• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2. Proses perpindahan bahan cemaran dari aktivitas darat ke lingkungan laut (Hutagalung, 1991)

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4. Analisis Data

Data analisis logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air pada stasiun pengamatan di bandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 tentang ”Penetapan Baku Mutu Air Laut” sedangkan konsentrasi logam berat dalam organ kerang menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4104 (1996) mengenai logam berat dalam makanan dan hasil-hasil perikanan lainnya yang dikonsumsi. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara konsentrasi logam berat Pb, Cd dan Cu dalam air laut, sedimen dan organ kerang menggunakan analisis regresi korelasi/hubungan (Sudjana, 2001). Rumus koefisien korelasi (r) adalah sebagai berikut:

2 2( ) ) (Sx Sy Sxy Sxy =

1

)

)(

(

n

y

y

X

X

i i

1

)

(

2

n

x

x

i 1 ) ( 2 − −

n y yi Sy2 = Sx2 = r =

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

Sxy = Sebaran nilai pengamatan x dan y

Sx2 = Keragaman nilai x

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di antara 80-120 Lintang Selatan hingga 1180-1250 Bujur Timur. Secara geografis, Nusa Tenggara Timur terletak di belahan paling Selatan Indonesia. Di bagian barat berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, di sebelah utara berbatasan dengan Selat Makassar, di timur berbatasan dengan Propinsi Maluku dan Negara Timor Lorosae serta di selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas 566 pulau. Dari jumlah tersebut 246 pulau telah mempunyai nama sedangkan 320 pulau lainnya belum memiliki nama, sementara hanya 42 pulau yang berpenghuni dan selebihnya hanya merupakan tempat persinggahan nelayan.

Kota Kupang memiliki iklim yang sangat tipikal yang dicirikan dengan musim penghujan 3-4 bulan setiap tahunnya dan jumlah hari hujan 100 hari dengan suhu berkisar antara 23oC-34oC (BPS Kota Kupang, 2003). Kondisi iklim di kota Kupang cenderung tergolong dalam semi-arid (lahan kering). Jenis tanah meliputi jenis tanah mediterania seluas 1.110.807 ha (23,45%); litosol seluas 1.903.184 ha (40,19%); Alufial seluas 136,250 ha (2,46%) grumusol seluas 136,750 ha (2.88%) dan regosol seluas 64,250 ha (1,36%), kedalaman tanah sekitar 30-60 cm, kondisi ini disebabkan oleh struktur batuan induk berupa koral dan tanah yang terbuka karena vegetasi sangat terbatas sehingga rentan terhadap erosi.

Perairan Teluk Kupang berada di wilayah Pulau Timor yang terdiri dari kawasan dengan iklim dan lahan yang kering serta tidak subur, sehingga sumberdaya laut dan pantainya dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam. Kondisi pantai dan perairan di Teluk Kupang dipengaruhi oleh sungai yang bermuara ke Teluk. Sungai yang cukup berpengaruh adalah sungai Kuka di pantai utara, Sungai Beno, Sungai Nun Kurus di bagian timur serta Sungai Oesao, Sungai Noel Baki, Sungai Manikin, Sungai Oesapa dan Sungai Kalidendeng di pantai selatan. Secara geografis daerah Kecamatan Alak di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kupang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat/Kecamatan Maulafa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Lima/Kecamatan Oebobo dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan Kecamatan Kupang Barat. Permukaan tanah terdiri dari batu-batuan karang yang tidak rata serta tanah yang berwarna merah dan putih yang berada pada ketinggian dari permukaan laut di sebelah Selatan 100-250 meter dan di sebelah utara 0-50 meter.

Suhu udara maximum 350C dan beriklim tropis. Geografis Kecamatan Kelapa Lima di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kupang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Oebobo, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarus dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Alak. Permukaan daratan terdiri dari batu-batuan karang yang tidak rata serta berwarna merah dan putih yang berada pada ketinggian 50 meter dari permukaan laut, suhu udara maximum 350C dan beriklim tropis. Jumlah penduduk di Kecamatan Alak sebanyak 35.402 jiwa dengan kepadatan per km2 394 jiwa sedangkan di Kecamatan Kelapa Lima sebanyak 66.965 jiwa dengan luas wilayah 18.24 Km2 (BPS Kota Kupang, 2003).

Penelitian yang dilakukan di perairan Teluk Kupang, meliputi dua (2) Kecamatan, yaitu Kecamatan Alak dengan luas wilayah 24.16 Km2 dengan jumlah penduduk 16.493 jiwa sedangkan Kecamatan Kelapa Lima dengan luas wilayah 782 Km2 dengan jumlah penduduk 26.164 jiwa. Lokasi pengambilan sampel untuk stasiun I (ST1) di Kelurahan Alak (pelabuhan) yang terletak di antara 10° 12' 06" LS hingga 123° 31' 35" BT, stasiun II (ST2) di Kecamatan Namosain (Darmaga nelayan) yang terletak di antara 10° 12' 06" LS hingga 123° 31' 35" B, stasiun III (ST3) di Kecamatan Fatufeto (Sungai Kalidendeng) yang terletak di antara 10° 09' 38" LS hingga 123° 34' 31" BT, sedangkan stasiun IV (ST4) di Kelurahan Oeba ( pantai Oeba) yang terletak di antara 10° 09' 08" LS hingga 123° 35' 43" BT dan stasiun V (ST5) di Kelurahan Oesapa (Sungai Oesapa) yang terletak di antara 10° 08' 34" LS hingga 123° 38' 03" BT.

4.2. Nilai pH

Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan pH. Derajat keasaman (pH) air laut di Teluk Kupang berkisar antara 8,26-8,45. Kisaran pH air laut di Teluk Kupang cenderung bersifat basa. Hal

ini disebabkan wilayah Kota Kupang khususnya perairan Teluk Kupang secara keseluruhan memiliki topografi yang sangat unik karena didominasi oleh struktur

batuan induk berupa koral/karang dan tanah yang terbuka karena vegetasi penutup sangat sedikit sehingga rentan terhadap erosi yang dapat melarutkan

koral sebagai batuan yang banyak mengandung mineral terutama kalsium sehingga sulit untuk mencapai pH netral. Nilai pH air laut di perairan Teluk Kupang pada setiap lokasi pengamatan masih berada pada kategori yang layak

untuk kegiatan sektor perikanan. Hal ini juga sesuai dengan kriteria kualitas air laut yaitu 7-8,5 ( Kepmen LH RI No 51 tahun 2005) tentang Baku Mutu air Laut.

Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6.

6 6.57 7.58 8.59 Nilai pH Stasiun Pengamatan pH 8.34 8.41 8.45 8.26 8.27 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5

Gambar 6. Nilai rata-rata pH pada setiap stasiun pengamatan 4.3. Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu parameter fisika yang sangat penting bagi kehidupan biota air, oleh karena itu untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal setiap biota mempunyai batas toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu terendah dan suhu tertinggi. Suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, komposisi subtrat, luas permukaan yang mendapatkan sinar matahari, kekeruhan maupun kecepatan reaksi kimia di

dalam air yang juga mempengaruhi proses osmoregulasi, dan pernapasan organisme perairan. Oleh sebab itu dengan meningkatnya suhu perairan, maka

kehidupan organisme di dalamnya juga dapat terpengaruh dan pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian. Secara umum suhu berpengaruh langsung terutama terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik pada organisme dan tidak berpengaruh langsung terhadap struktur dan dispersi

hewan air (Nontji, 1984). Disamping itu suhu juga mempunyai hubungan langsung terhadap densitas air dan salinitas (Kinne, 1970) oleh karena itu

perubahan suhu air dapat mempengaruhi struktur komunitas biota. Pada daerah tropis suhu permukaan laut berkisar antara 27-29 0C dan daerah subtropis berkisar antara 15-20 0C. Menurut Soegiarto dan Birowo (1983) suhu pada lapisan permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 26-30 0C, pada lapisan tengah (termoklin) berkisar antara 9-26 0C dan pada lapisan dalam (hipolimnion) berkisar antara 2-8 0C yang merupakan suhu yang paling kecil. Menurut Nontji (1987), suhu permukaan laut di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31 0C.

6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 Nilai pH ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 Stasiun Pengamatan Batas atas Batas bawah

Hasil pengukuran suhu yang dilakukan di lima stasiun pengamatan dengan tiga kali ulangan menunjukkan bahwa suhu di perairan Teluk Kupang berkisar antara 28,53-29,10 0C (Gambar 7). Suhu terendah terdapat pada stasiun IV sedangkan suhu tertinggi terdapat pada stasiun V. Kisaran suhu ini sesuai dengan keadaan yang terdapat di perairan Teluk Kupang yaitu pada bulan Januari sampai dengan bulan April yang merupakan musim hujan, akan tetapi curah hujannya tidak menentu dan intensitas penyinaran matahari masih tinggi bahkan juga disertai oleh angin yang kencang, sehingga akan mempengaruhi suhu di perairan secara umum, khususnya di perairan Teluk Kupang. Tingginya intensitas penyinaran dan kondisi permukaan laut yang lebih tenang menyebabkan penyerapan panas ke dalam air laut lebih tinggi, sehingga suhu air menjadi maksimum. Selain itu terjadi pula perubahan suhu pada air laut yang dipengaruhi oleh evaporasi, curah hujan dan bahan-bahan lain yang masuk ke dalam perairan. Perubahan suhu yang terjadi pada setiap stasiun pengamatan (Gambar 7) masih dalam toleransi untuk kehidupan biota laut pada umumnya (Nontji, 1984).

Gambar 7. Rata-rata suhu pada setiap stasiun pengamatan 4.4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Keberadaan oksigen ini secara alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfir. Semakin tinggi suhu dan semakin meningkat ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfir, maka konsentrasi oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Brown (1987) yang mengemukakan bahwa peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Hubungan antara kadar oksigen terlarut dan suhu menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigennya semakin

Batas atas Batas bawah 25 26 27 28 29 30 31 32 33 S u h u (o C) ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 Stasiun pengamatan

berkurang. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain ini akan berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah dari kadar oksigen di perairan tawar.

Berdasarkan pengukuran nilai oksigen terlarut (DO) yang dilakukan di perairan Teluk Kupang menunjukkan bahwa DO rata-rata berkisar antara 6,07-6,55 mg/L. Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai pada setiap stasiun sangat bervariasi, nilai DO tertinggi terjadi pada ST3 sedangkan nilai terendah pada ST5. Adanya nilai DO yang bervariasi disebabkan karena tiap stasiun menerima cemaran yang berbeda-beda ditinjau dari tingkat aktivitas dan masuknya air limbah melalui air sungai. Adanya fluktuasi kadar oksigen terlarut yang terjadi pada lokasi penelitian antar stasiun ini dipengaruhi oleh percampuran (mixing), pergerakan (turbulensi) massa air, terjadinya akitivitas fotosintesis, repirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan perairan. Pada Gambar 8 memperlihatkan konsentrasi oksigen terlarut yang sangat bervariasi namun nilai-nilai tersebut masih dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yakni > 6,0 mg/L (Kepmen LH No. 51 tahun 2004.

Gambar 8. Rata-rata oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun pengamatan

4.5. Salinitas

Salinitas air laut berfluktuasi tergantung pada musim, topografi, pasang surut, dan jumlah air tawar. Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan (Dahuri, et al, 1996). Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987). Salinitas minimum terdapat pada daerah sekitar khatulistiwa dan salinitas maksimum terdapat pada lintang 20o LU dan 20o LS, salinitas mengalami penurunan ke

5 5.5 6 6.5 7 Oksigen terlarut (mg/L) ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 Stasiun pengamatan Baku Mutu

arah kutub. Keadaan salinitas yang rendah pada daerah sekitar khatulistiwa disebabkan oleh tingginya curah hujan (Sidjabat, 1973). Vernberg dan Venderg (1977) mengklasifikasikan konsentrasi salinitas pada perairan menjadi empat kategori. Pertama perairan hiperhaline dengan salinitas di atas 40%, kedua euhaline (salinitas 30-40o/oo), mixohaline dengan salinitas antara 0,5-30o/oo, dan limnetic water dengan salinitas lebih kecil dari 0,5o/oo. Barnes dan Hughes (1988) mengemukakan bahwa perairan yang memiliki salinitas lebih kecil dari 0,5 o/oo bersifat tawar sedangkan salinitas antara 0,5-30o/oo bersifat payau.

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di setiap stasiun menunjukkan bahwa rata-rata salinitas di perairan Teluk Kupang berkisar antara 32,03-32,87o/oo.

Gambar 9menunjukkan bahwa pada setiap stasiun nilai salinitasnya bervariasi, hal ini disebabkan adanya pengaruh air tawar dari muara sungai, kecepatan arus dan curah hujan yang terjadi pada saat penelitian berlangsung (Pebruari-Maret 2005), akan tetapi nilai salinitas di perairan Teluk Kupang masih bersifat euhaline (30-40o/oo), dan masih dalam kisaran peraturan pemerintah yang berlaku.

29 30 31 32 33 34 35 36 Salinitas (mg/L) ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 Stasiun pengamatan Batas atas Batas bawah

Gambar 9. Rata-rata salinitas pada setiap stasiun pengamatan

4.6. Kesadahan

Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Kation-kation tersebut dapat bereaksi dengan sabun sehingga membentuk endapan (presipitasi) maupun anion-anion yang terdapat dalam air yang juga dapat membentuk endapan atau menimbulkan perkaratan pada peralatan logam. Tingkat kesadahan ditentukan oleh keberadaan kalsium dan magnesium sebagai anion penyusun alklinitas yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa kesadahan tertinggi pada ST2 yakni 584,13 mg/L dan nilai terendah pada ST4 dengan nilai sebesar 481,51 mg/L. Nilai kesadahan di perairan Teluk Kupang berkisar antara 481,51-584,13 mg/L. Pada Gambar 10 terlihat bahwa nilai kesadahan dari lima stasiun tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara stasiun satu dengan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh struktur tanah dan batuan koral yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Selain kalsium karbonat, kation dan anion sebagai penyusun kesadahan seperti Mg, Sr, Fe, Mn dan sebagai pasangannya adalah HCO3, SO4 Cl- NO3 dan SiO3. Perairan yang memiliki nilai kesadahan kurang dari 120 mg/L dan lebih dari 500 mg/L CaCO3 dianggap kurang baik bagi peruntukan domestik, pertanian dan industri, namun air sadah lebih disukai oleh organisme dari pada air lunak (Effenfi, 2003). Kadar maksimum kesadahan untuk kehidupan organisme akuatik sebesar 500 mg/L (WHO, 1992 dalam Effendi, 2003).

0 100 200 300 400 500 600 Kesadahan (mg/L) ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 Stasiun pengamatan Baku mutu

Gambar 10. Rata-rata kesadahan pada setiap stasiun pengamatan

4.7. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam air tersebut (Hariyadi, et al. 1992). Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa planton dan mikroorganisme lain (APHA, 1976; Davis Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2001).

Kekeruhan juga dapat mengganggu kehidupan biota karena dapat menghambat penetrasi sinar yang masuk ke dalam perairan, kekeruhan yang

tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan. Batas maksimum yang dianjurkan dalam peraturan pemerintah yakni dalam Kepmen LH No.51 tahun 2005 tentang baku mutu kualitas air laut untuk perikanan

adalah > 5 NTU

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada lima stasiun pengamatan menunjukkan bahwa kekeruhan berkisar antara 2,82-7,85 NTU (Gambar 11). Kekeruhan tertinggi terjadi pada ST1, ST3, ST5, sedangkan yang

terendah terdapat pada ST4 dan ST2. Terjadinya kekeruhan yang bervariasi disebabkan setiap lokasi memiliki kondisi yang berbeda-beda. Stasiun yang kekeruhannya tinggi pada umumnya disebabkan karena pada stasiun tersebut

terdapat muara sungai yang merupakan wadah berbagai pencemaran yang berasal dari perkotaan, sedangkan di stasiun lainnya tidak terdapat aliran sungai.

Tingginya kekeruhan pada ketiga stasiun tersebut disebabkan adanya curah hujan yang cukup tinggi sehingga menimbulkan erosi baik erosi dari daerah perkotaan maupun dari daerah pegunungan dan erosi ini membawa partikel-partikel baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik. Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kekeruhan pada ketiga stasiun sudah melewati baku mutu, namun pada kedua stasiun lainnya masih layak/sesuai dengan Kepmen LH

No.51 tahun 2005 tentang baku mutu kualitas air laut untuk perikanan. Tingginya kekeruhan pada ketiga stasiun tersebut dapat mengganggu kehidupan baik hewan, tumbuhan maupun organisme yang berada di perairan, khususnya di perairan Teluk Kupang. Tingginya kekeruhan ini menyebabkan penetrasi cahaya

sedangkan hewan terutama yang hidup menetap seperti kerang lambat laun akan mengalami kepunahan.

Gambar 11. Rata-rata kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan

4.8. Konsentrasi Logam Berat dalam Air dan Sedimen

Logam berat, baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah (Hutagalung, 1984), begitu pula kandungan logam berat dalam air laut dan sedimen.

Konsentrasi logam dapat meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan industri yang mengandung logam berat dibuang masuk ke dalam perairan alami melalui saluran pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak terdapat di lingkungan. Logam berat tersebut adalah Hg, Pb, Cd dan Cr. Logam berat yang masuk ke dalam air akan mengalami

pengendapan, pengenceran dan dispersi, yang selanjutnya akan diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di

suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984).

Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap semua

biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari sekelompok biota perairan dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya keadaan tersebut dapat menghancurkan satu tatanan dalam suatu

ekosistem perairan (Palar, 1994)

4.8.1. Timbal (Pb) Baku mutu 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Kekeruhan (mg/L) ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 Stasiun pengamatan

Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah Pb dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu, korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin juga merupakan salah satu jalur Pb yang akan masuk dalam badan perairan. Logam Pb masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak dari aktifitas kehidupan manusia bentuknya bermacam-macam. Diantaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb (industri baterai, cat dan barang-barang elektronik), air buangan dari pertambangan bijih timah hitam. Bahan bakar yang mengandung timbal (leaded gasoline) juga memberikan konstribusi yang berarti bagi keberadaan timbal di dalam air. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai untuk kemudian akan dibawa menuju lautan.

Badan perairan yang telah terkontaminasi senyawa atau ion-ion Pb, jumlah Pbnya akan melebihi konsentrasi yang semestinya, sehingga dapat

mengakibatkan kematian bagi biota yang terdapat dalam perairan. Bila konsentrasi Pb mencapai 188 mg/L, akan dapat membunuh ikan-ikan yang berada

dalam perairan tersebut (palar, 1994). Untuk memantau pencemaran logam di suatu perairan, maka analisis biota air sangat penting dilakukan. Biota air seperti

ikan, udang dan kerang merupakan sumber protein, vitamin, mineral dan lemak tak jenuh yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Penelitian

tentang konsentrasi logam berat yang terdapat dalam tubuh biota laut perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian atau informasi bahwa produk-produk yang berasal dari laut dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi masih aman bila di

konsumsi.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium, konsentrasi logam Pb tertinggi pada ST1, ST2 dan ST5 sedangkan konsentrasi terendah pada

ST4 dan ST3. Konsentrasi rata-rata logam Pb dalam air laut pada ke lima stasiun berkisar antara 0,0015-0,0078 mg/L (Gambar 12). Tingginya konsentrasi Pb pada air laut di ST1 dan stasiun lainnya disebabkan oleh tingginya aktivitas di setiap lokasi pengambilan sampel, terutama alat-alat transportasi yang menghasilkan pencemaran Pb, baik yang bersumber dari daratan, lautan, udara dan juga yang

sifatnya secara alamiah sudah ada walaupun konsentrasinya relatif kecil. Konsentrasi Pb dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan konsentrasi Pb dalam air laut yaitu berkisar 1,6438-2,2410 mg/kg (Gambar 13). Konsentrasi Pb tertinggi pada ST1 dan terendah pada ST5. Tingginya konsentrasi Pb dalam sedimen

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Konst. Pb dlm sedimen (mg/kg) ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 Stasiun pengamatan

disebabkan oleh tingginya mobilisasi lalu lintas baik dari darat maupun laut. Suhu dan pH juga memberikan sumbangan yang cukup berarti, sehingga logam berat yang masuk ke perairan dapat terakumulai dalam sedimen, akibatnya konsentrasi Pb lebih tinggi dibandingkan konsentrasinya dalam air laut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Pb di perairan Teluk Kupang masih layak untuk budidaya perikanan karena masih dibawah baku mutu yaitu 0,008 mg/L (Kepmen LH No.51 tahun 2004).

Gambar 12. Konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam air laut pada setiap stasiun Pengamatan

0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 Konst. Pb dlm air laut (ppm) ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 Stasiun pengamatan Baku mutu

Gambar 13. Konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam sedimen pada setiap stasiun pengamatan

4.8.2. Kadmium (Cd)

Penyebaran logam Cd di alam sangat luas, namun hanya satu jenis senyawa yaitu greennokite (CdS) dan sering ditemukan bersama dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite sangat jarang ditemukan, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan dari proses peleburan dan refining bijih-bijih Zn, sehingga menghasilkan logam Cd sebesar 0,2-0,3 %. Penggunaan logam Cd adalah sebagai stabilisasi, bahan pewarna dalam industri plastik, elektroplating, solder, baterai, dan industri persenjataan berat. Penggunaan Cd ditemukan juga dalam industri pencelupan, fotografi dan lain-lain. Contoh senyawa-senyawa logam Cd yang digunakan dalam industri antara lain zat warna (CdS dan CdSeS), industri baterai (CdSO4), fotografi (CdBr2 dan CdI2), pembuatan tetraetil-Pb ((C2H5)2Cd) dan yang berfungsi sebagai stabilizer yaitu senyawa Cd-Stearat pada industri manufaktur polyvinilklorida (PVC) (Palar, 2004).

Dalam strata lingkungan, persenyawaan logam Cd banyak dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah, aliran air hujan dan air buangan. Hasil penelitian yang dilakukan di perairan Teluk New York (Mueller et.al., 1979) melaporkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam perairan yang berasal dari air limbah industri sangat kecil,

Dokumen terkait