengawasan Jahitan Putus Lingkungan kerja kurang nyaman Lingkungan Kerja
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik (< 300 Lux)
Manusia
Operator kelelahan Harus memenuhi target
produksi per hari Kualitas benang kurang
baik
Pembelian benang hanya didasarkan harga murah
Dasar penentuan upang yang kurang trasparan Operator kurang serius
Gambar 5.6. Cause and Effect Diagram Jahitan Putus
3. Cause and Effect Diagram Jahitan Lepas
Dengan mengikuti langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram pada bagian sebelumnya, diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan jahitan putus. Hasilnya kemudian dbentuk dalam bentuk tabel why-why yang dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Why-Why Jahitan Lepas
Why Why Why Why Why
Produk Cacat Jahitan Putus Kesalahan pemotongan Terlalu sedikit
disisakan pada pinggir motif
Pengawasan yang tidak dilakukan secara ketat pada bagian penyulaman Kesalahan pada penyimpulan benang Kualitas benang kurang baik Mendapatkan harga produksi yang lebih murah
Lingkungan Kerja tidak nyaman
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik dengan intensitas cahaya (< 300 Lux)
Perusahaan tidak menyediakan sumber pencahayaan dengan intensitas cahaya yang cukup untuk bagian penyulaman. Bedasarkan peraturan menteri
perburuhan no 7 nilai ambang batas penerangan yang cukup untuk
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan detail kecil adalah minimum 300 lux
Operator kelelahan
Harus memenuhi target produksi perhari
Ketelitian mempengaruhi output
Operator tidak Serius bekerja
Upah yang diberikan tidak sesuai
Dasar penentuan upah tidak transparan
Hasil Tabel 5.14 didapatkan akar permasalahan penyebab terjadi kegagalan. Penyebabnya kemudian dikelompokkan ke dalam faktor-faktor penyebab utama sebagai berikut:
1. Metode:
a. Kesalahan pemotongan, dalam proses penyulaman kain motif dipotong dengan menyisakan sedikit untuk penyulaman jika sisa kain tidak tepat maka sulaman akan mudah lepas.
b. Kesalahan penyimpulan, kekuatan benag sangat diperlukan untuk penyimpulan diakhir proses penyulaman.
2. Manusia :
a. Operator kelehan, target peroduksi yang harus diselesaikan tepat waktu sedangkan dalam proses produksi operator membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
b. Operator tidak serius bekerja, dasar pemberian upah kurang transparan. 3. Lingkungan Lingkungan kerja tidak nyaman karena pencahayaan ruangan
kerja kurang baik dengan intensitas cahaya (< 300 Lux) sehingga operator kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Diagram sebab-akibat untuk kegagalan kain (bahan baku) susut yang dapat dilihat pada Gambar 5.7.
Metode
Kesalahan pemotongan
Sisa pemotongan terlalu sedikit Jahitan Lepas Lingkungan kerja kurang nyaman Lingkungan Kerja
Pencahayaan ruangan kerja kurang baik (< 300 Lux)
Manusia
Operator kelelahan Harus memenuhi target
produksi per hari Kesalahan penyimpulan
sulaman Pembelian benang hanya didasarkan
harga murah sehingga kualitas benang kurang baik
Dasar penentuan upang yang kurang trasparan Operator kurang serius
Gambar 5.7. Cause and Effect Diagram Jahitan Lepas
6. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Analisis FMEA dilakukan untuk menganalisis dan menentukan fokus masalah serta prioritas langkah perbaikan. FMEA disusun melalui proses pengisian kuisioner yang berisi penyebab kegagalan dari jenis dan efek kegagalan yang dihasilkan, kontrol yang dapat dilakukan dan tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan didapat dari hasil brainstorming yang telah dilakukan bersama.
Penilaian untuk setiap faktor dalam FMEA yaitu keseriusan dari efek yang diakibatkan kegagalan (severity) frekuensi kegagalan (occurrence), dan tingkat pendeteksian (detection) dilakukan menggunakan metode Delphi. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk memudahkan penilaian tanpa adanya dominasi
pakar dalam penilaian dan memberikan efek umpan balik. Teknik sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner adalah purposive sampling, dimana sampel yang dipilih dengan dasar penilaian bahwa sampel tersebut merupakan pihak yang sangat baik untuk dijadikan objek penelitian (merupakan seorang yang ahli/pakar).
Hasil kuisioner Delphi dirata-ratakan untuk kemudian dijadikan nilai yang digunakan sebagai nilai untuk severity, occurrence, dan detection untuk kemudian dapat menghitung risk priority number (RPN) setiap penyebab kegagalan. Contoh perhitungan rata-rata untuk severity, occurrence, dan detection dan RPN adalah sebagai berikut: severity=8+7+8 3 =7.67≈8; Occurence= 6+5+5 3 =5.33≈5; Detection= 4+4+3 3 =3.67≈4
RPN=Severity x Occurence x Detection RPN=8 x 4 x 4 =160
Bagian Penyulaman Jahitan sulam bayangan (putus dan lepas) Produk sulaman bayangan dikerjakan ulang 8 Bahan baku :
Benang mudah putus dan jumlah lapisan benang untuk setiap penyulaman tidak tepat
4 Memeriksa laporan pembelian Mengawasi kerja operator 4 - Menetapkan standar bahan baku (benang, dll) - Membuat SOP untuk
setiap stasiun kerja
128
Manusia :
Operator kelelahan dan tidak serius bekerja
5 Mengawasi kerja operator 5 - Melakukan rotasi pekerjaan untuk menimbulkan suasana yang baru 200 Metode :
Tidak ada tata cara pengerjaan yang baku (kesalahan pemotongan dan penyimpulan)
4 Mengawasi
kerja operator 5
- Memberikan arahan pada pekerja tata cara baku dalam bekerja
- Menerapkan prinsip bekerja dan memeriksa untuk masing-masing pekerjaan
160
Lingkungan kerja: pencahayaan ruangan kerja kurang baik (< 300 Lux) 5 Memperhatikan kebersihan dan kenyamanan tempat produksi 4
- Mengganti bola lampu ruangan produksi dengan pencahayaan yang lebih baik
Proses Jenis Kegagalan
Efek
Kegagalan S Penyebab Kegagalan O
Kontrol yang Dilakukan D Penanggulangan RPN Bagian Finishing Kain (bahan baku) susut Produk tidak layak untuk dijual 8 Bahan baku :
- Kualitas kain yang kurang baik - Tidak adanya pengujian bahan baku 4 Memeriksa laporan pembelian 4 - Menetapkan standar bahan baku (kain,dll) - Melakukan pemeriksaan
pada saat penyulaman secara visual oleh pekerja
128
Metode :
Tidak ada tata cara pengerjaan yang baku
5 Mengawasi
kerja operator 4
- Memberikan arahan pada pekerja tata cara baku dalam bekerja
- Menerapkan prinsip bekerja dan memeriksa untuk masing-masing pekerjaan
160
Lingkungan kerja: pencahayaan ruangan kerja kurang baik (< 300 Lux) 5 Memelihara kebersihan dan kenyamanan tempat produksi 4
- Mengganti bola lampu ruangan produksi dengan pencahayaan yang lebih baik