• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Berkaitan Dengan Diskriminasi Hak Pilih Kaum Disabilitas Tuna Netra Dalam Negara demokrasi, masyarakat harus dapat dilibatkan dalam setiap

KETUA Dra. Putnawati, Msi

1. Analisis Berkaitan Dengan Diskriminasi Hak Pilih Kaum Disabilitas Tuna Netra Dalam Negara demokrasi, masyarakat harus dapat dilibatkan dalam setiap

pembuatan kebijakan publik agar tepat sasaran dan tepat guna. Dalam hal

mengakomodasikan hak-hak kaum disabilitas dalam hal ini kaum disabilitas negara harus

mampu membuat kebijakan yakni dengan cara memberikan akses dan fasilitas dalam keikutsertaanya dalam Pemilihan Umum

Template Braile adalah media yang harus ada disediakan dalam Pemilihan Umum oleh penyelenggara Pemilihan Umum yakni Komisi Pemilihan Umum untuk memfasilitasi kaum disabilitas tuna netra

Tindakan peniadaan template braille dengan demikina tidak memfasilitasi kaum

sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia,

khususnya yang menyangkut hak-hak sipil politik, lebih khusus lagi terkait hak memilih

bagi kaum tunanetra.

Mengatasi protes kaum difabel, KPU menyediakan pendamping disetiap TPS

sehingga kaum difabel khususnya penyandang tuna netra tetap bisa menggunakan hak

pilihnya.Namun, hal ini dinilai tidak efektif karena beberapa penyandang tuna netra

mengaku tidak nyaman dengan disediakan pendamping.+

Sejumlah penyandang tuna netra memilih untuk tidak memilih

karenaPenggunaan pendamping merupakan kebijakan yang melanggar asas pemilu

yakniprinsip kerahasiaan yang dianut dalam sistem pemilihan di Indonesia, selain

langsung, umum dan bebas (Luber). Hal ini juga terindikasi pendamping

dapatmengarahkan surat suara tuna netra kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung

jawab.

Hal ini ditegaskan dalam „Forum tuna netra menggugat‟ yang dibacakan oleh Rieke terdapat 5 poin penting, sebagai berikut:

1. Keputusan KPU yang tidak menyediakan template braille bagi tuna netra

menunjukkan inkompetensi KPU dalam menyelenggarakan pemilu sejalan segenap peserta pemilu dalam hal ini kaum difabel.

2. Kami melihat krisis profesionalisme KPU yaitu terdapat perbedaan pandangan

3. Kami menolak putusan KPU yang menyediakan pendampingan karena melanggar

asas pemilu itu sendiri, yang justru bisa diarahkan ke partai tertentu oleh pihak

-pihak yang tidak bertanggung jawab.

4. Kami memandang keputusan KPU diskriminatif dan tidak mencabut paksa hak

kewarganegaraan kami

5. Penyediaan template braille pada pemilu 2014 merupakan harga mati.

Penyandang Tuna Netra di se Indonesia mengancam Golput Kabar Pemilu hal ini mendapat tanggapan dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono

melalui akun twitter-nya bahwa setiap warga negara yang memiliki hak pilih wajib

menggunakan hak pilihnya.

Kemudahan fasilitas dan lokasi TPS merupakan hal sederhana yang sangat penting dan dibutuhkan oleh para penyandang difabel dalam menyalurkan hak pilih. Seperti :

1. Pintu TPS sebaiknya memiliki lebar 90 cm karena ukuran lebar kursi roda rata

-rata adalah 85 cm.

2. Meja pemilih sebaiknya jangan terlalu tinggi, karena jika terlalu tinggi akan

menyulitkan para penyandang difabel terutama penyandang tuna daksa untuk menyalurkan hak pilihnya.

Usulan lain yang kemudian muncul adalah mengenai kotak suara yang sebaiknya tidak ditaruh di atas meja akan lebih memudahkan bagi penyandang pengguna kursi roda dan penyandang tuna daksa.

3. Selain itu lokasi TPS jangan ditempatkan pada lokasi yang hanya bisa diakses melalui tangga karena akan menyulitkan penyandang difabel.

4. Jangan menempatkan TPS dekat dengan lokasi seperti parit agar tidak

menimbulkan risiko dan kesulitan bagi para penyandang difabel. Lokasi TPS dapat disiapkan di daerah yang landai.

Hal ini kembali ditekankan oleh pihak KPU dibeberapa daerah bahwa KPU RI memang tidak menyediakan surat suara braille untuk DPR, DPRD. Mereka hanya menyediakan surat suara braille untuk DPD.

Kekecewaan publik terhadap kinerja KPU Kota Salatiga sehingga mengakibatkan tidak tersedianya surat suara braille dan tidak terselenggaranya prinsip Pemilu di Indonesia yaitu Langsung Umum Bebas Jujur Adil (Luber Jurdil) tidak hanya dirasakan oleh kaum difabel saja namun juga masyarakat umum lainnya.

Hal ini menandakan tidak kesiapan Komisi Pemilihan Umum dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum 2014 dan ini terjadi di Salatiga dengan melihat ada bagian dalam negara ini yakni warga negara yang menyandang disabilitas tuna netra tidak terakomodasikan dengan baik. Komisi Pemilihan Umum di Kota Salatiga dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum 2014 di beberapa kecamatan jelas tidak menggunakan templete braile tetapi ada kecamatan yang menggunakana template braile. Ini secara tidak langsung tidak mengakomodasikan hak pilih kaum disabilitas yang merupakan warga negara yang memiliki hak pilih.

Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga yang tidak menggunakan kewenagannya dengan baik atau tidak tunduk kepada Undang-Undang secara tidak langsung melanggar hak-hak politik yakni hak pilih dari kaum disabilitas yang sebagai warga negara mempunyai hak untuk ikut serta dalam pesta demokrasi pada tahun 2014. Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas tuna netra di kota Salatiga, Komisi Pemilihan

Umum telah melanggar hak-hak politik karna telah melanggar Undang-Undang No 19

Tahun 2011 tentang Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dalam hal ini

kaum disabilitas tuna netra yang diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara

lain hak mendapatkan aksesibilitas (pasal 9) dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik (pasal 29).

Dengan terlihat Komisi Pemilihan Umum Kota Salatiga dapat diduga telah

melanggar Hak Asasi Manusia dengan tidak dapat menjamin hak-hak pilih kaum

disabilitas tuna netra dalam keikutsertaanya atau partisipasinya dalam Pemilihan Umum 2014 dengan tidak memberikan atau tidak mengakomodasikan fasilitas penunjang pemilu bagi kaum disabilitas tuna netra seperti template braile untuk dapat digunakan secara

efektif seseuai Pasal 29 Undang-Undang No 19 Tahun 2011 huruf a dan b yang berbunyi

:

a) Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas, termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih, antara lain dengan:

b) Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan

Indonesia adalah Negara Demokrasi yang menjamin hak-hak demokratis rakyatnya,

misal hak beragama, hak berpendapat, hak berkumpul, dll. Negara akan mengakui hak individu atau HAM selama hak tersebut tidak bertentangan dengan hukum positif Indonesia, dan setiap individu tersebut mampu bertanggungjawab atas hak individunya.

Dengan demikian Negara harus menjamin keikutsertaan setiap warga negara dalam Pemilihan Umum dengan tidak membedakan kaum disabilitas tuna netra dengan warga negara yang normal. Namun fakta yang terjadi pada Pemilihan Umum 2014 di Kota Salatiga yang

terjadi adalah penyelenggara Pemilihan Umum tidak menjamin hak-hak kaum disabilitas tuna

netra khususnya untuk mendapatkan akses pemilu yang tepat dengan memfasilitas template braile disetiap kecamatan, yang terjadi hanya ada 1 kecamatan saja yang menggunakan template braile.

2. Analisis Kendala-Kendala Dalam Implimetasi Hak Pilih Penyendang Disabilitas

Dokumen terkait