Data yang telah dikumpulkan dan telah di olah secara sistematis, kemudian perlu di analisis secara deskriftif kualitatif yaitu dengan cara menguraikan data dalam kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis sehingga akan memudahkan dalam
melakukan suatu penarikan kesimpulan. Metode penarikan kesimpulan adalah metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum sehingga kesimpulan tersebut dapat memberikan saran.
V. PENUTUP
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor: 1785/K/Pid/2011 yaitu Analisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Tentang Tidak Dapat Diterimanya Upaya Hukum Kasasi Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Pidana Pemalsuan surat:
1. Pada dasarnya upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas dilarang, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP yang mengatur tentang tidak dapat di lakukan upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas namun dalam prakteknya ketentuan ini di langgar, dengan berdasarkan pada doktrin dan yurisprudensi sebagai dasar hukumnya, yaitu putusan Mentri Kehakiman dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 yang berisi penegasan yaitu terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, maka demi hukum, kebenaran dan keadilan, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Kemudian Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang di jadikan yurisprudensi. Pada 15 Desember 1983, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No. 275 K/Pid/1983. Yurisprudensi ini menerobos larangan kasasi atas vonis bebas.
2. Dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan tidak dapat diterima upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas oleh jaksa penuntut umum, telah sesuai dengan teori-teori putusan hakim yang ada yaitu teori keseimbangan yang menyeimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, teori pendekatan keilmuan adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, dan teori ratio decidendi, teori ini mendasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketaka sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan. Hakim agung mempertimbangkan beberapa hal yaitu mempertimbangkan putusan pengadilan sebelumnya yaitu Pengadilan Negeri Tanjung Karang di nilai tidak cacat hukum.
Hakim Mahkamah Agung menilai bahwa jaksa penuntut umum yang melakukan upaya hukum kasasi tidak dapat membuktikan secara kuat terhadap alasan-alasan yang ia cantumkan kedalam memori kasasi, yaitu putusan Hakim Pengadilan Negeri tanjung karang adalah merupakan vonis bebas tidak murni, oleh karena itu permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum / Pemohon Kasasi berdasarkan Pasal 244 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 (KUHAP) harus dinyatakan tidak dapat diterima. Dan menguatkan putusan pengadilan sebelumnya, yaitu putusan pengadilan Negeri Tanjung karang yang menyatakan saudara Prof. Damrah Khair tidak terbukti bersalah dan di vonis bebas.
B.Saran
Setelah melakukan pembahasan dan penulis memperoleh keimpulan dalam sekripsi ini, maka saran yang dapat penulis berikan adalah :
1. Perlu adanya perubahan di dalam ketentuan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), melihat dalam prakteknya, ketentuan yang ada di Pasal 244 KUHAP ini tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang di dalam Pasal ini, jika melihat dari fungsi suatu Undang-Undang ialah melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat itu. Dan tiap-tiap undang-undang itu ada norma-normanya. Fungsi yang akan dijalankannya, itulah yang menjadi sebab untuk melahirkan Undang-undang itu dan yang mendorong untuk mengundangkannya. Walaupun perundang-undangan itu bermacam-macam, tetapi semuanya harus bertujuan untuk melayani masyarakat dan membahagiakannya. Oleh karena itu Pasal 244 KUHAP di rasa ini tidak cocok atau belum sesuai dengan kehidupan masyarakat di Indonesia, sehingga penulis merasa Pasal 244 KUHAP ini harus di ubah agar menjamin kepastian hukum dan keadilan didalam masyarakat.
2. Putusan Mahkamah Agung yang menolak upaya hukum kasasi oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pemalsuan surat dirasa sudah tepat karna berdasarkan ketentuan yang ada. Penulis menyarankan kepada hakim agung, pada saat menjalankan kewajibannya dalam mengadili hendaklah selalu cermat dalam menangani suatu perkara hukum, hakim harus lebih memprioritaskan kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi dan juga rasa keadilan harus selalu di junjung tinggi selamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arbijoto, 2010, Kebebasan Hakim. Bogor: Diadit media. hal 7
Djenawi Tahir, Hadari,1981, Pokok – Pokok Pikiran dalam KUHA., Bandung: Alumni. hlm. 17.
Hamzah, Andi, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 297.
Harahap, M Yahya, 2005, Pembahasan dan Peenrapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika. hal 358
Karjadi, M & Soesilo,R, 1988, Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana disertai dengan penjelasan resmi dan komentar, Bogor: Politeia, hal 209.
Marpaung, Dr. Laden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. hal 173
Mulyadi, Lilik,2001, Kompilasi hukum pidana dalam perspektif teoritis dan prakter pradilan. Jakarta: Mandar Maju. hal 127
Pangaribuan, Luhut M.P, Hukum acara Pidana. Medan: Djambatan. 2002. hal 77 Santoso, Topo, 2001, Kreminologi. Jakarta: Rajawali Pers. hal 77
Rifai, Ahmad, 2011, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika. hal 102-103
Soekanto,Soerjono, 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press, hal 123
Soesilo,R, 1991, kitab Undang Undang Hukum Pidana KUHP, Bogor: Politelia, hal 195
Sunggono, Bambang, 1998, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Raja Grafindo Press, hal 42
Sudirman Antonius, 2007, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, Citra Aditya Bakti, hal 66- 67.
Undang-Undang :
Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).